BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan produk budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Permukiman, perkotaan dan lansekap suatu daerah terbentuk sebagai hasil dari sistem kebudayaan serta cara pandang masyarakat di daerah tersebut. Melalui arsitektur, seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup, sensibilitas artistik dan struktur sosial. Salah satu karakteristik masalah negara berkembang adalah kecenderungan merosotnya nilai budaya dan nilai-nilai simbolik yang tidak lagi bersifat komunikatif (Rapoport, 1969, hal. 128). Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang juga mengalami masalah yang serupa. Latar belakang Indonesia yang pernah dijajah serta efek globalisasi yang sangat kuat saat ini menjadi penyebab mulai merosotnya nilai budaya lokal. Masyarakat cenderung lebih mudah menerima pengaruh dari luar dan mengeneralisir esensi dari budaya. Rumah tinggal sebagai bentuk arsitektur yang paling dekat dengan manusia menerima dampak langsung dari kemerosotan nilai budaya tersebut. Pandangan masyarakat Indonesia terhadap rumah berubah seiring dengan waktu. Dari pandangan awal yang menganggap rumah merupakan sesuatu yang sakral serta sarat akan makna, menjadi sesuatu yang bersifat sangat fungsional dan berbasis aktivitas praktis, terbatas pada tujuantujuan tertentu, serta tidak berkelanjutan baik ditinjau dari segi budaya maupun lingkungan. 1
2 Dengan melihat pola dari perubahan pandangan ini, kita dapat membuat prediksi kemana arah pemikiran itu akan berujung jika tidak segera dilakukan upaya penyadaran dalam masyarakat, yakni tetapnya pemahaman masyarakat bahwa sebuah bangunan adalah hanya sebuah objek yang secara ekslusif memiliki fungsi dan merupakan bagian dari aktivitas sehari-hari yang praktis. Rumah-rumah tinggal menjadi indikasi langsung dari bergesernya nilai, gambaran, persepsi dan gaya hidup manusia (Rapoport, 1969, hal. 12). Hal ini erat kaitannya dengan pemahaman bahwa ketika bentukan rumah tinggal mampu dipengaruhi oleh budaya, maka sebaliknya bentukan rumah tinggal juga akan mampu mempengaruhi budaya yang telah bergeser ini untuk dibenahi kembali. Disamping itu, rumah tinggal juga merupakan bentuk kecil dari keseluruhan arsitektur yang besar. Hilangnya nilai dan batasan tertentu dari rumah tinggal pada suatu daerah akan berpengaruh langsung terhadap arsitektur daerah tersebut secara keseluruhan dalam skala lingkungan, kawasan, kota dan seterusnya. Tentunya kita tidak menginginkan sebuah kota kehilangan identitas, maka untuk itulah perlu dilakukan upaya kajian budaya dan penerapannya pada desain rumah tinggal di berbagai daerah di Indonesia sesuai dengan latar belakang budayanya masing-masing. Hal yang sama terjadi pada pola bentukan rumah tinggal di Takéngën. Takéngën sebagai ibu kota Kabupaten Aceh Tengah merupakan sentra perkumpulan masyarakat suku Gayo yang merupakan suku terbesar kedua setelah suku Aceh di Provinsi Aceh. Kota Takéngën saat ini sedang mengalami kemajuan yang pesat mengacu pada berbagai potensi yang dimilikinya seperti wisata alam, wisata budaya dan hasil bumi. Potensi tersebut mengharuskan masyarakat Gayo berinteraksi dengan masyarakat lain dari luar daerah di Indonesia bahkan manca negara. Kecenderungan masyarakat Gayo yang ramah serta
3 mudah beradaptasi membawa dampak yang sangat positif bagi perkembangan potensipotensi tersebut. Namun disisi lain, masuknya pengaruh dari luar yang disambut oleh kemampuan adaptasi yang tidak didasari pemahaman nilai-nilai budaya setempat lambat laun mampu mengurangi bahkan mungkin akan menghapus khasanah budaya lokal (local wisdom). Faktanya, khasanah budaya lokal itu sendiri juga merupakan salah satu daya tarik pariwisata di daerah ini. Penelitian ini muncul sebagai respon terhadap bergesernya unsur-unsur budaya di daerah Takéngën, khususnya di bidang arsitektur rumah tinggal. 1.2 Alasan Pemilihan Topik Permasalahan Perubahan budaya tercermin dalam perubahan perilaku dan aktivitas. Perubahan perilaku dan aktivitas kemudian terwujud dalam bentuk fisik bangunan. Secara implisit terdapat hubungan antara perilaku dengan bentuk bangunan dalam dua hal: pertama, bentuk bangunan adalah perwujudan fisik dari pola perilaku, termasuk keinginan, motivasi dan perasaan. Kedua, bahwa apabila sebuah bentuk telah dibangun, maka ia akan mempengaruhi perilaku dan gaya hidup (Rapoport, 1969, hal. 16). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bentuk dalam arsitektur dipengaruhi oleh kebudayaan. Dan sebaliknya, kebudayaan tersebut dapat dipengaruhi oleh bentuk arsitektur. Karena itu usaha dalam melestarikan budaya dengan melakukan pengkajian mengenai bentuk arsitektur yang sesuai dan mampu mengakomodasi kelestarian budaya tersebut dianggap penting untuk dilakukan. Seperti minimnya tulisan mengenai asal usul dan sejarah kebudayaan Gayo, referensi data maupun kajian secara khusus mengenai arsitektur Gayo yang ditemukan di lapangan juga masih sangat minim. Ditambah lagi kurang terjaganya situs-situs bersejarah di daerah
4 dataran tinggi Gayo (mis. rumah adat asli Gayo) serta pergantian masa dimana para tetua yang mengetahui banyak hal mengenai budaya, tradisi dan kisah masa lampau tidak lagi ada di sekitar kita, maka konsekuensi terburuk adalah hilangnya latar belakang kebudayaan yang akan mengeneralisir ideologi seluruh suku dan menjadikannya kehilangan identitas. Penelitian ini diharapkan sedikit banyak mampu berkontribusi dalam mengabadikan dan mempertahankan khasanah budaya lokal masyarakat Gayo dalam bentuk kajian arsitektur tradisional yang dapat dijadikan acuan desain rumah tinggal kontemporer. 1.3 Pertanyaan Penelitian Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan kebudayaan suku Gayo, khususnya Gayo Lut terkait bentukan rumah tinggalnya sejak masa tradisional hingga saat ini. Untuk menemukan perubahan kebudayaan tersebut, perlu diketahui jenis aktivitas kebudayaan masyarakat tradisional Gayo Lut dan bagaimana cerminannya dalam wujud fisik dan non-fisik rumah tinggal tradisional mereka. Selanjutnya juga diperlukan informasi mengenai kondisi aktivitas kebudayaan dan rumah tinggal masyarakat kota Takéngën saat ini untuk dapat melihat perubahan yang terjadi. Dari analisa perubahan tersebut akan dicari apa saja faktor kebudayaan tradisional terkait bentukan rumah yang masih relevan bagi masyarakat kontemporer saat ini. Secara umum dapat dirumuskan satu pertanyaan utama penelitian yakni: bentuk arsitektur tradisional Gayo Lut apakah yang masih relevan untuk digunakan pada desain rumah tinggal kontemporer di Takéngën saat ini?
5 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menghasilkan satu kajian mengenai aktivitas kebudayaan tradisional Gayo Lut dan cerminannya dalam bentukan rumah tinggal tradisional Gayo. Hasilnya akan disandingkan dengan kondisi kebudayaan dan rumah tinggal masyarakat Gayo saat ini sehingga dapat menghasilkan acuan desain rumah tinggal kontemporer yang mengandung kearifan lokal Gayo di Takéngën. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini menjadi bagian dari usaha pelestarian arsitektur tradisional daerah, khususnya Gayo. Hasil keluaran dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan acuan desain rumah tinggal yang tetap mengandung kearifan budaya lokal. 1.6 Keluaran Bentuk keluaran dari penelitian ini berupa: 1. Kajian perubahan aktivitas kebudayaan Gayo Lut yang mempengaruhi bentukan rumah tinggal sejak masa tradisional hingga kontemporer di kota Takéngën. 2. Acuan desain rumah tinggal kontemporer yang mengandung kearifan lokal Gayo. 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan sebuah upaya pengkajian aktivitas kebudayaan dan pengaruhnya terhadap bentukan rumah tinggal. Penelitian dilakukan pada kondisi kebudayaan serta arsitektur rumah tinggal tradisional dan kontemporer di kota Takéngën dimana peneliti berperan aktif sebagai instrumen utama dalam mengumpulkan data secara
6 langsung dan interaktif di lapangan. Data-data tersebut kemudian diolah dengan menganalisa dan mengkaji makna yang terkandung didalamnya. Berdasarkan sifat-sifat tersebut maka disimpulkan bahwa metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Hal ini sesuai dengan 5 (lima) ciri penelitian kualitatif (Bogdan, 1992, hal. 29-32). Kelima ciri tersebut yakni: 1. Penelitian kualitatif memiliki setting alami sebagai sumber data langsung dan peneliti adalah alat utama dari penelitian. 2. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih kedalam bentuk kata-kata dan gambar daripada angka. 3. Penelitian kualitatif lebih terkonsentrasi pada proses penelitian ketimbang hasil atau produk keluaran penelitian. 4. Penelitian kualitatif cenderung menganalisa data dengan cara induktif. 5. Makna adalah sesuatu yang sangat penting dalam pendekatan kualitatif. 1.7.1 Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di kota Takéngën, ibu kota kabupaten Aceh Tengah. Kota Takéngën adalah sentra perkumpulan masyarakat Gayo yang merupakan bagian dari provinsi Aceh, Indonesia. 1.7.2 Instrumen penelitian Instrumen utama dari penelitian ini adalah diri peneliti sendiri. Untuk dapat menjadi instrumen penelitian yang baik, peneliti kualitatif dituntut untuk memiliki wawasan yang luas, baik wawasan teoritis maupun wawasan yang terkait dengan konteks
7 sosial yang diteliti dalam bentuk nilai budaya, keyakinan, hukum, adat istiadat yang terjadi dan berkembang pada konteks sosial tersebut (Sugiyono, 2009, hal. 214). Mengacu pada hal tersebut, penelitian ini memiliki satu kelebihan sebab peneliti memiliki latar belakang bersuku Gayo serta lahir dan menetap cukup lama di kota Takéngën. Secara langsung hal ini memungkinkan peneliti untuk lebih memahami wawasan budaya Gayo serta bagaimana hubungan antar masyarakat kota Takéngën, budaya dan bentukan arsitektur rumah tinggal mereka selama ini. 1.7.3 Teknik pengumpulan data Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, sehingga teknik pengumpulan data yang dianggap tepat adalah teknik pengumpulan data triangulasi. Teknik triangulasi data diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan berbagai teknik dan sumber data yang telah ada. Hal ini sesuai dengan penjelasan Bogdan dan Biklen pada tahun 1992 mengenai penelitian kualitatif dalam buku berjudul Qualitative Research for Education: an Introduction to Theory and Method, yakni: Yang menarik perhatian peneliti bukanlah sekedar kebenaran, tetapi lebih pada perspektif. Oleh karena itu, ketimbang mencoba untuk menemukan kebenaran dari persepsi manusia, tujuan pengumpulan bukti adalah untuk membantu peneliti meningkatkan pemahaman mereka dan meningkatkan kemungkinan bahwa hasil temuan mereka akan dapat dipandang terpercaya dan berharga dihadapan orang lain.
8 Berdasarkan hal tersebut penggunaan gabungan berbagai teknik dan sumber dalam penelitian ini dianggap mampu menyediakan data yang bersifat menyeluruh sebagaimana yang diperlukan dalam setiap penelitian kualitatif. 1.7.4 Jenis sumber data Adapun jenis sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik triangulasi meliputi: 1. Data sekunder Data sekunder dapat berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data sekunder adalah data yang secara spesifik berkaitan dengan objek studi dan bersumber dari: a. Hasil penelitian akademik, misalnya tesis dan disertasi b. Buku, artikel dan jurnal yang relevan c. Arsip dan peta dari lembaga terkait d. Situs web 2. Data primer Data primer adalah data yang bersumber dari: a. Wawancara terarah, misalnya terhadap pengelola rumah tinggal tradisional Gayo dan penghuni rumah tinggal kontemporer di kota Takéngën. b. Observasi dan dokumentasi langsung di lapangan 1.7.5 Teknik analisa data Dalam penelitian kualitatif, data yang diperoleh secara triangulasi dan terus menerus menyebabkan variasi data yang tinggi. Data yang diperoleh pada umumnya
9 adalah data kualitatif (walaupun tidak menolak data kuantitatif) sehingga teknik analisis yang digunakan belum ada polanya yang jelas (Sugiyono, 2009, hal. 243). Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Susan dan William Stainback pada tahun 1988 dalam buku mereka yang berjudul Understanding and Conducting Qualitative Research: Tidak terdapat aturan khusus dalam penelitian kualitatif untuk menentukan seberapa banyak data dan analisa data yang diperlukan untuk pendukung, menentukan, menyimpulkan dan membuat satu teori. Oleh karena itu peneliti membagi teknik analisa dalam penelitian ini kedalam tiga tahap, yakni teknik analisa data sebelum di lapangan, teknik analisa data selama di lapangan dan teknik analisa data keseluruhan dan penerapannya pada desain yang dijabarkan sebagai berikut: 1. Teknik analisa data sebelum dilapangan Teknik analisa ini dllakukan sebelum peneliti memasuki lapangan dengan cara melakukan analisa terhadap literatur, studi terdahulu serta data sekunder yang berkenaan dengan kebudayaan dan arsitektur tradisional Gayo untuk menemukan fokus penelitian. 2. Teknik analisa data selama dilapangan Teknik analisa data selama dilapangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa model Spradley (Sugiyono, 2009). Spradley membagi analisis data kualitatif kedalam empat macam, yaitu: a. Analisis domain Dalam tahap ini peneliti menganalisa data yang didapatkan untuk menentukan domain/kategori dan batasan penelitian.
10 b. Analisis taksonomi Pada tahap ini domain yang telah dipilih dijabarkan menjadi lebih rinci untuk mengetahui struktur internalnya. Hal ini dilakukan dengan cara menggunakan teori sebagai alat analisa. Pada kajian ini, teori yang digunakan adalah teori Amos Rapoport mengenai faktor pendorong yang mempengaruhi bentukan rumah. Teori tersebut diambil dari buku Rapoport yang diterbitkan pada tahun 1969 dengan judul House Form and Culture. Penjelasan lebih detail mengenai teori yang digunakan dapat dilihat pada bab III. c. Analisis komponensial Pada tahap ini peneliti mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal dengan cara mengkontraskan antar elemen. Dilakukan melalui observasi kuisioner dan wawancara terseleksi dengan pertanyaan yang mengkontraskan (contrast question). d. Analisis tema kultural Pada tahap ini peneliti mencari hubungan antara domain dengan keseluruhan data untuk mendapatkan hasil penelitian, yakni acuan desain rumah kontemporer yang mengandung kearifan lokal Gayo. 3. Acuan desain rumah tinggal kontemporer yang mengandung kearifan lokal. Pada tahap ini peneliti menguraikan kajian mengenai bentuk arsitektur tradisional Gayo yang masih relevan digunakan saat ini untuk menjadi acuan desain rumah tinggal kontemporer di kota Takéngën sebagai hasil penelitian.
Feed Back 11 1.8 Urutan Proses Kerja Urutan proses kerja dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar 1.1. Studi Literatur, penelitian terdahulu dan data sekunder lainnya Fokus penelitian Tahap sebelum masuk ke lapangan Analisa domain Batasan penelitian Tahap selama di lapangan Analisa taksonomi Aktivitas kebudayaan tradisional terkait bentukan rumah Aktivitas kebudayaan kontemporer terkait bentukan rumah Analisa komponensial Studi literatur dan survey lapangan Perubahan kebudayaan terkait bentukan rumah dan pengaruhnya dalam bentukan rumah tinggal Wawancara dan kuisioner Analisa tema kultural Acuan desain rumah tinggal kontemporer yang mengandung kearifan lokal Gayo Hasil Penelitian Gambar 1.1 Skema Urutan Proses Kerja Sumber: Penulis 1.9 Sistematika Penulisan Tesis Adapun sistem penulisan tesis ini, yaitu: BAB I PENDAHULUAN, berisi latar belakang penelitian, alasan pemilihan topik permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, keluaran, metode penelitian, urutan proses kerja penelitian dan sistematika penulisan tesis.
12 BAB II DESKRIPSI LOKASI STUDI, berisi latar belakang sejarah suku Gayo, letak geografis, luas dan wilayah administratif, populasi, kondisi sosial-ekonomi dan iklim kota Takéngën sebagai lokasi studi. BAB III LANDASAN TEORI, berisi deskripsi kebudayaan, proses interpretasi budaya, serta teori kaitan budaya dan bentukan rumah. BAB IV BUDAYA MASYARAKAT GAYO TRADISIONAL, berisi penjabaran unsur kebudayaan masyarakat tradisional Gayo seperti sistem religi dan upacara keagamaan, daur hidup, sistem pengetahuan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian dan sistem teknologi. BAB V ARSITEKTUR TRADISIONAL GAYO LUT, berisi penjabaran tentang jenis bangunan dan pola perkampungan tradisional suku Gayo Lut. Selain itu juga terdapat deskripsi mendetail mengenai arsitektur rumah tinggal dan upacara tradisional pembangunannya. BAB VI ANALISA, berisi metode analisa, jabaran kondisi kebudayaan tradisional dan cerminannya dalam arsitektur rumah tradisional Gayo Lut, analisa perubahan kebudayaan dan bentukan rumah tinggal, serta temuan analisa. BAB VII HASIL PENELITIAN, berisi konsep acuan desain berdasarkan hasil temuan analisa. BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, berisi kesimpulan dan rekomendasi penelitian lanjutan. DAFTAR PUSTAKA, berisi perbendaharaan pustaka yang diacu dalam tesis. LAMPIRAN, berisi data hasil kuisioner survei yang digunakan dalam penelitian tesis.