BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI

LAPORAN TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh:

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.2. Arsitektur Jaringan LTE a. User Equipment (UE) merupakan terminal di sisi penerima

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

Analisis Kinerja Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

Bab 7. Penutup Kesimpulan

OPTIMASI LINTAS LAPISAN PADA KOOPERATIF DI DALAM GEDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Manajemen Interferensi Femtocell pada LTE- Advanced dengan Menggunakan Metode Autonomous Component Carrier Selection (ACCS)

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2100

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik


ALGORITMA PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK BERBASIS QOS GUARANTEED MENGGUNAKAN ANTENA MIMO 2X2 PADA SISTEM LTE UNTUK MENINGKATKAN SPECTRAL EFFICIENCY

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

fading konstan untuk setiap user dengan asumsi perpindahan mobile station relatif

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT

Desain dan Analisa Kinerja Femtocell LTE- Advanced Menggunakan Metode Inter Cell Interference Coordination

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

I. PENDAHULUAN. terutama di bidang sistem komunikasi nirkabel (wireless). Sistem wireless

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

BAB IV SIMULASI PERHITUNGAN INTERFERENSI

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Gabungan Kontrol Congestion, Perutean, Dan Alokasi Sumber Daya Kooperatif Untuk Daya Tradeoff Di Dalam Gedung.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SIMULASI DAN ANALISIS ALGORITMA PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK BERBASIS QOS GUARANTEED PADA SISTEM LONG TERM EVOLUTION

Analisis Pengaruh Penempatan Femtocell Terhadap Sel Makro Jaringan UMTS

Analisis Penerapan Teknik AMC dan AMS untuk Peningkatan Kapasitas Kanal Sistem MIMO-SOFDMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Komunikasi Bergerak Frekuensi 2.3 GHz Melewati Pepohonan Menggunakan Metode Giovanelli Knife Edge

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

TINJAUAN PUSTAKA. dengan mencari spectrum holes. Spectrum holes dapat dicari dengan

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB III PERANCANGAN MODEL KANAL DAN SIMULASI POWER CONTROL DENGAN MENGGUNAKAN DIVERSITAS ANTENA

ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO. Kukuh Nugroho 1.

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

Analisis Unjuk Kerja Sel Tunggal di Jaringan LTE dengan Teknik Adaptive Soft Frequency Reuse

REDUKSI EFEK INTERFERENSI COCHANNEL PADA DOWNLINK MIMO-OFDM UNTUK SISTEM MOBILE WIMAX

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Analisis Simulasi Vertical Handover dari LTE ke Wi-Fi n pada Layanan Video Streaming

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR PENGARUH INTERFERENSI UPLINK PADA KONFIGURASI 2-TIERS TERHADAP KAPASITAS SEL HSPA MICROCELL

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1654

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah


PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI DOWNLINK JARINGAN SELULER TWO-TIER BERBASIS 4G LTE-ADVANCED DENGAN MENGGUNAKAN METODE POWER CONTROL

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC

MITIGASI INTERFERENSI INTER-CELL MENGGUNAKAN VERTICAL BEAMFORMING UNTUK TEKNIK FRACTIONAL FREQUENCY REUSE PADA JARINGAN LTE

BAB III MODEL SISTEM CLOSED-LOOP POWER CONTROL PADA CDMA

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

BAB III PERANCANGAN SFN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1]

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

Presentasi Seminar Tugas Akhir

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

BAB III PERANCANGAN SIMULASI INTERFERENSI DVB-T/H TERHADAP SISTEM ANALOG PAL G

Analisis Kinerja dan Kapasitas Sistem Komunikasi MIMO pada Frekuensi 60 GHz di Lingkungan dalam Gedung HIKMAH MILADIYAH

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

BAB II LANDASAN TEORI

TUGAS AKHIR UNJUK KERJA MIMO-OFDM DENGAN ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL DIAM DAN BERGERAK

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER. Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

Transkripsi:

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI Pada pengerjaan tugas akhir ini akan memodelkan dan mensimulasikan beberapa femtocell acces point (FAP) yang disebar pada suatu area. Penyebaran FAP pada area tersebut akan menimbulkan interferensi bagi FUE yang dilayaninya. Interferensi antar FAP/HeNB ini disebut inter-femtocellinterference (IFI). Fokus utama pada tugas akhir ini adalah mengurangi IFI dengan cara membentuk cluster FAP yang disesuaikan dengan level interferensi yang dilaporkan oleh FUE ke FAP. Metodelogi Penelitian yang akan dilakukan pada tugas akhir ini seperti yang telah dilakukan penelitian sebelumnya oleh Yasser, F. [4]. Namun perbedaan dengan penelitian sebelumnya [4] adalah pada sisi permodelan system yang digunakan serta beberapa parameter simulasi yang akan sangat berpengaruh terhadap kinerja jaringan indoor pada gedung bertingkat. Secara umum pemodelan ini terdiri dari empat tahap yaitu: pembangkitan Channel State Information (CSI), pembentukan graph interferensi, clustering FAP dan alokasi PRB [11][15-16]. Salah satu cara nya dengan mengumpulkan CSI untuk nomadic base station yang dalam kasus ini adalah FAP, bisa dengan channel gain yang merupakan akumulasi pathloss dan shadowing, interferensi dan SINR [16]. Namum pada pengerjaan tugas akhir kali ini akan digunakan SINR sebagai informasi yang akan membentuk graph interferensi. Adapun untuk metodelogi penelitian pada tugas akhir ini dapat dilihat pada flowchart berikut ini : 15

Gambar 3.1 Flowchart Metodelogi Penelitian 16

3.1 Pemodelan Sistem Pada pemodelan simulasi ini akan memodelkan suatu area gedung berlantai berukuran luas per lantai 50m x 50m dan memiliki 3 lantai dimana masing-masing lantai memiliki tinggi 3 meter, dari area tersebut yang akan disebar sejumlah FAP secara acak. Pada daerah tersebut akan disebar pula sejumlah FUE secara acak. Untuk akses FUE terhadap FAP menggunakan Open Access FAP dimana siapa saja yang meminta untuk mengakses akan diberikan layanan selama resource masih tersedia FUE akan dilayani oleh FAP yang memberikan daya terbesar bagi FUE. Jarak terdekat tidak menjadi jaminan untuk menjadi serving FAP bagi FUE tertentu. Hal ini karena ada parameter kanal yang bersifat random seperti kanal Rayleigh yang biasanya digunakan untuk menjelaskan kondisi kanal yang berubah secara alamiah karena efek multipathfading. Efek multipathfading ini bisa bersifat konstruktif dan destruktif tergantung fasa yang antara sinyal yang diterima dengan sinyal multipath. Area pemodelan ini merupakan area sample, yang asalanya adalah berupa area yang dilayani oleh outercell/macrocell 1 seperti pada gambar 3.1. Karena jarak yang cukup jauh antara E-Node B dan celledge, maka performansi di cell edge akan buruk. Unutk melayani user di celledge maka diperlukan FAP yang akan memberikan layanan yang lebih baik tanpa harus membebani trafik macrocell. Gambar 3.2 Alokasi fractional frequency reuse (FFR) antara outercell, innercell dan femtocell 17

Gambar 3.3 Layout Pemodelan 18

Pada tugas akhir ini diasumsikan bahwa untuk alokasi frekuensi pada FAP menggunakan frekuensi yang berbeda dengan exsisting macrocell (outercell) di sekitarnya sehingga efek interferensi dari macrocell disekitarnya bisa diabaikan. Sehingga sumber interferensi pada permodelan kali ini adalah inter-femtocell interference dari FAP di sekitarnya dan 19 microcell (innercell) saja. Layout pemodelan dan alokasi outercell, innercell dan femtocell bisa dilihat pada gambar 3.2 dan 3.3. Salah satu cara untuk mencegah IFI ini dengan teknik clustering, dimana tiap-tiap FAP yang berdekatan dan FUE dari tiap FAP tersebut memiliki SINR dibawah SINR yang telah ditentukan bersatu dalam satu cluster dan berbagi resource sehingga resource block yang dialokasikan ke tiap FAP yang saling menginterferensi tersebut berbeda sehingga interferensi bisa dihindari. Untuk mejelaskan terjadinya interferensi yang dialami FUE karena adjacent FAP atau FAP tetangga yang berdekatan bisa dilihat pada gambar 3.3a). Gambar 3.4 Ilustrasi Skema Interferensi antar FAP (kiri), skema pembagian PRB antar FAP (b) Pada gambar 3.4(a) FAP-1 dan FAP-2 tidak menggunakan teknik clustering sehingga FAP-1 dan FAP-2 menggunakan seluruh PRB dan efeknya FUE dari FAP-1 mengalami interferensi dari FAP-2. Untuk mengurangi interferensi tersebut adalah tiap FAP yang bergabung dalam satu cluster menggunakan x N, dimana n adalah ukuran cluster, yang terdiri dari 19

beberapa FAP yang berdekatan, sehingga interferensi bisa dihindari. Dan SINR FUE menjadi lebih baik. Pada gambar 3.4(b) menunjukan bahwa antara FAP-1 dan FAP-2 menggunakan x N yang berbeda sehingga interferensi bisa dihilangkan. 3.1.1 Model Simulasi Pemodelan dan simulasi ini terdiri dari 4 skenario. Berikut ini penjelasan dari tiap skenarionya yaitu : 3.1.1.1 Skenario 1 Pada skenario 1 ini semua FAP menggunakan semua spektrum frekuensi atau sering disebut dengan universal frequency reuse (reuse 1) dan tidak ada tahap clustering. Pada tahap ini FUE akan mengalami interferensi dari semua neighbor FAP dan 19 innercell. Gambar 3.5 Skema skenario 1 dengan universal frequency reuse 3.1.1.2 Skenario 2 Pada skenario 2 ini akan dilakukan clustering dengan parameter pembentukan cluster adalah SINR = 5 db. Clustering adalah suatu teknik penggabungan beberapa FAP yang saling bertetangga untuk berbagi resource spektrum frekuensi yang bertujuan untuk pencegahan interferensi. 20

Tiap neighbor FAP yang menginterferensi user dengan SINR dibawah level threshold akan dimasukan dalam satu cluster yang sama dengan serving FAP. 3.1.1.3 Skenario 3 Sama dengan skenario 2 hanya saja pada skenario 3 ini akan dilakukan clustering dengan parameter pembentukan cluster adalah SINR = 10 db. 3.1.1.4 Skenario 4 Sama dengan skenario 2 dan 3 hanya saja pada skenario 4 ini akan dilakukan clustering dengan parameter pembentukan cluster adalah SINR = 15 db. Gambar 3.6 Skema skenario 2,3, dan 4 dengan teknik clustering Adapun untuk tahapan simulasi dari tiap skenario adalah sebagai berikut : 21

Gambar 3.7 Diagram alir pengerjaan skenario 1 22

Gambar 3.8 Diagram alir skenario 2,3 dan 4. 23

Area scenario Parameter Pola persebaran FUE dan FAP Jumlah FUE Jumlah FAP 18 Tipe FAP Acces FAP Frekuensi carrier Bandwidth subcarrier Bandwidth tiap PRB Gain Antenna FAP Gain Antenna FUE Tabel 3.1. Parameter Simulasi 50m x 50m Random Asumsi 4 * Jumlah FAP, bertambah tiap waktu tertentu Residential FAP Open Acces 2,6 GHz 15 khz 12 subcarrier * 15 KHz =180 khz 6 db 0 db Daya Pancar FAP Menggunakan Asumsi Daya Pancar Minimum Femtocell enterprise (kisaran -15dBm hingga 20 dbm) [17] Jumlah PhysicalResource Block (PRB) 25 Wall Loss (l ) n = round( JarakFUEkeHeNB ) 10 m Floor Loss (l ) Shadowing SINR Threshold 5 db (light wall loss) ; 10 db (Heavy wall loss) l = n l (l = 6 10 db per floor) [18] l = n l 6 db BER 10-6 Noise Figure FUE Algoritma Model Pathloss 5,10,15 db 7 db Graph WINNER tipe A1 (small office/ residential) Simulasi ini menggunakan 100 sample dalam pengambilan datanya, tiap sample terdiri dari mulai 12 FUE aktif pada area tersebut selanjutnya bertambah 12 sampai 72 FUE aktif. Lalu 24

akan membandingkan performansi dengan tiap perubahan jumlah FUE dengan perbedaan SINR pada mekanisme clustering. 3.2 Tahap Simulasi Pada tahap simulasi ini terdiri dari beberapa tahap. Pada tahap ini dimulai dengan pembangkitan CSI dari user, pembentukan graph interferensi, clustering dan alokasi sejumlah PRB untuk FAP dan FUE [11][15-16]. 3.2.1 Pembangkitan Channel State Information (CSI) Tahap pembangkitan CSI ini berlaku untuk semua skenario dan sama tahap demi tahapnya. Untuk membangkitkan CSI dari user, perlu dilakukan inisialisasi, berikut ini informasi yang perlu diketahui sebelum membangkitkan CSI : 1. Jarak FAP ke FUE. 2. Kondisi Pathloss antara FAP dan FUE untuk menentukan daya terima FUE dari masingmasing FAP. Daya yang diterima FUE yang paling besar dari FAP akan menjadikan FAP tersebut sebagi serving FAP. 3. Selain serving FAP pada tahap ini akan dideteksi sebagai penginterferensi, sehingga didapatlah SINR FUE Untuk menghitung jarak antara FUE dan FAP menggunakan lokasi informasi keduanya dalam bentuk kordinat x dan y. Serving FAP FUE (xf,yf) Jarak (xu,yu) Adjacent FAP Adjacent FAP Gambar 3.9 kordinat FUE dan FAP 25

Persamaan untuk mencari jarak FUE-FAP menggunakan rumus phytagoras berikut ini : JarakHeNB/FAPkeFUE = (Xf Xu) + (Yf Yu) (3.1) Pembangkitan CSI ini didasarkan pada nilai SINR yang diterima FUE dan dilaporkan ke serving FAP. Pada saat aktif (digunakan untuk berkomunikasi) FUE ini akan mendeteksi sinyal dari FAP lain. Sinyal yang dideteksi FUE dari FAP lain ini akan menjadi interferensi bagi FUE. FUE akan mengumpulkan semua informasi interferensi ini dari tiap-tiap FAP selain dari serving FAP. Untuk membedakan FAP satu dengan lainya menggunakan physical cell identity (PCI) yang dimiliki tiap FAP [12]. Semakin banyak PCI yng dideteksi oleh FUE maka akan semakin banyak sumber interferensi yang dialami oleh FUE. Maka dari itu diajukanlah tugas akhir ini untuk mengurangi efek interferensi dari FAP yang berada disekitar FUE dengan cara clustering FAP. Dimana tiap FAP yang bertetangga akan dimasukan kedalam satu cluster.. Adapun untuk mendefinisikan hubungan ketetanggaan ini didasarkan SINR threshold yang ditentukan [11][15-16]. Secara umum rumus SINR adalah sebagai berikut (3.2) [19]: SINR = (3.2) Interferensi pada tugas akhir ini merupakan akumulasi dari 19 innercell (microcell) dan akumulasi dari inter-femtocell yang bertetangga dan tidak tergabung dalam 1 cluster yang sama. Interferensi = I, + I, (3.3) I, merupakan interferensi yang ditimbulkan karena adanya 19 innercell (microcell) dan I, adalah interferensi pada FUE ke user m karena FAP ke-l, dimana l bukan serving FAP. Pada persamaan tampak bahwa I, merupakan akumulasi dari interferensi yang terima FUE karena keberadaan FAP selain serving FAP [20]. γ, =,,,, (3.4) γ,, adalah SINR FUE ke m pada serving FAP-k. P, adalah daya terima FUE ke m pada FAP ke k. Dan N adalah noise [19]. 26

P,, = P,, Lp (3.5) P,, merupakan daya yang sampai di penerima setelah mengalami degradasi karena rugi-rugi sepanjang lintasan propagasi atau Pathloss. Berikut ini persamaan Pathloss yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini model WINNER II untuk tipe daerah A1 (indoor small (3D Building) office/residential) [14]: Lp = 46.4 + 20 log d(m) + 20 log (f(ghz)/5) + n l +n l +σ (3.6) Lp adalah Pathloss atau rugi-rugi lintasan yang terdiri dari fungsi jarak d, frekuensi f, rugi-rugi dinding l, rugi-rugi lantai l dan shadowing (σ). n dan n merupakan jumlah dinding dan jumlah lantai yang menghalangi antara FUE dengan FAP. Adapun nilai shadowing dan rugi-rugi dinding yang digunakan adalah σ =6 db, l = 5 db Ligth wall dan 10 db untuk heavy wall [14], serta untuk l = 6 10 db per lantai untuk jumlah lantai hingga 4 lantai [18]. Hasil dari Tahap pembangkitan CSI ini adalah berupa informasi SINR semua FUE dari tiap FAP yang berada disekitarnya. Informasi SINR FUE ini ditampilakn dalam bentuk matrik J x M, dimana J adalah banyak FAP dan M adalah banyaknya FUE. γ, γ, SINR_FUE = J x M γ, γ, Elemen pada matrik CSI berupa nilai SINR tiap FAP terhadap satu adjacent/neighbor FAP. 3.2.2 Pembentukan Graph Interferensi Istilah graph interferensi ini juga dalam beberapa sumber dikenal sebagai jamminggraph. Graph interferensi ini berupa matrik berukuran JxJ. Matrik ini berisi informasi SINR minimum yang dialami FUE pada serving FAP. Dari relasi SINR user dengan FAP neighbor akan dihasilkan sebuah matrik berukuran J x J dimana J adalah banyak FAP. 27

γ, γ, γ, γ, Seperti yang disebutkan pada bagian 3.1.2 hubungan ketetanggan antara FAP diasarkan pada SINR threshold. Satu FAP munkin memiliki banyak FUE. Pada tugas akhir ini SINR minimum yang dialami FUE dari FAP disekitarnya yang akan dijadikan sebagai referensi untuk menyatakan hubungan ketetanggaan anatar FAP. Misalkan FAP-1 memiliki 2 FUE, tiap FUE ini mendetekasi RSRP dari FAP-2. dari hasil pengukuran FUE-1 mengalami interferensi yang lebih besar dari FUE-2 karena FAP-2, maka CSI pada serving FAP yang akan dipakai sebagai referensi adalah SINR dari FUE-1. Jika SINR yang digunakan adalah SINR rata-rata, maka FUE yang memiliki SINR dibawah rata-rata akan terabaikan. Karena bisa saja SINR FUE berada dibawah threshold yang ditentukan, tetapi SINR rata-rata FUE pada serving FAP tersebut diatas threshold, maka FAP yang bertindak sebagai sumber penginterferensi tidak dimasukan kedalam cluster. Pada tahap ini akan menjelaskan pembentukan matrik interferensi yang menerangkan kondisi SINR tiap FUE karena neighbor FAP. Tahap ini bertujuan untuk mengubah matrik berukuran J x M ke ukuran J x J. Berikut ini tahap pembentukan matrik J x J : inisialisasi SINR FAP=99 (nilai yang besar untuk pembanding saja) FOR i=1to Banyak user x=serving FAP user-i FOR j=1to Jumlah FAP IF SINR_User i, < SINR_FAP, SINR, SINR, END END END a. Bentuk matrik γ = 99 ones(j, J) dan dimana nilai 99 ini hanya sebagai pembanding. b. Melakukan Sebanyak i=jumlah user c. Mencari serving FAP dari user-i d. Membandingkan SINR FAP dengan SINR user terhadap semua FAP neighbor. 28

e. Jika SINR user lebih kecil, maka melakukan update matrik SINR FAP dengan nilai SINR user minimum terhadap semua FAP f. Melakukan point 2 sampai semua SINR user dibandingkan dengan SINR neighbor FAP. Pada tahap ini baru menginisialisasi SINR yang dilaporkan FUE ke serving FAP, matrik ini bisa menunjukan relasi ketetanggan antar FAP dilihat dari SINR minimum. Sehingga matrik SINR ini menjadi acuan untuk mendaftarkan neighbor FAP menjadi bagian dari suatu cluster. Matrik γ = = ClusterHead 1 ClusterHead J Ukuranmatrik JxJ ClusterMember clustermember Berikuti ini ilustrasi pembentukan graph interferensi Gambar 3.10 Pembentukan graph interferensi Pada gambar 3.7 diatas tampak ada 2 FUE yang dilayani oleh FAP. Tiap FUE membawa informasi SINR dari tiap FAP yang berada disekitarnya. Tujuan dari pembentukan graph interferensi ini adalah mengumpulkan informasi yang berupa SINR yang dialami oleh FUE karena 1 FAP yang berada disekitarnya. Nilai SINR ini akan digunakan untuk tahap clustering. Nilai SINR ini akan diupdate dari waktu ke waktu dan disimpan pada femto gateway (FGW). 29

Jika suatu FAP memiliki 2 atau lebih FUE maka nilai SINR yang akan digunakan sebagai referensi adalah SINR minimum yang dialami oleh salah satu FUE. 3.2.3 Clustering Tahapan clustering ini hanya berlaku pada skenario 2,3 dan 4. Adapun untuk membentuk cluster FAP dengan algoritma graph, berikut ini langkah-langkahnya : x= urutan FAP dengan interferensi tertinggi sampai terendah FOR i=1to jumlah FAP Cluster head x(i) C=ukuran cluster=1 y= urutan FAP yang mengiterferensi Cluster Head dari tertinggi ke terendah FOR j=1to Jumlah FAP-1 IF SINR_FAP ( ), ( ) < SINR FAP y(j) jadi Cluster Member ukuran cluster ukuran cluster +1 END END banyak PRB FAP dalam cluster PRB Sistem/ukuran cluster END 3.2.3.1 Clustering Skenario 2 Perbedaan antara 3 skenario clustering ini adalah SINR yang digunakan. Untuk skenario 2, pada bagian if condisionalpseudo code tahap clustering diatas adalah 5 db. 3.2.3.2 Clustering Skenario 3 Pada skenario 3, SINR yang digunakan pada bagian if conditionalpseudo code tahap clustering diatas adalah 10 db. Efek dari clusteing dengan berbeda SINR adalah ukuran cluster. Semakin besar SINR yang dipakai maka kemungkinan ukuran cluster akan semakin besar. 3.2.3.4 Clustering Skenario 4 Pada skenario 4, SINR yang digunakan pada bagian if conditionalpseudo code tahap clustering diatas adalah 15 db. Clustering dengan skenario 4 ini memungkinkan ukuran 30

cluster yang dimiliki akan lebih banyak jika dibandingkan dengan skenario 2 dan 3 yang hanya 5 dan 10 db. Efek dari ukuran cluster ini adalah pada banyaknya PRB yang akan dialokasikan pada tiap FAP dalam cluster tersebut. Dalam teori graph, suatu graph terdiri dari V vertek dan E edge G={V,E}. Vertek pada tugas akhiri ini adalah FAP dan edge adalah nilai SINR (γ) yang dialami user karena keberadaaan vertek lain (interferer FAP). Edge akan memiliki nilai jika : γ,, 0 jika k l (3.7) yang artinya FAP k dan l disambungkan dengan sebuah edge dengan kriteria edge adalah SINR antara keduanya dibawahsinr. Matrik C merupakan matrik yang berisi nilainya 1 dan 0. matrik C ini digunakan untuk mencari ukuran cluster. Jika satu artinya bertetangga dan 0 artinya tidak. C(k, j) = 1 FAP k dan FAP j bertetangga γ, < γ 0 FAP k dan FAP j tidak bertetangga γ, > γ C = VdanC C, = V (3.8) Gambar 3.11 Clustering HeNB/FAP 31

Satu FAP munkin memiliki cluster lebih dari satu. Akan tetapi dasar pengalokasian PRB bagi FAP tersebut adalah dari cluster yang anggotanya terbanyak. Semakin banyak jumlah anggota cluster maka akan semakin sedikit alokasi physical resource block (PRB) yang akan dialokasikan untuk FAP tersebut. Dari matrik C JxJ bisa diketahui ukuran tiap cluster adalah [11] : C = sum(c (, ) ) (3.9) 3.2.4 Alokasi Jumlah Physical Resource Block (PRB) Pada pembentukan cluster FAP, tiap anggota cluster akan mendapat physical resource block sebanyak [11]: N = (3.10) Berikut ini langkah-langkah pembagian PRB bagi FAP dalam bentuk pseudo code : 32

FOR i=1 to Jumlah FAP PRB_FAP(i)=MIN(PRB_cluster dimana FAP(I) berada) END FOR i=1 to banyak user x= cari serving FAP user-i IF jumlah user FAP(x) > PRB_FAP(x) IF PRB_FAP(x)>0 PRB_user 1 PRB_FAP(x) PRB_FAP(x)-1; ELSE PRB_user 0; % tidak dapat alokasi PRB ENDIF ELSE sisa_prb_fap(x) mod( PRB yang dimiliki FAP(x)/ Jumlah User aktif IF sisa_prb_fap(x) > 0 sisa_prb_fap(x) sisa_prb_fap(x) - 1 z ELSE z ENDIF ENDIF END ( ) ( ) PRB_user z +1 PRB_user z Berdasarkan prinsip pembentukan cluster bahwa satu FAP munkin memiliki cluster lebih dari satu, sehingga alokasi physical resource block bagi FAP yang memiliki lebih dari satu cluster munkin berbeda dari tiap cluster. Akan tetapi physical resource block yang akan dipakai adalah physical resource block yang paling minimum atau dari cluster yang memiliki C paling besar. Hal ini untuk mengurangi interferensi dari atau ke cluster lainya. 3.2.4.1 Alokasi PRB untuk FAP Skenario-1 Alokasi jumlah PRB untuk skenario 1 adalah semua PRB dialokasikan kepada FAP karena menggunakan universal frekuensi reuse (UFR). Itu artinya antar FAP tidak perlu saling berbagi resource block. 33

3.2.4.2 Aokasi PRB untuk Skenario 2,3 dan 4 Alokasi sejumlah PRB bagi tiap FAP didasarkan pada ukuran cluster dimana ia berada, jika FAP tersebut berada dalam 2 atau lebih cluster, maka alokasi jumlah PRB bagi FAP tersebut adalah dari cluster yang memiliki jumlah anggota cluster terbanyak atau PRB minimum. 3.2.4.3 Alokasi PRB Untuk User Skenario 1 Algoritma untuk alokasi PRB diatas berlaku untuk semua skenario. hanya yang membedakan adalah jumlah PRB yang dimiliki FAP dari tiap skenario. Pada skenario 1, jumlah PRB untuk tiap FAP adalah sama dengan jumlah PRB yang dimiliki sistem (25 PRB). Sehingga alokasi untuk user adalah jumlah PRB yang tersedia dibagi jumlah user yang dilayani oleh FAP tersebut. Munkin rasio jumlah user bukan kelipatan dari jumlah PRB yang dimiliki sehingga hasil pembagian jumlah PRB FAP dengan jumlah user akan ada sisa. Jika ada sisa maka user yang pertama masuk akan mendapat lebih 1 PRB sampai user yang berikutnya selama sisa PRB tersebt masih ada 3.2.4.4 Alokasi PRB untuk User Skenario 2,3 dan 4 Seperti yang disebutkan pada bagain skenario 1, bahwa algoritma yang digunkan untuk alokasi PRB adalah sama. Yang membedakan adalah jumlah PRB yang dimiliki tiap FAP untuk skenario 2,3, dan 4. Perbedaan alokasi ini karena ukuran clusteryang bergantung padasinr pada skenario 2,3 dan 4. Sama dengan sebelumnya pada skenario 1 untuk masalah jumlah user yang bukan merupakan kelipatan PRB dari FAP, akan meninggalkan sisa. Sisa PRB ini akan dibagikan bagi user yang lebih awal masuk dengan penambahan 1 PRB yang tujuannya adalah mengoptimalkan penggunaan PRB yang dimiliki FAP. 3.3 Parameter Ukur Parameter yang akan diukur pada pengerjaan tugas akhir ini meliputi SINR rata-rata, data Rate rata-rata, dan fairness indeks rata-rata dan TSR rata-rata dari tiap-tiap skenario. 34

3.3.1 SINR SINR merupakan parameter yang menunjukan perbandingan antara daya terima dengan level interferensi dan noise. Parameter ini sangat penting karena pada tugas akhir ini, paremeter SINR inilah yang menjadi penentu keputusan apakah satu FAP memiliki relasi dengan FAP lainya. SINR ini akan memberikan dampak pada Data Rate yang akan dirasakan oleh FUE. Seiring berkembangnya teknologi sistem komunikasi seluler, SINR ini akan dijadikan indikator kualitas suatu transmisi sehingga dari informasi SINR ini bisa dipilih level modulasi dan kode rate yang adaptif dan sesuai bagi FUE. Istilah ini disebut Adaptive Modulation and Coding (AMC). Clustering FAP akan mengakibatkan SINR meningkat, karena interferensi FAP yang berada dalam 1 cluster akan dihilangkan. Sehingga diharapkan dengan clustering ini akan mendapatkan performansi FUE yang lebih baik [11]. I, = I, (3.11) Jika pada saat sebelum clustering ada 10 FAP, maka yang akan menjadi sumber penginterferensinya adalah 9 FAP ditambah 19 dari innercell. Sedangkan setelah clustering penginterferensi dari inter femtocell menjadi kurang dari 9 FAP karena yang berada dalam satu cluster tidak menginterferensi dan 19 innercell. 3.3.2 Throughput Throughput adalah nilai rata-rata data yang berhasil dikirim melalui media komunikasi. Throughput ini dihitung dari bandwith transmisi dan SINR (γ ), persamman throughput ini diturunkan dari persamaan Shannon [19]: C BW 10 log ( 1 + γ) (3.12) C berdasarkan persamaan diatas untuk kondisi no-error, adapun C atau throughput yang ditransmisikan pada kondisi BER tertentu harus dihitung menggunakan SINR (γ ). Dimana nilai SINR sama dengan perbandingan nilai pencapaian SINR terhadap rugi daya Γ. Γ adalah SINR atau rugi-rugi daya yang membedakan antara 35

perhitungan secara praktis dan teoritis [20]. SINR (Γ) ini akan mempengaruhi nilai SINR menjadi nilai SINR yang selanjutnya bisa digunakan untuk menentukan nilai efisiensi spektrum dan throughput [20]. Γ = ( ). γ = (3.13) (3.14) Sehingga data rate yang bisa diterima oleh user dengan jaminan BER 10 adalah sebagai berikut : Data rate BW 10 log ( 1 + γ ) (3.15) 36