BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat

dokumen-dokumen yang mirip
Pedologi. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dikenal dengan istilah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

BAB I PENDAHULUAN. bisa jadi akan terus bertahan hingga mereka dewasa. Siswa siswi usia sekolah

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

Pedologi. Review Seluruh Materi. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan manusia merupakan perubahan. yang bersifat progresif dan berlangsung secara

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di

Pedologi. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder Kesulitan Belajar. Yenny, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Disorder(ADHD) atau disebut juga anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

PENGARUH TERAPI MUROTTAL TERHADAP TINGKAT HIPERAKTIF IMPULSIF PADA ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVE DISORDER (ADHD)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPP/H) atau attention

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Attention Deficit Hyperactivity Disorder. disebabkan karena cedera otak ringan atau disebut Minimal Brain Damage

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder, dalam pengertian secara umum berarti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nur Aliyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara

II. Deskripsi Kondisi Anak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan

Memahami dan membantu anak-anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anngi Euis Siti Sa'adah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. zaman sekarang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria.

Pedologi. Batasan Pedologi Bidang Terapan. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. anak normal maupun anak yang memiliki kebutuhan khusus. Hal ini diperkuat

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB III METODE PENELITIAN. memberikan intervensi pada sasaran penelitian. Eksperimen yang dilakukan

NORMAL, ABNORMAL, KLASIFIKASINYA DALAM PSIKOLOGI KLINIS

Mimi M Lusi/Astrid L. Seminar AD/HD. Universitas Bina Nusantara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

PERBEDAAN KECEMASAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UMS YANG TINGGAL DI PONDOKAN DENGAN MAHASISWA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

PENGERTIAN. Dita Rachmayani., S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id 5/9/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pada masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

FAKTOR PENYEBAB PERILAKU INTERAKTIF SISWA KELAS I DAN UPAYA PENANGANAN DI SMKN 1 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan. Hal senada dikemukakan oleh David C.McClelland. McClelland. Sebenarnya inti teori motivasi yang dikemukakan oleh David

ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY. Ade Rahmawati S. M.Psi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya. Materi Penyuluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagan 1.1. Bagan Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar (Sumber: Koleksi Penulis)

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi anak yang menderita autism dan Attention Deficit

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANAK ADHD PERSISTILAHAN DISORDER. DIOTAK KECIL. OTAK KECIL. 1. ADHD= ATTENSION DEFISIT AND HYPERACTIVITY 2. ADD= ATTENSION DEFISIT DISORDER.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. suatu konsep mengenai perubahan pola kesehatan dan penyakit. Konsep tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stuttering. (1994) istilah stuttering digolongkan ke dalam kategori diagnosa

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi yang luas sehingga harus memiliki sumberdaya, baik modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak normal (siswa reguler), akan

BAB V PEMBAHASAN. dan memiliki gangguan somatoform tipe konversi sejak tiga tahun yang. setalah subjek mengalami gangguan somatoform, subjek mengalami

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan dan kelahiran anak adalah proses fisiologis, namun wanita

IMPLEMENTASI METODE DEMPSTER-SHAFER

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. pasangan suami-istri. Bagi seorang wanita kehamilan merupakan suatu

GAMBARAN PENERIMAAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) DI JAKARTA BARAT

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. individu tersebut. DEPKES RI (1988) Keluarga merupakan unit terkecil dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan unit sosial penting dalam bangunan masyarakat di belahan dunia manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat manusia yang terus dipertahankan, berbagai corak faktor perkembangan zaman telah mempengaruhi corak dan karakteristik budaya namun tidak mengubah substansi keluarga. Keluarga didefinisikan sebagai kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan. Orang-orang yang termasuk keluarga adalah ibu, ayah dan anak-anaknya (Setiono, 2011). Menurut Murdok (1965) keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerjasama ekonomi dan terjadi proses reproduksi. Berdasarkan definisi tersebut dalam keluarga terjadi proses interaksi antar anggota, baik suami dengan istri, ibu dengan anak, ayah dengan anak dan anak dengan saudaranya, sedangkan dalam interaksi memungkinkan timbulnya stres dan konflik. Stres dan konflik dalam keluarga merupakan sesuatu yang umum terjadi, keberadaan konflik sendiri berfungsi untuk menguji kualitas hubungan dalam keluarga, melalui cara yang digunakan untuk menangani dan menyelesaikan konflik. Pada keluarga terjadi interaksi antara orang tua dan anak, interaksi tersebut merupakan sebuah proses penyampaian informasi, pengatahuan, dan budaya yang disebut pengasuhan. Peran orang tua dalam keluarga terhadap anak tidak dapat terlepas dari peran pengasuhan. Hoghughi dan Long (2004) mendefinisikan pengasuhan dengan beragam aktifitas yang bertujuan anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik. Kenyataannya pengasuhan anak bukanlah tugas yang mudah untuk dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa pengasuhan sendiri merupakan proses yang penuh dengan tekananan (Lestari, 2012). Tekanan tersebut dapat berupa permasalahan anak (meliputi permasalahan perilaku, gangguan perkembangan dan penyakit yang diderita anak) sehingga menambah tekanan dalam proses

pengasuhan dan memicu stres. Orang tua pada umumnya menghendaki anak berperilaku sesuai norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat sedangkan anak memiliki karakteristiknya sendiri yang kadang tidak dikehendaki. Karakteristik anak yang tidak dikehendaki adalah perilaku anak yang kadang sulit untuk diatur dan tidak sesuai dengan norma dan harapan orang tua, terutama anak yang memiliki permasalahan perilaku dan perkembangan. Permasalahan perilaku dan perkembangan pada anak menyebabkan pengasuhan yang lebih berat dan membutuhkan kesabaran lebih penyebab stresor pada orang tua. Berdasarkan hasil wawancara dengan dua orang ibu yang mengasuh anak ADHD pada bulan Oktober 2015 di Desa Sk (bukan nama Desa sebenarnya), didapatkan kesimpulan perilaku anak ADHD sangat sulit untuk dikendalikan, perilaku yang tidak terduga, dan mengganggu orang lain serta mempengaruhi hubungan sosial pada beberapa setting sosial. Perilaku anak ADHD yang menjadi permasalahan utama orang tua yaitu, anak yang sulit untuk diam, tidak mendengarkan dan sulit mengikuti aturan serta perilaku yang dilakukan sangat membahayakan, contohnya anak ADHD yang hiperaktif memiliki perilaku senang memanjat seperti almari bahkan atap rumah. Permasalahan lain yang menjadi perhatian orang tua yaitu, permasalahan akademis di sekolah yang terganggu karena perilaku anak, seperti sulit untuk diam di kelas, menganggu pelajaran, menjadi korban tindak bullying teman-temannya dan menghilang dari lingkungan sekolah ketika guru lengah mengawasi. Gangguan yang dimiliki anak tidak hanya berdampak merugikan anak itu sendiri. Gangguan pada anak berdampak langsung pada prang tua dengan menambah stresor dalam pengasuhan. Proses pengasuhan melibatkan interaksi antara orang tua-anak yang dapat memberikan pengalaman stres yang berhubungan dengan permasalahan mental dan kesehatan (Goodyer, dalam Deater-Deckard, 2004). Stres merupakan situasi yang biasa muncul dalam aspek kehidupan, termasuk dalam peran pengasuhan. Stres adalah sebuah penilaian kognitif, respon psikologis dan kecenderungan dalam berperilaku untuk merespon ketidakseimbangan antar tuntutan situasi dan kemampuan koping (Passer dan Smith, 2009).

Menurut Lestari (2012) ciri-ciri orang tua yang mengalami stres dapat dengan mudah melakukan tindak kekerasan pada anak, yang akhirnya berdampak buruk pada pembentukan kepribadian anak, munculnya perasaan gagal dan ketidakpuasan dalam menjalankan peran pengasuhan. Ciri-ciri lain yaitu buruknya hubungan orangtua-anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Willinger (2005) stres pengasuhan berkorelasi dengan rendahnya kombinasi empati, kedekatan, kehangantan emosi, dan afeksi. Stres pada pengasuhan disebut stres pengasuhan. Deater-Deckard (2004) mendefinisikan stres pengasuhan sebagai serangkaian proses yang membawa pada kondisi psikologis yang tidak disukai dan reaksi psikologis yang muncul dalam upaya beradaptasi dengan tuntutan peran sebagai orang tua. Stres pengasuhan dapat dipahami sebagai stres atau situasi penuh tekanan yang terjadi pada pelaksanaan tugas pengasuhan (Lestari, 2012). Tuntutan dalam pengasuhan dapat menjadi stresor, seperti karakteristik unik yang dimiliki anak dan peran sosial orang tua. Stresor dapat muncul dari diri orang tua itu sendiri, persepsi orang tua terhadap perilaku anak (meliputi atribusi tentang bagaimana anak selayaknya berperilaku) dan persepsi tentang kompetensi diri sebagai orang tua (Mash and Joshnston dalam Deater-Deckard, 2004). Kesehatan mental dan jasmani orang tua, pengetahuan, perasaan berkompetensi dan dukungan sosial berkontribusi dalam faktor stres pengasuhan (Deater-Deckard dan Scarr, dalam Deater- Deckard, 2004). Faktor sosial yang menjadi stresor dalam pengasuhan muncul dari peran lain sebagai orang tua seperti tempat kerja, pekerjaan, mengalami peristiwa buruk dan masalah interpersonal dengan anggota keluarga lain (Deater-Deckard, 2004). Menurut Jakson (dalam Deater-Deckard, 2004) penyebab utama stres pengasuhan adalah perilaku dan perkembangan anak dibanding dengan faktor lain. Keluarga yang memiliki stres tinggi beresiko memiliki permasalahan kesehatan mental tinggi. Tingkat stres pengasuhan tinggi berhubungan dengan adanya anak dengan permasalahan perkembangan kognitif dan sosial (Deater-Deckard, 2004). Berdasarkan penelitian permasalahan perilaku dan perkembangan yang diderita oleh seorang anak dalam keluarga menimbulkan beban pada orang tua dan usaha lebih

dalam mengasuh anak. Perilaku anak mempengaruhi orang tua, sulitnya mengatur perilaku anak akan meningkatkan tingkatkan stres pengasuhan (Podolski dan Nigg, 2001). Permasalahan perilaku anak berhubungkan dengan peningkatan stres pengasuhan pada orang tua (Mash dan Johnson, dalam Harrison dan Sofronoff, 2002). Permasalahan perilaku yang umum dialami anak yaitu attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Penelitian menunjukkan permasalahan yang ditimbulkan oleh anak ADHD terjadi pada umumnya sangat berpengaruh pada setting sekolah dan rumah/keluarga, seperti kegagalan akademis, kesulitan dalam sosial, disstres pada keluarga, ketegangan antara hubungan suami istri yang saling menyalahkan atas gagalnya mengasuh anak, anak ADHD yang menganggu saudaranya dan hiperaktivitas anak ADHD yang kadang merusak barang (Hoza, Owen dan Pelham, dalam Smith, Hoza, Linnea, McQuade, Vaughn dan Shoulberg, 2013). Penelitian lain menyatakan anak dengan ADHD pada umumnya sulit menahan perilaku, dikatakan nakal dalam masyarakat, sulit untuk duduk, terlalu banyak bicara, bermain dengan gaduh, dan mengganggu lainnya serta menggelisahkan orang tua (Harrison dan Sofronoff, 2002). Tuntutan pengasuhan orang tua terhadap anak ADHD meningkat dengan adanya perilaku yang menganggu, sehingga orang tua dengan anak ADHD memiliki stres pengasuhan yang lebih tinggi dalam peran mengasuh jika dibanding mengasuh anak tanpa ADHD (Anastropoulos, dalam Harrison dan Sofronoff, 2002). Keluarga dengan adanya anak ADHD akan menjadi salah satu pemicu munculnya permasalahan dan stres, sulitnya anak ADHD dalam mengendalikan diri, akhirnya berdampak pada orang tua yang merasa gagal dalam mengasuh anaknya dan muncul kritikan bahwa orang tua tidak dapat mengendalikan anaknya (Baihaqi dan Sugiarmin, 2010). Ibu dengan anak ADHD melaporkan lebih stres dan merasa memiliki kompetensi pengasuhan yang rendah (Podolski dan Nigg, 2001). Berdasarkan DSM-V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder version V) ADHD merupakan sebuah gangguan perkembangan saraf yang bersifat kronis dengan tiga karekater simtom utama yaitu, rendahnya tingkat perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas, yang

mengakibatkan buruknya fungsional (American Psychiatric Association, 2013). Simtom meliputi sulitnya mempertahankan fokus, hiperaktif dan impulsif). Simtom ADHD pada umumnya terlihat ketika anak memasuki usia tiga tahun, namun penegakan diagnosis dilakukan ketika anak memasuki taman kanak-kanan dan situasi belajar formal yang memerlukan pola perlaku yang terstruktur, meliputi perkembangan rentang perhatian dan konsentrasi yang tepat. Impairment dari simtom setidaknya harus muncul dari dua setting yang berbeda, seperti rumah dan sekolah. Harus ada bukti yang mempengaruhi/menganggu perkembangan sosial, akademik, atau fungsi okupasi. Gejala-gejala tidak terjadi selama berlakunya pervasive developmental disorder, schizophrenia, atau gangguan psikotik dan tidak dapat dijelaskan dengan ganguan mental lainnya. Menurut American Psychiatric Associaton (2013) diperkirakan terdapat ADHD pada 5% populasi anak dan 2,5% populasi orang dewasa pada seluruh budaya. Prevalensi anak ADHD menurut Asherson (2012) di wilayah Asia timur sebesar 10%. Prevalensi anak ADHD di Indonesia berkisar antara 4-15% pada anak usia Sekolah Dasar (Ardiyati, 2015). Sebuah penelitian di Sekolah dasar di kecamatan Turi, kabupaten Sleman, DIY menunjukkan prevalensi ADHD sebesar 9,5%. Penelitian pada murid sekolah dasar di Kecamatan Bangutapan, Bantul, Yogyakarta pada tahun 2006 menggunakan instrumen DSM-IV didapatkan prevalensi ADHD sebesar 5,37% (Wihartono, 2007). Stres pengasuhan merupakan permasalahan orang tua dalam mengasuh anaknya, adanya tuntutan pengasuhan, peran lain sebagai orang tua dan karakteristik anak yang unik dapat menjadi stresor dalam pengasuhan. Perilaku anak ADHD yang memiliki permasalahan perilaku menjadikan beban tambahan bagi orang tua dalam mengasuh anak, sehingga orang tua anak ADHD lebih beresiko mengalami stres pengasuhan yang tinggi. Penelitian mengenai hubungan antara intensitas simtom anak ADHD pada anak dengan stres pengasuhan pada orang tua di Yogyakarta belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang pernah dilakukan berkenaan dengan ADHD di Yogyakarta dipaparkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Penelitian ADHD yang pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia Peneliti Instrumen Hasil Damodoro (1989) DSM-III R Prevalensi ADHD murid SD di kecamatan Turi: 9,59%. Kiswanjaru (1997) DSM-IV Prevalensi ADHD murid TK di Yogyakart: 0,40%. Wihartono (2007) DSM-IV Prevalensi ADHD murid SD di Banguntapan: 5,37%. Wityadarda (2014) DSM-IV Terdapat hubungan signifikan keparahan simtom ADHD dengan tingkat konsumsi perwarna makanan artificial pada jajanan di Yogyakarta. Berdasarkan tabel 1 masih sedikit penelitian ADHD yang dilakukan di Yogyakarta dan belum terdapat penelitian hubungan antara intensitas simtom anak ADHD pada anak dengan stres pengasuhan pada orang tua. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada hubungan antara intensitas simtom anak ADHD dengan stres pengasuhan pada orang tua. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, penelitian hendak menguji apakah terdapat hubungan antara intensitas simtom anak ADHD pada anak dengan stres pengasuhan pada orang tua. C. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan menguji secara empirik hubungan intensitas somtom ADHD pada anak terhadap stres pengasuhan pada orang tua.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu psikologi pada umumnya dan khususnya dalam bidang psikologi klinis. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi hubungan intensitas somtom ADHD pada anak terhadap stres pengasuhan pada orang tua. Informasi yang didapatkan dalam penelitian diharapkan mampu memberikan pengetahuan untuk keluarga yang memiliki anak ADHD dan juga pihak-pihak yang terkait misalnya sekolah, institusi-institusi layanan psikologi, agar menimbulkan kepekaan mengenai dampak permasalahan anak dengan simtom ADHD pada orang tua atau keluarga.