II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Keanekaragaman Hayati Nusa Tenggara Timur

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota, berupa kawasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

V. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

EKOSISTEM SEBAGAI MODAL ALAM

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

BAB 8: GEOGRAFI DINAMIKA BIOSFER

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

SUKSESI AUTEKOLOGI. Daubenmire (1962) Autekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu tumbuhan dan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

AssAlAmu AlAyku m wr.wb

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

II. TINJAUAN PUSTAKA

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

Vegetasi Alami. vegetasi alami adalah vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami tanpa adanya pembudidayaan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang,

BAB V EKOSISTEM, BIOSFER & BIOMA

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

DIVERSITY OF SPIDERS (Araneae) ON WETLAND ECOSYSTEM WITH SOME PLANTING PATTERN IN PADANG

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Jenis laba-laba yang ada di Ruang Terbuka Hijau Babarsari berjumlah 11

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

SHA ARI OMAR IPG KAMPUS KOTA BHARU DEFINISI. BIODIVERSITI, KOMPLEKSITI dan KESTABILAN FUNGSI EKOSISTEM JENIS-JENIS EKOSISTEM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

Ekonomi Pertanian di Indonesia

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

PENGERTIAN BIOMA suhu kelembaban angin altitude latitude topografi

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dunia dan akhirat sebagai wahyu ilahi, di dalam Alqur an banyak berisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati hidupan liar lainnya (Ayat, 2011). Indonesia merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN. Ambar Kristiyanto NIM

KEANEKARAGAMAN LABA-LABA ( Arachnida ) PADA KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2012

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel,

Menurut Borroret al (1992) serangga berperan sebagai detrivor ketika serangga memakan bahan organik yang membusuk dan penghancur sisa tumbuhan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Individu adalah satu makhluk hidup, misalnya seekor semut, seekor burung dan sebuah pohon.

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Nusa Tenggara Timur Menurut Trainor (2002), keanekaragaman hayati di Nusa Tenggara Timur atau Pulau Lembata pada khususnya banyak memiliki kesamaan dengan yang ada di Autralia. Habitat pulau ini seperti habitat di benua Australia dimana Eucalyptus alba mendominasi savana dan hutan musim pegunungan yang didominasi oleh Eucalyptus urophylla. Jenis flora di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur berhubungan dengan faktor lingkungan. Tipe hutan yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah tipe hutan hujan dan hutan payau. Tipe hutan hujan terdapat di puncakpuncak gunung yang beriklim basah. Sedang hutan payau terdapat di bagian pantai Berdasarkan tipe hutan tersebut, terdapat jenis flora antara lain: Hue (Eucalytus alba), Pilang (Acacia leocophloea), Linggua (Pterrocarpus indukus), Asam (Tamarindus indica), Bungur (Lagerstromeia speciosa), Cendana (Santalum album), Tekik (Albizzia saponaria), Lanan (Dysoxylum spesiosum), Leban (Vitex pubesceusn), Wangkal (Albizzia procera), Bentawes (Wrightiaa calycina), Delinsem (Homalium tomentosum), Pulai (Alstonia scholaris), Kesambi (Schileiceira aleosa), Bidara (Zizyphus timorensis), Ampupu (Eucalyptus urophylla) (Anonim, 2009b) Jenis tumbuhan yang tumbuh pada kelompok hutan bagian yang bertipe hujan adalah Kolaka (Parinaria Crymbosum), Medang (Cinnamomum burnanii), Membacang (Mangifera longipes), Lanan (Dysoxyhum canlostachyum), Kaai

(Pametia tomentosa), Jenitri (Elacoecopus imbricatus), Jamujun (Padocarpus imbricatus). Jenis flora yang tumbuh pada hutan payau adalah jenis bakau (Rhizopana spp) dan jenis lain Bruguiera spp. Vegetasi yang berbentuk savana terdiri dari Borassus flabellifer, Casuarina junghuhniana, Acasia leucaphloea, Eucalyptus alba dan Zizyphus mauritamia. Sedangkan vegetasi berbentuk padang rumput terdapat di luar maupun di dalam kawasan hutan (Anonim, 2009b) Menurut Anonim (2009b), sebagian besar wilayah Nusa Tenggara Timur adalah savana. Savana adalah ekosistem yang daerahnya ditutupi rerumputan dengan semak-semak diantaranya. Savana adalah ekosistem yang pada strata rendah ditumbuhi oleh tumbuhan herbaceous terutama rumput C 4 dan secara nyata rumput-rumputan ini membentuk asosiasi bersama dengan komponen pohon dan semak belukar. Savana secara tradisional digunakan sebagai kawasan perladangan, padang penggembalaan dan hutan. Pada beberapa savana tumbuh pepohonan di antara padang rumput yang luas. Produksi primer pada padang savana tropis sangat tinggi dan jumlah yang besar dan juga jumlah herbivora yang besar dalam ekosistem ini. Berhubung jumlah herbivora yang besar maka secara alami jumlah karnivora meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah herbivora. Proses dekomposisi pada ekosistem ini berjalan sangat cepat karena suhu yang panas dan terdapat banyak populasi dekomposer (Dash, 1994). Menurut Odum (1993), serangga-serangga adalah binatang yang paling banyak selama musim basah ketika kebanyakan burung bersarang.

B. Keanekaragaman Jenis Laba-laba Laba-laba adalah sejenis hewan berbuku-buku (Arhtropoda) dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tidak bersayap dan tak memiliki mulut pengunyah (Anonim, 2008). Menurut Borror et al. (1992), laba-laba adalah kelompok besar kira-kira 250 jenis di Amerika Utara, yang jelas berbeda dan tersebar luas. Laba-laba banyak terdapat di berbagai tipe habitat dan seringkali sangat banyak. Semua jenis laba-laba digolongkan ke dalam ordo Araneae dan bersama dengan kalajengking, kutu, caplak dan kerabatnya semuanya berkaki delapan dimasukkan ke dalam kelas Arachnida (Anonim, 2008). Subordo Orthognatha memiliki kelisera-kelisera (alat pengunya) yang besar dan kuat yang bergerak dalam satu bidang kurang lebih sejajar dengan bidang sagital tengah tubuh. Kebanyakan jenis ini tubuhnya kokoh dan tungkainya gemuk. Kelompok ini kebanyakan terdapat di daerah tropika, tetapi kira-kira 80 jenis terdapat di Amerika Utara. Subordo Labidognatha berbeda dari Orthognatha karena mempunyai kelisera-kelisera yang bergerak ke sebelah sisi, atau keluar masuk dan biasanya mereka lebih kecil. Kelisera-kelisera (alat pengunya) biasanya meluas ke bawah dari bagian prosoma, tetapi pada beberapa kelompok miring ke depan (Borror et al. 1992). Hingga sekarang sekitar 40.000 jenis laba-laba telah didata dan digolong-golongkan ke dalam 111 suku (Anonim, 2008). Berdasarkan penelitian Suana (2006), pada pertanian polikultur dan monokultur ditemukan sebanyak 328 individu laba-laba dari 50 jenis, 30 genera

dan 11 suku telah dikoleksi dengan sumur jebak dan jaring ayun pada ekosistem sawah di Pulau Lombok. Kebanyakan suku laba-laba yang ditemukan dalam penelitian tersebut memiliki penyebaran yang luas, tetapi ada juga suku yang hanya dijumpai pada satu ekosistem sawah. Metidae, Salticidae, Pisauridae, dan Clubionidae hanya dijumpai pada ekosistem sawah polikultur. Sedangkan Linyphiidae hanya dijumpai pada ekosistem sawah monokultur. Walaupun kelima suku tersebut hanya dijumpai pada satu ekosistem sawah, tidak berarti bahwa keduanya merupakan suku yang jarang. Penelitian Suana (1998), tentang komunitas laba-laba di Gunung Tangkuban Perahu didapat bahwa Pardosa sp dan Trochosa terricola dominan terdapat di daerah kering serta daerah banyak cahaya matahari. Di daerah hutan yang lembap banyak ditemukan Dolomedes sp dan Pisaura sp. Laba-laba tersebut dikenal sebagai indikator terhadap kelembapan. Hasil penelitian Sugiyarto et al. (2001), tentang biodiversitas hewan permukaan pada hutan tegakan di kabupaten Karanganyar menyebutkan ditemukaannya laba-laba dari suku Lycosidae, Salticidae, Linyphiidae dan Oxyopidae. C. Komunitas Laba-laba Komunitas laba-laba umumnya berhubungan erat dengan karakteristik komunitas tumbuhan (Foelix, 1996). Laba-laba pembuat jaring berhubungan langsung dengan arsitektur vegetasi karena merupakan prasyarat untuk dapat menempatkan jaringnya. Bagi laba-laba yang hidup di serasah, daun-daun yang

gugur di lantai hutan merupakan habitat yang sesuai baginya. Jumlah laba-laba secara dramatis meningkat ketika lapisan serasah semakin tebal karena lebih banyak tempat tersedia untuk bersembunyi dan terhindar dari suhu yang ekstrim. Laba-laba penenun misalnya anggota suku Araneidae membuat jaring-jaring sutera berbentuk kurang lebih bulat di udara, di antara dedaunan dan rantingranting, di muka rekahan batu, di sudut-sudut bangunan, di antara kawat telepon, dan lain-lain (Anonim, 2008). Menurut Borror et al. (1992), banyak laba-laba mempunyai tempat persembunyian yang dekat dengan tempat jaring sarang. Laba-laba menggunakan hampir seluruh waktunya dalam persembunyian ini dan keluar naik sarang jaring bila sarang jaring telah menangkap sesuatu. Rangsangan yang menyebabkannya adalah getaran sarang jaring yang disebabkan oleh serangga yang tertangkap. Selain terdapat dalam jumlah yang berlimpah di alam, laba-laba juga mempunyai penyebaran yang sangat luas yang meliputi hutan, padang rumput, padang pasir, gunung, gua, terowongan, rumah, rawa-rawa, dan bahkan di bawah permukaan air (Halliday et al. 1986). Menurut Sterry (1996), laba-laba merupakan binatang yang dapat dijumpai di setiap benua dan hampir semua habitat daratan. Ukuran labalaba kecil seperti butiran beras sampai dengan ukuran yang paling besar seperti tangan laki-laki dewasa. Laba-laba dapat dibagi menjadi laba-laba beracun dan tidak beracun. Laba-laba beracun biasanya lebih sering melakukan aktivitas di tanah dan berperan sebagai predator, sedangkan laba-laba yang tidak beracun lebih sering membuat jaring (Borror et al. 1992).

Menurut Odum (1993), keanakaragaman cendrung jadi tinggi di dalam komunitas yang lebih tua dan rendah dalam komunitas yang baru terbentuk. Keanekaragaman jenis mempunyai sejumlah komponen yang dapat memberi reaksi secara berbeda-beda terhadap faktor-faktor geografi, perkembangan atau fisik. Keanekaragaman yang lebih tinggi berarti rantai-rantai pangan yang lebih panjang dan lebih banyak kasus metabolisme. Komunitas di dalam lingkungan yang mantap seperti pada hutan tropik mempunyai keanekaragaman jenis yang lebih tinggi daripada komunitas-komunias yang dipengaruhi oleh gangguangangguan musiman atau secara periodik oleh manusia atau alam. Menurut Anonim (2008), tidak semua laba-laba membuat jaring, akan tetapi semuanya mampu menghasilkan benang sutera yakni helaian serat protein yang tipis namun kuat dari kelenjar yang terletak di bagian belakang tubuhnya. Serat sutera ini amat berguna untuk membantu pergerakan laba-laba, berayun dari satu tempat ke tempat lain, menjerat mangsa, membuat kantung telur, melindungi lubang sarang, dan lain-lain Laba-laba pemburu seperti anggota suku Lycosidae berbeda dengan labalaba pembuat jaring yaitu biasanya lebih aktif. Laba-laba jenis ini biasa menjelajahi pepohonan, sela-sela rumput, atau permukaan dinding berbatu untuk mencari mangsanya. Laba-laba ini dapat mengejar dan melompat untuk menerkam mangsanya (Anonim, 2008).

D. Fungsi Ekologis Laba-laba Laba-laba merupakan hewan pemangsa yang fungsinya dalam ekologi sangat penting. Dalam hal ini laba-laba dapat mengontrol berbagai macam jenis hewan lainnya terutama serangga. Beberapa laba-laba yang berukuran besar bahkan memangsa vertebrata. Sebaliknya laba-laba akan dimangsa binatang lainnya terutama predator dari kelompok burung dan reptil (Borror et al. 1992). Hasil penelitian mengenai kajian habitat menunjukkan bahwa tidak kurang dari 700 serangga termasuk parasitoid dan predator termasuk laba-laba ditemukan di ekosistem pertanian dalam kondisi tanaman tidak ada hama. Susunan jaringjaring makanan pada ekosistem menempatkan laba-laba sebagai hewan predator pada ekositem ini mengakibatkan populasi hama dapat dikontrol, sehingga tidak terjadi ledakan populasi hama. Hasil penelitian telah dilaporkan Sugiyarto et al. (2001), bahwa Araneidae merupakan predator di lahan pertanian. E. Hipotesis 1. Jenis laba-laba di Karangora didominasi kelompok laba-laba pembuat jaring sarang dan sedikit kelompok laba-laba yang bergerak aktif di tanah. 2. Keanekaragaman laba-laba berbeda antara habitat hutan, savana, semak dan lahan pertanian