SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

dokumen-dokumen yang mirip
Sistem Hidrothermal. Proses Hidrothermal

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2.

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1.

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

SISTEM VULKANISME DAN TEKTONIK LEMPENG

BAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB III LANDASAN TEORI

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

PROPOSAL SEMINAR GEOLOGI AIR DALAM SISTEM PANASBUMI SEBAGAI FAKTOR PEMBENTUK LAPANGAN PANASBUMI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

IV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi

ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

PEMODELAN 2D RESERVOAR GEOTERMAL MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DESA KASIMBAR BARAT ABSTRAK ABSTRACT

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI KARYA REFERAT

MAGMA GENERATION. Bab III : AND SEGREGATION

BAB I BENTUK MUKA BUMI

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI

Bab IV Sistem Panas Bumi

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Pengertian Dinamika Geologi. Dinamika Geologi. Proses Endogen. 10/05/2015 Ribka Asokawaty,

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Skema produksi panas bumi dan lokasi pengambilan sampel kerak silika

Bab II Tinjauan Pustaka

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS DIWAK-DEREKAN BERDASARKAN DATA MAGNETIK

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. menjadi pusat perhatian untuk dikaji baik untuk menghindari bahayanya,

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

aptudika.web.ugm.ac.id

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

Dalam pengembangannya, geodinamika dapat berguna untuk : a. Mengetahui model deformasi material geologi termasuk brittle atau ductile

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

Distribusi Sumber Panas Bumi Berdasarkan Survai Gradien Suhu Dekat Permukaan Gunungapi Hulu Lais

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah

MIGRASI MAGMA. 1. Pendahuluan. 2. Pembentukan Diapire

HIDROGEOLOGI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TAMBANG

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. bagian tepi lempeng Eurasia. Batas lempeng ini merupakan tempat bertemunya tiga

PAPER LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI FOTO DAN GEOOPTIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf

MANIFESTASI GEOTHERMAL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA

BAB I PENDAHULUAN. tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer

AsaI Gejaia Volkanisme (Kegunungapian) Pada beberapa tempat di bumi sering tertihat suatu massa cair pijar yang dikenal dengan nama magma, keluar

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1

8.1. Ketersediaan dan Sifat

BAB I PENDAHULUAN. belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak

TUGAS TERSTRUKTUR ANALISIS LANSEKAP TEKTONISME

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

MINERAL DAN BATUAN. Yuli Ifana Sari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah survei terletak pada koordinat antara

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 2, No. 1, Januari 2014, Hal 49-54

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

MEKANIKA TANAH ASAL USUL TERBENTUKNYA TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iii. UCAPAN TERIMAKASIH...iv. KATA PENGANTAR...vi. SARI...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

BAB 5 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK Bidang : Kebumian. Latihan 1. Bahan : Geologi -1

BAB 3. Pembentukan Lautan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

Bab II Geologi Regional II.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah

EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT

Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Transkripsi:

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] III.1. Komponen Sistem Panasbumi Menurut Goff & Janik (2000) komponen sistem panasbumi yang lengkap terdiri dari tiga komponen utama, yaitu adanya batua reservoar yang permeable, adanya air yang membawa panas, dan sumber panas itu sendiri. Komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan membentuk sistem yang mampu mengantarkan energi panas dari bawah permukaan hingga ke permukaan bumi. Sistem ini bekerja dengan mekanisme konduksi dan konveksi (Hochstein & Brown, 2000). III.1.1. Sumber panas Sumber panas dari suatu sistem hidrotermal umumnya berupa tubuh intrusi magma. Namun ada juga sumber panas hidrotermal yang bukan berasal dari batuan beku. Panas dapat dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang masih panas, atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami pemanasan akibat adanya perlipatan atau patahan. Perbedaan sumber panas ini akan berimplikasi pada perbedaan suhu reservoar panasbumi secara umum, juga akan berimplikasi pada perbedaan sistem panasbumi. III.1.2. Batuan reservoar

Batuan reservoar adalah batuan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang signifikan karena memiliki porositas dan permeabilitas yang cukup baik. Keduanya sangat berpengaruh terhadap kecepatan sirkulasi fluida. Batuan reservoar juga sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dari fluida hidrotermal. Sebab fluida hidrotermal akan mengalami reaksi dengan batuan reservoar yang akan mengubah kimiawi dari fluida tersebut. Nicholson (1993) menjelaskan bahwa batuan vulkanik, sedimen klastik, dan batuan karbonat umumnya akan menghasilkan fluida hidrotermal dengan karakter kimia yang dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. III.1.3. Fluida Nicholson (1993) menyebutkan ada 4 (empat) macam asal fluida fluida panasbumi, yaitu: (1) air meteorik atau air permukaan, yaitu air yang berasal dari presipitasi atmosferik atau hujan, yang mengalami sirkulasi dalam hingga beberapa kilometer. (2) Air formasi atau connate water yang merupakan air meteorik yang terperangkap dalam formasi batuan sedimen dalam kurun waktu yang lama. Air connate mengalami interaksi yang intensif dengan batuan yang menyebabkan air ini menjadi lebih saline. (3) Air metamorfik yang berasal dari modifikasi khusus dari air connate yang berasal dari rekristalisasi mineral hydrous menjadi mineral yang kurang hydrous selama proses metamorfisme batuan. (4) Air magmatik, Ellis & Mahon (1977) membagi fluida magmatik menjadi dua jenis, yaitu air magmatik yang berasal dari

magma namun pernah menjadi bagian dari air meteorik dan air juvenile yang belum pernah menjadi bagian dari meteorik. III.2. Klasifikasi Sistem Panasbumi Terdapat berbagai klasifikasi sistem panasbumi yang diajukan oleh berbagai peneliti. Umumnya pembagian klasifikasi sistem panasbumi didasarkan pada beberapa aspek seperti asal fluida, suhu fluida di reservoar dan jenis sumber panas. III.2.1. Asal fluida Pembagian berdasarkan asal fluida ini disampaikan oleh Ellis & Mahon (1977). Mereka membagi sistem panasbumi menjadi cyclic system dan storage system. 1. Cyclic system yaitu apabila suatu fluida hidrotermal berasal dari air meteorik yang mengalami infiltrasi dan masuk jauh ke bawah permukaan, kemudian terpanaskan, dan bergerak naik ke permukaan sebagai fluida panas. Pada sistem ini, air meteorik mengalami recharge dari hujan dan infiltrasi, sehingga siklus sistem berjalan terus menerus. 2. Storage System terbentuk apabila air tersimpan pada batuan dalam skala waktu geologi yang cukup lama dan terpanaskan secara insitu, baik sebagai fluida dalam formasi maupun sebagai air dari proses hidrasi pada mineral. Storage system ini dibagi berdasarkan host atau batuan tempat tersimpannya fluida tersebut, menjadi: (1) Sedimentary basin system dimana fluida diperoleh saat sedimen terendapkan. Salinitas pada air yang dihasilkan oleh air formasi ini umumnya lebih tinggi dibanding salinitas pada air magmatik. Selain itu, air yang berasal dari air

laut ini juga akan mengakibatkan komponen ion klorida pada air formasi yang mengalami pemanasan akan meningkat. (2) Metamorphic system dimana air berasal dari pelepasan H2O saat proses metamorfisme batuan sedimen asal laut berjalan (White et al, 1973 dalam Ellis & Mahon, 1997). III.2.2. Suhu reservoar Terdapat beberapa standar yang berbeda dalam menentukan klasifikasi berdasarkan suhu reservoar ini. Goff & Janik (2000) dan Nicholson (1993) mengklasifikasikan suhu reservoar <150 C sebagai sistem bertemperatur rendah, sedangkan reservoar dengan suhu 150 C diklasifikasikan sebagai sistem bersuhu rendah. Nicholson (1993) membagi lagi sistem bersuhu tinggi menjadi liquid dominated dan vapor dominated sistem berdasarkan fase fluida yang dominan pada batuan reservoar (lihat gambar III.1 dan III.2). Gambar III.1. Konseptual model untuk sistem panasbumi yang didominasi oleh fase cair atau liquid dominated system (Nicholson, 1993)

Gambar III.2. Konseptual model untuk sistem panasbumi yang didominasi oleh fase gas vapor dominated system (Nicholson, 1993) Sedangkan Hochstein & Browne (2000) membagi sistem panasbumi menjadi tiga yaitu suhu rendah, sedang (intermediate) dan tinggi. Sistem bersuhu rendah memiliki temperatur reservoar <125 C, sistem bersuhu sedang memiliki rentang temperatur reservoar antara 125-225 C, sedangkan sistem bersuhu tinggi memiliki suhu reservaor >225 C. III.2.3. Jenis sumber panas Secara umum terdapat dua jenis heat source yang dikenal dalam sistem panasbumi seperti yang dipaparkan Nicholson (1993), yaitu volcanogenic dan non-volcanogenic. Perbedaan penyebutan sistem yang merujuk pada sistem yang sama antara lain, Ellis & Mahon (1977) menyebutnya sebagai high-t system associated with recent volcanic dan high-t system in tectonically active non-volcanic area. Serta Goff & Janik (2000) yang menyebutnya sebagai young volcanic model dan tectonic model.

1. Volcanogenic System Volcanogenic system adalah sistem hidrotermal yang sumber panasnya berasal dari aktivitas magma. Intrusi magma yang bersifat andesitik, umumnya membentuk geometri intrusi dengan diameter kecil namun secara vertikal dekat dengan permukaan. Sedangkan magma yang bersifat asam, umumnya memiliki tubuh yang berdiameter lebar, namun secara vertikal jauh di bawah permukaan. Hochstein & Browne (2000) membagi sistem volcanogenic berrelief tinggi menjadi tiga sistem berdasarkan fase fluida di reservoar. Yaitu liquid dominated system (Gambar III.3), yang terbentuk jika permeabilitas batuan di reservoar tinggi, sedangkan permeabilitas batuan di recharge area sedang. Natural two-phase system (Gambar III.5), terjadi jika permeabilitas di reservoar maupun di recharge area sedang. Serta vapor dominated system apabila permeabilitas batuan reservoar tinggi, namun permeabilitas batuan sekitar rendah. Gambar III.3. Model konseptual untuk sistem panasbumi liquid dominated berrelief tinggi menurut Hochstein & Browne (2000)

Sistem volcanogenic berrelief rendah umumnya terbentuk pada magma yang bersifat asam, yang menghasilkan erupsi eksplosif sehingga membentuk kaldera yang luas (Gambar III.1). Selain itu, sistem volcanogenic juga dapat dihasilkan oleh proses rifting pada batas antar lempeng yang saling menjauh (Gambar III.6). Pada setting tektonik ini, magma yang terbentuk umumnya bersifat basaltic, fluida hidrotermal berasal dari magma serta infiltrasi dari punggungan di sisi rift. Sistem volcanogenic tidak selamanya menghasilkan suhu yang tinggi, pada beberapa sistem seperti di Horohoro dan Atiamuri, Selandia Baru yang merupakan sistem vulkanik namun bersuhu sedang (Hochstein & Browne, 2000). 2. Non-volcanogenic system Non-volcanogenic system ialah sistem hidrotermal yang sumber panasnya tidak berkaitan dengan aktivitas vulkanisme. Nicholson (1993) menjelaskan bahwa panas pada sistem ini dapat dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang masih panas, atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami pemanasan akibat adanya perlipatan atau patahan, serta adanya panas residual pada batuan beku pluton. Sistem ini dapat menghasilkan fluida dengan temperatur tinggi hingga rendah.

Gambar III.4. Model konseptual yang sudah disederhanakan untuk sistem panasbumi yang memiliki dua fase fluida pada reservoarnya (natural two-phase system) menurut Hochstein & Browne (2000) Gambar III.5. Model konseptual untuk sistem panasbumi yang fluidanya didominasi oleh fase gas (vapor dominated system) di komples gunungapi relief tinggi, dimana terdapat lapisan kondensat pada bagian atas dari reservoar menurut Hochstein & Browne (2000). Sistem yang berkaitan dengan batuan beku intrusif umumnya berada pada setting tektonik di batas antar lempeng. Hochstein dan Browne (2000) menjelaskan beberapa setting tektonik yang berkaitan dengan sistem panasbumi ini yaitu kolisi antar lempeng dan zona fracture. Pada setting tektonik kolisi, suhu yang terbentuk

Gambar III.6. Model konseptual untuk sistem panasbumi di daerah rifting kerak benua. Model dibuat berdasarkan pada sistem danau di Tanzania utara, Kenya dan Ethiopia (Hochstein & Browne, 2000) pada reservoar bervariasi dari tinggi hingga rendah. Umumnya anomali panas dihasilkan dari batuan kerak yang panas akibat aktivitas kolisi tersebut. Sedangkan pada fracture zone system (Gambar III.8), fluida berasal dari air meteorik yang mengalami sirkulasi hingga ke bagian dalam dan berkontak dengan batuan intrusi seperti granit yang masih memiliki panas. Fluida tersebut kemudian bergerak naik melewati zona fracture yang memberikan permeabilitas tinggi sehingga air mempu bergerak naik ke permukaan. Goff & Janik (2000) menjelaskan adanya tectonic model yang merupakan konseptual model dari sistem geotermal yang terletak di lingkungan tektonik ekstensi (Gambar III.9). Pada zona ekstensi, seperti pada zona rifting, terjadi penipisan kerak akibat adanya stretching pada kerak yang saling menjauh. Penipisan ini mengakibatkan batuan mantel menjadi lebih dekat ke permukaan yang menghasilkan gradien temperatur yang lebih besar serta adanya anomali aliran panas pada

zona-zona sesar turun. Adanya sirkulasi dalam yang menuju graben menjadi suplai fluida yang akan terpanaskan dan terakumulasi pada reservoar, kemudian bergerak ke permukaan melewati zona permeabel dari sesar-sesar tersebut. Gambar III.7. Model konseptual untuk sistem panasbumi yang berkaitan dengan batuan beku intrusif pada zona fracture menurut Hochstein & Browne (2000) Gambar III.8. Model konseptual untuk sistem panasbumi akibat setting tektonik menurut Hochstein & Browne (2000) Nicholson (1993) memberikan contoh lain sistem panasbumi yang tidak berkaitan langsung dengan proses magmatisme yang disebut geopressured system. Panas pada sistem ini dihasilkan oleh tekanan bebatuan itu sendiri. Sistem ini umumnya memiliki suhu yang rendah. Pada sistem ini air yang berkontribusi umumnya berupa connate

water yang terperangkap dalam batuan sedimen sehingga menghasilkan fluida yang bersifat klorida dan sangat saline atau disebut brine water.