BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai aspek kehidupan, yang paling utama pada masalah pendidikan. Lembaga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan lain-lain yang berguna bagi masyarakat luas. Melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Televisi adalah media yang potensial sekali, tidak saja untuk

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BULLYING. I. Pendahuluan

Pengaruh Intensitas Menonton Sinetron terhadap Perilaku Bullying di Kalangan Remaja

BAB I PENDAHULUAN. dan menbentuk prilaku anak yang baik (Santrock, 2011). dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksplotasi. Kekewatiran banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. pencarian jati diri untuk melakukan hal hal yang baru. dapat memberikan hal hal baru untuk memecahkan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan anak untuk optimalisasi bagi perkembangannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa kanak-kanak merupakan salah satu periode perkembangan yang

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. juga media-media lainnya, yaitu video game, internet, dan film bioskop. Menurut

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. merokok baik laki-laki, perempuan, anak kecil, anak muda, orang tua, status

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah perilaku agresif anak bukanlah menjadi suatu masalah yang baru

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mudah untuk dioperasikan. Tak terkecuali anak-anak juga ikut merasakan

2016 HUBUNGAN ANTARA CYBERBULLYING DENGAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada berbagai kalangan, baik orang dewasa, remaja maupun anak-anak.

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

AGRESI. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mengingat pentingnya pendidikan pemerintah membuat undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Perilaku Bullying Siswa Di Sekolah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN. hipotesis dengan menggunakan teknik korelari product moment

BAB I PENDAHULUAN. sumber informasi yang sangat penting bagi masyarakat. Di antara berbagai media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. kelamin manuasia mencapai kematangan. Pada masa remaja, perubahan biologis,

PERBEDAAN TINGKAT AGRESIVITAS PADA REMAJA YANG BERMAIN GAME ONLINE JENIS AGRESIF DAN NON AGRESIF

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sebagai sarana hiburan, informasi, dan komunikasi massa. Media

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB VI PENUTUP. Bagian ini memaparkan tentang kesimpulan secara keseluruhan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengetahuan masyarakat. Sekarang ini, media memiliki andil yang. budaya yang bijak untuk mengubah prilaku masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB 5 PEMBAHASAN DESAIN. Menggunakan visual fotografi dan gaya bertutur langsung (straight) serta. hampir seluruh aplikasi kampanye.

BAB I PENDAHULUAN. transformasi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Salah satu produk teknologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (IPTEKS) telah

2015 PENGARUH BUDAYA SEKOLAH TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA

I. PENDAHULUAN. Kehidupan era Globalisasi ini, remaja sering kali diselingi hal-hal

ABSTRAK USAHA USAHA PENANGGULANGAN IJIME DI KALANGAN SISWA DI JEPANG. atau bahkan kekerasan yang dilakukan oleh para para pelajar.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang dia lihat. Istilah yang sering didengar yaitu chidren see children

BAB 1 PENDAHULUAN. Perilaku kekerasan yang menimpa anak di Indonesia, masih tetap

BAB I PENDAHULUAN. siswa sendiri. Bahkan kekerasan tidak hanya terjadi di jenjang pendidikan tinggi

PENDAHULUAN Latar Belakang

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN. remaja dihadapkan pada konflik dan tuntutan social yang baru, termasuk. dirinya sesuai dengan perkembangannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus bagi orang tua, guru, dan pemerintah (Sherry, 2001). Perhatian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi sekarang ini telah membawa dampak yang sangat pesat di berbagai aspek kehidupan, yang paling utama pada masalah pendidikan. Lembaga pendidikan formal telah menyelenggarakan proses belajar mengajar dengan tujuan mengembangkan pengetahuan siswa, agar siswa dapat tumbuh dan berkembang sesuai yang diharapkan. Saat ini tujuan dari pendidikan formal itu sendiri belum sepenuhnya terpenuhi, karena masih terdapat beberapa kasus penyimpangan perilaku yang terjadi di kalangan anak didik berupa kekerasan atau bullying yang cukup membutuhkan perhatian banyak pihak. Dengan adanya pendidikan formal di sekolah diharapkan lingkungan ini mampu mengembangkan karakter siswa, cerdas dan memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Namun pada kenyataannya harapan untuk menciptakan generasi yang berbudi pekerti belum sepenuhnya dilakukan serta kurangnya berbagai upaya-upaya dalam pendidikan berkarakter karena masih banyak tindak perilaku bullying yang dilakukan siswa. Bullying merupakan suatu bentuk penindasan yang terjadi di sekolah serta merupakan bentuk arogansi yang terekspresikan melalui tindakan. Siswa-siswa yang menjadi pelaku bullying memiliki superioritas untuk melukai orang lain yang dianggap rendah, hina sehingga pelaku bullying merasa lebih unggul. Pengetahuan pihak sekolah mengenai bullying masih relatif terbatas, terutama 1

2 mengenai bentuk-bentuk bullying. Program penanganan preventif secara terpadu merupakan langkah yang efektif dilakukan untuk mengatasi bullying. Guru memegang peran yang sangat penting untuk memberikan kesadaran tentang bullying dan mengembangkan suatu kebijakan yang tegas dan konsisten terhadap perilaku ini serta meningkatkan ketrampilan dan dukungan baik terhadap pelaku maupun korban sehingga akan tercapai lingkungan yang aman bagi siswa (Widayanti, 2009). Sebagai contoh seorang siswa mendorong bahu temannya dengan kasar, bila yang didorong merasa terintimidasi, apalagi bila tindakan tersebut dilakukan berulang-ulang, maka perilaku bullying telah terjadi. Bila siswa yang didorong tak merasa takut atau terintimidasi, maka tindakan tersebut belum dapat dikatakan bullying (Sejiwa, 2008). Pada lingkungan sekolah diharapkan siswa dapat memahami nilai-nilai positif dalam bersosialisasi dengan orang lain. Sekarang ini banyak fenomena kekerasan dan bullying di lingkungan sekolah yang sering terjadi ditengarahi oleh banyaknya pengaruh dalam pembelajaran yang kurang sesuai dengan norma di lingkungan. Dari hasil penelitian bahwa beberapa kelompok etnis yang lebih kuat, mereka telah mendominasi kelompok yang lemah. Misalnya, masyarakat adat di Australia pada akhir abad kedelapan belas menjadi sasaran kolonialisme Inggris. Orang Aborigin dilihat sebagai komunitas superior menurut persepsi orang orang yang mempertahankan kepercayaan rasis. Melalui proses transmisi budaya, anak non pribumi merasa adanya penindasan dari rekan rekan Aborigin. Bukti dari salah satu studi di Australia menunjukkan bahwa memang siswa Aborigin

3 lebih mungkin mendominasi dibandingkan siswa lain untuk menjadi korban penyalahgunaan verbal karena komunitasnya lebih besar (Rigby, 2003) Bullying bukanlah hal yang sepele, sebab dari tahun ke tahun korban dari tindakan bullying ini terus meningkat. Data yang tercatat oleh world vision Indonesia pada tahun 2008 terjadi 1.626 kasus, tahun 2009 meningkat hingga 1.891 kasus, 891 diantaranya kasus di sekolah. Peningkatan kejadian kekerasan bisa jadi karena kesadaran masyarakat lebih tinggi dengan semakin banyaknya liputan media. Bullying di sekolah dapat diawali dari berbagai hal bahkan dari hal yang sepele. Misalnya di sebuah sekolah di Bekasi, seorang anak perempuan bunuh diri akibat terus-menerus diejek karena ayahnya tukang bubur. Ada lagi di sebuah sekolah di Jakarta, seorang remaja perempuan diancam dan diintimidasi oleh kakak kelasnya hanya karena tidak mengenakan kaus dalam (Anakbersinar.com). Pada bulan Juli 2011, terjadi kasus kekerasan yang menimpa seorang siswa salah satu SMA di Jakarta Selatan, SMAN 82, Ade Fauzan Mahfuzah. Ade yang merupakan siswa kelas 1 sekolah tersebut dipukuli oleh sekitar 30 siswa kelas 3, seniornya, hingga dirawat di rumah sakit. Ade dianiaya karena ia berjalan di jalur Gaza sebutan jalan di depan kelas anak kelas tiga yang terlarang dilewati oleh anak kelas satu dan dua. Akibat penganiayaan, Ade harus dirawat di rumah sakit karena mulutnya terluka dan mesti mendapat enam jahitan, bagian kepala belakangnya lebam akibat pukulan (Tempointeraktif.com). Iklim gencet-gencetan di sekolah sebetulnya sudah lama terjadi di Indonesia. Kasus Edo Renaldo salah satu siswa kelas 2 SD di Jakarta Timur itu,

4 menjadi korban kekerasan di sekolahnya. Bak adegan film gangster, Edo dianiaya oleh 4 temannya di kamar kecil. Tindakan itu tidak membuat bocah-bocah yag ingusan itu puas. Mereka kembali memukuli Edo secara beramai-ramai di kelas sampai akhirnya Edo terkapar tak berdaya. Malam harinya Edo mengalami demam tinggi selama lima hari, kemudian ia meninggal dunia. Memang, terlalu dini menyimpulkan kematian Edo sebagai akibat ulah teman-temannya. Kejadian ini memperlihatkan, betapa kekerasan mudah ditemukan di lingkungan sekolah (KabarIndonesia.com). Dari hasil penelitian Funk (1995), kekerasan di media elektronik menjadi salah satu faktor utama perilaku agresif dan kekerasan dalam kehidupan nyata. Tayangan kekerasan pada media (televisi, film, internet, dan video game) adalah paparan yang paling umum dipelajari anak-anak dan remaja. Salah satu contoh pada paparan kekerasan video game, bahwa sifat aktif dari video game membuat anak-anak dan remaja menikmati tayangan berbasis media. Pemain Video game sebenarnya berpartisipasi dalam tindakan permainan karena harus mengidentifikasi dan kemudian memilih strategi kekerasan. Beberapa peneliti menyatakan, telah terbukti bahwa bermain video game kekerasan meningkatkan kognisi negatif, dan mempengaruhi perilaku. Pada tahun 2011 tingkat kekerasan di Amerika Serikat mencapai sekitar 15 persen sejak tahun 1999 (US Bureau of Justice Statistics, 2001). Paparan kekerasan merupakan salah satu penyebab terjadinya agresi dan kekerasan. Hal ini diyakini bahwa paparan kekerasan telah berulang pada kehidupan nyata. Paparan kekerasan dapat mengubah kognitif, proses afektif, dan perilaku. Pada anak-anak,

5 paparan tersebut dapat merusak pengembangan keterampilan regulasi emosi yang dapat menyebabkan desentisasi terhadap isyarat yang biasanya memunculkan respon empati, dan meningkatkan kemungkinan perilaku agresif atau kekerasan. Layar kekerasan berbasis media (televisi, film, internet, dan video game) adalah sumber yang paling lazim dipelajari untuk anak-anak dan remaja, akibatnya kekerasan meningkat karena perubahan pengelolaan kognitif. American Psychiatric Assosiation menyebutkan bahwa anak anak Amerika menghabiskan waktu 28 jam dalam seminggu, sampai usia 18 tahun telah melihat 16.000 simulasi pembunuhan dan 200.000 tindak kekerasan. Terdapat 14 iklan televisi untuk anak-anak dimana iklan tersebut 50-60 kali lebih kejam dari prime-time program untuk orang dewasa, dan rata-rata film kartun menayangkan lebih dari 80 tindakan kekerasan per jam (Funk, 2004). Tayangan kekerasan pada media elektronik di Indonesia ternyata juga sangat luas, ada berbagai bentuk paparan kekerasan yang ditampilkan berupa aktivitas yang bersifat mengancam dengan senjata maupun tidak, melukai, bisa kebetulan maupun disengaja di layar media. Salah satu paparan kekerasan di media adalah tayangan smack down, yang ditayangkan pada televisi dan game. Smack down ialah acara gulat bebas yang menampilkan gerakan-gerakan, serta adegan-adegan berbahaya. Akibat meniru tayangan tarung bebas versi Amerika atau yang dikenal smack down, dua siswa SD Sumbersari I Jember mengalami luka serius pada kepala dan kaki. Kejadian itu bermula dari keinginan meniru adegan petarungan layaknya televisi pada saat jam istirahat sekolah. Ariansyah Budi Pratama, siswa kelas V dan Agus, siswa kelas IV bertarung. Ariansyah

6 mengalami luka serius dikepalanya dan Agus luka lecet dan terkilir di bagian kaki kanan. Saya bertarung dengan Narendra, teman sekelas. Saya dipiting sampai kepala membentur tembok dan meja kelas sampai luka kata Ariansyah kepada Tempo. Ini merupakan hal yang tidak bisa dianggap sepele karena sudah banyak korban yang diakibatkan dari acara smack down. (http://www.tempointeraktif.com) Dari survey awal yang telah dilakukan peneliti, anak belajar di sekolah rata- rata 6-7 jam. Sisanya ada waktu yang digunakan untuk bermain game. Anak meluangkan waktu untuk bermain game rata-rata 1-3 jam per hari. Survey dilakukan di 3 warnet dan game online di Jalan Adi Sucipto Manahan Surakarta sepanjang 1 km. Pada hari minggu 23 September 2012, warnet yang menyediakan game online tersebut terdapat 20 sekat yang terisi penuh pada siang hari hingga malam yang didominasi anak-anak dan remaja. Rata-rata permainannya berupa Counter Strike, Point Blank (tembak-tembakan), dan DOT (peperangan). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Hertinjung & Karyani (2012) sebanyak 211 siswa SD di Kecamatan Laweyan memainkan beberapa jenis game. Diketahui bahwa banyak dari subjek penelitian memainkan jenis game bertema pertempuran. Sebanyak 61 siswa memainkan jenis game ini, Sedangkan jenis game yang paling sedikit dimainkan yaitu permainan tradisional hanya dimainkan oleh 6 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa siswa lebih antusias untuk bermain game bertema pertempuran dari pada jenis game berupa permainan tradisional. Sedangkan pada game pertempuran telah di paparkan berbagai bentuk kekerasan

7 yang disajikan secara menarik dalam bentuk peperangan menggunakan senjata dengan berbagi bentuk pisau dan pistol. Ternyata paparan kekerasan dapat membentuk perilaku yang agresif memodel Teori Bandura (1973) dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan evaluasi memainkan peran penting dalam pembelajaran. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan bahwa anak-anak akan meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa di sekitarnya. Dari fenomena dan data penelitian di atas yang dilakukan oleh Funk (2004) salah satu penyebab agresi atau perilaku bullying adalah paparan kekerasan yang terjadi pada keluarga, lingkungan, dan layar kekerasan berbasis media (televisi, film, internet, dan video game) adalah sumber yang paling lazim dipelajari untuk anak-anak dan remaja. Berdasarkan uraian tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian, sehingga di dapat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan paparan kekerasan dengan perilaku bullying. Berdasarkan rumusan masalah tersebut peneliti mengambil judul penelitian Hubungan Paparan Kekerasan dengan Perilaku Bullying di Sekolah Dasar.

8 B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui hubungan antara paparan kekerasan dengan perilaku bullying di Sekolah Dasar 2. Untuk mengetahui tingkat paparan kekerasan di Sekolah Dasar 3. Untuk mengetahui tingkat perilaku bullying di Sekolah Dasar 4. Untuk mengetahui sumbangan efektif antara paparan kekerasan terhadap perilaku bullying di Sekolah Dasar C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini : 1. Bagi siswa, dapat memberikan informasi bahwa menyaksikan tayangan kekerasan memberikan dampak memunculkan perilaku kekerasan sehari-hari. 2. Bagi guru dan orang tua, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan kepada orang tua sehingga dapat mencegah anak menghindari bentuk-bentuk paparan kekerasan yang ada. Serta mampu memberi masukan pada guru SD berkaitan dengan hal-hal yang mempengaruhi perilaku bullying sehingga guru dapat melakukan pencegahan dan intervensi secara tepat pada anak yang memiliki perilaku bullying. 3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk mengembangkan serta memberi informasi penelitian mengenai bullying.