BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan potensi tumbuhan obat tradisional untuk mendapatkan zatzat kimia atau bahan baku obat dapat dilakukan melalui eksplorasi keanekaragaman hayati Indonesia. Salah satu tumbuhan yang dikenal sebagai tumbuhan obat tradisional yang tersebar luas di kawasan tropis, khususnya Indonesia adalah dari genus Garcinia. Masyarakat mengenal sebagai tumbuhan keluarga manggis yang merupakan tumbuhan pangan sebagai komoditas buah dan obat tradisional. Garcinia merupakan produk alam sebagai sumber xanton yang saat ini sudah banyak ditawarkan dalam bentuk jus maupun kapsul dengan berbagai merk dagang melalui internet. Garcinia dikenal kaya dengan sumber senyawa bioaktif yakni xanton, benzofenon dan biflavonoid (Louh dkk., 2008; Chen dkk., 2009 dan Lin dkk., 1997). Salah satu spesies tumbuhan Garcinia yang mengandung senyawa bioaktif tersebut adalah Garcinia dulcis atau yang lebih dikenal dengan nama tumbuhan mundu. Hasil penelitian pada tumbuhan ini diketahui sebagai sumber utama xanton, benzofenon dan flavonoid dengan bioaktifitas yang beragam dan menarik (Ainiyah dan Ersam, 2006). Komponen senyawa lain yang pernah dilaporkan dalam G. dulcis adalah steroid dan triterpenoid (Hesturini dkk., 2011). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada spesies G. dulcis, senyawa xanton berfungsi sebagai antibakteri (Deachathai dkk., 2005), antioksidan (Deachathai dkk., 2006), dan antiplasmodium (Hesturini dkk., 2011). Antioksidan dari senyawa benzofenon (Deachathai dkk., 2005). Senyawa flavonoid sebagai antioksidan (Deachathai dkk., 2005), anti-hiv (Kosela dkk., 2000), antibakteri (Gontijo dkk., 2012), antiinflamasi (Blanca dkk., 1997), dan agen hipokolesterolemik dari biflavonoid (Tuansulong dkk., 2009). Triterpenoid dan steroid sebagai antimalaria (Hesturini dkk., 2011). G. dulcis yang potensial akan kandungan senyawa xanton dan flavonoidnya dapat menjadi sumber bioaktif produk alam sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi dari G. dulcis. 1
2 Penelitian tentang isolasi dan identifikasi senyawa dari bagian-bagian tumbuhan G. dulcis yang telah dilaporkan antara lain: kulit batang asal Yogyakarta (Ainiyah dan Ersam, 2006), daun asal Bogor (Kosela dkk., 2000), akar asal Indonesia (Iinuma dkk., 1996), buah dan bunga asal Songkhla, Thailand (Deachathai dkk., 2005; Deachathai dkk., 2006). Penelitian tentang isolasi senyawa dari buah G. dulcis asal Indonesia belum pernah dilaporkan sebelumnya. Bagian-bagian tertentu pada tumbuhan seperti batang, kulit batang, akar dan lainnya berpeluang ditemukan senyawa-senyawa yang sama atau berbeda. Afinitas kimiawi suatu spesies pada dasarnya sama, perbedaan kuantitatif dapat terjadi akibat pengaruh ekologi, topografi, geografi tempat tumbuh (Ainiyah dan Ersam, 2006) serta tantangan ekosistem tumbuhan (Venkataraman, 1972). Perbedaan ekologi tumbuhan G. dulcis akan memberikan hasil kandungan senyawa yang berbeda atau senyawa sama dengan kuantitas yang berbeda. Indonesia dan Songkhla memiliki musim hujan dan musim kemarau. Daerah Songkhla memiliki periode musim kemarau yang relatif singkat pada bulan Februari-Mei dan musim hujan pada Mei-Januari. Fenomena ini berbeda dengan di Indonesia, padahal masih dalam satu lintang rendah (Khoir, 2012). Letak suatu tempat jika ditinjau secara geografi, semakin mendekati garis khatulistiwa, semakin tinggi paparan sinar ultra violet (UV) di sepanjang tahun (Setiawan, 2015). Secara umum xanton dan flavonoid dinyatakan sebagai senyawa yang merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tanaman terhadap stres biotik maupun abiotik. Beberapa penelitian melaporkan bahwa akumulasi flavonoid diinduksi oleh cekaman lingkungan, karena peranan flavonoid sebagai senyawa pertahanan. Radiasi UV dilaporkan dapat menginduksi akumulasi flavonoid pada gandum (Rathore dkk., 2003). Kadar fenol dan potensi antioksidan dipengaruhi oleh lingkungan, kontribusi utama dari faktor lingkungan adalah suhu udara, sinar ultraviolet, suhu tanah pada kedalaman 25 cm dan kadar CO2. Kadar CO2 udara juga dilaporkan mempengaruhi sintesis flavonoid (Kurniawati, 2011). Adanya perbedaan dari faktor ekologi, geografi dan faktor tantangan ekosistem asal sampel maka tidak menutup kemungkinan adanya senyawa lain yang belum teridentifikasi dan/atau dimungkinkan mendapatkan senyawa xanton
3 dan/atau flavonoid yang pernah dilaporkan sebelumnya dengan kuantitas yang berbeda signifikan. B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Afinitas kimiawi suatu spesies pada dasarnya sama, perbedaan kuantitatif dapat terjadi akibat pengaruh ekologi, geografi tempat tumbuh serta tantangan ekosistem tumbuhan. Kadar fenol dan potensi antioksidan dipengaruhi oleh lingkungan, kontribusi utama dari faktor lingkungan adalah suhu udara, sinar ultraviolet, suhu tanah pada kedalaman 25 cm dan kadar CO2. Kadar CO2 udara juga dilaporkan mempengaruhi sintesis flavonoid. Letak suatu tempat jika ditinjau secara geografi, semakin mendekati garis khatulistiwa, semakin tinggi paparan sinar UV di sepanjang tahun. Posisi Thailand berjauhan dengan garis khatulistiwa sehingga akan berbeda paparannya dengan Indonesia yang berada pada pusat khatulistiwa. Thailand khususnya daerah Songkhla memiliki musim yang sama dengan Indonesia, akan tetapi musim kemarau di Songkhla relatif singkat. Suhu udara rata-rata tahunan di kedua negara juga berbeda, dimana rata-rata suhu tahunan Indonesia dapat mencapai 30 C, sedangkan rata-rata suhu tahunan Thailand adalah 28 C (Khoir, 2012). Kadar CO2 di Indonesia dilaporkan oleh World Resources Institute (WRI) meningkat drastis dan menduduki peringkat keenam dari sepuluh negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia, dimana Thailand tidak masuk dalam data WRI tersebut (Alamendah, 2014). Perbedaan antara kedua negara tersebut dapat memberikan perbedaan kandungan senyawa dan/atau kuantitas senyawa yang berbeda signifikan. Perbedaan buah mentah dan matang dari segi kandungan pati, konsentrasi pati di dalam daging buah meningkat sampai 70 hari pada masa pertumbuhan buah pisang. Buah yang belum masak berkisar antara 20-25% dari total berat segarnya dan sekitar 2 5% diubah menjadi gula dan sebagiannya dilepas dalam bentuk CO2
4 melalui proses respirasi. Pada awal pertumbuhan buah konsentrasi gula di dalam buah sangat rendah. Pada saat proses pemasakan, gula akan meningkat tajam dalam bentuk glukosa dan fruktosa (Simmonds, 1982). Konsentrasi glukosa yang besar pada buah matang mengakibatkan pemisahan senyawa menjadi lebih sulit dan kurang efektif. 2. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini dibatasi dengan masalah pada: a. Buah G. dulcis yang digunakan adalah buah mentah G. dulcis yang berasal dari Sukoharjo, Indonesia. b. Senyawa metabolit sekunder yang diisolasi dari ekstrak buah mentah G. dulcis difokuskan pada senyawa xanton dan/atau flavonoid. 3. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan: a. Senyawa xanton dan/atau flavonoid apakah yang berhasil diisolasi dari ekstrak buah mentah G. dulcis? b. Bagaimana struktur senyawa xanton dan/atau flavonoid yang berhasil diisolasi dari ekstrak buah mentah G. dulcis? c. Berapa kandungan senyawa xanton dan/atau flavonoid yang berhasil diisolasi dari ekstrak buah mentah G. dulcis? C. Tujuan Penelitian a. Mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa xanton dan/atau flavonoid dari ekstrak buah mentah G. dulcis. b. Mengetahui struktur senyawa xanton dan/atau flavonoid yang berhasil diisolasi dari ekstrak buah mentah G. dulcis. c. Menentukan kandungan senyawa xanton dan/atau flavonoid yang berhasil diisolasi dari ekstrak buah mentah G. dulcis.
5 D. Manfaat Penelitian a. Menambah wawasan tentang isolasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak buah mentah G. dulcis. b. Memberikan informasi mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder dari ekstrak buah mentah G. dulcis.
6