BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paruparu.mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron, dinding selnya mengandung komplek lipida glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia (Kemenkes RI, 2014). Bakteri ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab.dalam jaringan tubuh, bakteri dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun).tuberkulosis timbul berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit (Depkes RI, 2007). 2.1.1 Epidemiologi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah salah satu dari 10 penyebab kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2015, diperkirakan ada sekitar 10,4 juta kasus yang baru pada kasus tuberkulosis di seluruh dunia, dimana 5,9 juta adalah laki-laki, 3,5 juta adalah perempuan dan 1 juta diantaranya adalah anak-anak. Penderita HIV 11% menderita tuberkulosis dari total keseluruhan. Pada tahun 2015, 1,8 juta orang meninggal akibat tuberkulosis termasuk 0,4 juta positif HIV (WHO, 2016). 6
Berdasarkan jumlah penduduk tahun 2014, penemuan kasus baru tuberkulosis paru BTA (+) di Sumatera Utara yaitu 1.818 kasus atau 76,35%. Angka ini mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan cangkupan penemuan kasus tahun 2013 sebesar 72,29% namun lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 82,57% dan tahun 2011 sebesar 76,57% (Dinkes, 2014). 2.1.2 Penularan Tuberkulosis Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis BTA positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya.pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percikan renik).sekali batuk dapat mengandung 3000 percikan dahak (Kemenkes RI, 2014).Setelah bakteri tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya bakteri yang dikeluarkan dari parunya (Depkes RI, 2007). 2.1.3 Pengendalian Tuberkulosis Pengendalian tuberkulosis di Indonesia sudah berlangsung sejak sebelum kemerdekaan dan secara terbatas pelaksanaannya dilakukan melalui balai pengobatan dan sanatorium.pada tahun 1967 disusunnya suatu pedoman nasional pengendalian tuberkulosis menggunakan penatalaksaanpengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (Directly Observed Treatment Short, DOTS).Pada tahun 1995 secara nasional strategi DOTS diterapkan bertahap melalui Puskesmas secara bertahap (Kemeskes RI, 2014). 7
2.2 Klasifikasi Tuberkulosis Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan paduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai. Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus menurut Depkes RI tahun 2007, yaitu : a. Organ tubuh yang sakit. b. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA positif atau BTA negatif. c. Riwayat pengobatan tuberkulosis penyakit : baru atau sudah pernah diobati. d. Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat. 2.2.1 Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,tidak termasuk pleura (PDPI, 2006). a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) Tuberkulosis dibagi atas : i. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah sekurang - kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif. ii. Tuberkulosis paru BTA(-) adalah hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiogi menunjukkan tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis. 8
b. Berdasarkan tipe pasien Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu : i. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan obat kurang dari satu bulan. ii. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif (Depkes RI, 2007). Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan adalah lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis dan lain-lain) dan tuberkulosis paru kambuh (PDPI, 2006). iii. Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah (Depkes RI, 2007). iv. Lalai (Pengobatan setelah default/drop-out) adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak dahak BTA positif (Depkes RI, 2007). v. Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan ) atau lebih; atau pederita dengan hasil BTA negatif Rontgen 9
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan (Depkes RI, 2007). vi. Kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 (Depkes RI, 2007). 2.3 Tanda-Tanda dan Gejala Klinis Tuberkulosis Gejala tuberkulosis pada orang dewasa umumnya penderita mengalami batuk dan berdahak terus menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau pernah batuk darah. Adapun gejala-gejala lain dari tuberkulosis pada orang dewasa adalah sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan (Depkes RI,2007). 2.4 Diagnosis Tuberkulosis Diagnosa tuberkulosis paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua pasien tuberkulosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak dalam dua hari kunjungan berurutan berupa dahak Sewaktu- Pagi-Sewaktu (SPS). S (Sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Puskesmas. S (Sewaktu): dahak dikumpulkan di Puskesmas pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Hasil penelitian dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA 10
hasilnya positif. Apabila hanya spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang (Depkes RI, 2007). 2.5 Pencegahan Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan faktor risiko, yakni pada dasarnya adalah mengupayakan kesehatan perilaku dan lingkungan, antara lain dengan pengaturan rumah agar memperoleh cahaya matahari, menghindari meludah sembarangan, batuk sembarangan, mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik dan seimbang (Depkes RI, 2007). 2.6 Terapi Terapi atau pengobatan penderita tuberkulosis dimaksudkan untuk menyembuhkan penderita sampai sembuh, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan.sesuai dengan sifat kuman tuberkulosis untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah menghindari penggunaan moterapi.obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seseorang Pengawasan Menelan Obat (PMO). Pengobatan tuberkulosis diberikan, dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan (Depkes RI, 2007). 2.6.1 Prinsip Pengobatan 11
Pengobatan tuberkulosis diberikan, dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan (Depkes RI, 2007). a. Tahap Intensif Pada tahap intensif (awal) penderita mendapatkan obat setiap hari dan perlu diawali secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita tuberkulosis BTA postif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan (Depkes RI, 2007). b. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2007). 2.7 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Jenis dan dosis OAT, jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah : Isoniazid, Rimfampin, pirazinamid, Streptomisin, Etambutol (PDPI, 2006). a. Isoniazida (H) Isoniazid bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi bakteri dalam beberapa hari pengobatan.efektif terhadap bakteri dalam keadaan metabolit aktif, yaitu bakteri yang sedang berkembang.dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 10 mg/kg BB (Depkes RI, 2007).Isoniazid dapat digunakan sebagai intermittent untuk 12
tuberkulosis setelah terapi harian selama paling sedikit 2 bulan dengan rifampisin, dan pirazinamida diberikan untuk tuberkulosis (Hardman dan Limbird, 2001). b. Rifampisin (R) Rifampisin bersifat bakterisid, dapat membunuh bakteri semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB (Depkes RI, 2007). c. Pirazinamid (Z) Pirazinamid bersifat bakterisid dapat membunuh bakteri yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB (Depkes RI, 2007). d. Etambutol (E) Etambutol bersifat bakteriostatik.dosis harian yang dianjurkan 15mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB (Depkes RI, 2007). e. Streptomisin (S) Streptomisin bersifat bakterisid, dapat membunuh bakteri yang sedang membelah (Depkes RI, 2007). 2.7.1 Efek Samping dan Penanganan OAT Menurut Depkes RI (2007), sebagian besar penderita tuberkulosis dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan dilakukan, terjadinya efek samping yang sangat penting dilakukan selama pengobatan.kutipan beberapa efek samping ringan dengan kemungkinan penyebab dan penanganannya disampaikan 13
dalam Tabel 2.1 dan kutipan beberapa efek samping berat dengan kemungkinan penyebab dan penanganannya disampaikan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.1 Beberapa efek samping ringan dengan kemungkinan penyebab dan penanganannya. Efek Samping Penyebab Penanganan Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut Rimfampisin Obat yang diminum malam sebelum tidur Nyeri perut Pirazinamid Beri Aspirin Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki Warna kemerahan pada air seni (urine) INH Rifampisin Beri vitamin B6 (Piridoxin) 100 mg per hari Tidak perlu diberi apaapa tapi perlu penjelasan kepada penderita Tabel 2.2 Efek samping berat dengan kemungkinan penyebab dan penanganannya. Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan Gatal dan kemerahan Tuli Gangguan keseimbangan Ikterus tanpa penyebab lain Bingung dan muntah muntah (pemulaan ikterus karena obat) Semua jenis OAT Streptomisin Streptomisin Hampir semua OAT Hampir semua OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan Streptomisin dihentikan, diganti Etambutol Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang Hentikan semua OAT segera lakukan tes fungsi hati Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin 2.7.2 Panduan OAT yang digunakan di Indonesia 14
Panduan pengobatan yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan tuberkulosis oleh Pemerintah Indonesia : a. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan.kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.obat yang diberikan untuk penderita baru tuberkulosis paru BTA postif, penderita baru tuberkulosis paru BTA negatif rontgen positif yang sakit berat, dan penderita tuberkulosis ekstra paru berat (Depkes RI, 2007). b. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Tahap intensif diberikan selam 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZE setiap hari.dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari.setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.obat ini diberikan untuk penderita tuberkulosis paru BTA postif yang sebelumnya pernah diobati adalah penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure), dan penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default) (Depkes RI, 2007). c. Kategori-3 (2HRZ/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selam 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan; dan penderita tuberkulosis ekstra paru ringan (Depkes RI, 2007). d. OAT sisipan (HRZE) 15
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan (Depkes RI, 2007). e. OAT kombinasi tetap. Paket Kombipak adalah paket obat lepas terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.disamping paket kombipak, saat ini tersedia juga obat tuberkulosis yang disebut Fix Dose Combination (FDC). Obat ini pada dasarnya sama dengan obat kombipak, yaitu rejimen dalam bentuk kombinasi, namun didalam tablet yang sudah berisi 2, 3, atau 4 campuran OAT dalam kesatuan (Depkes RI, 2007). 2.7.3 Resistensi OAT Terjadinya resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis terhadap obatobat anti tuberkulosis menimbulkan masalah untuk penatalaksanan terhadap penderita tuberkulosis.selain membutuhkan biaya besar, lamanya pengobatan yang bertambah, butuh pengawasan yang ketat, resiko kematian dan resiko penularan yang tinggi karena kuman tersebut (Nofriyanda, 2010). 2.8 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012). 16
2.9 Kepatuhan Kepatuhan atau ketaatan adalah tingkat pasien dalam melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau orang lain. Kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan (Depkes RI, 2007).Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam manajemen keperawatan diri dan kerjasama antara pasien dengan petugas kesehatan (Niven, 2002). 2.9.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Menurut Niven (2002) adapun faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah : a. Faktor penderita individu i. Sikap atau motivasi individu ingin sembuh Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam diri individu sendiri.motivasi individu ingin tetap mempertahankan kesehatannya sangat mempengaruhi perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya. ii. Keyakinan Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalani kehidupan. Penderita yang berpengang teguh terhadap keyakinannya akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus asa serta dpat menerima keadaannya. b. Dukungan keluarga 17
Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan tenteram apabila mendapatkan perhatian dan dukungan dari keluarga. c. Dukungan sosial Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan terhadap program-program medis. d. Dukungan petugas kesehatan Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi penerapan perilaku kepatuhan (Niven, 2002). 18