BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang besar, dan masing-masing individu itu sendiri harus memulai dan mencoba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan merupakan sesuatu yang akan menjadi pengalaman individu masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

BAB I PENDAHULUAN. konsisten dan kehadiran orang tua untuk mendukung dan mendampingi

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN ANAK USIA PRA-SEKOLAH DI TK AISYIYAH MENDUNGAN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama masa hidupnya orang lebih banyak berada pada kondisi saling

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. Dunia anak sering diidentikkan dengan dunia bermain, sebuah dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB V PENUTUP. teoritis dengan hasil penelitian di lapangan dan juga mengacu pada rumusan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemandirian Anak Usia Prasekolah. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan

BAB III GAMBARAN PERILAKU ANAK YANG MEMILIKI EFIKASI DIRI RENDAH. Setiap keluarga memiliki kondisi yang berbeda, terutama dari segi ekonomi dan

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

#### Selamat Mengerjakan ####

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang

ASSALAMUALAIKUM WR.WB PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

PELUANG WANITA BERPERAN GANDA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KEMITRASEJAJARAN PRIA DAN WANITA DI KABUPATEN BANDUNG

GAMBARAN PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN PADA ANAK PRASEKOLAH USIA 4-6 TAHUN DI TK AL- ISLAH UNGARAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

PSIKOGRAM. Nama : A Level Tes : Supervisor Tanggal Tes : 29 Juli 2010 Pengirim : PT. X Tujuan Tes : Seleksi Calon Supervisor Gudang Bahan.

BAB III. Perbedaan individual

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan. maupun karyawan (Menurut Sukmadinata, 2005).

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Siswoyo (2007) mahasiswi adalah individu yang sedang

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEMANDIRIAN. dapat menjadi otonom dalam masa remaja. Steinberg (dalam Patriana, 2007:20)

Perbedaan Kemandirian antara Anak Sulung, Anak Tengah dan Anak Bungsu pada Siswa SMU Mulia Pratama Medan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang individu, karena individu tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan yang terus mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

ABSTRAK. A. Latar belakang masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak selanjutnya. Kemampuan untuk mandiri tidak terbentuk dengan sendirinya. Kemampuan ini diperoleh dengan kemauan, dan dorongan dari orang lain. Masrun dkk (2000) menyatakan kemandirian adalah suatu sifat yang memungkinkan seseorang bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri, mengejar prestasi, penuh keyakinan dan memiliki keinginan untuk mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu mengatasi persoalan yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakan, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan yang dimiliki, menghargai keadaan diri dan memperoleh kepuasan atas usaha sendiri. Anak-anak yang tidak dilatih mandiri sejak usia dini, akan menjadi individu yang tergantung sampai remaja bahkan sampai dewasa nanti. Bila kemampuan-kemampuan yang seharusnya sudah dikuasai anak pada usia tertentu dan anak belum mau melakukan, maka si anak bias dikategorikan sebagai anak yang tidak mandiri. Contoh yang paling nyata adalah anak usia SD yang makan masih harus disuapi, dimandikan atau masih banyak dibantu dalam kegiatan yang seharusnya sudah dapat dilakukan sendiri. Menurut Sartini (1992) remaja yang kurang mandiri, akan mudah terpengaruh pada hal-hal yang mungkin membawa remaja ke arah kegiatan yang merugikan dirinya. Kesadaran untuk tertib dan membiasakan kemandirian sejak kecil akan membuat hidup menjadi lebih nyaman. Contoh dalam kehidupan sehari-hari setelah anak dapat 1

2 diajak berkomunikasi adalah membiasakan anak untuk: 1) belajar mengembalikan barang ke tempat semula agar anak mendapatkan kemudahan saat memerlukan barang tersebut, 2) mengajarkan anak untuk membereskan mainannya setelah bermain, sehingga anak belajar bertanggungjawab dan berhati-hati (aware) dengan mainannya, dan 3) belajar untuk mematuhi jadwal dan membagi waktu dengan baik (Nakita, 2005). Menurut penelitian Crandall dkk, (dalam Nakita, 2005) ditemukan bahwa anakanak yang berprestasi memiliki kemandirian yang lebih tinggi dari pada anak-anak yang tidak berprestasi. Kemandirian juga berkorelasi dengan motivasi untuk berprestasi. Anakanak yang mandiri secara emosional mengalami peningkatan IQ selama masa-masa prasekolah. Kemandirian anak ditandai dengan adanya kemampuan untuk melakukan aktivitas sederhana sehari-hari, seperti makan tanpa harus disuapi, mampu memakai kaos kaki dan sepatunya sendiri, dan kegiatankegiatan lain tanpa tergantung dengan orang lain. Kemandirian akan dicapai oleh anak melalui proses belajar atau pendidikan (Nakita, 2005). Kemandirian dalam konteks individu yaitu memiliki aspek yang lebih luas dari sekedar aspek fisik dan perilaku. Kemandirian menurut Havinghurst (Mu tadin, 2002) dapat dilihat dari segi, antara lain: a. Aspek emosi yaitu ditujukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya emosi pada orangtua. b. Aspek ekonomi yaitu ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orangtua, c. Aspek sosial yaitu ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. d. Aspek inteligensi yaitu ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.

3 Berdasarkan hasil wawancara dengan sebagian wali murid atau orangtua dan guru siswa-siswi SD Inti Negeri 27 Kauman Solo menggambarkan beberapa pola atau tingkat kemandirian yang berbeda-beda. Beberapa siswa menunjukkan tingkat kemandirian yang kurang, baik di sekolah maupun di rumah. Perilaku yang kurang mandiri para siswa di sekolah antara lain, contoh: ada siswa yang sering menyontek, tidak memakai seragam lengkap, tidak mengerjakan PR, tidak membawa alat tulis, menangis, dan lain sebagainya. Adapun menurut orangtua atau wali siswa, ketika dirumah anak menampilkan perilaku yang belum mandiri, seperti: harus dibangunkan ketika berangkat sekolah, mandi harus disuruh, tidak menyiapkan perlengkapan sekolah, tidak ada inisiatif belajar atau mengerjakan PR, tidak membuat jadwal atau kegiatan harian sekolah maupun di rumah. Banyak faktor yang mempengaruhi kemandirian menurut Masrun dkk (2000), diantaranya yaitu jenis kelamin dan urutan kelahiran. Laki-laki lebih mandiri dari perempuan. Perbedaan tersebut bukan karena faktor lingkungan semata akan tetapi karena orang tua dalam memperlakukan anak dalam kehidupan sehari-hari lebih cenderung memberikan perlindungan yang besar pada anak perempuan. Hal tersebut berkembang karena adanya mitos tentang perempuan adalah makhluk lemah dan laki-laki adalah makhluk kuat. Hasil penelitian Partosuwido (dalam Nashori, 2003) menunjukkan stereotype tentang pria dan wanita menyebutkan bahwa kaum pria dipandang lebih aktif, mandiri, agresif, berani, terbuka, dominan bertindak rasional. Wanita cenderung bergantung, tertutup, malu malu, pasif, bertindak emosional. Jenis kelamin merupakan salah satu kategori dasar dalam kehidupan sosial. Hurlock (2006) menjelaskan dalam sejarah masa lampau tidak pernah terdapat anggapan bahwa gender laki-laki dan perempuan itu sederajat. Sebaliknya ada anggapan bahwa peran yang diberikan pada anggota jenis kelamin laki-laki lebih superior daripada

4 peran yang diberikan pada anggota jenis kelamin perempuan. Superioritas selalu mengarah pada gengsi, sehingga peran laki-laki dianggap lebih bergengsi dibandingkan peran perempuan. Pendapat yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Abram (1997) bahwa sifat yang melekat pada gender tidak muncul secara universal tetapi berubah dan berbeda karena dipengaruhi oleh ideologi, politik, ekonomi, adat, agama, sosial, budaya, etnik, waktu, tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada umumnya pengaruhpengaruh tersebut memunculkan mitos-mitos serta citra baku (stereotipe) tentang laki-laki dan perempuan seperti: perempuan lembut dan lemah, laki-laki kuat dan perkasa, perempuan boleh menangis, laki- laki tidak boleh menangis. Masalah muncul sebab mitosmitos dan stereotipe telah menimbulkan bias penilaian terhadap peran laki-laki dan perempuan (bias gender) yaitu mengaitkan peran perempuan dan laki-laki dengan jenis kelaminnya serta penilaian secara sosial budaya yang telah dikenakan kepadanya. Akibatnya peran laki-laki dan perempuan telah dikotak-kotakkan berdasarkan perbedaan dan jenis kelamin tersebut. Stereotipe telah menempatkan laki-laki sebagai yang kuat, tegas, dan berpengaruh sedangkan perempuan sebagai lembut, lemah, dan pasif, sehingga dalam peran gender, peran perempuan dibakukan ke dalam sektor yang dianggap cocok dengannya yaitu sektor domestik, sedangkan peran laki-laki dibakukan ke dalam sektor yang dianggap cocok dengannya yaitu sektor publik. Sampai saat ini merupakan masalah yang sulit diduga apakah pria atau wanita yang memiliki kemandirian lebih tinggi. Sahrah (2004) mengemukakan adanya kesempatan dan kesejajaran perempuan terhadap laki-laki menjadikan perempuan mampu mengaktualisasikan diri dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Bukan hanya pengalaman dan pengembangan ketrampilan yang diraih perempuan dalam proses belajar, tetapi lebih dari itu perempuan yang berhasil mencapai tempat sebagai pemimpin yang baik, yang demokratis bagi anggotanya.

5 Determinan atau variabel yang juga diasumsikan berpengaruh terhadap kemandirian yaitu urutan kelahiran. Masrun dkk (2000) mengemukakan anak sulung biasanya sejak kecil sudah dibiasakan untuk bersikap mandiri, sehingga bisa menjadi contoh adik-adiknya, pada anak bungsu, biasanya orang tua maupun kakak-kakaknya memanjakan dan melindungi serta menuruti segala keinginannya, dengan demikian akan menumbuhkan sifat tergantung. Pada anak tengah, tuntutan yang diberikan oleh orang tuanya biasanya tidak sekuat pada anak sulung. Mendukung uraian sebelumnya, Santrock (2006) menambahkan bahwa urutan kelahiran termasuk salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian, hal ini dikarenakan oleh perbedaan kesempatan dan perlakuan orang tua yang didasarkan pada urutan kelahiran anak dalam keluarga akan menimbulkan pengaruh yang berbeda dalam sikap dan tingkah lakunya. Anak sulung memiliki tanggung jawab, wewenang, dan kepercayaan diri yang lebih besar dirumah sehingga cenderung memiliki kemampuan menipu, selain itu orang tua juga memiliki tuntutan yang lebih tinggi terhadap anak sulung, sehingga anak sulung lebih mandiri dibanding anak bungsu. Mengenai masalah urutan kelahiran yang diduga dapat mempengaruhi perkembangan individu, Adler (dalam Mujiono, 2004) menjelaskan bahwa anak yang mempunyai urutan kelahiran tertentu dalam keluarga cenderung berbeda kemandiriannya. Biasanya anak sulung lebih didahulukan, lebih diberi tanggung jawab, lebih diharapkan untuk mandiri, mengalah dan menjadi contoh kepada anak yang lebih muda. Adanya perbedaan kesempatan dalam perlakuan orang tua yang didasarkan pada urutan kelahiran anak dalam keluarga tersebut akan menimbulkan pengaruh yang berbeda baik pada setiap anak dengan urutan kelahirannya dalam kepribadian, sikap dan pola tingkah lakunya. Diperkuat oleh pendapat Hurlock (2006) yang menyatakan bahwa anak sulung memiliki tanggung jawab, wewenang, dan kepercayaan diri yang lebih besar dirumah sehingga

6 cenderung memiliki kemampuan pemimpin dan orang tua juga memiliki tuntutan yang lebih tinggi terhadap anak sulung daripada anak bungsu. Anak yang menduduki posisi pertama atau sulung dalam keluarga cenderung serius, ingin belajar dan mampu menyesuaikan maupun mengendalikan diri, sedangkan anak bungsu cenderung kurang berprestasi, cenderung manja. Oleh karena itu anak sulung dan anak bungsu mempunyai banyak perbedaan yang akan berpengaruh terhadap perilaku dalam kemandirian. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat dibuat rumusan masalah: Apakah ada perbedaan kemandirian ditinjau dari jenis kelamin dan anak sulung dan anak bungsu. Dengan rumusan masalah tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Kemandirian Anak ditinjau dari Jenis Kelamin dan Urutan Kelahiran. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Perbedaan kemandirian anak ditinjau dari jenis kelamin dan urutan kelahiran 2. Perbedaan kemandirian anak ditinjau dari jenis kelamin 3. Perbedaan kemandirian anak ditinjau dari urutan kelahiran. 4. Tingkat kemandirian anak ditinjau dari jenis kelamin 5. Tingkat kemandirian anak ditinjau dari urutan kelahiran. C. Manfaat Penelitian 1. Bagi kepala SD Inti Negeri 27 Kauman Solo Hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran bagiamana kemandirian anak di sekolah sehingga dapat menjadi acuan dalam menjalin kerjasama dengan orang tua atau wali murid dalam memantau perkembangan anak khususnya di sekolah agar lebih mandiri.

7 2. Bagi guru SD Inti Negeri 27 Kauman Solo Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta informasi bagi guru khususnya mengenai kemandirian anak ditinjau dari jenis kelamin dan urutan kelahiran. 3. Bagi siswa SD Inti Negeri 27 Kauman Solo Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta informasi bagi subjek penelitian khususnya kaitannya kemandirian anak ditinjau dari jenis kelamin dan urutan kelahiran, sehingga subjek dapat menyadari bahwa kemandirian berperan penting dalam perkembangan kehidupan manusia. 4. Bagi orang tua siswa SD Inti Negeri 27 Kauman Solo Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta informasi dalam kaitannya kemandirian anak ditinjau dari jenis kelamin dan urutan kelahiran, sehingga orang tua dapat memberikan pengarahan dengan tepat kepada putra-putrinya baik itu laki-laki, perempuan, sulung ataupun bungsu agar memiliki kemandirian yang optimal 5. Bagi ilmuwan psikologi Diharapkan dapat memberi masukan bagi perkembangan psikologi khususnya psikologi pendidikan yang berkaitan dengan kemandirian anak ditinjau dari jenis kelamin dan urutan kelahiran. 6. Bagi peneliti selanjutnya Hasil peneliti ini dapat dijadikan sebagai informasi ataupun referensi dalam pengembangan ilmu psikologi pendidikan dan perkembangan khususnya berkaitan dengan kemandirian anak ditinjau dari jenis kelamin dan urutan kelahiran.