GILANG FIRMANDA SEPTEMBER, SURAT TERAKHIR Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com
September, Surat Terakhir Oleh: Gilang Firmanda Copyright 2015 by Gilang Firmanda Penerbit Nulisbukucom www.nulisbuku.com Desain Sampul: Gilang Firmanda Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com 2
September Polisi polisi masih meramaikan suasana salah satu rumah di perumahan elit itu. Mereka melingkari pagar rumah itu dengan garis garis polisi, rumah itu sudah Nampak seperti sebuah kado yang yang diiasi pita pita kuning yang bertuliskan POLICE LINE : DON NOT ACROSS. Wartawan dari berbagai media massa memadati bagian luar dari rumah tersebut. Mereka penasaran untuk segera mengungkap tragedi yang sebenarnya di rumah itu, tapi tak ada satupun dari pemburu berita itu yang diperbolehkan masuk. Hal itu terkait belum selesainya penyelidikan serta pengumpulan bukti bukti yang ada di rumah itu. Ungkap seorang polisi saat dimintai keterangan oleh beberapa media. 3
Yang jelas terdapat 3 korban di dalam rumah ini, kami belum bisa mengumumkan siapa saja yang menjadi korban. Kami harap penyidikan bisa selesai malam ini sehingga saudara saudara sudah bisa mendapatkan berita selengkapnya besok. Ungkap polisi itu lagi sambil berjalan masuk ke dalam rumah. Wartawan wartawan masih mengejarnya tapi usaha mereka terhalangi oleh barikade polisi di depan pagar. Di dalam rumah keadaan begitu sunyi meskipun banyak orang di dalamnya. Mereka dengan fokus dan penuh konsentrasi tinggi meneliti tiap tiap sudut di rumah besar itu untuk mencari bukti bukti baru. Seorang polisi muda bernama Yordan memasuki kamar utama. Dia mengamati keadaan sekeliling.terdengar suara air yang mengucur dari dalam kamar mandi. Yordan langsung saja mendekati pintu kamar mandi dan mengetuknya. Mbak putri? 4
Yordan memanggil putri seraya mengetuk pintu kamar mandi. Tidak ada jawaban, yordan mengetuk lagi, kali ini dengan suara yang sedikit lebh lantang. Maaf mbak, nama saya Yordan. Saya ditugaskan untuk menemani mbak dan segera membawa mbak putrid keluar dari rumah. Terdengar bahwa putri sedang mandi menggunakan shower. O iya mas, tunggu saya lagi mandi. Putrid berbicara agak keras menjawab Yordan agar suaranya tidak kalah keras dengan suara desiran air yang keluar dari shower. O iya mbak, saya tunggu di luar. Yordan membalikkan badannya, dia berjalan menuju pintu kamar sambil melihat kondisi tempat tidur yang berantakan. Disitu ada sesuatu yang menarik perhatian Yordan. Sebuah buku yang nampaknya adalah diary. 5
Dia ambil buku itu dan benar itu adalah sebuah buku harian milik Putri, terdapat sebercik darah di buku itu. Putri adalah anak dari korban yang memiliki rumah ini. Kedua orang tuanya tewas terbunuh tadi malam. Putri yang shock mengurung diri di dalam kamar ini dari tadi pagi. Pihak yang berwajib segera menelpon pamannya untuk membawa putrid, namun karena suatu kendala pamannya tidak diperbolehkan memasuki TKP tempat putrid berada. Oleh karena itu Yordan ditugasi atasannya untuk menjemput putri dan mengantarkannya ke pamannya. Yordan membaca buku harian itu, berharap mendapat sebuah bukti baru tentang kasus ini. Dia membaca catatan harian putrid dari hari kedua di bulan September. 6
Rabu, 2 September 2009. Pagi ini aku terlambat sekolah lagi untuk kesekian kalinya. Kali ini Bu Arsiyah yang menjadi guru piketnya. Saat semua siswa yang terlambat disuruh berbaris, Bu Arsiyah berjalan dari ujung kanan barisan sampai ke kiri ujung barisan. Dia melihat satu per satu siswa yang terlambat sambil sedikit menggelengkan kepala. Ada 11 siswa yang terlambat hari ini, 3 anak kelas XII yaitu aku, Roni dan Fajar. Sedangkan sisanya anak kelas 1 dan 2 yang tidak aku kenal. Aku berada di urutan no 7 saat berbaris. Ya, aku kira angka 7 selalu membawa keberuntungan bagi setiap orang. Tapi sepertinya tidak ada pengaruhnya bagiku kali ini. Bukan suatu kebetulan aku bisa berada di urutan nomer 7 dalam barisan. Sebenarnya, aku tadi berbaris paling ujung sebelah kiri. Namun, cepat cepat kuhitung dari urutan nomer 7 dari ujung kanan. Urutan nomer 7 ditempati oleh seorang cewek juga. Aku tidak mengenalnya. Tapi, dilihat dari sepatu hitamnya yang mengkilat, kaos kaki putih sampai betisnya yang borokan, roknya 7
yang sangat mini, seragam yang menyelimuti badan besarnya ketat tanpa badge nama, rambut yang baru saja dibonding dan dikuncir kuda serta bando pinknya. Aku sedikit bisa menebak kalau dia adalah anak kelas 2. Aku langsung menyuruh dia bergeser, sehingga aku sudah berada di urutan no 7. Bu Arsiyah kini memandangku. Jika dengan siswa lain yang terlambat dia hanya sedikit menggeleng geleng, kini saat tiba giliran dia menatapku kepalanya bergeleng geleng dengan jelas dan terus menerus seperti boneka anjing di mobilku yang kepalanya terus menerus bergeleng geleng. Bukan hanya itu, tangan kurusnya dilipatkan ke dada sambil menatapku dengan pandangan yang tidak biasa. Kamu ini sudah kelas 3, sebentar lagi lulus, masih saja terus terusan terlambat! Well, aku mengaggap kata kata itu sebagai jaminan kelulusanku. Soalnya dia bilang kalau aku sebentar lagi lulus. Wow! Ternyata Bu Arsiyah diam diam mempunyai bakat meramal 8
dan sanggup untuk memotivasi anak didiknya. Standing Applause deh. Bukan hanya sampai disitu, Bu Arsiyah bahkan sangat perhatian dengan kesehatan serta ketahanan fisik siswa siswinya. Sehingga, supaya kami semua yang terlambat semangat untuk tidak lagi terlambat, beliau menyuruh kami keliling lapangan upacara yang juga merangkap sebagai lapangan bola, juga merangkap sebagai lapangan basket, merangkap pula sebagai lapangan voli dan merangkap sebagai tempat latihan beladiri itu, sehingga kadang kadang bukannya pada latihan tapi malah pada berantem rebutan lapangan. Bu Arsiyah yang berkerudung manis (wekk) dan baik hati itu menyuruh kami mengelilinginya sebanyak 3 kali hingga jika kami kehausan, kami tidak perlu repot repot beli air karena keringat masing masing dari kami cukup untuk memberi minum sekitar 2 kelas. Selesai parade keliling lapangan kontroversi tersebut, kami diperbolehkan untuk masuk ke kelas masing masing setelah sebelumnya ada 9
acara seminar nonformal mendadak yang pembicaranya diisi oleh Bu Arsiyah dengan judul Cara agar termotivasi untuk tidak terlambat. Masuk dalam kelas seperti masuk dalam sebuah acara konser besar dan kita adalah bintangnya. Setiap mata tertuju pada kita. Aneh juga kalau diliatin seantero temen gw di dalam kelas. Well, cuek aja. Aku duduk dan memandangi guruku yang kadang terlihat seperti Romi Rafael sedang melakukan atraksi hipnotisnya. Kita disuruh memandanginya secara seksama. Lalu dia mengucapakan kata kata yang menurutku adalah sebuah sugesti hingga akhirnya dia menggoreskan spidol hitamnya di papan tulis dan kita disuruh meresapi apa yang dia tulis hingga kita akhirnya jatuh tertidur mendengar suara guru guru yang bergantian masuk kelas dan melihat tulisan yang mereka tulis hingga kita masuk dalam alam bawah sadar kita dan menyuruh kita memasuki alam rileksasi kitalebih dalam, lebih dalam dari sebelumya... TIDAK!!!! 10