BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu menu makanan yang populer dan disenangi banyak kalangan. Hal ini karena ikan adalah produk strategis yaitu potensi produksi sangat besar, dapat diterima semua agama, dan keragaman produk yang banyak.keragamanan yang sangat tinggi pada ikan baik dari segi jenis, bentuk, warna, rasa dan ukuran juga menyebabkan ikan dapat diproses lebih lanjut menjadi berbagai macam produk olahan. Hal lainnya, ikan juga mempunyai keragaman dan kisaran harga yang sangat bervariasi sehingga dapat memenuhi semua segmen kelas ekonomi. Sehingga dengan biaya terbataspun, kebutuhan protein dapat lebih tercukupi. Selain protein, kandungan gizi ikan yang kaya omega 3 juga berkontribusi terhadap peningkatan kecerdasan masyarakat Indonesia.Mutu protein pada bahan pangan ditentukan oleh tinggi-rendahnya asam amino esensial yang dikandungnya dan protein ikan memiliki keunggulan dibandingkan dengan sumber protein lainnya yaitu kelengkapan komposisi asam amino dan kemudahannya untuk dicerna tubuh. Organisme lautan termasuk ikan dan invertebrata laut mengandung senyawa yang baik untuk kesehatan (Larsen et al., 2011). Senyawa senyawa tersebut antara lain protein, lemak, vitamin, mineral, karotenoid, omega 3, taurine, dan lain-lain (Soccol dan Oetterer, 2003; Kadam dan Prabhasankar, 2010; Larsen, et al., 2011). Lemak yang terkandung dalam ikan diantaranya adalah asam lemak tak jenuh yaitu asam lemak omega 3. Asam-asam lemak alami yang termasuk dalam asam lemak omega 3 adalah asam linolenat, asam eikosapentaenoat atau EPA (C20 : 5 ω-3), dan asam dokosaheksaenoat atau DHA (C22 : 6 ω-3), adapun yang lebih dominan dalam minyak ikan adalah DHA dan EPA (Soccol dan Oetterer, 2003). Penelitian menunjukkan bahwa makanan dari laut membawa nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan (Larsen et al.,2011). Saat ini, beberapa senyawa nutrisional dari ikan telah banyak dimanfaatkan dalam
bahan pangan antara lain omega-3 (asam lemak tak jenuh), Ca dari tulang ikan, karotenoid, dan vitamin D. Selain itu, EPA dan DHA erat kaitannya dengan gizi dan berguna bagi kesehatan tubuh, seperti kerja otak dan kemampuan belajar, menurunkan risiko penyakit jantung. Menu ikan menjadi menu favorit di rumah tangga, kalangan anak kost, warung, ataupun di restoran-restoran dengan berbagai cara pengolahan, diantaranya dibakar, dipanggang, ataupun digoreng. Berbagaicara pengolahan tersebut dapat memicu terjadinya ketengikan (Domiguez et al., 2014). Ketengikan terjadi bila komponen cita rasa dan bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh.proses oksidasi terutama terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung ikatan rangkap. EPA dan DHA mengandung ikatan rangkap. Oksidasi terjadi karena minyak atau lemak kontak dengan oksigen. Proses oksidasi menghasilkan komponen, seperti aldehid, keton, dan asam lemak bebas yang menyebabkan ketengikan. Proses ini dipercepat dengan adanya katalis logam, seperti tembaga, besi, nikel, kobalt, sinar ultraviolet, suhu, dan kelembapan tinggi. Adanya antioksidan dapat menghambat proses oksidasi (Beltran et al., 2004). Oleh karena itu, proses oksidasi dapat menyebabkan degradasi EPA dan DHA yang menimbulkan berbagai macam penyakit. Laju degradasi melibatkan variabel waktu pemanasan dengan konsentrasi asam lemak. Choe dan Min (2007) menyebutkan bahwa pemanasan tinggi dengan metode deep friying akan menyebabkan asam amino esensial atau asam lemak yang terdapat dalam makanan akan terdegradasi. Beberapa kondisi degradasi tersebut dapat dijelaskan dengan parameter kinetika, diantaranya nilai laju reaksi (v), konstanta laju reaksi (k), dan orde reaksi. Senyawa yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah asam lemak, di mana dengan membandingkan nilai k antara asam-asam lemak akibat pemanasan, dapat diketahui asam lemak mana yang mempunyai laju degradasi paling besar. Antioksidan dapat mencegah degradasi oksidatif tetapi antioksidan juga akan rusak dengan pemanasan suhu tinggi. Antioksidan berfungsi melindungi tubuh terhadap radikal bebas sehingga antioksidan penting dalam menjaga kesehatan. Banyak produsen makanan
mencantumkan antioksidan pada labelnya. Zat ini secara nyata mampu memperlambatatau menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan penting dalam melawan radikal bebas, tetapi dalam kapasitas berlebih menyebabkan kerusakan sel (Ozyurt et al., 2005). Radikal bebasadalah spesies yang tidak stabil karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi. ROS (Reactive Oxygen Species) merupakan jenis radikal bebas yang paling banyak dan berkaitan dengan sejumlah kerusakan jaringan/organ yang dapat dipicu oleh aktivasi leukosit, paparan UV, ataupun yang lainnya (Mena et al., 2009). Contoh senyawa ROS yaitu radikal superoksida, radikal hidroksil, dan radikal peroksida yang dihasilkan sebagai produk reaksi biologis atau dari faktor eksogen (Chanda dan Dave, 2009) ketidakseimbangan antara jumlah ROS dan kemampuan tubuh mengendalikan ROS atau mengendalikan kerusakan yang diakibatkan oleh ROS menyebabkan keadaan stress oksidatif. Stress oksidatif inilah yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, asteoklorosis, malaria, dan yang lainnya (Mena et al., 2009). Keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan diperlukan untuk memelihara fungsi fisiologis tubuh. Oleh karena itu pemberian antioksidan dari luar perlu ditambahkan untuk membantu tubuh mengatasi stress oksidatif ini. Penambahan antioksidan pada makanan sering dilakukan sebagai alternatif utama pencegahan. Salah satu alternatif pencegahan penyakit adalah dengan mengonsumsi atau menambahkan antioksidan pada makanan yang kita makan. Pada saat memasak kita dapat menambahkan bahan makanan atau bumbu yang mengandung antioksidan. Antioksidan yang sering ditambahkan pada makanan adalah BHA (ButylatedHidroxylAnisole) dan BHT (ButylatedHidroxylToluene), tetapi keduanya ini dilaporkan berbahaya bagi manusia karena bersifat karsinogenik (Wichi, 1988 dan Sherwin, 1990). Beberapa contoh bahan tambahan yang sering digunakan ibu rumah tangga untuk memasak adalah kunyit, jeruk nipis, dan asam jawa. Ketiganya sering ditambahkan untuk menambah citarasa pada makanan, dalam hal ini ikan, agar
lebih enak. Selain sebagai bahan tambahan makanan, dapat juga berperan sebagai antioksidan. Dalam kunyit, senyawa yang berperan sebagai antioksidan adalah kurkumin (Gulcin, 2008), pada jeruk nipis terkandung senyawa asam sitrat (Cen et al., 2007) yang berfungsi sebagai pengkhelat logam juga senyawa antioksidan (Di Palma dan Mecozzi, 2004), sedangkan pada asam jawa adalah asam tartat (Cesar, 2010). Dalam penelitian ini juga dilakukan uji sinergisme yaitu dengan melakukan campuran antioksidan. Hal ini dilakukan karena terdapat juga antioksidan yang mempunyai efek sinergisme. Selain itu, pada saat memasak sering juga menambahkan lebih dari satu jenis antioksidan contohnya buah tomat, jahe, kunyit, asam jawa ataupun bumbu masak lainnya. Ikan yang digunakan adalah ikan gurami karena ikan ini banyak dikonsumsi masyarakat baik di lingkup rumah tangga ataupun sebagai menu di restoran. Ikan ini mempunyai kadar protein dan zat gizi lain yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan tawar lainnya. Protein dan lemak pada ikan gurami adalah 18,71% dan 2,79 %, sedangkan pada lele 14,8% dan 2,3%, serta pada bawal 18,2% dan 0,7% (Kementrian Kesehatan, 2013). Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai asam lemak dalam ikan gurami yang mengalami oksidasi akibat penggorengan serta pengaruh penambahan sinergisme antioksidan untuk mencegah terjadinya laju oksidasi tersebut agar nilai gizi pada ikan gurami tetap terjaga. I.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh penggorengan terhadap laju oksidasi EPA dan DHA pada ikan gurami. 2. Mengetahui aktivitas sinergisme antioksidan kurkumin, asam sitrat, dan asam tartat dengan nilai aktivitas antioksidan (IC 50 ) terbaik. 3. Mengetahui pengaruh konsentrasi antioksidan sinergisme terhadap laju oksidasi EPA dan DHA.
1.3 Manfaat Penelitan 1. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh penggorengan terhadap kerusakan asam lemak tak jenuh yang terdapat pada ikan. 2. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat peranan kurkumin, asam sitrat, dan asam tartat sebagai antioksidan yang tidak berbahaya yang bisa digunakan untuk mencegah adanya radikal bebas yang terbentuk selama penggorengan.