Prolog Pada akhirnya aku sampai di titik ini, bangunan ini masih sama, hanya berubah hanya warna temboknya. Tempat ini menyimpan banyak kenanganku, setiap jengkalnya seperti menyenandungkan melodi-melodi indah tentang memoriku. Love at my first sight, yang kualami sekali sampai hidupku sekarang tersimpan di sini. Tak peduli berapa lama aku menjauh dan berapa jauh aku pergi aku pasti akan kembali kesini. Tempat ini seperti mempunyai magnet yang punya kekuatan untuk menarikku ke sini, tanpa tujuan apa-apa tanpa melakukan apa-apa. Hanya berdiri, memandang tempat ini dengan pikiran jauh ke masa lalu seperti menonton sebuah drama percintaan. Nindy... Pak Theo, Nin..., teriak Sofie dari luar kelas. Taruhan pasti siswa-siswa kelas sebelah sedang menatap dia dengan sinis. Cuma dia barusan menyebut namaku. GAWAT. Ssttt... Kamu dilihatin banyak orang tahu... ujarku sambil mencari arah pandangan Sofie. Dan, benar saja aku melihat sosok itu, guru super cool dengan baju kotak-kotaknya. Kali ini aku yang sudah tidak memperhatikan siapa saja yang menatapku dengan aneh. Aku hanya menatap padanya, berharap dia akan memandang ke arahku dan tersenyum padaku.
Ah.. kamu kelamaan, Pak Theo... Sofie beraksi dengan suara dan percaya dirinya yang super besar ditambah tangannya yang melambai-lambai. Sedangkan aku? Aku hanya membelalak dengan tatapan salah tingkah ke Sofie. Habislah aku.., aku menghela nafas menyerah. Saat kukembalikan pandangan pada sosok yang tadi kuamati aku mendapati dia juga sedang menatap pada kami berdua, dan dia tersenyum dengan pesona yang luar biasa. Kakiku langsung lemas, kubalikan badan setelah mendapati senyuman itu. Sebaiknya aku tidak melanjutkannya lagi. Aku melangkah masuk ke kelas dan Sofie menepukku dari belakang. Gimana? Kamu mau berterima kasih sama aku kan? Sofie tersenyum dengan bangga. Tapi dia benar, jika itu adalah aku, aku hanya akan menatap dalam diam. Aku tidakakan pernah memanggil dia sama sekali. Aku tidak punya keberanian sebesar Sofie karena aku sudah menyukai orang itu sejak pertama kali aku melihatnya. Theo Haryanto, nama itu tidak akan pernah bisa aku lupakan selama aku hidup. Aku tidak pernah menyangka akan terpesona pada sosok ini bahkan saat pertama aku melihatnya. Sekarang aku terobsesi padanya dan sepertinya Tuhan memberikan kesempatan padaku. Aku bisa melihatnya 3 kali seminggu karena dia akan mengajar sains di kelasku. 2
Setiap kali dia memberikan pelajaran di kelas, aku akan bisa memperhatikan dia dengan leluasa, memang dia tidak pernah mengetahui aksiku, tapi justru itu yang membuatku aman. Aku hanya perlu memastikan Sofie, sahabat karibku ini tidak berbuat macam-macam dengan rahasia perasaanku. Selama ini dia hanya akan menggodaku terang-terangan di luar kelas, tidak pada saat pelajaran berlangsung. Nindy Andrea, aku adalah siswa baru di SMA Stella, sekolah ini adalah sekolah homogen, alias isinya adalah cewek semua. Terbayang olehku saat aku harus bersekolah di sekolah seperti ini, aku merasa aku akan semakin kuper dengan kondisi aku yang anak rumahan. Aku tidak mudah bergaul, sedikit pendiam dan tertutup, tinggal di kost sendirian membuatku gamang seperti apa cerita SMA-ku. Ternyata pada hari pertama aku sudah mendapatkan sesuatu yang membuatku akan menikmati masa SMA-ku. Kamu mau makan apa hari ini? Sofie menanyaiku sambil mengecek isi dompetnya. Oh ya, kamu tahu tidak, Pak Theo itu paling suka makan mie yang dijual sama ibu kantin yang persis di samping bapak soto. Sofie memang pintar bergaul, banyak informasi akan dia dapatkan. Dan biasanya aku hanya tertarik dengan informasi yang berhubungan dengan Pak Theo. 3
Ya sudah aku mau makan mie saja deh hari ini, kebetulan aku lagi pengen makan mie pakai telur ceplok. Dasar, tahu gitu tadi aku ngomongnya habis kita makan aja. Ayo deh. Kami melangkah ke kantin memanfaatkan waktu istirahat yang sangat pendek untuk mengisi perut kami. Sebagian besar informasi tentang Pak Theo memang dari Sofie, dia banyak gaul, ikut ekskul yang banyak diikuti kakak kelas, sehingga ada banyak hal yang akan dia ketahui mengenai sekolah ini dan penghuninya. Bisa dipastikan tidak ada gosip yang akan lewat dari telingannya, tapi aku tidak akan tertarik kalau tidak tentang Pak Theo jadi Sofie pun hanya akan memberikan informasi tentang Pak Theo atau gosip yang menjadi highlight di sekolah sehingga aku tidak kuper-kuper amat. Informasi yang aku punya adalah yang formal, seperti kapan dia akan off, jam berapa dan hari apa dia akan berada di ruangan yang mana, dan hari apa dia akan berada di sekolah sampai sore. Semua terjadwal dan tidak bisa kupercaya aku bisa menghapal jadwalnya dengan baik, bahkan mungkin melebihi dirinya sendiri. Aku berjalan ke perpustakaan, kali ini sendirian karena Sofie tidak begitu suka pergi ke perpustakaan. Aku memang suka membaca, jadi hari ini aku berencana untuk meminjam beberapa buku untuk dibaca di kost. Aku sibuk memilih buku-buku di rak 4
sains, bagaimanapun aku tidak ingin terlihat bodoh pada saat menerima pelajaran, jadi aku pasti akan belajar lebih dulu dari siapapun. Entah mengapa aku merasa ingin diakui secara kemampuan olehnya. Tak sengaja aku menjatuhkan sebuah buku, kulihat kartu history peminjamnya, Theo H. Aku terpana sesaat, tanpa berpikir lagi aku langsung meminjam buku tersebut. Keluar dari perpustakaan aku berjalan ke arah aula, biasanya dia akan berada di aula untuk membaca koran, ini adalah hasil pengamatanku berminggu-minggu dan benar saja aku melihat sosoknya. Tapi aku tidak berani mendekat, berada berdekatan dengannya akan membuat semua perasaanku terbaca dengan jelas dan aku belum siap jadi cukuplah aku memandangnya saja kemudian kembali ke kelas. Wajahku pasti berseri-seri, kalau tidak tidak mungkin sahabatku ini akan memandangku dengan curiga. Dapat apa di perpus, kok happy amat? Dapet buku lah, apalagi, kesininya dapet pemandangan, ujarku sambil tersenyum. Mbak, cari siapa? Sekolah bubaran dari tadi siang. Mbak tidak bawa payung? Suara itu menyadarkan lamunanku, 5
entah berapa lama aku terdiam dan sudah sejak kapan hujan turun. Saya tidak cari siapa-siapa Pak. Tidak apa-apa, saya pulang saja, permisi Akupun masuk ke dalam mobilku dan menghidupkan mesin mobil. Aku meninggalkan sekolahku, tapi tidak pernah menghapusnya dari ingatanku. Dan Theo, apa yang akan terjadi jika kita bertemu lagi. 6