BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BATU

dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR. Malang, September 2014 Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Malang

batukota.bps.go.id ISBN : No. Publikasi : Katalog BPS : Naskah : Seksi Neraca Wilayah & Analisis Statistik

Kebenaran Data dan teknik penghitungan dalam buku ini Telah Dikoreksi Oleh : BPS KABUPATEN MALANG

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara


PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2011

Katalog BPS :

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. Drs.HADI PURWONO Pembina Utama Muda NIP

BAB II URAIAN SEKTORAL

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha

DAFTAR ISI... SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR TABEL POKOK...

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA 2010/2011. Gross Regional Domestic Product Of Jayapura Municipality

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB III URAIAN SEKTORAL

III. METODE PENELITIAN

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PENDAHULUAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2010

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA

BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

BAB. III. URAIAN SEKTORAL

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

II.1. SEKTOR PERTANIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

Tinjauan Ekonomi Berdasarkan :

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA BANDA ACEH TAHUN

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN

Produk Domestik Regional Bruto Kota Probolinggo Menurut Lapangan Usaha

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum Wr. Wb.

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA

Katalog BPS :

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 U M U M

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

Kerjasama : KATALOG :

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN KENDAL TAHUN 2011 Gross Regional Domestic Product Kendal Regency 2011

KATA PENGANTAR. Bandung, November 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. K e p a l a,

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

1.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto 1.2 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional 1.3 Perubahan Tahun Dasar

ANALISIS SEKTORAL PDRB KABUPATEN SUMENEP TAHUN 2011

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang. dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menilai kinerja ekonomi secara makro di suatu wilayah dalam periode waktu

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

KABUPATEN KUNINGAN Gross Regional Domestic Product Kuningan Regency


BAB III URAIAN SEKTORAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

Katalog BPS :

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.


KATA PENGANTAR. Lumajang, November 2017 KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN LUMAJANG. . A Z W I R, S.Si. NIP

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode tahun dari


Badan Perencananan Pembangunan Daerah Bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjar


TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB ) KABUPATEN BONDOWOSO MENURUT KECAMATAN TAHUN 2012

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )


Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok. dengan. PDRB Kecamatan Kota Depok Tahun 2014

KABUPATEN BENGKULU TENGAH

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang 1

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Transkripsi:

KOTA BATU NO : 35795. 06. 02 Badan Pusat Statistik Kota Batu BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BATU

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA BATU 2005

KOTA BATU ISSN : No. Publikasi : 35795.06.02 Katalog BPS : Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 68 Halaman Naskah : Seksi Neraca Wilayah & Analisis Statistik Diterbitkan Oleh : Badan Pusat Statistik Kota Batu "Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya"

PDRB Kota Batu 2005 KATA PENGANTAR Buku publikasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Batu 2005 ini dimaksudkan sebagai salah satu bahan evaluasi dan perencanaan pembangunan, khususnya bidang ekonomi di Kota Batu. Publikasi tahun 2005 ini berisikan data PDRB tahun 2001 sampai dengan 2005, namun data tahun 2005 masih bersifat sementara. Sifat sementara ini menyangkut ketersediaan data dasar dari berbagai sumber yang belum tersedia. Tentu saja data tahun 2005 akan direvisi setelah semua data dasar terkumpul. Angka tahun sebelumnya merupakan angka revisi. Angka PDRB disajikan dalam satuan uang Rupiah, baik menurut perhitungan atas dasar harga berlaku dan menggunakan tahun dasar baru yaitu tahun 2000. Sedangkan untuk keperluan analisa sederhana, disusun pula tabel-tabel yang berisikan angka persentase maupun indeks-indeks tertentu yang lazim digunakan sebagai indikator ekonomi. Demikian juga konsep/definisi yang digunakan dicantumkan agar para users dapat memanfaatkan sebaik mungkin isi publikasi ini, dan seterusnya berdasarkan angka-angka yang tersaji dapat memahami uraian ringkas yang diberikan. Kami menyadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik para pengguna data sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan pada edisi yang akan datang. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga publikasi ini dapat disajikan. Batu, Juli 2006 Kepala Ir. Firda NIP.340.012.514 ii

PDRB Kota Batu 2005 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii TABEL-TABEL POKOK v BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Maksud dan Tujuan 2 1.3. Manfaat.. 3 1.4. Kegunaan Angka Produk Domestik Regional Bruto 3 BAB II KONSEP DAN DEFINISI 5 2.1. Istilah-Istilah Umum.. 5 2.2. Metode Penghitungan. 9 2.3. Cara Penyajian. 12 2.4. Angka Indeks 14 BAB III URAIAN SEKTORAL 18 3.1. Sektor Pertanian 18 3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian 21 3.3. Sektor Industri Pengolahan 22 3.4. Sektor Listrik, Gas, dan Air 22 3.5. Sektor Bangunan 23 3.6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 24 3.7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 25 3.8. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 28 3.9. Sektor Jasa-jasa 30 iii

PDRB Kota Batu 2005 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4.1. Gambaran Umum 35 4.2. Produk Domestik Regional Bruto Tahun Dasar Baru 37 4.3. Struktur Perekonomian 40 4.4. Pertumbuhan Ekonomi 46 4.5. Tingkat Perkembangan Harga 55 4.6. Pendapatan Regional. 58 4.7. Ketenagakerjaan 60 BAB V PENUTUP 64 iv

PDRB Kota Batu 2005 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1 : Struktur Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Kota Batu Tahun 2001-2005 42 Tabel 4.2 : Tingkat Pertumbuhan PDRB Kota Batu 2001-2005 47 Tabel 4.3 : Tingkat Inflasi PDRB Kota Batu 2003-2005 55 Tabel 4.4 : Pendapatan Per Kapita Atas dasar Harga Berlaku dan Konstan Kota Batu Tahun 2001-2005 Tabel 4.5 : Persentase Pekerja Menurut Lapangan Usaha 2005 61 Tabel 4.6 : Penduduk dan Angkatan Kerja 2005 62 Tabel P.01 : Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (juta Rp. ) Kota Batu Tahun 2001-2005 65 Tabel P.02 : Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 (juta Rp. ) Kota Batu Tahun 2001-2005 66 Tabel P.03 : Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ( persen ) Kota Batu Tahun 2001-2005 67 Tabel P.04 : Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (persen) Kota Batu Tahun 2001-2005 68 Tabel P.05 : Indeks Perkembangan Atas Dasar Harga Berlaku ( persen ) Kota Batu Tahun 2001-2005 69 Tabel P.06 : Indeks Perkembangan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (persen) Kota Batu Tahun 2001-2005 70 Tabel P.07 : Indeks Berantai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ( persen ) Kota Batu Tahun 2001-2005 71 Tabel P.08 : Indeks Berantai PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (persen) Kota Batu Tahun 2001-2005 72 v

PDRB Kota Batu 2005 Tabel P.09 : Indeks Harga Implisit Produk Domestik Regional Bruto (persen) Kota Batu Tahun 2001-2005 73 Tabel P.10 : Inflasi Produk Domestik Regional Bruto ( persen ) Kota Batu Tahun 2001-2005 74 Tabel P.11 Tabel P.12 : Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (persen) Kota Batu Tahun 2001-2005 75 : Agregat Pendapatan Regional dan Pendapatan per Kapita Kota Batu Tahun 2000-2005 76 vi

I. PENDAHULUAN II. KONSEP DEFINISI III. URAIAN SEKTORAL IV. HASIL & PEMBAHASAN V. PENUTUP

1 PDRB Kota Batu 2005 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam membuat perencanaan pembangunan ekonomi diperlukan data statistik yang akan digunakan sebagai bahan analisa untuk menentukan dan mengarahkan sasaran pembangunan, agar dapat dicapai sasaran yang lebih tepat. Kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang telah lalu perlu dilihat dan dinilai tentang hasil-hasil dan implikasinya pada masa sekarang ini. Sehingga perlu adanya data stastistik yang merupakan ukuran kuantitas yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan pada masa lalu, masa kini serta sasaran yang akan dicapai pada masa mendatang. Hal ini akan dapat dipenuhi dengan penyajian angka-angka Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) secara berkala yang merupakan ukuran dan landasan yang tepat untuk mencapai sasaran di dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional, dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan perkataan lain, arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mengetahui tingkat dan pertumbuhan pendapatan masyarakat, perlu disajikan statistik pendapatan regional secara berkala untuk digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan regional, khususnya di bidang ekonomi. Angka-angka pendapatan regional dapat dipakai juga sebagai bahan evaluasi dari hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah daerah maupun swasta. 1

1 PDRB Kota Batu 2005 Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai akibat diberlakukannya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, maka terjadi perubahan sistem pemerintah yang sentralistik menjadi desentralistik. Beberapa daerah yang merasa cukup mampu, diantaranya Batu akhirnya berkembang menjadi suatu kota. Sebagai daerah otonom baru, Kota Batu harus menghadapi segudang tugas dan tantangan dalam mengembangkan pembangunan dimasa yang akan datang. Guna mewujudkan hal di atas, Pemerintah Kota Batu menganggap perlu untuk menyusun data PDRB Kota Batu. Dengan tersedianya data PDRB dari tahun ke tahun, para pembuat kebijakan ekonomi di Pemerintah Kota Batu akan mampu mengevaluasi hasil-hasil pembangunan pada suatu kurun waktu tertentu. 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN Di dalam Perencanaan ekonomi suatu wilayah pada umumnya dimaksudkan untuk menyelesaikan dua masalah pokok berikut: 1. Bagaimana mengusahakan agar pembangunan ekonomi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara mantap; 2. Bagaimana mengusahakan agar pendapatan yang timbul tersebut dapat dibagi atau diterima oleh masyarakat seadil-adilnya. Permasalahan tersebut di atas secara kuantitas dapat dievaluasi dengan tersedianya data statistik PDRB. Hal ini dikarenakan PDRB mampu memberikan data statistik berupa: 1. Laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah, baik secara menyeluruh maupun sektoral; 2. Tingkat kemakmuran melalui besarnya pendapatan per kapita. Dalam hal ini lebih lengkap dengan tersedianya data PDRB daerah lain sebagai pembanding; 2

1 PDRB Kota Batu 2005 3. Kemampuan daya beli masyarakat dengan melihat besarnya tingkat inflasi; 4. Potensi yang ada dengan melihat struktur perekonomian yang terjadi. 1.3. MANFAAT Manfaat penyusunan PDRB tahun 2005 ini untuk memecahkan dua masalah pokok: 1. Sebagai bahan evaluasi pelaksanaan pembangunan ekonomi pada tahun-tahun sebelumnya; dan 2. Sebagai bahan perencanaan bidang ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang bagi pemerintahan, dunia usaha maupun masyarakat luas. 1.4. KEGUNAAN ANGKA PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PDRB yang disajikan dengan harga konstan dapat menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah itu dan apabila ini dibagi dengan jumlah penduduk akan mencerminkan tingkat perkembangan produk per kapita. Dari penghitungan PDRB akan diperoleh Pendapatan Regional suatu wilayah. Jika Pendapatan Regional ini dibagi dengan jumlah penduduk akan mencerminkan tingkat perkembangan pendapatan per kapita yang dapat digunakan sebagai indicator untuk membandingkan tingkat kemakmuran materiil suatu daerah terhadap daerah lain. Penyajian atas dasar harga konstan bersama-sama dengan harga berlaku antara lain dapat dipakai sebagai indikator untuk melihat tingkat inflasi atau deflasi (inflasi negatif) yang terjadi. Penyajian PDRB secara sektoral dapat memperlihatkan struktur ekonomi di wilayah itu. Bila angka PDRB dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja atau jumlah input yang digunakan, akan dapat menggambarkan tingkat produktifitas secara sektoral maupun menyeluruh. 3

1 PDRB Kota Batu 2005 Dari sekedar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa angka-angka yang disajikan oleh PDRB dapat menggambarkan kondisi ekonomi yang terjadi. Dengan demikian PDRB berfungsi sebagai: 1. Indikator tingkat pertumbuhan ekonomi; 2. Indikator tingkat pertumbuhan regional income per kapita; 3. Indikator tingkat kemakmuran; 4. Indikator tingkat inflasi 5. Indikator tingkat perekonomian; dan 6. Indikator hubungan antar sektor. 4

2 PDRB Kota Batu 2005 BAB II KONSEP DAN DEFINISI Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang kegiatan ekonomi dalam suatu negara atau regional tertentu dapat dilihat melalui neraca ekonominya. Penghitungan produk domestik regional adalah salah satu bentuk penghitungan yang memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai produk barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah tertentu dalam waktu tertentu (dalam satu tahun). Dalam bab ini akan diuraikan secara singkat mengenai konsep dan definisi yang digunakan dalam penghitungan PDRB. 2.1. ISTILAH-ISTILAH UMUM Mengawali uraian mengenai konsep dan definisi, berikut dijelaskan mengenai beberapa istilah yang sangat erat hubungannya dengan penghitungan PDRB yaitu output, biaya antara, dan nilai tambah bruto. Kejelasan pengertian dari istilah tersebut sangat penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan PDRB. Selain hal tersebut, dalam publikasi ini juga akan diuraikan mengenai pendekatan penghitungan PDRB, PDRB per kapita, serta beberapa pengertian lainnya. 2.1.1 Nilai Produksi Bruto Nilai produksi bruto (output) adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor kegiatan ekonomi dalam satu periode tertentu. 2.1.2 Biaya Antara Biaya antara terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang digunakan dalam proses produksi oleh unit-unit produksi dalam domestik tertentu (biasanya satu tahun). Barang tidak tahan lama dimaksud umumnya adalah barang yang mempunyai suatu perkiraan umur penggunaan kurang dari satu tahun atau habis dalam satu kali produksi. 5

2 PDRB Kota Batu 2005 Perlu dijelaskan disini bahwa biaya antara berbeda dengan biaya di dalam accounting, dimana di dalam biaya antara tidak termasuk komponen: - Faktor pendapatan (gaji, bunga modal, sewa tanah, dan keuntungan ). - Penyusutan barang modal. - Pajak tak langsung neto. 2.1.3 Nilai Tambah Nilai tambah bruto merupakan pengurangan nilai produksi bruto (output) dengan biaya antaranya, atau apabila dirumuskan menjadi : Nilai Tambah Bruto (NTB) = Output Biaya Antara Pengertian nilai tambah bruto ini sangat penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan PDRB, yang tidak lain adalah penjumlahan dari seluruh besaran nilai tambah bruto dari seluruh unit produksi yang berada pada wilayah (region) tertentu, dalam rentang waktu tertentu (biasanya satu tahun). 2.1.4 PDRB Atas Dasar Harga Pasar Angka PDRB atas dasar harga pasar dapat diperoleh dengan menjumlahkan seluruh nilai tambah bruto (Gross Value Added) dari seluruh unit produksi yang berada pada wilayah itu. Yang dimaksud atas dasar harga pasar adalah apabila semua produk barang dan jasa yang dihasilkan dinilai berdasarkan harga pasar/yang berlaku pada tahun yang berjalan. 2.1.5 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Angka PDRB atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara kuantum produksi pada tahun berjalan dinilai atas dasar harga pada tahun dasar. Angka PDRB atas dasar harga konstan dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan ataupun sektoral pada suatu daerah. 6

2 PDRB Kota Batu 2005 2.1.6 PDRN Atas Dasar Harga Pasar PDRN atas dasar harga pasar diperoleh dari PDRB atas dasar harga pasar dikurangi dengan jumlah penyusutan barang modal dari seluruh sektor. 2.1.7 PDRN Atas Dasar Biaya Faktor Perbedaan antara konsep biaya faktor dan konsep harga pasar yaitu karena adanya pajak tak langsung yang dipungut pemerintah kepada unit-unit produksi, dimana pajak tak langsung akan berakibat menaikkan harga yang dibayarkan oleh konsumen dan subsidi dari pemerintah. PDRN atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tak langsung, maka hasilnya adalah PDRN atas dasar biaya faktor. 2.1.8 Pendapatan Regional Dari konsep yang telah diuraikan di atas dapat diketahui bahwa PDRN atas dasar biaya faktor sebenarnya adalah jumlah balas jasa faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di dalam wilayah/daerah itu. Faktor-faktor produksi itu berupa tenaga kerja, modal, tanah dan wiraswasta serta balas jasanya berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan. Jadi dengan PDRN atas biaya faktor merupakan jumlah dari pendapatan yang berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan yang timbul atau berasal dari wilayah tersebut. Perlu diketahui bahwa pendapatan penduduk wilayah / daerah itu kesulitan untuk dihitung/diketahui, sebab ada sebagian pendapatan yang diterima oleh penduduk wilayah/daerah itu diperoleh karena memiliki faktor produksi pada perusahaan yang beroperasi di lain wilayah/daerah itu begitu pula sebaliknya. Karena kesulitan tersebut, maka untuk bisa mengetahui/menghitung pendapatan yang mengalir keluar daerah maupun yang masuk ke daerah tersebut, untuk sementara kita asumsikan bahwa pendapatan yang mengalir keluar daerah dengan yang masuk kita anggap 7

2 PDRB Kota Batu 2005 sama. Oleh karena itu PDRN atas dasar biaya faktor sementara kita anggap sebagai pendapatan regional. Bila pendapatan regional ini dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di daerah tersebut, maka akan dihasilkan rata-rata pendapatan per kapita penduduk daerah tersebut. 2.1.9 Pendapatan Orang Perorang dan Pendapatan yang siap dibelanjakan Dari apa yang telah diuraikan diatas, maka konsep yang dipakai dalam Regional Income dapat diurutkan sebagai berikut: (1). PDRB Atas Dasar Harga Pasar (Gross Regional Domestic Product at Market Prices) minus: Penyusutan barang modal akan sama dengan (2). PDRN Atas Dasar Harga Pasar (Net Regional Domestic Product at Market Prices) minus: Pajak tak langsung neto akan sama dengan (3). PDRN Atas Dasar Biaya Faktor (Net Regional Domestic Product at Factor Cost) minus: Pendapatan yang mengalir keluar daerah/luar negeri akan sama dengan (4). Pendapatan Regional (Regional Income) minus: - Pajak pendapatan perusahaan (Corporate Income Taxes) - Keuntungan yang tidak dibagikan (Industributed Profit) - Iuran kesejahteraan dan sosial (Social Security Constribution) plus: Transfer yang diterima oleh rumah tangga dan bunga neto atas hutang Pemerintah, akan sama dengan 8

2 PDRB Kota Batu 2005 (5). Pendapatan Orang Seorang (Personal Income) minus: Pajak rumah tangga, transfer yang diterima rumahtangga akan sama dengan (6). Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) 2.2. METODE PENGHITUNGAN Metode penghitungan PDRB dapat diperoleh dengan 2 (dua) cara, yaitu : 2.2.1 Metode Langsung Yang dimaksud dengan metode langsung adalah metode penghitungan dengan menggunakan data daerah yang terpisah sama sekali dengan data propinsi atau nasional sehingga hasil penghitungannya memperlihatkan seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan daerah/wilayah tersebut. Metode ini dapat diperoleh dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran yang selanjutnya dapat diterangkan sebagai berikut: 2.2.1.1 Pendekatan Produksi PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Penghitungannya adalah dengan menjumlahkan nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara masing-masing total produksi bruto tiap-tiap sektor atau sub sektor. Sektor yang dihitung dikelompokkan menjadi 9 sektor yaitu : Sektor pertanian, sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, Sektor Bangunan/Konstruksi, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan, dan komunikasi dan Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan serta sektor Jasa-jasa. 9

2 PDRB Kota Batu 2005 2.2.1.2 Pendekatan Pengeluaran PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yaitu : 1. Pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung. 2. Konsumsi pemerintah 3. Pembentukan modal tetap dan domestik bruto 4. Perubahan Stok 5. Ekspor neto dalam jangka waktu tertentu (biasanya setahun) Ekspor neto adalah ekspor dikurangi impor. 2.2.1.3 Pendekatan Pendapatan PDRB merupakan balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya setahun). Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB, kecuali faktor pendapatan, termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. PDRB merupakan jumlah nilai tambah bruto seluruh sektor/lapangan usaha. Dari tiga pendekatan tersebut, secara konsep, seharusnya jumlah pengeluaran tadi harus sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksinya. 2.2.2 Metode Tidak Langsung Metode tidak langsung yang dimaksud adalah metode alokasi. Adapun penghitungannya adalah dengan cara mengalokasikan pendapatan nasional atau regional propinsi untuk tiap kabupaten/kota dengan menggunakan alokator tertentu. 10

2 PDRB Kota Batu 2005 Cara ini ditempuh karena data tidak tersedia atau adanya kerahasiaan dari data tersebut yang tidak boleh diketahui oleh banyak orang misalnya: data perbankan, data pertahanan keamanan. Alokator yang dapat digunakan yaitu berupa indikator produksi, antara lain : 1. Nilai Produksi Bruto atau Neto 2. Jumlah Produksi fisik 3. Tenaga Kerja 4. Penduduk 5. Alokator tidak langsung. Sektor-sektor yang dihitung dengan menggunakan cara ini antara lain adalah sektor perbankan dan sektor pemerintahan umum. 2.3 CARA PENYAJIAN Dalam penghitungannya, PDRB dapat disajikan dalam dua bentuk penilaian, yaitu atas dasar harga berlaku (Current Prices) dan atas dasar harga konstan (Constant Prices). 2.3.1. Penyajian Atas Dasar Harga Berlaku Semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun penilaian pada nilai tambah dan komponen pengeluaran produk domestik regional bruto. 2.3.2. Penyajian Atas Dasar Harga Konstan Semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang terjadi pada tahun dasar (dalam publikasi ini harga konstan didasarkan pada harga tahun 2000). Karena menggunakan harga yang tetap yaitu harga tahun dasar 2000, maka perkembangan agregat dari tahun ke tahun semata-mata disebabkan oleh perkembangan riil dari kuantum produksi tanpa mengandung fluktuasi harga. Angka-angka pendapatan regional atas dasar harga konstan apabila dikaitkan dengan data proses 11

2 PDRB Kota Batu 2005 produksi dapat memberikan gambaran tingkat perkembangan mengenai produktifitas dan kapasitas produksi dari masing-masing sektor. Pada dasarnya, dikenal empat cara yang digunakan dalam rangka penghitungan atas dasar harga konstan. Masing-masing diuraikan sebagai berikut: a. Revaluasi Dengan cara ini, masing-masing produksi dan biaya antara pada tahun yang bersangkutan dikalikan dengan harga tahun dasar yang akan diperoleh nilai produksi dan biaya antara atas dasar harga konstan. Selanjutnya, nilai tambah bruto diperoleh dari selisih antara nilai produksi dan biaya antara atas dasar harga konstan. b. Ekstrapolasi Penghitungan cara ini diperoleh dengan mengalikan nilai tambah tahun dasar dengan indeks kuantum produksi. Jika indeks kuantum produksi sukar diperoleh maka dipakai indeks yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang dihitung misalnya indeks jumlah tenaga kerja atau indikator lainnya. c. Deflasi Nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahun berjalan dengan indeks harganya. Indeks harga yang biasa digunakan sebagai deflator adalah Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), Indeks Harga Produsen (IHP), dan Indeks Biaya Hidup (IBH). d. Deflasi Berganda Dalam deflasi berganda, yang dideflasi adalah output/nilai produksi dan biaya antaranya. Mendeflasikan nilai produksi akan 12

2 PDRB Kota Batu 2005 memperoleh nilai produksi atas dasar harga konstan dan mendeflasi biaya antara akan diperoleh biaya antara atas dasar harga konstan, selisih antara nilai produksi atas dasar harga konstan dengan biaya antara atas dasar harga konstan akan diperoleh nilai tambah atas dasar harga konstan. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga produsen atau indeks harga perdagangan besar sesuai dengan cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar. 2.4. ANGKA INDEKS Dalam PDRB juga disajikan dalam bentuk peranan sektoral, angkaangka indeks, dan inflasi sektoral. Angka-angka indeks tersebut adalah : indeks perkembangan, indeks berantai, dan indeks harga implisit. Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut: 2.4.1. Peranan Sektoral Diperoleh dengan cara membagi nilai masing-masing sektor/sub sektor dengan nilai total seluruh sektor PDRB dikalikan 100 pada tahun yang bersangkutan (baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan suatu tahun tertentu). Penghitungannya dapat dirumuskan sebagai berikut: P = PDRB i P i = X 100 % 9 Σ PDRB i i=1 Peranan Sektoral i = Sektor i, i=1, 2,, 9 Dalam penyajian tabulasinya, peranan sektor diberi judul Distribusi Persentase PDRB. 13

2 PDRB Kota Batu 2005 2.4.2. Indeks Perkembangan Diperoleh dengan membagi nilai-nilai PDRB masing-masing tahun dengan nilai pada tahun dasar, dikalikan 100% untuk masingmasing sektor / subsektor. Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan agregat dari tahun ke tahun terhadap tahun dasarnya. Perumusannya adalah sebagai berikut : PDRB it IP = X 100 % PDRB io IP = Indeks Perkembangan i = Sektor i, i=1, 2,, 9 t = Tahun ke - t o = Tahun Dasar 2.4.3. Indeks Berantai Diperoleh dengan membagi nilai pada masing-masing tahun dengan nilai pada tahun sebelumnya dikalikan 100% untuk masingmasing sektor/subsektor. Apabila angka ini dikalikan dengan angka 100 dan hasilnya dikurangi 100, maka angka ini menunjukkan tingkat pertumbuhan produksi untuk masing-masing tahun. Rumus penghitungannya adalah sebagai berikut : PDRB it IB = X 100 % PDRB it-1 IB = Indeks Berantai i = Sektor i, i=1, 2,, 9 t = Tahun ke - t 14

2 PDRB Kota Batu 2005 2.4.4. Indeks Harga Implisit Diperoleh dengan membagi nilai PDRB atas dasar harga berlaku dengan nilai PDRB atas dasar harga konstan untuk masing-masing tahun dikalikan dengan 100. Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan harga dari agregat pendapatan terhadap harga pada tahun dasar. Indeks harga implisit dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut: IHI = Indeks Harga Implisit PDRB ithb IHI = X 100 % PDRB ithk hb = Harga Berlaku ; hk = Harga Konstan t 2.4.5. Inflasi = Tahun ke t Diperoleh dari indeks harga implisit dengan membuatkan indeks berantainya dari tahun ke tahun. Angka ini akan menunjukkan tingkat perkembangan harga setiap tahun terhadap tahun sebelumnya. Angkaangka tersebut juga menunjukkan secara berkala besaran inflasi yang mencakup seluruh barang dan jasa yang diproduksi dalam wilayah penghitungan PDRB. IHI it Inflasi = X 100 % - 100 IHI it-1 IHI it = Indeks Harga Implisit Sektor ke- i tahun t. IHI it-1 = Indeks Harga Implisit Sektor ke- i tahun (t-1) 15

3 PDRB Kota Batu 2005 BAB III URAIAN SEKTORAL Uraian sektoral yang disajikan dalam Bab IV ini mencakup ruang lingkup dan definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, cara-cara penghitungan nilai tambah, baik atas dasar harga yang berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000 serta sumber datanya. 3.1. PERTANIAN Sektor pertanian mencakup segala pengusahaan yang didapat dari alam dan merupakan barang-barang biologis atau hidup dimana hasilnya akan digunakan memenuhi hidup sendiri atau dijual kepada pihak lain, tidak termasuk kegiatan yang tujuannya untuk hobi saja. Kegiatan pertanian pada umumnya berupa cocok tanam, pemeliharaan ternak, penangkapan ikan, penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan serta perburuan binatang liar. Sektor pertanian meliputi: sub sector tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan rakyat, tanaman perkebunan besar, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan, perikanan dan jasa pertanian. 3.1.1. Tanaman Bahan Makanan Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedele, sayur sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan lainlain, serta hasil-hasil produk ikutannya. Data produksi diperoleh dari Dinas Pertanian, sedangkan data harga bersumber dari Badan Pusat Statistik. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan produksi yaitu mengalikan terlebih dahulu setiap jenis kuantum produksi dengan masing-masing harganya, kemudian hasilnya dikurangi dengan biaya antara atas dasar harga berlaku untuk setiap tahun. Sedangkan rasio produksi ikutan dan sampingan, rasio biaya 16

3 PDRB Kota Batu 2005 pengangkutan dan margin perdagangan serta rasio biaya antara diperoleh dari hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) yang dilakukan BPS. Rasio mark up bisa diperoleh dari Dinas Pertanian Nilai tambah atas harga konstan 2000 dihitung dengan metode revaluasi yaitu mengalikan kuantum produksi masing-masing tahun dengan harga pada tahun 2000, kemudian dikurangi biaya antara atas dasar harga konstan 2000. 3.1.2. Tanaman Perkebunan a. Tanaman Perkebunan Rakyat Komoditi yang dicakup pada sub sektor ini antara lain adalah hasil tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat seperti jambu mente, kelapa, kopi, kapuk, kapas, tebu, tembakau, dan cengkeh. Cakupan tersebut termasuk produk ikutannya dan hasilhasil pengolahan sederhana seperti minyak kelapa rakyat, tembakau olahan, dan teh olahan. b. Tanaman Perkebunan Besar Untuk sub sektor tanaman perkebunan besar yang kegiatannya mencakup produksi komoditi perkebunan yang diusahakan oleh perkebunan seperti karet, teh, kelapa, kopi, kapuk, kapas, tebu, coklat, kelapa sawit dan cengkeh, serta tanaman lainnya. Data produksi diperoleh dari Sub dinas Perkebunan, sedangkan data harga bersumber dari Badan Pusat Statistik. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara mengalikan produksi dengan harga pada tahun yang bersangkutan, kemudian dikurangi dengan biaya pengangkutan dan margin perdagangan. Nilai tambah bruto atas dasar berlaku sub sector perkebunan rakyat diperoleh dengan cara mengurangi output tersebut dengan biaya antara. Seperti halnya sub sektor tanaman bahan 17

3 PDRB Kota Batu 2005 makanan, nilai tambah atas harga konstan 2000 dihitung dengan metode revaluasi. 3.1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya Sub sektor ini mencakup produksi ternak besar, ternak kecil, unggas, maupun hasil ternak, seperti sapi, kerbau, kuda, babi, kambing, domba, susu segar, dan telur. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong di luar rumah potong hewan (RPH) ditambah perbedaan stok populasi ternak dan ekspor ternak neto. Data mengenai jumlah ternak yang dipotong, populasi ternak, produksi susu dan telur, serta harganya diperoleh dari Sub Dinas Peternakan. Nilai tambah atas dasar harga berlaku dihitung dengan cara pendekatan produksi dan atas dasar harga konstan 2000 dengan revaluasi dengan rasio nilai tambah berdasarkan hasil survey khusus. 3.1.4. Kehutanan Sub sektor ini mencakup kegiatan penebangan kayu, pengambilan hasil hutan lainnya, dan perburuan. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, arang, dan bambu, sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa gondorukem, kopi, kelapa, ulat sutera, dan madu. Data produksi dan harga perdagangan besar yang diperoleh dalam sub sektor kehutanan diperoleh dari dinas kehutanan. Rasio biaya pengangkutan dan margin perdagangan serta biaya antara diperoleh dari hasil survey khusus. Penghitungan output dan nilai tambah sektor ini sama seperti penghitungan sub sektor sebelumnya yaitu penghitungan atas dasar harga berlaku menggunakan metode produksi dan penghitungan atas dasar harga konstan menggunakan metode revaluasi. 18

3 PDRB Kota Batu 2005 3.1.5. Perikanan Komoditi yang dicakup adalah semua hasil dari kegiatan perikanan umum, tambak, kolam, dan keramba baik ikan konsumsi maupun ikan hias serta pengolahan sederhana (pengeringan dan penggaraman ikan). Data mengenai produksi dan nilai produksi diperoleh dari Sub Dinas Perikanan. Penghitungan nilai tambah bruto memakai metode pendekatan produksi untuk penghitungan atas dasar harga berlaku dan revaluasi untuk penghitungan atas dasar harga konstan 2000 dengan rasio nilai tambah berdasarkan hasil survey khusus. 3.2. PENGGALIAN Komoditi yang dicakup dalam sektor ini adalah penggalian pasir, penggalian batu kerikil, dan tanah urug. Data produksi dan nilai produksi diperoleh dari hasil survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik berupa data primer dan data sekunder. Output merupakan perkalian antara produksi dan harga masing-masing jenis hasil penggalian. Nilai tambah bruto merupakan pengurangan output dengan biaya antara yang diperoleh dari survey khusus. 3.3. INDUSTRI PENGOLAHAN Sektor ini terdiri dari dua sub sektor, yaitu Sub sektor industri besar/sedang, dan sub sektor industri kecil termasuk RPH (Rumah Potong Hewan) dan kerajinan rumahtangga. Data output atas dasar harga berlaku diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Output dan nilai tambah sub sektor Industri Kecil Kerajinan Rumahtangga diperoleh dengan pendekatan produksi, yaitu dengan mengalikan rata-rata output per tenaga kerja dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sub sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga, sedang output RPH diperoleh dari pengolahan laporan RPH triwulanan oleh Badan Pusat Statistik. 19

3 PDRB Kota Batu 2005 Untuk kelompok industri besar dan sedang, ruang lingkup dan metode penghitungan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku berdasarkan hasil survei tahunan yang dilakukan Badan Pusat Statistik. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan metode deflasi yaitu Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) untuk kelompok industri dari Propinsi Jawa Timur sebagai deflatornya. 3.4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH Sektor ini meliputi tiga sub sektor yaitu sub sektor listrik, sub sektor gas dan sub sektor air bersih. Sejauh ini kegiatan pada sub sektor gas di Kota batu belum ada sehingga yang dibahas pada sektor ini hanya sub sektor listrik dan sub sektor air bersih. 3.4.1. Listrik Sub sektor ini mencakup pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik, baik yang diusahakan oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) maupun non-pln dengan tujuan untuk dijual. Listrik yang dibangkitkan atau yang diproduksi meliputi listrik yang dijual, dipakai sendiri, hilang dalam transmisi dan listrik yang dicuri Metode penghitungan yang dilakukan untuk sub sektor ini adalah pendekatan produksi yaitu nilai tambah bruto diperoleh dari nilai output dikurangi biaya antara. Nilai produksi kegiatan perlistrikan ini diperoleh dari perkalian kuantum listrik yang dibangkitkan dengan harga per unit listrik tersebut. Penghitungan atas dasar harga konstan digunakan metode ekstrapolasi dengan indeks produksi gabungan tertimbang masingmasing jenis produksi tiap tahun sebagai ekstrapolator. 3.4.2. Air Bersih Kegiatan sub sektor ini mencakup proses pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk menghasilkan air minum 20

3 PDRB Kota Batu 2005 serta pendistribusian dan penyalurannya melalui pipa dan alat lain ke rumahtangga, instansi pemerintah maupun swasta baik yang diselenggarakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), maupun bukan PDAM. Metode penghitungan yang digunakan seperti pada sub sektor listrik yaitu pendekatan produksi. Nilai produksi dan harga diperoleh dari PDAM. Penghitungan Nilai tambah bruto baik berlaku maupun konstan sama seperti penghitungan sub sektor listrik. 3.5. BANGUNAN Sektor Bangunan mencakup semua kegiatan pembangunan fisik konstruksi baik berupa gedung, jalan, jembatan, terminal, dam irigasi dan sebagainya. Nilai tambah Bruto dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi. Output diperoleh dari penjumlahan nilai pembangunan prasarana fisik yang dibiayai APBN maupun APBD serta perbaikannya dan pembangunanpembangunan yang dilakukan oleh developer, BTN, REI dan swadaya masyarakat murni dan biaya antara sub sektor sewa bangunan. Output atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara deflasi dan sebagai deflatornya adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) Kelompok Umum Kota Malang. 3.6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN Sektor ini terdiri dari tiga sub sektor yaitu perdagangan, sub sektor hotel dan sub sektor restauran. Pada dasarnya kegiatan yang dicakup meliputi kegiatan perdagangan, penyediaan akomodasi/hotel, serta penjualan makanan dan minuman seperti restauran, warung makan, kedai, pedagang keliling dan sejenisnya. 3.6.1. Perdagangan Besar dan Eceran Perhitungan nilai tambah atas dasar harga berlaku sub sektor perdagangan besar dan sedang dilakukan dengan pendekatan arus barang (comodity flow). 21

3 PDRB Kota Batu 2005 Output diperoleh dengan mengalikan besarnya nilai produksi komoditi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, serta produk luar daerah yang diperdagangkan dengan margin perdagangan dan penghitungan nilai tambah berdasarkan rasio nilai tambah yang diperoleh dari data hasil penyusunan tabel Input Output (IO) Indonesia 1995 serta survei khusus dari Propisi Jawa Timur. Produk Luar daerah dihitung dengan pendekatan kosumsi rumah tangga dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Penghitungan nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 dihitung berdasarkan metode deflasi yaitu IHK kelompok Umum sebagai deflatornya. 3.6.2. Hotel Kegiatan sub sektor ini mencakup semua Hotel, Penginapan, dan yang sejenisnya. Output diperoleh dari survei VHTL setiap tahun yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dan rasio nilai tambah diperoleh dari hasil survey khusus. Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 dihitung menggunakan metode deflasi dengan IHK Kelompok Makanan Kota Malang sebagai deflatornya. 3.6.3. Restoran Kegiatan sub sektor restaurant mencakup usaha kegiatan penyediaan makanan dan minuman jadi yang pada umumnya dikonsumsi ditempat penjualan baik dengan tempat tetap maupun tidak tetap, termasuk pedagangan makanan/minuman keliling. Dalam penghitungan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku menggunakan metode pendekatan produksi. Indikator yang dapat digunakan adalah jumlah tenaga kerja, jumlah restaurant atau jumlah pengunjung yang berkunjung ke restaurant. Sedangkan indikator harga yang digunakan adalah rata-rata output per tenaga kerja, rata-rata output per restoran atau rata-rata output per 22

3 PDRB Kota Batu 2005 penunjung. Sedangkan untuk harga konstannya diperoleh dengan metode deflasi dimana IHK Kelompok Makanan Kota Malang sebagai deflatornya. 3.7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan umum untuk barang dan penumpang melalui darat, laut, sungai/danau, dan udara baik bermotor maupun tidak bermotor. Sektor ini mencakup pula jasa penunjang angkutan dan komunikasi. 3.7.1. Angkutan Jalan Raya Sub sektor ini meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum, baik bermotor ataupun tidak bermotor seperti bus, truk, pick up, colt, ojek, dokar, dan sebagainya. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dengan menggunakan pendekatan produksi yang didasarkan pada data jumlah armada angkutan umum barang kecuali truk dan penumpang wajib uji yang diperoleh dari laporan tahunan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) dan dinas pendapatan. Sedangkan data mengenai ratarata output per kendaraan dan rasio nilai tambah diperoleh dari hasil survey khusus terhadap perusahaan angkutan darat. Selanjutnya nilai tambah bruto diperoleh berdasarkan perkalian antara rasio nilai tambah bruto dengan output. Output atas dasar harga konstan dapat diperoleh dengan menggunakan metode revaluasi yaitu mengalikan jumlah armada yang beroperasi dengan rata-rata output per armada tahun 2000. 3.7.2. Jasa Penunjang Angkutan Meliputi kegiatan pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang dan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan, seperti terminal dan parkir, keagenan barang dan penumpang, 23

3 PDRB Kota Batu 2005 ekspedisi, bongkar/muat, penyimpanan dan pergudangan, serta jasa penunjang angkutan lainnya. 3.7.3. Komunikasi Kegiatan yang dicakup meliputi jasa pos dan giro, telekomunikasi dan jasa penunjang telekomunikasi a. Pos dan Giro Meliputi kegiatan pemberian jasa pos dan giro seperti pengiriman surat, wesel, paket, jasa giro, jasa tabungan, dan sebagainya. Termasuk disini pemberian jasa kepada pihak ke tiga seperti jasa giro, tabungan pos, penjualan kertas berharga dan lainnya yang diusahakan oleh PT Pos dan Giro. Perkiraan nilai tambah Bruto atas dasar harga berlaku didasarkan pada data pendapatan yang diperoleh dari Kantor Pos dan Giro Kota Batu. Penghitungan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dengan metode ekstrapolasi. b. Telekomunikasi Kegiatan ini mencakup pemberian jasa dalam hal pemakaian hubungan telepon, telegram, faksimil, dan teleks. Nilai tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung berdasarkan data yang bersumber dari laporan keuangan PT Telkom Cabang Malang. Sedangkan nilai tambah atas dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan indeks produksi gabungan tertimbang yang meliputi jumlah menit local/intelokal dan banyaknya pemegang telepon. c. Jasa Penunjang Komunikasi Kegiatan sub sektor ini mencakup pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang kegiatan komunikasi seperti wartel, kios pon, warpostel, radio pager, telepon seluler (ponsel). 24

3 PDRB Kota Batu 2005 Penghitungan nilai tambah atas dasar harga berlaku menggunakan metode produksi yaitu wartel dan kios pon sebagai indikator produksi yang datanya diperoleh dari Kantor Cabang Telekomunikasi Malang dan rata-rata output per indikator produksi diperoleh hasil survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik setiap tahun. Untuk nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 penghitungannya sama seperti sub sektor telekomunikasi. 3.8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN Sektor ini meliputi sub sektor bank, lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan, dan jasa perusahaan. 3.8.1. B a n k Angka nilai tambah bruto sub sektor Bank atas dasar harga berlaku dan harga konstan 2000 diperoleh berdasarkan alokasi dari BPS Propinsi Jawa Timur yang bersumber dari laporan Bank Indonesia Pusat. Dalam PDRB seri terbaru ini, nilai tambah bruto yang ditimbulkan dari kegiatan Bank Indonesia tidak mencakup pembayaran bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan pinjaman dari luar negeri, karena hal itu merupakan kebijaksanaan moneter yang bukan merupakan kegiatan komersial perbankan, sedangkan pada PDRB seri lama masih mencakup kedua jenis bunga tersebut. 3.8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank Kegiatan lembaga Keuangan bukan bank meliputi kegiatan asuransi, koperasi, pegadaian dan sebagainya. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui cara pendekatan pendapatan. Output diperoleh dari SHU untuk kegiatan koperasi, bunga yang diperoleh dari penjumlahan pelunasan uang pinjaman, lelang uang pinjaman, dan sisa uang pinjaman dikurangi kredit uang pinjaman merupakan output dari kegiatan pegadaian yang datanya didapat dari 25

3 PDRB Kota Batu 2005 Kantor Pegadaian, sedangkan pengurangan antara besarnya premi dengan klaim asuransi merupakan output dari kegiatan asuransi yang datanya diperoleh dari hasil survei oleh Badan Pusat Statistik. Rasio nilai tambah diperoleh dari hasil SKPR. Perkiraan penghitungan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara deflasi dengan deflator IHK Kelompok Umum Kota Malang. 3.8.3. Sewa Bangunan Sektor ini mencakup semua kegiatan jasa atas penggunaan rumah bangunan sebagai tempat tinggal rumahtangga dan bukan sebagai tempat tinggal, tanpa memperhatikan apakah bangunan itu milik sendiri atau disewa. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, output didapat dari pengeluaran konsumsi rumahtangga khususnya pengeluaran untuk sewa rumah dan rasio nilai tambah dari hasil SKPR. Penghitungan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dengan metode revaluasi. 3.8.4. Jasa Perusahaan Sub sektor ini meliputi jasa pengacara, jasa akuntan, biro arsitektur, jasa pengolahan data, jasa periklanan, fotokopi, jasa persewan alat-alat pesta, dan sebagainya. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku didasarkan kepada metode pendekatan produksi, output merupakan perkalian dari jumlah usaha masing masing jenis jasa perusahaan sebagai indikator produksi dengan rata-rata output per indikator sebagai indikator harga. Indikator produksi diperoleh dari pengumpulan data sekunder yang dilakukan Badan Pusat Statistik. Untuk indikator harga dan rasio nilai tambah, didapat dari hasil survey khusus. Jika tersedia data mengenai laporan keuangan (laporan rugi laba) dari perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam sub sektor ini, maka output dan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dapat diperoleh dari laporan tersebut. Sedangkan nilai tambah atas dasar 26

3 PDRB Kota Batu 2005 harga konstan dapat dihitung dengan cara ekstrapolasi atau cara deflasi dengan menggunakan jumlah tenaga kerja atau jumlah perusahaan sebagai ekstrapolator atau indek harga konsumen kelompok aneka (komponen terkait) Kota Malang sebagai deflator. 3.9. JASA-JASA Sektor ini dibagi menjadi dua sub sektor yaitu: sub sektor jasa pemerintahan umum dan jasa swasta. Sub sektor jasa pemerintahan umum meliputi jasa pemerintahan, administrasi pemerintahan, dan pertahanan keamanan. Sub sektor jasa swasta meliputi jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan dan kebudayaan, dan jasa perorangan rumah tangga. 3.9.1. Jasa Pemerintahan Umum Nilai tambah bruto sub sektor jasa pemerintahan umum terdiri dari jumlah upah dan gaji rutin pegawai pemerintah pusat dan daerah, perkiraan komponen upah dari belanja pembangunan ditambah dengan perkiraan penyusutan sebesar 5 persen dari total gaji yang telah dihitung. Data yang dipakai didasarkan pada realisasi pengeluaran pemerintah pusat yang diperoleh dari dinas instansi vertikal yang berada di Kota Batu. Sedangkan data pemerintah daerah tingkat II dan pemerintah desa, diperoleh dari hasil survei keuangan pemerintah daerah tingkat II dengan blangko K2 dan survei keuangan pemerintah desa dengan blangko K3. Sedangkan untuk pertahanan keamanan, diperoleh dengan metode alokasi yang datanya bersumber dari BPS Propinsi Jawa Timur. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara ekstrapolasi menggunakan indeks jumlah pegawai negeri sipil. 27

3 PDRB Kota Batu 2005 3.9.2. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan Sub sektor ini mencakup jasa pendidikan, jasa kesehatan, serta jasa kemasyarakatan lainnya seperti jasa penelitian, jasa palang merah, panti asuhan, panti wreda, yayasan pemeliharaan anak cacat, dan rumah ibadat. Kegiatan-kegiatan jasa sosial dan kemasyarakatan hanya terbatas yang dikelola diluar pemerintah. Sedang kegiatan sejenis yang dikelola pemerintah termasuk dalam sektor pemerintahan. Penghitungannya dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Jasa Pendidikan Perkirakan output sektor ini adalah perkalian antara murid sekolah swasta menurut jenjang pendidikan yang datanya diperoleh dari Dinas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan biaya pendidikan selama satu tahun untuk masing masing jenjang pendidikan yang diperoleh dari pengumpulan data sekunder setiap tahun oleh Badan Pusat Statistik. Rasio nilai tambah menurut hasil survey khusus. Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan metode deflasi yaitu IHK Kelompok Pendidikan Kota Malang sebagai deflatornya. b. Jasa Kesehatan Sub sektor jasa kesehatan mencakup jasa rumah sakit swasta, rumah bersalin, dokter praktek, dan jasa kesehatan lainnya yang dikelola oleh swasta. Perkiraan output untuk masing-masing kegiatan didasarkan kepada hasil perkalian antara rata-rata output per indikator dengan indikator produksinya. Indikator produksi untuk kegiatan rumah sakit umum dan rumah sakit bersalin menggunakan indikator jumlah pasien rawat inap, untuk komoditi lainnya dengan indikator kegiatan. Baik indikator produksi maupun indikator harga, diperoleh dari pengumpulan data sekunder setiap tahun oleh Badan Pusat Statistik sedangkan rasio nilai tambah menurut hasil survey khusus. 28

3 PDRB Kota Batu 2005 Perkiraan penghitungan nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 dengan cara deflasi, sebagai deflatornya IHK Kelompok Kesehatan Kota Malang. c. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan Lainnya Output/nilai tambah bruto diperoleh dengan cara mengalikan jumlah anak yang diasuh dengan rata-rata outputnya. Data jumlah anak asuh diperoleh dari Dinas Sosial Kota Batu. Demikian pula untuk rumah ibadah, data rata-rata input rumah ibadah dikalikan dengan jumlah tempat ibadah di Kota Batu. Rasio Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara deflasi dengan indeks harga konsumen kelompok jasa-jasa Kota Malang sebagai deflatornya. 3.9.3. Jasa Hiburan dan Kebudayaan Sub sektor ini mencakup tempat rekreasi, televisi swasta, radio swasta, rumah bilyar, dan sebagainya. Output tempat rekreasi diperoleh dari rekap laporan triwulanan tempat rekreasi di Kota Batu selama satu tahun, output rumah bilyar merupakan perkalian antara jumlah meja bilyar dengan rata-rata output per meja bilyar yang diperoleh dari survei yang dilakukan setiap tahun oleh Badan Pusat Statistik, sedangkan untuk output dari panggung kesenian serta tontonan lainnya diperoleh dengan membagi realisasi pajak tontonan dari Dinas Pendapatan Daerah dengan persentase ketentuan penarikan pajak, sedangkan untuk televisi swasta dan radio swasta output diperoleh dari perkalian antara banyaknya perusahaan radio swasta di Kota Batu dengan ratarata output per perusahaan yang diperoleh dari survei khusus. Jika tersedia data mengenai indicator produksi (jumlah penonton atau pengunjung per jenis kegiatan) dan indicator harga (rata-rata output per indicator) maka penghitungan output dan nilai tambah bruto dapat dilakukan dengan pendekatan produksi. Perkiraan rasio biaya 29

3 PDRB Kota Batu 2005 antara yang merupakan faktor pengurang untuk mendapat nilai tambah bruto didapat dari hasil survei khusus. Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 dihitung menggunakan cara deflasi dengan deflator IHK aneka komponen sebagai deflator. Jika indicator produksi tersedia maka dapat digunakan metoda ekstrapolasi. 3.9.4. Jasa Perorangan dan Rumahtangga Sub sektor ini meliputi segala jenis kegiatan jasa yang pada umumnya melayani perorangan dan rumah tangga yang terdiri antara lain, jasa perbengkelan, reparasi, jasa pembantu rumah tangga dan jasa perorangan lainnya. Penghitungan output dan nilai tambah dapat dilakukan dengan cara pendekatan produksi atau pendekatan pendapatan tergantung pada tersedianya data. Sedangkan dalam pendekatan produksi, indicator produksi yang digunakan dapat berupa jumlah kendaraan/barang yang diperbaiki atau dengan menggunakan jumlah tenaga kerja. Output dan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dapat dihitung dengan cara metoda ekstrapolasi dengan jumlah indikator produksi sebagai ekstrapolatornya atau metode inflasi dengan IHK aneka komponen sebagai deflator. 30

4 PDRB Kota Batu 2005 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Memasuki tahun keempat sejak resmi menjadi daerah otonom baru, pelaksanaan pembangunan Kota Batu menghadapi tantangan yang terberat. Diawali kenaikan BBM pada awal Bulan Maret, kinerja perekonomian Kota Batu sedikit melambat. Kondisi tersebut kemudian berkembang semakin berat kerena kenaikan BBM tahap kedua pada bulan Oktober. Kendati demikian, kondisi ekonomi makro Kota Batu masih sedikit tertolong dengan hilangnya faktor Wastra Indah dalam pembentukan PDRB tahun 2005 dan pelaksanaan pembangunan yang.terus menerus dilaksanakan baik pemerintah daerah maupun swasta sebagai konsekuensi logis daerah yang baru terbentuk. 4.1 GAMBARAN UMUM Selama 2005, perekonomian Kota Batu menghadapi beberapa tantangan, antara lain kenaikan BBM di awal tahun yang berimbas pada menurunnya kunjungan wisata, terbunuhnya tokoh teroris Dr Azhari di daerah Songgoriti, kenaikan BBM tahap II pada bulan Oktober sebagai imbas dari kenaikan harga minyak dunia serta adanya program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bertujuan meminimalkan dampak negatif kenaikan harga BBM terhadap masyarakat miskin, namun justru menciptakan permasalahan kerawanan sosial baru. Menghadapi situasi yang demikian pemerintah kota mengambil serangkaian langkah kebijakan untuk mendorong kestabilan ekonomi makro terutama dalam mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang cenderung meningkat. Namun, kompleksnya kadar permasalahan serta adanya berbagai keterbatasan dan hambatan menyebabkan pencapaian hasil yang ditempuh masih tidak sebaik yang diharapkan. 31

4 PDRB Kota Batu 2005 Dalam kondisi fundamental ekonomi demikian, sektor-sektor ekonomi yang berkaitan langsung dengan kemakmuran masyarakat seperti pertanian, industri pengolahan dan perdagangan menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang melambat dibandingkan sektor-sektor yang tidak berkaitan langsung dengan masyarakat seperti sub sektor Bank, sub sektor pemerintah dan sebagainya. Bahaya laju inflasi yang tinggi bahkan muncul ketika harga BBM mengalami kenaikan rata-rata di atas 100 persen. Akibatnya jelas, kegiatan produksi dan investasi di hampir seluruh sektor ekonomi mengalami perlambatan pada akhir tahun sebagai dampak menurunnya daya beli masyarakat. Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi di Kota Batu masih sedikit tertolong dengan hilangnya pengaruh tutupnya PT Wastra Indah pada tahun berjalan. Sub Sektor Tekstil, Kulit dan Alas Kaki yang selama tahun 2001-2004 mengalami kontraksi yang sangat dalam, pada tahun 2005 memperlihatkan pertumbuhan positif untuk pertamakalinya sejak Kota ini berdiri. Pada pihak lain, tekanan-tekanan kenaikan harga berdampak pada angka inflasi yang cukup tinggi. Ditengah berbagai permasalahan tersebut, perekonomian Kota Batu masih dihadapkan pada berbagai keterbatasan dan permasalahan terutama di bidang ketenagakerjaan dan beberapa permasalahan dalam pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi masih bertumpu pada konsumsi pemerintah kota dan masyarakat sementara kegiatan investasi belum tumbuh pada level yang diharapkan. Kondisi ini diperberat oleh belum adanya strategi kebijakan yang terpadu untuk mewujudkan sektor pariwisata yang kuat dan berdaya saing tinggi sehingga pertumbuhan sektor pariwisata - sebagai sektor yang diharapkan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi- masih rentan terhadap pangsa pasar. Hal ini terbukti dari menurunnya jumlah kunjungan wisata di beberapa obyek wisata pada tahun laporan. Kondisi demikian mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi masih belum sepenuhnya cukup untuk menyerap tambahan angkatan kerja. 32

4 PDRB Kota Batu 2005 Kendati demikian, tahun 2005 menghadirkan cakrawala harapan, optimisme, sekaligus tantangan baru. Pertumbuhan ekonomi yang terjaga dan didukung oleh kemampuan kelembagaan yang meningkat akan menjadi basis bagi akselerasi peningkatan besaran Produk Domestik Regional Bruto Kota Batu di tahun-tahun mendatang. Dari uraian di atas, maka perlu untuk mengetahui kinerja Pemerintah Kota Batu selama periode 2001-2005 yang didekati melalui besaran PDRB. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, dalam bab ini akan dijabarkan secara lengkap tinjauan ekonomi Kota Batu dengan mendeskripsikan angkaangka hasil penghitungan PDRB Kota Batu tahun 2005 dengan membandingkan PDRB tahun sebelumnya. Selanjutnya dijelaskan pula angka Pendapatan Regional Kota Batu yang merupakan salah satu turunan dari angka penghitungan PDRB Kota Batu beserta nilai perkapitanya. 4.2 PRODUK DOMESTIK BRUTO TAHUN DASAR BARU Berdasarkan data historis, harga satuan maupun produksi atau indikator produksi yang digunakan untuk penghitungan PDRB mengalami perubahan yang proprosional setiap tahun. Hal ini menyebabkan sumbangan nilai tambah setiap sektor terhadap PDRB akan relatif sama dari tahun ke tahun. Pada kenyataannya, fenomena tersebut jarang sekali terjadi, biasanya perkembangan setiap sektor tidak proporsional, misalnya beberapa sektor tertentu melaju dengan cepat sedang sektor lainnya relatif lambat. Akibatnya dalam jangka panjang, sumbangan setiap sektor akan berubah secara nyata. Perubahan ini dikenal dengan perubahan struktur ekonomi. Dalam perkembangannya, perubahan sektor ekonomi ini menarik perhatian banyak ahli dan perencana ekonomi untuk menelitinya. Mereka menyimpulkan dasar komposisi sektoral yang dianggap tulang punggung perekonomian harus ditinjau kembali. 33

4 PDRB Kota Batu 2005 Sehubungan dengan permasalahan di atas, perlu dilakukan pergeseran tahun dasar. Adapun landasan pemikiran dalam melakukan perubahan tahun dasar tersebut dapat diekspresikan dalam dua alasan pokok sebagai berikut: 1. Struktur ekonomi sejak adanya krisis ekonomi telah berubah dratis sehingga kurang relevan jika prestasi dan perkembangan ekonomi masih dihitung berdasarkan cerminan struktur sebelum adanya krisis ekonomi. 2. Beberapa sektor mengalami perubahan data-data dasar, misalnya cakupan komoditi dan kekuranglengkapan cakupan komoditi dari kegiatan sebelumnya hanya ditampung dalam besaran mark up yang sudah tidak mewakili lagi. Pertambahan kegiatan ini telah diantisipasi sebelumnya tetapi belum diakomodasikan dalam perhitungan nilai tambah bruto karena jika dimasukkan hasilnya dapat mengakibatkan pertumbuhan yang melonjak pada tahun dimana kegiatan baru tersebut dimasukkan. Untuk itu perubahan tahun dasar merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan beberapa perbaikan data dasar dan metode penghitungan. Sejalan dengan perkembangan tersebut, angka PDRB Kota Batu juga mengalami fenomena perubahan struktur yang cukup nyata. Sebagai kota agro wisata, Kota Batu sangat mengandalkan perekonomiannya pada sektor-sektor yang sejalan dengan bidang kepariwisataan seperti pertanian (tanaman hias), industri pengolahan (souvenir dan makanan ringan), perdagangan, hotel dan restauran, angkutan, serta jasa-jasa. Dalam kaitan dengan ini, sangat relevan bahwa perubahan struktural dan pergeseran tahun dasar perhitungan PDRB segera dilakukan. Secara serentak, di 38 Kabupaten/Kotamadya, perubahan tahun dasar perhitungan PDRB dari tahun 1993 ke tahun 2000 dilakukan dalam tahun 2005. Ditinjau dari pendekatan produksi, PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Kota Batu yang dihitung dengan menggunakan tahun dasar baru mencapai 1.344,579 milyar. Pendukung utama PDRB ADHB Kota Batu tahun 2005 adalah sektor perdagangan, hotel dan restauran, sektor pertanian dan sektor jasa-jasa yang masing-masing mencapai 580,086 milyar, 284,711 milyar dan 206,701 milyar. Hal ini sejalan dengan posisi Kota Batu sebagai kota agro 34

4 PDRB Kota Batu 2005 wisata dan agro politan. Sebagai daerah tujuan wisata, multiplier effect yang ditimbulkan pariwisata terhadap besaran PDRB cukup besar, luas dan berantai. Seperti kita ketahui, belanja wisatawan di daerah tujuan wisata merupakan penerimaan daerah tersebut. Semakin besar belanja tersebut, akan makin meningkatkan pendapatan di daerah tersebut. Dari segi lain pemerintah daerah dapat penambahan pendapatan dari penerimaan pajak-pajak dari sektor usaha yang bersangkutan dengan kepariwisataan. Di samping itu belanja wisatawan ini dapat pula merangsang pertumbuhan berganda sektor-sektor lain. Industri hotel yang memerlukan daging, telur, sayuran, alat-alat dekorasi dan lain sebagainya. Hal ini merangsang tumbuhnya usaha-usaha peternakan, perkebunan, industri ringan, dekorasi, angkutan dan lain-lain. Milyar 1,500,000 1,000,000 500,000 Grafik 4.1: Produk Domestik Regional Bruto ADHB dan ADHB Tahun 2001-2005 (Dalam Milyar) 0 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun PDRB ADHB PDRB ADHK Berdasarkan harga konstan 2000, laju pertumbuhan PDRB pada tahun 2005 digerakkan oleh semua sektor. Laju pertumbuhan sektor PDRB tertinggi yaitu sektor bangunan dimana tahun 2005 meningkat sebesar 11,99 persen dibanding dengan tahun sebelumnya. Berikutnya sektor jasa-jasa sebesar 9,77 persen, Listrik dan air bersih sebesar 8,39 persen dan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 8,00 persen. Selanjutnya industri pengolahan dan 35

4 PDRB Kota Batu 2005 perdagangan, hotel dan restauran merupakan sektor yang laju pertumbuhannya rendah yaitu masing-masing sebesar 4,85 persen dan sebesar 4,65 persen. 4.3 STRUKTUR PEREKONOMIAN Struktur ekonomi suatu daerah merupakan bagian dari struktur ekonomi nasional. Apabila struktur ekonomi nasional berubah, maka hal tersebut akan mempengaruhi struktur ekonomi di daerah. Kontribusi sektoral terhadap PDRB sangat tergantung dari Sektor-sektor andalan yang menyumbang cukup besar terhadap PDRB. Apabila sektor tersebut mengalami kemunduran, maka secara otomatis total perekonomian juga akan mengalami kontraksi karena sumbangannya yang cukup besar. Berdasarkan klasifikasinya, pembagian PDRB sektoral dianalisis dengan membedakan tiga sektor yaitu sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier. Di mana sektor primer mencakup sektor pertanian, dan sektor pertambangan dan penggalian. Sektor sekunder meliputi sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih serta sektor bangunan. Sedangkan sektor tersier mencakup sektor perdagangan, hotel dan restauran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Dari sisi penawaran, transformasi struktural dapat dideteksi dengan karakteristik turunnya pangsa sektor primer yang tradisional. Pada saat yang bersamaan sektor sekunder meningkat dan selanjutnya diikuti oleh peningkatan sektor tersier. Dalam proses ini, pergeseran pangsa tetap harus diikuti oleh pertumbuhan dari masing-masing sektor meskipun dengan laju yang berbeda. Lebih lanjut, laju percepatan dari suatu proses transformasi akan berbeda untuk masing-masing daerah, tergantung dari karakteristik daerah yang bersangkutan. Untuk daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Kota Batu, proses transformasinya cenderung lebih lambat dibandingkan dengan-daerah yang perekonomiannya relatif tidak tergantung pada sumber daya alam. Perbedaan ini karena untuk daerah-daerah yang kaya sumber daya alam cenderung masih membutuhkan pertumbuhan yang relatif 36

4 PDRB Kota Batu 2005 tinggi pada sektor primer untuk mendukung percepatan pertumbuhan pada sektor lainnya. Tabel 4.1: Struktur Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2000 dan 2005 (Dalam Persen) S e k t o r Berlaku 2000* 2005 ** Konstan 2000 2005 * ** ( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4) ( 5 ) 1. Primer 24,64 21,40 24,64 23,76 a. Pertanian 24,41 21,17 24,41 23,54 b. Pertambangan dan Penggalian 0,23 0,23 0,23 0,22 2. Sekunder 12,72 11,73 12,72 11,43 a. Industri Pengolahan 10,10 8,34 10,10 8,33 b. Listrik Gas dan Air 1,44 1,80 1,44 1,62 c. Bangunan 1,18 1,59 1,18 1,48 3. Sektor Tersier 62,63 66,86 62,63 64,80 a. Perdagangan, Hotel, dan 43,01 43,14 43,01 42,27 Restoran b. Angkutan dan Komunikasi 3,39 3,81 3,39 3,62 c. Keuangan, Persewaan&Jasa 4,45 4,54 4,45 4,79 Perusahaan d. Jasa-jasa 11,78 15,37 11,78 14,12 Keterangan : * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara Dari Tabel 4.1 mengenai perubahan pangsa terhadap PDRB Kota Batu terlihat sampai tahun 2005, pangsa sektor tersier terus meningkat. Pada tahun 2000, pangsa sektor tersier masih mencapai 62,63 persen dan secara konsisten naik hingga mencapai 66,86 persen pada tahun 2005. Sementara itu, pangsa sektor sekunder yang sebelumnya diharapkan menjadi motor penggerak perekonomian Kota Batu bersama sektor tersier, justru mengalami penurunan yaitu dari 12,72 persen pada tahun 2000 menjadi 11,73 persen pada tahun 2005. Fenomena ini ditandai dengan menurunnya peranan sektor industri pengolahan pada periode tersebut yang merupakan penyumbang output terbesar pada pangsa sektor sekunder Kota Batu. Penurunan pangsa sektor 37

4 PDRB Kota Batu 2005 sekunder memang tidak terlalu dratis karena masih tertolong oleh peningkatan pangsa industri makanan, minuman dan tembakau, pangsa sektor listrik dan air bersih, serta pangsa sektor bangunan. Namun secara keseluruhan pangsa sektor industri Kota Batu selama periode tersebut terus mengalami penurunan, terutama pangsa dari industri tekstil, kulit dan alas kaki. Dipihak lain, pangsa sektor primer yang pada tahun 2001 sempat berubah arah dengan meningkatnya kembali pangsanya untuk PDRB harga konstan, sejalan dengan terkontraksinya sektor-sektor lain akibat adanya krisis ekonomi kembali mengalami penurunan peranannya. Ternyata peningkatan pangsa sektor primer di Kota Batu ini hanya berlangsung satu tahun dan pada periode berikutnya arah pergerakan telah kembali ke pola transformasi struktural yang normal. Penurunan peranan sektor ini terlihat dari terus menurunnya pangsa primer yaitu dari 24,64 persen pada tahun 2000 menjadi 21,40 persen pada tahun 2005. Grafik 4.2: Sektor Ekonomi Kota Batu Tahun 2005 Pertanian Penggalian Industri Listrik dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa 38

4 PDRB Kota Batu 2005 Walaupun relatif lambat dibandingkan dengan beberapa daerah perkotaan lain di Jawa Timur, proses perubahan struktur ekonomi di Kota Batu boleh dikatakan cukup pesat sejak berdirinya kota ini pada akhir tahun 2001. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar.4.3, peranan dari sektor-sektor primer dan sekunder menurun, sedangkan sektor-sektor tertier terus meningkat. Kendati demikian, struktur perekonomian Kota Batu selama periode tersebut tidak mengalami perubahan struktur yang signifikan. Pergeseran pangsa yang terjadi masih merupakan penyesuaian terhadap landasan perekonomian Kota Batu yang masih berumur sangat muda. Sektor sekunder dan tersier diharapkan akan tetap menjadi motor pertumbuhan dengan pangsa yang terus meningkat, sedangkan sektor primer diharapkan tetap menjadi leading sector. Pelajaran yang dapat ditarik yang terkait dengan perubahan struktur tersebut adalah perlunya strategi pembangunan, khususnya sektor industri, yang lebih berbasis pada sumber daya alam sehingga proses peralihan dari sektor primer yang tradisional ke sektor sekunder dan tersier berlangsung secara lebih wajar. 120 100 80 60 Grafik 4.3 Perubahan Struktur Ekonomi Kota Batu 2001-2005 (Dalam persen) 40 20 0 2001 2002 2003 2004 2005 primer sekunder tertier 39

4 PDRB Kota Batu 2005 Ada tiga gejala menarik selama periode 2000-2005 mengenai pergeseran struktur ekonomi yang dapat diamati pada Tabel 4.1 di atas. Pertama, meskipun peranan sektor sekunder diharapkan meningkat, di luar dugaan proporsinya justru menurun. Kedua, proporsi sektor primer dalam pembentukan PDRB Kota Batu ternyata masih cukup besar, bahkan paling besar dibanding kota-kota lain di Jawa Timur. Adalah menarik untuk diketahui apakah adanya perubahan status dari Kotatib menjadi Kota pada akhir 2001 telah banyak berperan menurunkan peranan sektor primer dalam empat tahun terakhir. Ketiga, pergeseran perekonomian Kota Batu dari sektor primer dan sektor sekunder ke tersier tengah berlangsung, terutama pada sektor andalannya yaitu sektor pariwisata. Tidak bisa dipungkiri bahwa sektor pariwisata ini telah demikian berkembang, pengaruhnya mirip magnet yang mampu menarik modal ekonomis yang ada ke dalam spektrumnya seperti sumber daya manusia yang mempunyai kualitas, tanah, modal dan lainnya. Pergeseran adalah sesuatu yang wajar terjadi pada suatu pembangunan ekonomi. Namun, pergeseran yang terjadi di Kota Batu nampaknya telah menyeret aset penting sektor pertanian ke dalamnya. Keadaan ini dengan mudah dapat dilihat dari berubahnya hamparan tanaman menjadi lahan bangunan baik pemukiman, perkantoran, obyek wisata maupun lainnya. Apabila keadaan ini terus dibiarkan berlangsung tanpa pengendalian yang jelas, maka bukan tidak mungkin pada suatu saat nanti, Kota Batu bukan lagi pemasok sayur-sayuran dan buah-buahan ke daerah lain. Memang pada kenyataannya, bisnis perhotelan dan restauran di Kota Batu, masih banyak yang memasok bahan makanan yang diperlukan dari luar daerah, terutama dari daerah tetangganya. Permasalahan lain yang muncul, bila hal tersebut terjadi; apakah masyarakat Kota Batu siap dan mampu memasuki pasar kerja modern yang dikenal mempunyai daya saing tinggi dengan bekal ketrampilan yang mereka miliki saat ini. 40

4 PDRB Kota Batu 2005 4.4 PERTUMBUHAN EKONOMI Salah satu ukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah adalah tingkat pertumbuhan ekonominya. Dengan asumsi bahwa dengan pertumbuhan yang tinggi akan menyerap tenaga kerja yang tinggi pula, yang pada hakekatnya meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat. Sehingga pertumbuhan yang tinggi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemakmuran penduduk. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari PDRB atas dasar harga konstan 2000. Sehingga pertumbuhan ini sudah tidak dipengaruhi faktor harga atau dengan kata lain benar-benar murni disebabkan oleh kenaikan produksi sektor pendukungnya. Meski pertumbuhan pada 2005 mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya, namun ditinjau dari struktur produksi sektoral, pertumbuhan yang terjadi kurang mencerminkan fondasi yang menggembirakan bagi pertumbuhan yang lebih berkelanjutan, terutama mengingat masih rendahnya pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan yang mempunyai keterkaitan hulu-hilir (backward-forward) terbesar. Terlepas dari masih rendahnya angka pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Kota Batu, kecenderungan laju pertumbuhan yang terus meningkat sejak 2001 sebenarnya memberi momentum yang baik bagi proses peningkatan pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan laju partumbuhan yang terus menerus ini. Pertama, sebagai daerah otonom baru, Kota Baru banyak melakukan pembangunan. Kedua, sebagai Kota Agro Wisata, Kota Batu cukup menarik wisatawan terutama wisatawan domestik mengunjungi obyek-obyek wisata yang ada.. Momentum pertumbuhan ini juga didukung oleh multiplier effect yang ditimbulkan sektor pariwisata dalam menggerakan roda perekonomian. 41

4 PDRB Kota Batu 2005 Tabel 4.2 Pertumbuhan Ekonomi Kota Batu 2002-2005 (Dalam persen) S e k t o r Tahun 2002 2003 2004 2005 * * * ** ( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 ) 1. Primer a. Pertanian 2,86 3,640 4,68 5,12 b. Pertambangan dan Penggalian 4,26 0,10 6,36 6,58 2. Sekunder a. Industri Pengolahan 2,78 (6,11) 1,18 4,85 b. Listrik Gas dan Air 9,16 9,41 5,91 8,39 c. Bangunan 7,98 15,24 10,83 11,99 3. Sektor Tersier a. Perdagangan, Hotel, dan 5,40 4,56 4,87 4,65 Restoran b. Angkutan dan Komunikasi 5,51 7,78 9,52 5,66 c. Keuangan, Persewaan, dan 5,09 7,47 6,66 8,00 Jasa Perusahaan d. Jasa-jasa 11,13 8,50 9,76 9,77 Kota Batu 5,27 4,23 5,46 5,84 Keterangan: * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara Namun demikian, momentum tersebut belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan secara optimal. Dari sisi struktur produksi, masih rendahnya pertumbuhan sektor industri menyebabkan kenaikan permintaan konsumsi tidak sepenuhnya dapat dipenuhi oleh produksi lokal. Kesenjangan antara produksi dengan permintaan ini diisi oleh barang-barang yang berasal dari daerah lain atau impor sebagaimana terindikasikan oleh kenaikan impor barang konsumsi dari daerah lain. Permasalahan lain yang dihadapi Sektor Industri adalah mengalirnya barang-barang substitusi yang berasal dari impor semenjak pemerintah melonggarkan masuknya barang impor. Banyaknya barang impor dengan harga yang bersaing telah mengurangi peluang produsen lokal dalam mengakomodasi kenaikan permintaan. Selain permasalahan di atas, dunia usaha pada tahun ini terbebani dengan kenaikan biaya produksi sebagai akibat kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM rata rata di atas 100 persen, 42

4 PDRB Kota Batu 2005 kenaikan tarif dasar elpiji serta kenaikan upah buruh yang pada gilirannya berpengaruh pada daya saing produk Kota Batu. Dengan kondisi seperti ini, pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Kota Batu mendapat tantangan yang cukup berat, sebagimana terlihat dari masih cukup rendahnya pertumbuhan sektor ini. Pada 2005, sektor ini hanya tumbuh sebesar 4,85 persen, masih di bawah angka rata-rata pertumbuhan ekonomi pada tahun berjalan (5,84 persen) Kecenderungan penurunan laju pertumbuhan ini terjadi pada subsektor barang dari kayu dan hasil hutan lainnya yang terkontraksi sebesar 9,87 persen, sejalan dengan ketatnya pengawasan terhadap Illegal Logging yang mengakibatkan mahalnya harga kayu di pasaran. Sejalan dengan Sektor Transportasi yang terpengaruh oleh kenaikan harga BBM, Sub Sektor Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan yang selama empat tahun mengalami pertumbuhan positif, untuk pertamakalinya mengalami pertumbuhan negatif. Permasalahan di atas pada akhirnya menghambat terjadi proses pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada tahun berjalan. Namun, penurunan yang cukup drastis ini masih tertolong oleh tingginya kegiatan pada subsektor industri makanan, minuman dan tembakau terutama kegiatan agro industri. Industri makanan, minuman dan tembakau merupakan jenis industri yang paling banyak memberikan kontribusi pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan dibanding industri-industri lainnya. Tingkat pertumbuhan industri ini masih mencapai 8,56 persen. Tingginya pertumbuhan subsektor industri makanan, minuman dan tembakau ini sejalan dengan booming usaha industri keripik kentang, keripik apel, sari apel pada tahun 2005. Kondisi ini jelas sesuatu yang menggembirakan apalagi melihat keterkaitan yang tinggi jenis industri ini terhadap produk pertanian terutama buah apel dan sayuran yang akan merangsang petani meningkatkan produktivitasnya. Meskipun demikian, kecenderungan semakin banyaknya usaha industri ini perlu terus diwaspadai. Kecenderungan ini antara lain tampak dari tumbuhnya industri kecil dan rumah tangga di sentra-sentra industri. Dalam kaitan dengan ini, meledaknya usaha industri ini akan menciptakan 43

4 PDRB Kota Batu 2005 persaingan yang pada gilirannya akan menyebabkan beberapa perusahaan yang kekurangan modal akan melakukan rasionalisasi atau bahkan menghentikan kegiatan produksi. Selain kelompok industri makanan, minuman dan tembakau, kelompok industri Semen dan Barang Galian Non Logam juga memperlihatkan kenaikan pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu mencapai 8,11 persen. Meningkatnya permintaan terhadap Tanaman Hias dan taman pada beberapa tahun terakhir ternyata memperkuat pertumbuhan sektor ini melalui produksi pot dan pembangunan relief-relief. Berikutnya industri pupuk, kimia dan barang dari karet tumbuh sebesar 6,89 persen, tekstil, kulit dan alas kaki tumbuh 6,32 persen, kertas dan barang cetakan tumbuh 6,60 persen, serta subsektor industri pengolahan lainnya tumbuh sebesar 5,27 persen. Sedikit berbeda dengan pertumbuhan periode sebelumnya, nilai tambah sektor-sektor yang berkaitan dengan jasa pada tahun 2005 mencatat pertumbuhan yang relatif melambat, terutama Sektor Pengangkutan dan Komunikasi serta Sektor Perdagangan, Hotel dan Restauran dibanding periode sebelumnya. Ditinjau dari sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restauran merupakan sektor jasa dengan sumbangan tertinggi. Kontribusi terbesar pada pertumbuhan sektor ini berasal dari subsektor perdagangan yang tumbuh 4,00 persen. Ini berarti sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 4,15 persen. Aktivitas subsektor ini ditandai dengan dibukanya gerai-gerai perdagangan khususnya untuk perdagangan ritel, tanaman hias serta sejalan dengan meningkatnya produk industri makanan dan minuman. Di pihak lain, tingkat hunian hotel di Kota Batu cenderung melambat dibandingkan periode sebelumnya sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhanan subsektor ini yang melambat yaitu dari 7,35 persen menjadi 7,20 persen. Melambatnya pertumbuhan tingkat hunian hotel di Kota Batu ini sejalan dengan turunnya jumlah kunjungan wisata yang mengunjungi ke Batu. Namun penurunan jumlah tamu ini sedikit tertolong dengan banyaknya kegiatan pelatihanpelatihan dan kegiatan seminar di Kota Batu sehingga memberikan kontribusi 44

4 PDRB Kota Batu 2005 positif bagi perkembangan subsektor hotel. Kendati demikian, perkembangan subsektor hotel pada 2005 ini perlu dicermati, berkaitan maraknya berdirinya vila-vila baru. Dalam jangka panjang tumbuhnya vila-vila yang tidak wajar ini berpotensi menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Kinerja Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan juga menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dengan kecenderungan pertumbuhan yang tinggi, khususnya kegiatan yang berasal dari subsektor perbankan dan lembaga keuangan. Pada 2005, sektor ini tumbuh 8,00 persen, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 6,66 persen. Kontributor pada pertumbuhan sektor ini berasal dari subsektor bank, mesti dengan pertumbuhan kredit yang terbatas namun mampu tumbuh sebesar 42,67 persen. Perkembangan yang positif ini, diikuti lembaga keuangan bukan bank, yang terdiri-dari perusahaan pegadaian, koperasi dan perusahaan asuransi. Pada 2005, subsektor ini tumbuh meningkat yaitu dari 5,97 persen pada tahun sebelumnya, meningkat menjadi 7,71 persen. Sementara itu, seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi di Kota Batu secara umum telah memberi peluang pada pertumbuhan subsektor sewa bangunan dan sub sektor jasa perusahaan yang masing-masing tumbuh sebesar 6,41 persen dan 7,50 persen. Pada periode yang sama, Sektor Jasa-Jasa juga mempunyai sumbangan yang berarti, khususnya jasa pemerintah umum serta jasa Sosial Kemasyarakatan yang tumbuh masing-masing sebesar 17,21 persen dan 9,15 persen. Tumbuhnya sektor pemerintahan umum ini sejalan dengan bertambahnya jumlah Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota dan Instansi vertikal, ABRI dan kepolisian. Di pihak lain, peningkatan jasa Sosial Kemasyarakatan pada tahun 2005, sejalan dengan peningkatan kegiatan pendidikan dan rumah sakit di Kota Batu. Sebagai sektor yang paling merasakan dampak kenaikan harga BBM, pertumbuhan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada tahun 2005 menurun cukup tajam dengan laju pertumbuhan yang hanya mencapai sebesar 5,66 persen. Dengan demikian untuk pertamakalinya sejak tahun 2000 laju Sektor 45

4 PDRB Kota Batu 2005 Pengangkutan dan Komunikasi tertahan, setelah dalam empat tahun terakhir terus mengalami peningkatan pertumbuhan. Untuk Subsektor Pengangkutan, pertumbuhan terutama disumbang oleh jasa parkir/terminal. Sementara itu, pertumbuhan angkutan jalan raya yang memiliki pangsa yang lebih dari 30 persen dari subsektor pengangkutan perkembangannya melambat. Pada pihak lain, subsektor komunikasi juga tumbuh melambat dengan laju pertumbuhan 7,85 persen. Pertumbuhan sektor ini terutama didukung oleh investasi di bidang telekomunikasi yang terus berkembang, terutama maraknya telepon seluler dan adanya penambahan jaringan telepon baik untuk rumah tangga maupun bisnis. Persen 20 15 10 5 0-5 -10 Grafik 4.4 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral 2001-2005 (Dalam persen) 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Sektor 1 Sektor 2 Sektor 3 Sektor 4 Sektor 5 Sektor 6 Sektor 7 Sektor 8 Sektor 9 Sektor pertanian sebagai pendukung utama sektor primer mengalami pertumbuhan sebesar 5,12 persen yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan pada tahun 2004 yang sebesar 4,68 persen. Pendukung utama pertumbuhan ini berasal dari Subsektor Tanaman Bahan Makanan dan Subsektor Peternakan. Untuk Subsektor Tanaman Bahan Makanan, peningkatann terjadi pada produksi jagung pipilan, ketela rambat, beberapa jenis sayuran. Di samping itu berkembangnya budidaya tanaman hias turut mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi sektor ini. Sementara itu, meningkatnya 46