I. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG

G U B E R N U R L A M P U N G

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

ANALISIS MODEL TENURIAL DALAM UNIT MANAJEMEN KPH

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

PERATURAN DAERAH DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR: 18 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan tanah semakin meningkat misalnya untuk pembangunan dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan

BUPATI LAMPUNG BARAT

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 44 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

2012, No Mengingat dengan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebag

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 53/Menhut-II/2008 TENTANG OPTIMALISASI PERUNTUKAN AREAL HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI (HPK)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN. NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 1999 TENTANG

I. PENDAHULUAN. tidak dapat ditambah ataupun dikurangi. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1 A. P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Madar Maju, Badung, 1998, hlm.6

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBERIAN HAK ATAS TANAH

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan mengenai Pelaksanaan Penetapan dan

PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

L E M B A R A N D A E R A H

I. PENDAHULUAN. berintegrasi dengan lingkungan dimana tempat mereka hidup. Dengan demikian

BUPATI LAMPUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LAMPUNG BARAT

MENTERI DALAM NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. pemilikan tanah sebgai sebesar besarnnya untuk kemakmuran rakyat. 1. menetapkan kemajuan yang sudah dicapai. 2

I. PENDAHULUAN. menyejahterakan masyarakatnya, salah satu dari kekayaan yang dimiliki

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

PENDAHULUAN. bangsa Indonesia dan oleh karena itu sudah semestinya pemanfaatan fungsi bumi,

BAB I PENDAHULUAN. karena didalamnya menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak. juga merupakan modal utama pembangunan karena semua kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (Margono Slamet, 1985:15). Sedangkan W.J.S Poerwadarminta

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 68 Tahun : 2015

BAB I PENDAHULUAN. Esa kepada seluruh bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan isi dalam Pasal 1

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 1997 SERI D NO. 11

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 1980 TENTANG KEBIJAKSANAAN MENGENAI PENCETAKAN SAWAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 578 /KPTS/013/2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa, pendukung negara yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 2 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN KOTA BOGOR

: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, karena dalam melakukan segala aktivitas dan kegiatan selalu berhubungan dan menggunakan tanah. Tanah merupakan sarana yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk matipun manusia masih memerlukan sebidang tanah. Demikian pentingnya tanah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan pertanahan semakin bertambah banyak baik dari segi jumlah maupun kualitas. Hal ini dapat dipahami karena tanah merupakan sumber daya yang bersifat unik, disatu sisi luasnya tetap dilain sisi yang membutuhkan tanah terus bertambah. Masalah pertanahan telah berkembang mencakup dimensi yang lebih luas, yaitu dimensi sosial, ekonomi, politik pertahanan dan keamanan. Meningkatnya nilai ekonomi tanah, membuat masyarakat semakin menyadari dan mengerti akan arti pentingnya hak dan kewajiban pemilik. Untuk menambah kuat hak seseorang (pemilik tanah) sangat diperlukan bukti otentik kepemilikan tanah yaitu sertifikat

2 hak atas tanah. Sertifikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, mengenai data fisik dan data yuridis. Sepanjang data tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Hal tersebut baru terasa apabila terjadi sengketa pertanahan baik mengenai batasbatas obyek (fisik) maupun mengenai subyek hak atas tanah. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya sengketa tersebut, maka perlu suatu dukungan berupa jaminan hukum dan kepastian hak atas tanah. Hak atas tanah adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Bagi masyarakat yang telah menempati suatu bidang tanah namun belum mempunyai kepastian hukum mengenai hak atas tanahnya, mereka harus mengurusnya untuk mendapatkan kepastian hak atas tanahnya. Dalam Pasal 2 ayat (2) Undang -undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok mengatur tentang hak menguasai dari Negara termasuk dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk: 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. 3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Pasal tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (1) Undang -undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pasal

3 tersebut mengatur bahwa atas dasar hak menguasai dari Negara ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersamasama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Menurut Pasal 1 angka 8 Permenag / KBPN Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah Negara. Dalam hal pemberian hak atas tanah di Kabupaten Lampung Tengah yang berwenang memberikan keputusan pemberian hak atas tanah adalah Kepala Kantor Pertanahan Lampung Tengah berdasarkan pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara. Di Kecamatan Rumbia Lampung Tengah dilaksanakan proses pemberian hak atas tanah secara massal. Hal tersebut merupakan suatu kebijaksanaan yang diambil oleh Pemerintah sebagai suatu upaya penyelesaian penguasaan tanah oleh masyarakat atas lahan Eks Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) di Kecamatan Rumbia Lampung Tengah. Dalam Perda Lampung Nomor 6 Tahun 2001 dijelaskan dalam Pasal 1, bahwa Eks Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk kegiatan budidaya permukiman, fasilitas umum, sosial, kegiatan ekonomi

4 dan lain-lain atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Semula Eks Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) yang terletak di Kecamatan Rumbia Lampung Tengah adalah tanah negara yang tidak dimanfaatkan dan banyak yang telah diokupasi oleh masyarakat setempat menjadi permukiman serta tanah garapan sebagai sumber penghidupan masyarakat yang tidak memiliki jaminan kepastian hukum dan pemanfaatan dan penguasaan areal tanah dimaksud mengakibatkan berubahnya fungsi kawasan hutan dan rusaknya kawasan hutan. Sehingga adanya kepastian hukum dalam pemanfaatan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) merupakan hal yang penting bagi terselenggarnya pengelolaan sumber daya alam khususnya hutan secara berkesinambungan. Dalam rangka memenuhi aspirasi masyarakat yang selama ini memanfaatkan dan menguasai secara fisik tanah Eks Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) sebagaimana dimaksud diatas agar diberikan hak penguasaan atas tanah, Pemerintah Daerah mengusulkan pelepasan kawasan HPK kepada Menteri Kehutanan dan Perkebunan. Lalu dikeluarkanlah Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 256/Kpts-II/2000 Tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Propinsi Lampung 1.004.735 Hektar. Dengan disetujuinya pelepasan kawasan HPK sebagaimana tersebut diatas, maka kawasan tersebut yang semula berstatus sebagai Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) menjadi bukan kawasan HPK yang pengaturan tata ruang/tata guna tanah Eks Kawasan HPK tersebut menjadi kewenangan Gubernur.

5 Oleh karenanya untuk pelaksanaan pengalokasian, pendistribusian dan pemberian hak atas tanah dimaksud kepada masyarakat, badan hukum dan instansi pemerintah yang selama ini telah memanfaatkan dan menguasai secara fisik tanah tersebut, dikeluarkanlah Peraturan Daerah Propinsi Lampung Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Alih Fungsi Lahan Dari Eks Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK) Seluas ± 145.125 Hektar Menjadi Kawasan Bukan HPK Dalam Rangka Pemberian Hak Atas Tanah sebagai pedoman dalam pelaksanannya. Dilanjutkan dengan juga dikeluarkannya Peraturan Gubernur Lampung Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Alih Fungsi Lahan Eks Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi Di Propinsi Lampung. Berdasarkan peraturan-peraturan diatas sebagai pedoman pelaksanaannya, lalu ditindaklanjuti dengan membentuk tim-tim yang akan melaksanakan alih fungsi lahan tersebut dengan mengeluarkan Keputusan Gubernur Lampung Nomor G/266/III.03/HK/2007 Tentang Pembentukan Tim Pelaksanaan Alih Fungsi Lahan Hutan Eks Areal Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK) Di Propinsi Lampung. Keputusan Bupati Lampung Tengah Nomor 86/KPTS/03/2008 Tentang Tim Pelaksana Konversi Eks Kawasan Hutan Produksi (Eks Reg 08 Way Rumbia) Di Kecamatan Putra Rumbia, Seputih Surabaya dan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. Setelah mengetahui adanya pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) menjadi bukan Kawasan HPK, masyarakat yang mendiami tanah tersebut menuntut kepastian dan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah yang mereka kuasai. Dalam rangka memperoleh kepastian hak atas tanah,

6 masyarakat mengajukan permohonan hak, khususnya hak milik kepada Kantor Pertanahan Lampung Tengah. Dalam pelaksanaannya, proses pemberian hak atas tanah kepada masyarakat yang menempati Eks Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) di Kecamatan Rumbia Lampung Tengah yang dilaksanakan secara massal swadaya dari tahun 2004 banyak ditemui hambatan. Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : Pelaksanaan Pemberian Hak Atas Tanah Kepada Masyarakat Di Eks Kawasan Hutan Produksi Kecamatan Rumbia Lampung Tengah. B. Permasalahan Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran karena pemberian hak atas tanah kepada masyarakat di Eks Kawasan Hutan Produksi Kecamatan Rumbia Lampung Tengah? 2. Faktor faktor apakah yang menjadi pendukung dan penghambat pelaksanaan pendaftaran karena pemberian hak atas tanah kepada masyarakat di Eks Kawasan Hutan Produksi Kecamatan Rumbia Lampung Tengah? C. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah persyaratan, prosedur dan biaya dalam pelaksanaan pemberian dan pendaftaran hak atas tanah kepada masyarakat di Eks Kawasan Hutan Produksi Kecamatan Rumbia Lampung Tengah.

7 D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian dan pendaftaran hak atas tanah kepada masyarakat di Eks Kawasan Hutan Produksi Kecamatan Rumbia Lampung Tengah. 2. Untuk mengetahui faktor yang menjadi pendukung dan penghambat pelaksanaan pemberian dan pendaftaran hak atas tanah kepada masyarakat di Eks Kawasan Hutan Produksi Kecamatan Rumbia Lampung Tengah. E. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya hukum agraria dan secara umum mengenai pelaksanaan pemberian dan pendaftaran hak atas tanah kepada masyarakat di Eks Kawasan Hutan Produksi Kecamatan Rumbia Lampung Tengah. 2. Kegunaan Praktis a. Selain untuk menambah wawasan dan pengalaman bagi peneliti juga sebagai syarat bagi peneliti untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8 b. Bahan masukan bagi instansi terkait dalam mengatasi dan menentukan kebijaksanaan khususnya yang berhubungan dengan pelaksanan pemberian hak atas tanah kepada masyarakat di Eks Kawasan Hutan Produksi Kecamatan Rumbia Lampung Tengah.