1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya ikan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat pulih (renewable resource), sehingga apabila dikelola dengan baik dapat memberikan hasil maksimum berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat dan pendapatan negara. Pengelolaan perikanan selain memberikan keuntungan juga meninggalkan berbagai permasalahan, seperti kelebihan penangkapan (overfishing) dan kerusakan habitat (habitat destruction) (Ali 2005). Interaksi kelebihan penangkapan dan kerusakan habitat telah memberikan dampak terhadap penurunan produksi perikanan dunia termasuk di Indonesia. Spesies yang mempunyai penyebaran terbatas, pertumbuhan lambat, kematangan lambat, fekunditas tahunannya rendah, tidak menjaga turunannya, serta mengalami tekanan eksploitasi tinggi memiliki risiko tinggi terhadap ancaman kepunahan. Ada beberapa jenis ikan indigenous (asli) Indonesia yang mulai menghilang seiring perkembangan waktu. Beberapa jenis ikan asli Indonesia terdapat di Sungai Citarum. Kartamihardja (2011) menyatakan bahwa ada beberapa jenis ikan asli Sungai Citarum yang mulai menghilang, jenis-jenis ikan yang menghilang diantaranya ikan julung-julung (Dermogenys pusillus), tilan (Macrognathus aculeatus), tawes (Barbodes gonionotus), genggehek (Mystacoleucus marginatus), arengan (Labeo crysophaekadion), kancra (Tor douronensis), nilem (Osteochillus hasselti), dan paray (Rasbora argyrotaenia). Beberapa jenis ikan asli Citarum masih dapat dijumpai di Waduk Jatiluhur yang merupakan waduk hasil pembendungan DAS Citarum. Adapun ikan-ikan asli Sungai Citarum yang masih terdapat di Waduk Jatiluhur ini diantaranya yaitu lele (Clarias batrachus), ikan hampal (Hampala macrolepidota), tagih (Hemibagrus nemurus), genggehek (Mystacoleucus marginatus), kebogerang (Mystus nigriceps), lempuk (Ompok bimaculatus), beunteur (Puntius binotatus) dan lalawak (Puntius bramoides) (Purnamaningtyas dan Hedianto 2012). Komposisi
2 jenis-jenis ikan di Waduk Jatiluhur mengalami perubahan secara periodik. Pada periode tahun 1968-1977, komposisi jenis ikan di Waduk Jatiluhur masih didominasi oleh ikan asli (indigenous spesies) Sungai Citarum dan ikan eksotik yang diintroduksikan pada waktu permulaan penggenangan waduk (Sarnita 1982). Pada periode ini jumlah spesies ikan masih tinggi yaitu 31 jenis yang terdiri dari 23 jenis asli dan 8 jenis ikan introduksi, hal ini menunjukkan bahwa komposisi jenis ikan pada periode ini masih didominasi ikan asli seperti hampal, tawes, lalawak genggehek tagih, kebogerang, patin, jambal dan lais. Pada periode 1978-1987, keragaman jenis ikan di Waduk Jatiluhur masih tinggi yaitu berjumlah 30 spesies yang terdiri dari 22 spesies ikan asli dan 8 spesies ikan eksotis. Pada periode 1988-1997, keragaman jenis ikan asli di Waduk Jatiluhur menurun menjadi 18 spesies dengan jumlah ikan eksotis 5 spesies. Pada periode 1998-2007, jenis ikan asli menurun secara drastis dari 18 spesies pada periode sebelumnya menjadi 9 spesies (Kartamihardja 2006). Diantara jenis-jenis ikan asli Sungai Citarum yang tercatat data produksinya secara time series pada dua tahun terakhir (2011-2012) di Waduk Jatiluhur yaitu jenis ikan hampal (Hampala macrolepidota), lalawak (Puntius bramoides) dan tawes (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta 2013). Diantara ketiga jenis ikan tersebut, ikan hampal memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dan lebih sulit ditemukan di perairan umum dibandingkan 2 jenis ikan lainnya. Keberadaan ikan hampal sudah dikategorikan langka terutama di kawasan DAS Citarum termasuk di Waduk Jatiluhur. Pada periode 1978-1987, ikan hampal masih banyak ditemukan di Waduk Jatiluhur, pada periode 1988-1997 ikan hampal yang ditemukan berjumlah sedang dan pada periode 1998-2007 ikan hampal sudah jarang ditemukan (Kartamihardja 2006). Menurut IUCN (2013), ikan hampal di dunia masuk ke dalam red list IUCN dengan status least concern yaitu memiliki resiko ringan untuk punah. Namun apabila degradasi habitat yang terus menerus dan tingkat eksploitasi semakin meningkat dikhawatir status ikan hampal ini mengarah pada status near threatened (hampir langka) dan berakhir pada kepunahan.
3 Menurut Tjahjo dkk (2009), di Waduk Jatiluhur, ikan hampal menunjukan tingkat kelangkaan. Ikan hampal memiliki frekuensi penangkapan 10,7 % dan hanya tertangkap sebanyak 29 ekor dengan bobot 1.882 gram. Keberadaan ikan hampal di Waduk Jatiluhur semakin berkurang diantaranya dapat disebabkan oleh perubahan karakteristik habitat di Waduk Jatiluhur. Perubahan karakteristik habitat meliputi perubahan limnologi, Beberapa parameter limnologis Waduk Jatiluhur mengalami perubahan meningkat secara tajam setelah Waduk Cirata dan Saguling dibangun terutama disebabkan oleh buangan limbah yang tinggi dari budidaya KJA di kedua waduk yang masuk waduk disamping limbah budidaya KJA yang ada di Waduk Jatiluhur. Selain itu, kandungan oksigen terlarut pada kedalaman air antara 15-20 m sudah ada yang mencapai nol, sedangkan pada siang hari dimana kandungan oksigen terlarut menjadi sangat tinggi. Kandungan oksigen terlarut tersebut kembali akan mengalami penurunan bahkan defisit pada waktu pagi hari karena habis dipergunakan respirasi organisme perairan pada malam harinya. Perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme perairan (Kartamihardja 2007). Selain kondisi habitat yang kritis oleh pencemaran, faktor lain yang mempengaruhi penurunan sumber daya ikan asli Sungai Citarum termasuk diantaranya ikan hampal dapat disebabkan oleh faktor penangkapan. Apabila nelayan atau pengumpul ikan melakukan penangkapan yang berlebih (overfishing), maka upaya penangkapan ini menjadi salah satu penyebab kelangkaan ikan. Setiap sumber daya ikan memiliki Maximum Sustainable Yield (MSY), apabila jumlah tangkapan pengumpul melebihi dari MSY ikan asli di Sungai Citarum, hal ini sangat memungkinkan menjadi penyebab kelangkaan ikan ini. Sulit atau tidaknya ikan ini ditangkap dapat dilihat dari seberapa besar produktivitas atau hasil tangkapan per unit upaya ikan hampal. Faktor kualitas air dan upaya penangkapan di Waduk Jatiluhur perlu dikaji untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kedua faktor tersebut terhadap produktivitas atau CPUE (Catch per Unit Effort) sumber daya ikan asli hampal yang masih terdapat disana. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
4 penangkaran dan restocking sumber daya ikan hampal yang merupakan jenis ikan asli Waduk Jatiluhur. 1.2 Identifikasi Masalah Masalah yang di identifikasi pada penelitian ini adalah sejauh mana faktor upaya penangkapan dan kualitas air terhadap produktivitas sumber daya ikan hampal di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan dan mengidentifikasi pengaruh faktor upaya penangkapan dan kualitas air terhadap produktivitas sumber daya ikan hampal (Hampala macrolepidota) di Waduk Jatiluhur. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini yaitu untuk mengetahui arah kebijakan yang dapat diambil untuk upaya penangkaran sumber daya ikan hampal (Hampala macrolepidota) di perairan umum khususnya di Waduk Jatiluhur agar sumber daya ikan hampal dapat lestari. 1.5 Pendekatan Masalah Sumber daya ikan hampal merupakan salah satu jenis ikan asli Sungai Citarum yang masih ditemukan di Waduk Jatiluhur. Secara periodik, produksi ikan hampal (Hampala macrolepidota) di Waduk Jatiluhur semakin menurun dan semakin jarang ditemukan hal itu dapat dilihat dari sedikitnya proporsi hasil tangkapan sumber daya ikan hampal dari hasil tangkapan total. Pada tahun 2011, proporsi hasil tangkapan sumber daya ikan hampal di Waduk Jatiluhur sejumlah 0,11% dari hasil tangkapan total dan 0,05 % pada tahun 2012 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta 2013). Menurut Kartamihardja (2006), pada periode 1978-1987, ikan hampal masih banyak ditemukan di Waduk Jatiluhur, pada periode 1988-1997 ikan hampal yang ditemukan berjumlah sedang dan pada periode 1998-2007 ikan hampal sudah jarang ditemukan. Penurunan jumlah ikan
5 hampal yang ditemukan dapat disebabkan oleh adanya perubahan karakteristik limnologi di Waduk Jatiluhur dan adanya tekanan eksploitasi. Tekanan eksploitasi pada sumber daya ikan hampal dapat diindikasi dari jumlah upaya penangkapan sumber daya ikan hampal. Semakin tingginya upaya penangkapan maka semakin banyak sumber daya ikan hampal yang tereksploitasi. Karakteristik limnologi yang mempengaruhi penurunan sumber daya ikan hampal diantaranya yaitu kualitas air. Berdasarkan hasil penelitian oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (2013) bahwa Status Baku Mutu Air di Sungai Citarum baik di hulu maupun di hilir tercemar berat. Perairan yang tercemar berat, tidak cocok untuk habitat ikan terutama ikan-ikan yang tidak resisten terhadap pencemaran. Waduk Jatiluhur yang merupakan waduk hasil pembendungan Sungai Citarum juga mengalami pencemaran baik berasal dari sungai maupun dari aktivitas budidaya di Waduk Jatiluhur sendiri, terlebih Waduk Jatiluhur mendapatkan input beban pencemaran dari Waduk Saguling dan Cirata melalui aliran Sungai Citarum. Adapun parameter yang diukur meliputi parameter fisika dan kimia air. Data-data tersebut dapat diperoleh dari lembaga yang berkaitan dengan Waduk Jatiluhur yaitu PJT II Jatiluhur. Beberapa parameter kualitas air direduksi berdasarkan uji multikolinearitas dan autokorelasi, sehingga diperoleh beberapa parameter yang diuji. Untuk menentukan dan mengidentifikasi seberapa besar kedua aspek berpengaruh terhadap produktivitas sumber daya ikan hampal (Hampala macrolepidota) di Waduk Jatiluhur, maka kedua aspek ini perlu dikaji.
6 Adapun bagan alir pendekatan masalah yang dilakukan dapat dilihat di Gambar 1 berikut: Kondisi Eksisting Perubahan Kualitas Air Sumber Daya Ikan Hampal Tekanan Eksploitasi Daya Dukung Kelangkaan SD Hampal Pengelolaan Sumber Daya Ikan Hampal Penangkaran dan Restocking Peningkatan Kualitas Lingkungan Pengendalian upaya penangkapan Gambar 1. Diagram Alir Pendekatan Masalah