BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae, terdiri dari 800 genus dan 25.000 hingga 30.000 spesies yang tersebar di seluruh dunia kecuali daerah Antartika (Latifa et al., 2016). Penyebarannya paling banyak di daerah tropis seperti Asia, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Di Indonesia sendiri, persebaran anggrek paling banyak ditemukan di Kalimantan (Herlina, 1986). Tumbuhan anggrek memiliki nilai ekonomis karena banyak diminati sebagai tanaman hias bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Salah satu tanaman anggrek yang memiliki potensi ekonomi tinggi adalah Dendrobium. Di negara tropis seperti Thailand, Singapura, Malaysia, termasuk Indonesia, Dendrobium dimanfaatkan sebagai tanaman hias pot maupun bunga potong utama (Rachmawati et al., 2014). Di Indonesia Dendrobium mulai dibudidayakan secara luas dan menguasai lebih dari 50% bisnis anggrek secara umum. Total luas lahannya mencapai ± 1.209.938 m 2 dengan produktivitas ± 15.490.256 tangkai per tahun (BPS, 2012). Dendrobium merupakan genus anggrek terbesar kedua yang memiliki lebih dari 1000 spesies yang tersebar di alam (Puchooa, 2004). Salah satu spesies dari genus ini yang memiliki bunga dengan bentuk yang indah, unik dan harum adalah Dendrobium antennatum. Anggrek ini merupakan anggrek epifit yang ditemukan di daerah Peninsula, Queensland Utara, Australia dan 1
tersebar di hutan Merauke, Papua pada ketinggian 400-550 m dpl (Wibisono, 2010). Di Indonesia, Dendrobium antennatum belum sepopuler anggrek Bulan (Phalaenopsis spp.), tetapi melihat potensinya yang sangat besar, peluang untuk mengembangkan jenis ini masih terbuka (Latifa et al., 2016). Selain memiliki keanekaragaman yang besar, Dendrobium juga mempunyai kemampuan untuk berbunga terus menerus dan mampu bertahan hidup relatif lama setelah pemanenan dibandingkan anggrek lainnya (Kuehnle, 2006). Meskipun demikian, dalam kondisi normal (in vivo) Dendrobium memiliki periode pembungaan yang cukup lama yaitu 2 hingga 5 tahun untuk mencapai dewasa dan berbunga (Hee et al., 2007). Sim et al. (2007) melaporkan bahwa periode juvenil tanaman anggrek yang cukup lama menjadi permasalahan yang kurang menguntungkan bagi pemulia tanaman. Pembungaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu cahaya, suhu rendah, hormon GA dan endogen/otonom. Faktor otonom dapat ditingkatkan melalui perbaikan kondisi vegetatif tanaman. Perbaikan kondisi vegetatif tertentu diketahui mampu menginduksi pembungaan. Wang et al. (2009: 330) melaporkan bahwa bunga Dendrobium nobile dapat diinisiasi melalui peningkatan formasi tunas bunga (floral bud) secara in vitro. Qian et al. (2014: 188) juga melaporkan bahwa induksi pembungaan secara in vitro dapat dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan batang perbungaan (inflorescence stalk) pada Dendrobium officinate. Pada Dendrobium terdapat struktur atau organ yang berperan besar dalam pembungaan, disebut pseudobulb. Hew et al. (2000: 166) melaporkan 2
bahwa pseudobulb merupakan struktur atau bagian terpenting dalam pertumbuhan dan ketahanan tanaman anggrek. Pseudobulb sendiri berfungsi sebagai organ tempat penyimpanan air dan karbohidrat dalam jumlah besar (Chiang et al., 1968; Stern et al., 1992). Cadangan karbohidrat ini akan dipindahkan (remobilisasi) untuk mendukung pertumbuhan tunas baru dan pembungaan (Hew et al., 1996). Pseudobulb pada beberapa jenis anggrek juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dalam bukunya, Latifa et al. (2016) menyatakan bahwa ekstrak tube dan pseudobulb Orchis latifolia, Orchis mascula, Cymbidium aloifolium, Zeuxine strateumatica oleh masyarakat Cina dan India digunakan sebagai obat dan bahan pembuat salep dalam pengobatan tradisional. Tingginya nilai ekonomi yang bisa didapatkan dari pemanfaatan pseudobulb dan lebih penting lagi bagi pemulia tanaman, karena keberadaan pseudobulb sangat berperan dalam induksi pembungaan, tentu menjadikan peningkatan ukuran pseudobulb sebagai satu hal penting yang perlu dilakukan. Salah satu cara untuk meningkatkan ukuran pseudobulb adalah dengan kultur secara in vitro melalui modifikasi komposisi media kultur. Media kultur yang baik adalah media yang mengandung nutrien makro dan mikro dalam konsentrasi dan perbandingan tertentu, memenuhi sumber energi, mengandung zat pengatur tumbuh serta pemadat media (Gunawan, 1987). Meesawat dan Kanchanapoom (2002) melaporkan bahwa media yang umum digunakan dalam kultur anggrek ialah medium New Phalaenopsis (NP). Pada kultur in vitro baik terhadap sel, jaringan dan organ, pemberian 3
gula dalam medium juga merupakan faktor penting penunjang keberhasilannya. Banyak tanaman autotropik memiliki respons pertumbuhan yang lambat, khususnya disebabkan oleh keterbatasan jumlah CO 2 dalam botol kultur. Sedangkan sebagian besar tanaman pada perbanyakan in vitro umumnya memerlukan pemberian gula sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sukrosa merupakan salah satu jenis sumber karbon dan energi yang telah banyak diaplikasikan dalam perbanyakan in vitro dengan berbagai tujuan (Priyakumari et al., 2002). Winarto et al. (2009) melaporkan 2-3% sukrosa merupakan konsentrasi yang paling lazim digunakan dalam kultur jaringan pada berbagai jenis tanaman. Konsentrasi sukrosa (4-10%) lebih tinggi dari normal (2%) dalam media kultur in vitro mendorong pembentukan organ-organ penyimpanan pada beberapa spesies tanaman. Dantu dan Bhojwani (1995) melaporkan pembentukan umbi pada tulip (Tulipa sp) terjadi pada penambahan sukrosa 4-6% dan Lilium sp pada penambahan sukrosa 9%. Konsep inilah yang melatarbelakangi peneliti melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan pertumbuhan pseudobulb anggrek Dendrobium antennatum dengan penambahan konsentrasi sukrosa pada medium kultur in vitro. 4
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Periode juvenil (pembungaan) anggrek Dendrobium antennatum memerlukan waktu lama sekitar 2 hingga 5 tahun dari penanaman biji sampai terbentuknya bunga. 2. Tanaman yang dikultur secara in vitro umumnya memiliki respons pertumbuhan yang lambat disebabkan oleh keterbatasan jumlah CO 2 dalam botol kultur. 3. Tanaman membutuhkan nutrisi berupa makro (C, H, O, N, S dan P) dan mikro (Cu, Zn, Mg, Fe, Ca dan K) untuk pertumbuhannya. 4. Konsentrasi nutrisi (seperti sukrosa sebagai sumber karbon) yang tepat untuk tanaman Dendrobium antennatum pada media NP belum diketahui. C. Batasan Masalah Untuk menghindari terlalu luasnya penelitian maka perlu dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian ini, antara lain yaitu : 1. Nutrisi yang dipilih untuk peningkatan pertumbuhan Dendrobium antennatum adalah sukrosa. 2. Karakter pertumbuhan pseudobulb yang diamati meliputi jumlah pseudobulb, diameter pseudobulb, tinggi tanaman, jumlah akar, panjang akar, jumlah daun dan panjang daun Dendrobium antennatum pada umur 10 bulan setelah penaburan. 5
D. Rumusan Masalah 1. Apa pengaruh penambahan konsentrasi sukrosa pada medium kultur in vitro terhadap pertumbuhan pseudobulb Dendrobium antennatum? 2. Berapa konsentrasi sukrosa yang optimum dalam meningkatkan pertumbuhan pseudobulb Dendrobium antennatum? E. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi sukrosa pada medium kultur in vitro terhadap pertumbuhan pseudobulb Dendrobium antennatum. 2. Mengetahui konsentrasi sukrosa yang optimum dalam meningkatkan pertumbuhan pseudobulb Dendrobium antennatum. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh penambahan konsentrasi sukrosa pada medium kultur in vitro terhadap pertumbuhan pseudobulb Dendrobium antennatum. 2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam usaha atau langkah awal menginduksi pembungaan anggrek Dendrobium antennatum secara in vitro dengan meningkatkan pertumbuhan pseudobulb. 6