BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Selama masa orde baru dan reformasi, harapan yang besar dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. RI secara resmi telah menetapkan dimulainya pelaksanaan otonomi daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD.

BAB I PENDAHULUAN. daerah membutuhkan sumber-sumber penerimaan yang cukup memadai. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan otonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap jumlah penjualan, laba, lapangan pekerjaan,

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan antara pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

EVALUASI SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

ABSTRAK. Oleh : ROSNI. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, tiap-tiap daerah dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang negatif. Dampak ini dapat dilihat dari ketidakmerataan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki banyak pulau dan di dalamnya terdapat daerah provinsi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. 1 januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup. Pelaksanaan pembangunan nasional berkaitan. dalam memperlancar pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. mampu membangun prasarana yang sangat dibutuhkan di wilayahnya. Perubahan

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Referensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2001. Otonomi daerah dimaksudkan agar Pemerintah Daerah dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendaknya sendiri tanpa campur tangan Pemerintah Pusat. Akan tetapi penerapannya masih sangat jauh dari sempurna karena yang terjadi dalam kurun waktu 9 tahun sejak diberlakukannya otonomi daerah adalah justru semakin besarnya ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat. Hal ini boleh jadi dikarenakan konsep otonomi daerah diartikan berbeda oleh setiap pihak yang menjalaninya. Otonomi daerah ini memang bukan hal baru untuk diperbincangkan, tetapi otonomi daerah yang sudah dijalani selama 9 tahun ini, sangat menarik sekali untuk dicermati sampai sejauh mana keberhasilannya. Tingkat keberhasilan ini dapat dilihat dari kinerja Pemerintah Daerah sebagai pelaksana utamanya, apakah semakin baik atau justru sebaliknya. Untuk merealisasikan pelaksanaan Otonomi Daerah maka sumber pembiayaan Pemerintah Daerah tergantung pada peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini diharapkan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Hal ini memaksa masing-masing Pemerintah Daerah dituntut untuk selalu berupaya meningkatkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar daerah mampu membiayai penyelenggaraan daerah dan

2 meningkatkan pelayanan publik. Upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini dapat dilakukan dengan cara menggali sumber-sumber penerimaan yang baru tetapi tetapi legal dalam artian tetap mengacu pada peraturan daerah yang berlaku. Hal ini harus dilakukan karena sampai saat ini hampir semua daerah di Indonesia masih sangat bergantung pada pusat, faktanya adalah masih kecilnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan, dan struktur pendapatan daerah hampir di setiap daerah yang ada di Indonesia masih bergantung pada Dana Perimbangan terutama Dana Alokasi Umum (DAU). Dari sumber-sumber pendapatan daerah yang ada, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam struktur APBD masih merupakan elemen yang cukup penting peranannya baik untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan maupun pemberian pelayanan kepada publik. Apabila dikaitkan dengan pembiayaan, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih merupakan alternatif utama dalam mendukung program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di Kabupaten Bandung. Di dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari : a. Hasil pajak daerah, b. Hasil retribusi daerah, c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

3 Pemberian Kewenangan kepada Daerah untuk memungut Pajak Daerah telah mengakibatkan pemungutan berbagai jenis Pajak Daerah yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pemungutan ini harus dipahami oleh masyarakat sebagai sumber penerimaan yang dibutuhkan oleh Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengatur tentang pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah, Pemerintah Pusat mengeluarkan UU Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah yang kemudian disempurnakan dengan UU Nomor 34 Tahun 2000. Sedangkan sebagai aturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 adalah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tentunya tidak terlepas dari peranan masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah. Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang jumlahnya paling besar di Kabupaten Bandung adalah dari hasil pajak daerah. Hal ini dapat dilihat dari tabel kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tahun 2001-2007 berikut ini: Tabel 1.1 Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2001-2007 Tahun Kontribusi 2001 49,70 % 2002 45,33 % 2003 40,65 % 2004 43,30 % 2005 42,34 % 2006 41,68 % 2007 36,84 % Rata-rata 42,83 %

4 Dari tabel di atas, dapat disimpulkan rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap PAD adalah 42,16%. Dari angka ini dapat dilihat bahwa prosentase kontribusi pajak daerah terhadap PAD cenderung stagnan dari tahun ke tahun, dengan kontribusi yang tidak jauh berbeda setiap tahunnya. Tetapi apabila dibandingkan dengan besarnya DAU (Dana Alokasi Umum) yang merupakan pemberian dari pemerintah pusat dan besarnya biaya pembangunan di wilayah Kabupaten Bandung, jumlah PAD ini masih kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kabupaten Bandung belum dapat memaksimalkan potensi yang terdapat di sektor sumber PAD sebagai upaya untuk meningkatkan PAD. Ada tujuh jenis pajak daerah di Kabupaten Bandung yaitu, Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir.(Sumber : Laporan Realisasi Keuangan Daerah Kabupaten Bandung). Dari sekian banyak sektor pendapatan yang diterima oleh Kabupaten Bandung, penulis memfokuskan diri untuk meneliti pendapatan yang diterima melalui pajak hotel. Setiap balas jasa yang diberikan oleh konsumen kepada hotel yang ada, tentunya akan mendatangkan penghasilan juga untuk Pemerintah Kabupaten Bandung dalam bentuk Pajak Daerah. Khusus untuk jasa hotel penghasilan ini termasuk ke dalam Pajak Hotel. Menurut Marihot P. Siahaan (2005 : 247), yang menjadi objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran. Data yang didapat dari Dinas Pariwisata Kota Bandung, tercatat bahwa terdapat 38 hotel di Kabupaten Bandung pada tahun 2007. Jumlah ini merupakan

5 potensi besar bagi DPPK Kabupaten Bandung untuk lebih mengoptimalkan pendapatan pada pos Pajak Hotel. Namun apakah pihak DPPK Kabupaten Bandung sudah optimal dalam penarikan Pajak Hotel atau belum, untuk itulah perlu diketahui tingkat efektivitas Pajak Hotel di Kabupaten Bandung, agar dapat terlihat bagaimana kinerja DPPK Kabupaten Bandung dalam mengoptimalkan potensi Pajak Hotel di Kabupaten Bandung. Menurut Eka Hardiana anggota Panitia Anggaran DPRD Jawa Barat dalam majalah Bujet terbitan BIGS 2007, menyebutkan...bahwa kekurangan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan pajak daerah adalah karena pemerintah daerah tidak mengetahui potensi pajak yang bersangkutan.... Apabila potensi pajak daerah yang seharusnya menjadi dasar anggaran pendapatan pajak daerah tidak diketahui atau bahkan tidak diperhitungkan, maka pemerintah daerah akan kecolongan karena banyak sekali celah untuk melakukan manipulasi terhadap penerimaan pajak daerah. Akibatnya dapat kita simpulkan bahwa penerimaan pajak daerah dapat dijadikan sumber kecurangan keuangan para oknum yang tidak bertanggung jawab dan akhirnya dapat merugikan pemerintah daerah. Begitu pula halnya dengan penerimaan Pajak Hotel sebagai bagian dari pajak daerah, apabila tidak diketahui potensinya dengan riil maka banyak kesempatan untuk memanipulasinya. Penulis berkeyakinan bahwa dengan mengetahui tingkat efektivitas Pajak Hotel di Kabupaten Bandung, maka kita dapat mengetahui bagaimana kinerja Pemerintah Kabupaten Bandung dalam memaksimalkan Pajak Hotel selama tujuh tahun terakhir. Setelah itu, diharapkan Pemerintah Kabupaten Bandung dapat

6 mengoptimalkan pemungutan Pajak Hotel dengan berbagai alternatif sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang masalah yang telah dirumuskan dalam judul : Analisis Efektivitas Pajak Hotel dan Kontribusinya Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kabupaten Bandung. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan, maka penulis merumuskan pokok permasalahan dalam penelitiannya sebagai berikut : 1. Bagaimana laju pertumbuhan Pajak Daerah di Kabupaten Bandung dari tahun 2001-2007, 2. Bagaimana potensi Pajak Hotel di Kabupaten Bandung selama tahun 2001-2007, 3. Bagaimana efektivitas Pajak Hotel pada DPPK Kabupaten Bandung pada tahun 2001-2007, 4. Bagaimana kontribusi realisasi Pajak Hotel terhadap penerimaan pajak daerah pasca otonomi daerah.

7 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud penelitian Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka maksud dari penelitian ini adalah menganalisis efektivitas Pajak Hotel dan mendeskripsikan mekanisme pengelolaan Pajak Hotel di Kabupaten Bandung pasca otonomi daerah. 1.3.2 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis bertujuan untuk mengetahui : 1. Laju pertumbuhan Pajak Daerah di Kabupaten Bandung dari tahun 2001 2007, 2. Potensi Pajak Hotel di Kabupaten Bandung selama tahun 2001-2007, 3. Efektivitas Pajak Hotel pada DPPK Kabupaten Bandung pada tahun 2001-2007, 4. Kontribusi realisasi Pajak Hotel terhadap penerimaan pajak daerah pasca otonomi daerah 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, sebagai berikut : a) Manfaat Teoritis Akademisi atau peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian-penelitian yang sama dengan kajian yang lebih

8 mendalam untuk meningkatkan penerimaan Pajak Hotel di Kabupaten Bandung. b) Manfaat Empiris Pemerintah Kabupaten Bandung, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan dalam pemungutan Pajak Hotel di Kabupaten Bandung, karena dengan mengetahui potensi yang sebenarnya, pendapatan Pajak Hotel pada tahun-tahun mendatang diharapkan lebih meningkat dari tahun sebelumnya sehingga dapat meningkatkan kinerja Pemerintah Kabupaten Bandung sebagai penyelenggara kegiatan pelayanan publik.