BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I ABSTRAK. Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perbedaan persepsi dan sikap terhadap pengalaman, sehingga

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB V PENUTUP. Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan. kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. dilalui seorang individu sepanjang rentang kehidupannya. Keunikan pada masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mental yang terjadi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Transisi ini melibatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAMPIRAN II VERBATIM DAN FIELD NOTE RESPONDEN IC

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

Terlanjur sayang? 1. Saya tidak akan menemukan orang yang lebih baik 2. Saya tidak ingin sendiri/takut kesepian

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasar kan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. didik, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat 6 agama yang diakui negara yaitu Islam, Kristen,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. vulgaris, merupakan penyakit peradangan kronis dari unit pilosebasea akibat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas perkembangan pada remaja salah satunya adalah mencapai kematangan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria, wanita, orang tua atau masyarakat. Dimana mereka harus mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain, begitu juga dengan mahasiswa. Mahasiswa merupakan masa dimana individu mulai keluar dan membina hubungan sosial yang lebih luas. Pada masa kuliah, mahasiswa mulai berkembang secara khusus dari aspek hubungan sosialnya, seperti pergaulan yang semakin luas atau meningkatnya wawasan dan pengetahuan dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan (Sriwahyuni, 2015). Mahasiswa yang berada dalam tahap masa remaja adalah masa dimana emosi yang dimiliki tidak stabil, sangat kuat, tampak irasional, tidak terkendali dan dapat berubah, sehingga di dalam berinteraksi dengan orang lain dapat menimbulkan adanya konflik.konflik muncul sebagai salah satu konsekuensi dari kehidupan sosial yang membutuhkan interaksi dengan orang lain. Pada tahapan ini, remaja akan cenderung merasa kecewa apabila tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan sendiri (Hurlock, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Sriwahyuni (2015) pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area menghasilkan fenomena bahwa tuntutan tugas yang semakin banyak yang harus harus diselesaikan tepat waktu menyebabkan mahasiswa mengalami tekanan. Seseorang yang sedang mengalami situasi tertekan akan mudah marah, sehingga perkataan yang diucapkan dapat membuat 1

2 orang disekitarnya tersinggung bahkan sakit hati. Selain itu perbedaan pendapat, kritikan teman mengenai fisik atau penampilan, sikap teman yang tidak peduli juga akan menyebabkan sakit hati. Hasi dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang sakit hati dengan perilaku teman-temannya akan merasa sulit untuk memaafkan. Hal itu ditunjukkan dari perilaku seperti menghindar apabila bertemu dengan orang yang membuatnya sakit hati, marah ketika orang lain mengejeknya, mudah tersinggung dengan perkataan teman dan tidak mau menolong teman yang sedang mengalami kesusahan. Fenomena senada juga terjadi pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pengambilan data wawancara dilakukan pada hari Kamis, 20 April 2017, bertempat di kantin Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta,dengan subjek HAL (laki-laki), ASP (perempuan) dan PBY (perempuan). Tujuan dari wawancaraini untuk menggali informasi mengenai psychological well-being mahasiswa, dari hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa beberapa mahasiswamengakui jika dirinya belum mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal tersebut disebabkan karena permasalahan dalam dunia pekuliahan yang juga berdampak pada hubungan sosial dengan teman sebaya. Ketiga subjek menjelaskan bahwa kegiatan praktikum yang juga ditambah dengan tugas laporan serta kegiatan non-akademik lainnya membuat kualitas hubungan sosialnya mengalami penurunan sehingga mengakibatkan adanya konflik. Sama halnya dengan fenomena di atas, ketika mahasiswa sedang mengalami kondisi tertekan, maka akan berdampak pada hubungan sosialnya. Hal ini didukung dari pernyataan subjek HAL bahwa

3 banyaknya tugas kuliah, praktikum dan juga kegiatan organisasi itu bikin waktu saya buat ngumpul sama temen itu jadi berkurang mbak kalo udah kayak gitu biasanya ee aku jadi di katain, yaa gimana yaa mbak kadang aku ngerasa sakit hati mbak soalnya mereka kan ngga tau kegiatan di kampusku itu kayak gimana, kalo udah kayak gitu aku jadi males mbak ngumpul atau ngobrol sama mereka gitu. Hal senada juga diungkapkan oleh subjek ASP yang mengatakan bahwa saya merasa tertekan, sedih, bingung dan juga malas kalo tugasnya banyak dan nggak selesai-selesai mbak kalo udah kayak gitu biasanya saya sensitif mbak dikit-dikit pengennya marah kalo nggak ada yang bener kalo udah kayak gitu temen-temen ndak ada yang berani deket sama saya, mbak. Tidak jauh berbeda dengan subjek PBY yang mengungkapkan bahwa saya ngerasa tertekan stress gitu mbak sama tugas laporan praktikum kalo ngga selesai-selesai, biasanya kalo ngga selesai gitu dampaknya ya itu mbak aku seneng uring-uringan sendiri terus temen-temenku biasanya juga ngejekin aku abis itu aku jadinya sakit hati. Salah satu nilai penting agar hubungan tetap positif adalah memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh orang lain. Forgiveness adalah salah satu kualitas pribadi terpenting yang dimiliki setiap orang dan digunakan untuk membangun hubungan yang sukses (Orathinkal & Vansteenwegen, 2006). Akan tetapi, tidak semua orang mau dan mampu secara tulus memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain demikian pula mahasiswa. Forgiveness akan sulit dilakukan apabila kesalahan yang dilakukan oleh orang tersebut sangat besar dan juga meninggalkan luka yang mendalam. Dalam situasi sosial, memaafkan merupakan cara yang efektif dan penting untuk mengatasi permasalahan antar individu (Nashori, 2014). Sejalan dengan pendapat Arif (2013) yang menjelaskan bahwa meminta maaf sangat efektif dalam mengatasi konflik interpersonal, karena permintaan maaf

4 merupakan sebuah pertanyaan tanggung jawab tidak bersyarat atas kesalahan dan sebuah komitmen untuk memperbaikinya. Forgiveness adalah kemampuan seseorang untuk menghilangkan perasaan dan penilaian negatif terhadap sesuatu yang telah menyakitinya sehingga dapat merubah perilaku seseorang terhadap pelaku maupun peristiwa dan akibat dari peristiwa tersebut diubah menjadi netral atau positif serta membuat seseorang menjadi lebih nyaman berada dilingkungannya (Setiyana, 2013). Menurut Snyder (2002) forgiveness adalah suatu kondisi yang mengubah pengaruh negatif menjadi pengaruh positif. Sumber gejala dari forgiveness bisa diri sendiri, orang lain atau situasi dimana pandangan seseorang berada pada kendali seseorang. Enright (2003) menyebutkan untuk memunculkan perilaku maafkan pada individu dibutuhkan kemampuan untuk mengontrol emosi negatif seperti kebencian, kemarahan penolakkan dan keinginan untuk membalas dendam. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara mengelolaemosi positif seperti berperilaku yang baik, memunculkan empati maupun rasa cinta. Emosi positif muncul karena adanya kecerdasan emosi yang tinggi, seseorang dengan kecerdasan emosi tinggi memiliki tingkat motivasi yang tinggi pula untuk dapat menggapai tujuan dan keinginan dalam hidupnya, mampu mengontrol diri dan tidak berperilaku menyimpang. Kecerdasan emosi memiliki peranan penting dalam meningkatkan performa dan kesuksesan seseorang. Kecerdasan emosi yang diimbangi dengan kesejahteraan diri akan menambah halhal positif dalam diri seseorang, karena kecerdasan emosi dapat membangun perilaku dan kebiasaan-kebiasaan yang positif, mengatur emosi dan membangun

5 nilai-nilai positif dalam diri sehingga seorang individu dapat mencapai kesejahteraannya (Salami & Ogundokum, 2009). Kecerdasan emosional bagi mahasiswa yang berada pada fase remaja merupakan unsur yang penting untuk memasuki masa dewasa. Kecerdasan emosional akan membantu untuk mengendalikan perilaku positif. Remaja yang cerdas emosinya akan dapat mengatasi permasalahan, baik yang berasal dari dalam diri maupun lingkungannya (Kurniati, 2009). Adanya dukungan kecerdasan emosional berpengaruh dalam sosialisasi dengan orang lain yang ditunjukkan dengan adanya perilaku menerima dan mengerti terhadap orang lain atau kelompok lain (Sriwahyuni, 2015). Kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan seseorang yang didalamnya terdiri dari berbagai kemampuan yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi pada diri sendiri dan keterampilan sosial Goleman (2009). Sementara itu, Salami (2010) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu proses untuk mencapai tingkat kepuasan kebahagiaan terhadap dirinya, dan jauh dari perasaan depresi.definisi di atas sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Landa, Martos & Zafra (2010) yang menjelaskan bahwa individu yang mampu memelihara emosi positif yang dimiliki dan mampu mengurangi emosi yang negatif dapat dikatakan bahwa individutersebut memiliki tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi yang cukup tinggi. Tujuan hidup yang dimaksud adalah untuk mencapai psychological well-being. Hamacheck (2000)

6 menambahkan bahwa kecerdasan emosi adalah prediktor terkuat dari psychological well-being. Psychological well-being adalah konsep kesejahteraan psikologis seseorang yang mampu menerima diri apa adanya, tidak terdapat gejala-gejala depresi dan selalu memiliki tujuan hidup yang dipengaruhi oleh fungsi psikologi positif berupa aktualisasi diri, penguasaan lingkungan sosial dan penguasaan lingkungan (Werdyaningrum, 2013). Menurut Ryff (2008) psychological well-being adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apadanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri mampu mengendalikan lingkungan dan terus bertumbuh secara personal. Kesejahteraan psikologis adalah sebuah perasaan terhadap diri yang mana merasakan kepuasaan dari setiap apa yang dilakukan. Hal yang mempengaruhi kesejahteraan psikologi adalah emosi positif dari diri seseorang (Khramstova, Saarnio, Gordeeva & Williams, 2007). Ryff & Singer (2008) menyebutkan bahwa otonomi, penguasaan lingkungan, pertumbuhan diri, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup dan penerimaan diri merupakan aspek yang mendukung seorang individu mencapai tingkat kesejahteraan psikologis. Berdasarkan fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa forgiveness dan kecerdasan emosi merupakan prediktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis mahasiswa. Psychological well-beingdapat dicapai ketika seseorang mampu memaafkan pelaku. Artinya memaafkan adalah sumber energi seseorang

7 untuk terus bertahan memperbaiki diri guna dapat mencapai tujuan psychological well-being (Bono, Mccullough & Root, 2007).Tak hanya forgiveness, untuk dapat mewujudkan perilaku memaafkan diperlukan adanya emosi positif. Emosi positif muncul karena adanya kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi berfungsi untuk menumbuhkan motivasi pada seseorang untuk dapat berperilaku positif. Kecerdasan emosi yang baik mampu membuat seseorang untuk tidak berperilaku menyimpang dan dapat mencapai psychological well-being dalam hidupnya (Salami & Ogundokum, 2009). Dalam hal ini, psychological well-being berfungsi untuk membentuk perilaku dan kebiasaan dalam diri seseorang. Individu dengan tingkat psychological well-being yang tercukupi akan mudah menghadapi masalah-masalah, sehingga mampu terhindar dari stress, mampu mengontrol diri dengan baik, berinteraksi sosial dengan baik serta terhindar dari depresi dan permasalahan hidup yang akan mengganggu dirinya (Bordbar & Fariba, 2012). B. Rumusan Masalah Adakah hubungan antara forgiveness dan kecerdasan emosi dengan psychological well-being pada mahasiswa? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Hubungan antaraforgiveness dan kecerdasan emosi dengan psychological well-being.

8 2. Sumbangan efektif forgiveness dan kecerdasan emosi dengan psychological well-being. 3. Tingkat forgiveness, kecerdasan emosi dan psychological well-being. D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengungkap Hubungan antara Forgiveness dan Kecerdasan Emosi dengan Psychological Well-Being pada mahasiswa, sehingga dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi subjek penelitian. Di harapkan dapat memberi sumbangan informasi yang akurat tentang hubungan antara forgiveness dan kecerdasan emosi dengan psychological well-being, agar bisa dijadikan referensi dalam mempelajari psychological well-being. 2. Bagi institusi pendidikan. Hasil ini bisa dijadikan salah sumber acuan dalam upaya peningkatan forgiveness, kecerdasan emosi dan psychological wellbeing mahasiswa, terutama di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 3. Bagi keluarga dan/ atau masyarakat. Hasil ini bisa dijadikan sumber masukan untuk memahami hubungan antara forgiveness dan kecerdasan emosi dengan psychological well-being, agar bisa dijadikan referensi dalam mempelajari psychological well-being. 4. Bagi peneliti selanjutnya. Dapat digunakan sebagai wacana dan bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian mengenai Hubungan antara

9 Forgiveness dan Kecerdasan Emosi dengan Psychological Well-Being, agar bisa dijadikan referensi dalam mempelajari psychological well-being.