IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Kerja Ekstraksi Jahe

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

I. PENDAHULUAN. timbulnya berbagai macam penyakit seperti jantung koroner, kanker, diabetes,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid,

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. BB buah takokak

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri keberadaannya. Dewasa ini, banyak penyebab penyebab yang

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

39 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan, beberapa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila

BAB I PENDAHULUAN. dari segi jumlah tanaman obat yang sebagian besar belum dapat dibuktikan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. antioksidan. Hal ini terjadi karena sebagian besar penyakit terjadi karena adanya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Jengkol (Archidendron jiringa (Jeck) Nielsen Dengan Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi sponge

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan di perairan tropis diketahui memiliki

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rambut jagung diambil dari jagung muda yang telah berumur hari atau

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas ialah atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Efek pangan dapat berdampak terhadap kesehatan, karena

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional akhir-akhir ini sangat

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

I. PENDAHULUAN. Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab III Bahan dan Metode

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Teh adalah jenis minuman non alkohol yang terbuat dari daun teh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki satu elektron

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI Penelitian tentang umbi bawang dayak ini dilakukan tidak hanya dalam bentuk umbi segarnya (Gambar 2) yang mengandung berbagai macam komponen bioaktif, akan tetapi juga dilakukan pada bentuk olahannya berupa simplisia (Gambar 3) dan keripik (Gambar 4). Simplisia adalah bahan alami dari tanaman yang telah dikeringkan. Keripik dijadikan sebagai salah satu pengolahan bawang dayak untuk mendapatkan pangan fungsional yang memiliki kandungan senyawa antioksidan yang baik. Pengolahan simplisia dan keripik dikeringkan menggunakan oven dengan perbedaan suhu dan waktu, dimana simplisia membutuhkan waktu selama 6 jam pada suhu 50 0 C sedangkan keripik membutuhkan waktu 4 jam pada suhu 70 0 C. Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen atau zat aktif dari suatu campuran padatan atau cairan dengan menggunakan pelarut tertentu. Kontak antara pelarut dan bahan secara intensif, menyebabkan komponen aktif pada campuran akan berpindah ke dalam pelarut (Gamse 2002). Proses ekstraksi pada penelitian ini menggunakan teknik maserasi, yaitu merendam sampel yang akan diekstrak dengan pelarutnya. Lama waktu ekstraksi adalah 24 jam pada suhu 37 0 C yang disimpan dalam shaker. Maserasi merupakan metode yang cukup sederhana karena tidak memerlukan pemanasan sehingga dapat mencegah rusaknya kandungan senyawa metabolit sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kesempurnaan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi harus dapat menarik komponen aktif dari campuran dalam sampel. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut di antarnya selektivitas, kemampuan pelarut untuk mengekstraksi, tidak bersifat racun, mudah diuapkan dan relatif murah (Gamse 2002). Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi dapat menembus pori-pori bahan padat sehingga bahan yang ingin diekstrak dapat dengan mudah tertarik. Pada penelitian ini digunakan lima jenis pelarut yang berbeda berdasarakan tingkat kepolarannya, yaitu heksan (nonpolar), etilasetat (semipolar), metanol (polar), etanol (polar) serta air (polar). Pemilihan ke lima jenis pelarut ini bertujuan untuk mengetahui polaritas senyawa bioaktif dari bawang dayak. Prinsip dari proses ekstraksi adalah like dissolves like, artinya suatu pelarut akan mengisolasi komponen yang memiliki sifat yang sama dengan pelarutnya. Oleh karena itu, pelarut nonpolar akan mengekstrak komponen yang bersifat nonpolar, dan bahan yang bersifat polar akan diekstrak oleh pelarut yang bersifat polar. Proses ekstraksi dilakukan selama tiga kali untuk masing-masing bahan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan senyawa bioaktif yang lebih maksimal. Penghilangan pelarut dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40 0 C, kemudian dipekatkan dengan gas nitrogen (N 2 ). Hasil dari pemekatan ini ditimbang kemudian dihitung perbandingan berat ekstrak dengan berat awal sampel yang diekstrak, sehingga diperoleh nilai rendemen ekstraknya. Proses pemekatan hasil ekstraksi untuk sampel yang diekstrak dengan pelarut air dilakukan dengan cara yang berbeda dengan pelarut-pelarut lainnya. Proses pemekatannya tidak menggunakan rotary evaporator dan gas N 2, akan tetapi proses pemekatannya menggunakan vacuum evaporator pada suhu 60 0 C selama 15 menit. Walaupun terjadi perebdaan proses pemekatan, diharapkan dengan penggunaan suhu yang relatif lebih tinggi 17

namun dengan waktu yang lebih singkat tidak mengurangi keaktifan dari senyawa bioaktif yang terkandung di dalam ekstrak air umbi bawang dayak segar, ekstrak air simplisia dan ekstrak air keripik. Gambar 2. Umbi Bawang Dayak Segar Gambar 3. Simplisia Bawang Dayak Gambar 4. Keripik Bawang Dayak B. RENDEMEN EKSTRAK UMBI BAWANG DAYAK SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK Nilai rendemen ekstrak umbi bawang dayak segar, ekstrak simplisia dan ekstrak keripik terhadap pelarut heksan, etilasetat, metanol, etanol dan air dapat dilihat pada Tabel 2. 18

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rendemen terendah untuk ekstrak umbi bawang dayak segar, ekstrak simplisia dan ekstrak keripik berasal dari ekstrak hasil maserasi dengan pelarut heksan, sedangkan rendemen tertinggi terdapat pada sampel yang diekstrak oleh pelarut air. Perbedaan nilai rendemen ini disebabkan oleh perbedaan jenis pelarut yang digunakan. Pelarut yang berbeda akan melarutkan senyawa-senyawa yang berbeda tergantung tingkat kepolarannya. Senyawa yang bersifat polar akan larut dalam pelarut yang bersifat polar, sedangkan senyawa yang bersifat nonpolar akan larut dalam pelarut yang bersifat nonpolar. Hal ini sesuai dengan konsep like dissolve like dimana zat akan terlarut dan terekstrak dengan baik apabila pelarut yang digunakan memiliki tingkat kepolaran yang sama. Oleh sebab itu, jumlah ekstrak yang dihasilkan dari suatu bahan, tergantung jenis pelarut yang digunakan. Tabel 2. Rendemen Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik Jenis Pelarut Rendemen Ekstrak (g/100gram) Bawang dayak segar Simplisia keripik 0.78 1.58 1.29 1.81 4.50 2.98 9.08 3.73 4.00 5.89 6.58 6.58. 30.29 16.26 26.24 Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan rendemennya, komponen polar yang terdapat pada umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik jumlahnya cukup tinggi, sedangkan komponen nonpolarnya sangat rendah. Tingginya nilai rendemen bawang dayak segar dengan pelarut etanol dibandingkan dengan rendemen simplisia dan keripik yang sama-sama diekstrak dengan pelarut etanol dikarenakan adanya makromolekul lain seperti gula sederhana (monosakarida) dan oligosakarida yang dapat terekstrak oleh pelarut etanol pada umbi bawang dayak segar. Kandungan karbohidrat monosakarida dan oligosakarida yang terdapat pada umbi bawang dayak segar jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan simplisia dan keripik. Pelarut air pada umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik menghasilkan nilai rendemen paling tinggi dibandingkan dengan pelarut heksan, etilasetat, etanol dan metanol. Apabila dihitung dari berat solid yang diekstrak, maka simplisia dan keripik memiliki nilai berat solid yang lebih besar dibandingkan dengan berat solid umbi bawang dayak segar. Akan tetapi, nilai rendemen umbi bawang dayak segar dengan pelarut air jauh lebih tinggi dibandingkan dengan simplisia dan keripik yang diekstrak dengan pelarut air. Hal ini disebabkan karena pada saat penyaringan dengan menggunakan kertas saring, filtrat ekstrak simplisia dan keripik. tidak turun secara sempurna pada kertas saring dan cenderung tertahan oleh serbuk-serbuk simplisia dan keripik. Pada saat proses ekstraksi, umbi bawang dayak segar diekstrak dalam bentuk hancuran kecil dan bukan dalam bentuk serbuk seperti pada simplisia dan keripik. Nilai rendemen yang dihasilkan tidak mewakili jumlah antioksidannya. Hal ini berarti bahwa walaupun nilai rendemennya besar, belum tentu menghasilkan nilai antiokisdan yang tinggi. Komponen polar yang terekstrak pada umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik belum tentu menghasilkan senyawa antioksidan dalam jumlah yang 19

banyak. Oleh karena itu, pengujian tentang kapasitas antioksidan, total fenol, kadar vitamin C dan senyawa bioaktif yang bersifat antioksidan akan dievaluasi dengan melakukan uji fitokimia secara kualitatif. C. ANALISIS PROKSIMAT UMBI BAWANG DAYAK SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK Pengujian kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat dilakukan terhadap umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik. Tabel 3 menunjukan hasil analisis proksimat umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik. Tabel 3. Proksimat Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik Komposisi Kandungan (g/100 gram) Bawang dayak segar Simplisia Keripik Kadar air 70.65 5.32 4.25 Kadar abu (bk) 4.79 2.69 2.97 Kadar Protein (bk) 3.70 3.94 3.14 Kadar Lemak (bk) 4.67 0.76 1.21 Karbohidrat by difference (bk) 86.20 92.62 92.70 Nilai kadar air dari umbi bawang dayak segar lebih tinggi daripada simplisia dan keripik. Pengeringan umbi bawang dayak segar menjadi keripik dan simplisia akan menurunkan nilai dari kadar airnya. Hal ini dikarenakan sebagian air akan menguap saat pengeringan menggunakan oven. Nilai kadar air simplisia dengan keripik memberikan hasil yang tidak terlalu berbeda walaupun penggunaan suhu pengolahannya berbeda. Waktu pengeringan pada keripik lebih cepat yaitu selama 4 jam pada suhu 70 0 C dibandingkan dengan simplisia yaitu 6 jam pada suhu 50 0 C. Karbohidrat dan protein pada tanaman sangatlah penting karena memberikan nilai gizi. Nilai kadar protein untuk masing-masing sampel hampir sama walaupun terdapat perbedaan pengolahan. Hal ini berarti bahwa protein yang terdapat dalam umbi bawang dayak tidak rusak oleh adanya pemanasan. Tingginya nilai karbohidrat untuk semua sampel dikarenakan tanaman bawang dayak menyimpan glukosa sebagai sumber energi. Nilai kadar abu umbi bawang dayak segar lebih tinggi dibandingkan dengan simplisia dan keripik. Rendahnya nilai kadar abu pada bawang dayak setelah pengeringan dikarenakan beberapa mineral hilang selama proses pengeringan dengan oven. Selain kadar abu yang menurun selama proses pengeringan, nilai kadar lemak untuk simplisia dan keripik juga mengalami penurunan. Data dan hasil perhitungan analisis proksimat umbi bawang dayak segar, simplsia dan keripik tercantum pada Lampiran 1-3. D. KARAKTERISTIK FISIK HASIL EKSTRAKSI UMBI BAWANG DAYAK SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK Hasil ekstraksi pada umbi bawang dayak segar (Gambar 5), simplisia (Gambar 6) dan keripik (Gambar 7) memberikan warna ekstrak yang berbeda secara visual untuk masing-masing pelarut, sesuai yang terdapat pada Tabel 4. Warna kuning dan orange yang dihasilkan oleh pelarut heksan (nonpolar) dan pelarut etilasetat (semipolar) diduga disebabkan oleh senyawa-senyawa nonpolar seperti lemak dan karotenoid pada sampel. 20

Senyawa karotenoid adalah kelompok pigmen dan antioksidan alami yang dapat meredam radikal bebas, yang menyebabkan warna kuning orange dan merah pada tanaman (Panjaitan et al. 2003). Karotenoid seperti betakaroten merupakan prekursor vitamin A dan berfungsi sebagai antioksidan alami. Tabel 4. Karakteristik Fisik Warna Ekstraksi Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik Sampel Pelarut Warna Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar Simplisia Keripik Kuning Kuning pekat Merah pekat Merah pekat Merah Orange Orange pekat Merah pekat Merah pekat Merah Orange Orange pekat Merah pekat Merah pekat Merah Warna merah yang dihasilkan oleh pelarut polar (metanol, etanol dan air) diduga disebabkan adanya senyawa antosianin pada umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik. Warna merah yang dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan pelarut polar dapat mengindikasikan adanya aktivitas antioksidan yang tinggi karena mengandung senyawa antosianin (Einbond et al. 2004). Antosianin adalah pigmen alami yang tersebar secara luas di alam. Senyawa antosianin merupakan subkelas dari flavonoid dan memberikan warna merah, ungu dan biru pada banyak bunga, buah-buahan dan sayuran. Stabilitas warna dari antosianin sangat dipengaruhi oleh ph, jenis pelarut, temperatur, oksigen, cahaya dan enzim (Rein 2005). Pigmen antosianin lebih stabil pada ph 5.0 dan 6.0 daripada ph 4.0. Selanjutnya, kehilangan pigmen antosianin yang sangat jelas disebabkan penggunaan suhu tinggi. Kestabilan antosianin dan tingkat degradasi terutama dipengaruhi oleh temperatur. Keberadaan oksigen dan interaksinya dengan komponen lain seperti gula dan asam askorbat juga dapat mempengaruhi stabilitas antosianin. Penyebab utama hilangnya pigmen berkaitan dengan hidrolisis antosianin karena perbandingan antara kecepatan kehilanagn warna merah dari antosianin dan kecepatan pembentukan gula bebas (Ozela et al. 2007). 21

Gambar 5. Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar Gambar 6. Ekstrak Simplisia Umbi Bawang Dayak Gambar 7. Ekstrak Keripik Umbi Bawang Dayak E. KAPASITAS ANTIOKSIDAN UMBI BAWANG DAYAK SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK METODE DPPH Pengujian kapasitas antioksidan umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik dilakukan terhadap hasil ekstrak dari ke lima jenis pelarut yaitu heksan, etilasetat, etanol, metanol dan air. Masing-masing ekstrak diuji aktivitas antioksidannya berdasarkan kemampuannya meredam radikal bebas DPPH. Pada prinsipnya, atom hidrogen dari suatu senyawa antioksidan akan membuat larutan DPPH menjadi tidak berwarna yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer akibat terbentuknya DPPH tereduksi (DPPH-H) (Sharma dan Bhat 2009). Metode DPPH mengukur kemampuan suatu senyawa antioksidan dalam menangkap radikal bebas. Kemampuan penangkapan radikal berhubungan dengan kemampuan 22

komponen senyawa antioksidan dalam menyumbangkan elektron atau hidrogen. Setiap molekul yang dapat menyumbangkan elektron atau hidrogen akan bereaksi dan akan memudarkan warna DPPH. Intensitas warna DPPH akan berubah dari ungu menjadi kuning oleh elektron yang berasal dari senyawa antioksidan. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi antara radikal bebas DPPH dengan satu atom hidrogen yang dilepaskan senyawa yang terkandung dalam bahan uji untuk membentuk senyawa 1,1-diphenil-2-pikrilhidrazin (DPPH-H) yang berwarna kuning. Pada metode ini, absorbansi yang diukur adalah absorbansi larutan DPPH sisa yang tidak bereaksi dengan senyawa antioksidan. Hasil analisis kapasitas antioksidan menunjukkan banyaknya komponen antioksidan yang aktif untuk meredam radikal bebas DPPH. Analisis statistik ekstrak umbi bawang dayak segar, ekstrak simplisia dan ekstrak keripik menunjukkan bahwa perbedaan pelarut memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai kapasitas antioksidannya, seperti terangkum pada Lampiran 11a. Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut beda Duncan (Lampiran 11b). Hasil uji lanjut Duncan untuk kapasitas antioksidan ekstrak umbi bawang dayak segar dapat dilihat pada Gambar 8. Kapasitas antioksidan ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut air, etanol dan metanol tidak berbeda nyata (p>0.01). Kapasitas antioksidan ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut heksan dan etanol sangat berbeda nyata (p<0.01), dan ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut etilasetat memiliki kapasitas antioksidan paling tinggi dan berbeda sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan pelarut heksan, etanol, metanol dan air. Kapasitas Antiokisdan (%) 250 200 150 100 50 81.9 a 74.7 a 91.5 a 227.0 c 131.5 b 0 Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar air metanol etanol etilaseat heksan Gambar 8. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan untuk kapasitas antioksidan ekstrak simplisia menunjukkan bahwa ekstrak simplisia dengan pelarut air paling rendah dan sangat berbeda nyata (p<0.01) dengan pelarut etilasetat, heksan, etanol dan metanol, sedangkan ekstrak simplisia dengan pelarut metanol, etilasetat dan heksan tidak berbeda nyata (p>0.01). Ekstrak etanol simplisia memiliki kapasitas antioksidan paling tinggi dan sangat berbeda nyata (p<0.01) dengan pelarut 23

air, heksan, etilasetat dan metanol. Hasil uji lanjut Duncan untuk kapasitas antioksidan ekstrak simplisia dapat dilihat pada Gambar 9. Kapasitas Antioksidan (%) 60 50 40 30 20 10 0 51.8 c 36.9 b 37.0 b 34.3 b 16.7 a Ekstrak simplisia Bawang Dayak air metanol etanol etilasetat heksan Gambar 9. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Simplisia Bawang Dayak Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan. Kapasitas antioksidan ekstrak keripik dengan pelarut air paling rendah dan sangat berbeda nyata (p<0.01) dengan pelarut heksan, etilasetat, etanol dan metanol, sedangkan ekstrak keripik dengan pelarut heksan, metanol dan etanol tidak berbeda nyata (p>0.01). Ekstrak keripik dengan pelarut etanol dan etilasetat menghasilkan kapasitas antioksidan paling tinggi dan tidak berbeda nyata (p>0.01). Hasil kapasitas antioksidan menggunkaan uji lanjut Duncan untuk ekstrak keripik dapat dilihat pada Gambar 10. Perhitungan kapasitas antioksidan ekstrak umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik dapat dilihat pada Lampiran 4-6. Kapasitas Antioksidan (%) 60 50 40 30 20 10 0 57.5 c 42.9 b 46.5 bc 40.1 b 15.0 a Ekstrak Keripik Bawang Dayak air metanol etanol etilasetat heksan Gambar 10. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Keripik Bawang Dayak Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan. 24

Aktivitas ekstrak antioksidan sangat dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan saat ekstraksi (Jang et al. 2007). Berdasarkan hasil uji terhadap aktivitas peredaman radikal bebas DPPH, ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar memberikan nilai peredaman yang paling tinggi dibandingkan dengan heksan, etanol, metanol dan air. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan komponen antioksidan yang terdapat pada masing-masing ekstrak sehingga memberikan perbedaan aktivitas antioksidan (Anokwuru et al. 2011). Komponen antioksidan pada ekstrak umbi bawang dayak segar lebih banyak terekstrak di pelarut yang bersifat semipolar dan nonpolar. Oleh karena itu, pelarut etilasetat (semipolar) dan pelarut heksan (nonpolar) memiliki kemampuan meredam radikal bebas DPPH yang lebih besar. Selain itu, perbedaan jumlah kapasitas antioksidan pada ekstrak umbi bawang dayak disebabkan komponen antioksidan yang terekstrak pada pelarut etanol, metanol dan air memililiki jumlah gugus OH yang sedikit untuk mendonorkan atom hidrogen dibandingkan dengan komponen antioksidan yang terekstrak dengan menggunakan pelarut etilasetat dan heksan yang memiliki jumlah gugus OH yang lebih banyak. Senyawa antioksidan akan mendonorkan atom hidrogennya untuk meredam dan menstabilkan radikal bebas. Salah satu sumber antioksidan alami dari tanaman adalah golongan fenol. Senyawa fenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Oleh karena itu, proses ekstraksi menggunakan berbagai pelarut akan menghasilkan komponen polifenol yang berbeda pula. Setiap tumbuh-tumbuhan memiliki struktur komponen fenolik yang berbeda. Ada komponen fenolik yang memliki gugus OH banyak dan ada pula komponen fenolik yang memiliki gugus OH yang sedikit. Perbedaan jumlah dan posisi gugus hidroksil pada suatu senyawa antioksidan seperti fenol dan flavonoid, dapat mempengaruhi aktivitas antioksidannya. Gugus OH berperan dalam proses transfer elektron untuk menstabilkan dan meredam radikal bebas. Semakin banyak gugus OH pada suatu senyawa fenol, maka kemampuan untuk meredam radikal bebas semakin tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan adanya proses pengeringan umbi bawang dayak segar menjadi simplisia dan keripik, telah menurunkan kemampuan komponen antioksidan dalam meredam radikal bebas DPPH. Hal ini ditunjukkan dengan semakin kecilnya nilai kapasitas antioksidan pada ekstrak simplisia dan ekstrak keripik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa senyawa antioksidan dalam umbi bawang dayak segar tidak tahan panas dan mudah terdegradasi oleh panas. Hal ini sesuai dengan pernyataan para peneliti sebelumnya yang menyebutkan bahwa senyawa antioksidan merupakan senyawa yang mudah teroksidasi dengan adanya panas, cahaya, katalisator logam maupun enzim polifenoloksidase yang dapat mempercepat reaksi oksidasi senyawa tersebut. Komponen antioksidan yang merupakan senyawa bioaktif adalah komponen yang sangat sensitif terhadap cahaya, temperatur dan ph. Baik komponen antioksidan yang bersifat polar seperti golongan fenol dan komponen antioksidan yang bersifat nonpolar seperti karotenoid, sangat sensitif terhadap penggunaan temperatur yang cukup tinggi. Akan tetapi, golongan fenol lebih tahan terhadap panas dibandingkan karotenoid, artinya walaupun golongan fenol terdegdarasi oleh panas, aktivitas antiokidannya masih lebih baik dibandingkan dengan karotenoid. Hal ini dapat terlihat dari hasil pengukuran ekstrak simplisia dengan pelarutnya. Terlihat bahwa ekstrak simplsia dan keripik dengan pelarut heksan dan etilasetat memiliki jumlah kapasitas antioksidan yang lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak heksan dan etilasetat umbi bawang dayak segar. Menurut Patras et al. (2010), degradasi senyawa antioksidan dapat disebabkan oleh rekasi oksidasi, pemutusan ikatan kovalen maupun peningkatan laju reaksi oksidasi oleh 25

panas. Senyawa antioksidan yang sudah teroksidasi akan menjadi rusak dan mengurangi kemampuannya dalam meredam dan menangkal radikal bebas. Vitamin C dan betakaroten adalah senyawa antioksidan yang sangat sensitif terhadap panas, sedangkan senyawa fenol memiliki tingkat sensitifitas yang lebih baik dibandingkan dengan vitamin C dan betakaroten. Nilai kapasitas antioksidan ekstrak umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik dibandingkan hasilnya dengan asam askorbat dalam bentuk AEAC (Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity). Nilai AEAC dapat diperoleh dari kurva standar asam askorbat, sehingga dapat membandingkan nilai kapasitas antioksidan yang diperoleh dengan asam askorbat. Persamaan garis yang diperoleh dari kurva standar asam askorbat yaitu y=0.0034x+0.1292. Kurva standar asam askorbat beserta data dan hasil perhitungannya tercantum pada Lampiran 7-10. Analisis statistik ekstrak umbi bawang dayak segar, ekstrak simplisia dan ekstrak keripik menunjukan bahwa perbedaan pelarut memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai AEAC, seperti terangkum pada Lampiran 12a. Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran12b). Ekstrak bawang dayak segar dengan menggunakan pelarut etilasetat menghasilkan nilai AEAC paling tinggi dan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan pelarut heksan, metanol, air dan etanol. Hasil uji lanjut Duncan untuk AEAC ekstrak umbi bawang dayak segar dapat dilihat pada Gambar 11. 1.20 1.02 c Kapasitas Antioksidan (mg AEAC/mg ekstrak) 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.20 a 0.16 a0.26a 0.48 b 0.00 Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar Gambar 11. AEAC Umbi Bawang Dayak Segar Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan. Ekstrak simplisia dan keripik memiliki nilai AEAC yang lebih kecil dibandingkan dengan ektrak bawang dayak segar, karena pada simplisia dan keripik telah terjadi proses pengolahan dengan pengeringan menggunakan oven. Nilai AEAC tertinggi untuk ekstrak simpilia terdapat pada ekstrak dengan pelarut etanol dan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan pelarut heksan, etilasetat, metanol dan air. Hasil uji lanjut Duncan untuk nilai AEAC ekstrak simplisia dapat dilihat pada Gambar 12. 26

0.25 0.21 c Kapasitas Antioksidan (mg AEAC/ mg Ekstrak) 0.20 0.15 0.10 0.05 0.02 a 0.13 b 0.13 b 0.12 b 0.00 Ekstrak Simplisia Bawang Dayak Gambar 12. AEAC Simplisia Bawang Dayak Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan. Nilai AEAC ekstrak keripik pada pelarut etilasetat dan heksan menghasilkan nilai AEAC paling tinggi dan tidak berbeda nyata (p>0.01). Hasil uji lanjut Duncan untuk nilai AEAC ekstrak keripik dapat dilihat pada Gambar 13. Kapaistas Antioksidan (mg AEAC/mg Ekstrak) 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.18 bc 0.16 b 0.01 a 0.24 c 0.15 b 0.00 Ekstrak Keripik Bawang Dayak Gambar 13. AEAC Keripik Bawang Dayak Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan. F. AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK UMBI BAWANG DAYAK SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK METODE RANCIMAT Setelah melakukan pengujian kapasitas antioksidan menggunakan metode DPPH terhadap semua ekstrak sampel dengan masing-masing pelarutnya, maka diperoleh ekstrak terbaik untuk masing-masing sampel. Ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia dan ekstrak etilasetat keripik, selanjutnya diukur kestabilan oksidatifnya dengan memasukan sejumlah ekstrak sampel ke dalam tabung rancimat yang berisi minyak 27

kedelai dan menghembuskan aliran udara melewati sampel pada suhu 120 0 C. Pemilihan minyak kedelai didasarkan pada banyaknya jumlah kandungan ikatan rangkap yang terdapat pada minyak kedelai. Semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, maka kerusakan oksidatif oleh zat kimia, enzim, suhu, oksigen, cahaya semakin cepat. Kontrol negatif yang digunakan adalah tabung rancimat yang berisi minyak kedelai murni tanpa sampel dan kontrol positif yang digunakan adalah α-tokoferol dalam minyak kedelai murni. Parameter yang diukur adalah waktu induksi dari masing-masing ekstrak sampel. Nilai dari waktu induksi memberikan informasi mengenai stabilitas oksidatif sampel. Waktu induksi diukur sebagai waktu yang diperlukan untuk mencapai titik akhir oksidasi yang berhubungan dengan tingkat ketengikan yang dapat dideteksi. Semakin lama waktu induksi, maka sampel yang diuji memiliki aktivitas antioksidan yang baik. Waktu induksi masing-masing ekstrak sampel beserta kontrol dan pembandingnya (α-tokoferol) berdasarkan hasil metode rancimat dapat dilihat pada Lampiran 13-18. Aktivitas antioksidan dalam metode rancimat dinyatakan dalam waktu induksi. Berdasarkan analisis statistik (Lampiran 19), ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia dan ekstrak etilasetat keripik menunjukan bahwa perlakuan pemanasan terhadap sampel menghasilkan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) terhadap waktu induksinya. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut beda Duncan (Lampiran 19). Hasil uji lanjut beda Duncan untuk waktu induksi terlihat pada Gambar 14. Ekstrak etilasetat keripik, tokoferol dan minyak kedelai murni menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.01) terhadap waktu induksinya. Waktu induksi ekstrak etilasetat keripik, tokoferol dan ekstrak etanol simplisia juga tidak berbeda nyata (p>0.01), sedangkan waktu induksi ekstrak umbi bawang dayak segar memberikan waktu induksi paling lama dan memiliki perbedaan yang sangat nyata (p<0.01) dengan ekstrak etanol simplisia, ekstrak etilasetat keripik, tokoferol dan minyak kedelai murni. 4 3.7 c Tokoferol Waktu Induksi (jam) 3.5 3 2.5 2 1.5 1 2.8 b 2.5 ab 2.6 ab 2.1 a Minyak Kedelai Murni Ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar Ekstrak etanol simplisia 0.5 0 Jenis Ekstrak/Antioksidan Ekstrak etilasetat keripik Gambar 14. Waktu Induksi Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan. 28

Diketahui bahwa ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut etilasetat memiliki nilai waktu induksi yang paling tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya, artinya aktivitas antioksidan ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar sangat tinggi dalam sistem minyak dan mampu menjaga kestabilan oksidatif minyak kedelai dengan baik. Tingginya aktivitas antioksidan ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar dibandingkan dengan tokoferol disebabakan karena kelarutan ekstrak dalam minyak sangat baik. Adanya pengolahan umbi bawang dayak segar menjadi simplisia dan keripik menyebabkan penurunan waktu induksinya. Hal ini sesuai dengan hasil dari pengujian sebelumnya dengan metode DPPH bahwa adanya proses pemanasan telah menurunkan nilai kapasitas antioksidan pada ekstrak simplisia dan ekstrak keripik. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan tokoferol, maka ekstrak etanol simplisia dan ekstrak etilasetat keripik memiliki aktivitas antioksidan yang sama, artinya kekuatan aktivitas antioksidan ekstrak etanol simplsia dan ekstrak etilasetat keripik tergolong baik walaupun telah dikeringkan dari bentuk segarnya. G. TOTAL FENOL EKSTRAK UMBI BAWANG DAYAK SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK Komponen polifenol pada tanaman diketahui memiliki sifat multifungsi seperti pereduksi, menyumbangkan atom hidrogen sebagai antioksidan dan peredam terbentuknya singlet oksigen. Flavonoid dan turunannya merupakan golongan polifenol yang banyak dan sangat penting pada tanaman. Sifat yang penting dari golongan polifenol adalah kemampuannya bertindak sebagai antioksidan. Penentuan kandungan total fenol pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteau. Metode ini berdasarkan kekuatan mereduksi dari gugus hidroksi fenolik. Semua senyawa fenolik dapat bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteau. Adanya inti aromatis pada senyawa fenol (gugus hidroksi fenolik) dapat mereduksi fosfomolibdat fosfotungstat menjadi molibdenum yang berwarna biru (Pratimasari 2009). Menurut Bettuzi (2009), senyawa dari golongan polifenol memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Aktivitas antioksidan komponen polifenol ditandai dengan aktivitas yang relatif tinggi sebagai donor hidrogen atau elektron dan kemampuan dari turunan radikal polifenol untuk menstabilkan dan memindahkan elektron yang tidak berpasangan, serta mengkelat transisi logam (Sanrasari 2008). Kurva standar asam galat beserta data dan hasil perhitungan analisis total fenol ekstrak umbi bawang dayak segar, ekstrak simplsia dan ekstrak keripik tercantum pada Lampiran 20-23. Analisis statistik ekstrak umbi bawang dayak segar, ekstrak simplisia dan ekstrak keripik menunjukkan bahwa perbedaan pelarut memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) terhadap jumlah total fenolnya, seperti terangkum pada lampiran 24. Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran 25). Hasil uji lanjut Duncan untuk jumlah total fenol ekstrak umbi bawang dayak segar dapat dilihat pada Gambar 15. 29

Total Fenol (mg GAE/ 100 mg Ekstrak) 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 2.43 b 3.33c 3.17 c 4.29 d 2.02 a Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar Gambar 15. Total Fenol Ekstrak Umbi Bawang Daya Segar Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan. Total fenol ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut air dan heksan berbeda sangat nyata (p<0.01), sedangkan ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut etilasetat dan etanol tidak berbeda nyata (p<0.01) terhadap jumlah total fenolnya. Ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut metanol memiliki jumlah total fenol paling tinggi dan berbeda sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan pelarut etilasetat, heksan, etanol dan air. Hasil uji lanjut Duncan terhadap total fenol ekstrak simplisia terlihat pada Gambar 16. Berdasarkan hasil yang diperoleh, jumlah total fenol di dalam ekstrak simplisia yang menggunakan pelarut heksan, etilasetat dan air tidak berbeda nyata (p>0.01), sedangkan ekstrak simplisia dengan pelarut etanol menghasilkan jumlah total fenol paling tinggi dan berbeda sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan pelarut metanol, etilasetat, heksan dan air. 4.00 3.52 c 3.00 b Total Fenol ( mg GAE/ 100 mg Ekstrak) 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.85 a 0.49 a 0.65 a 0.00 Ekstrak Simplisia Bawang Dayak Gambar 16. Total Fenol Ekstrak Simplisia Bawang Dayak Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan. 30

Selanjutnya uji lanjut Duncan terhadap total fenol ekstrak keripik diperoleh bahwa ekstrak keripik dengan pelarut air dan etilasetat tidak berbeda nyata (p>0.01), sedangkan jumlah total fenol ekstrak keripik dengan pelarut metanol memiliki jumlah total fenol paling tinggi dan sangat berbeda nyata (p<0.01) dibandingkan pelarut etanol, heksan, air dan etilasetat. Senyawa fenol pada ekstrak simplisia dan ekstrak keripik mengalami degradasi karena panas sehingga semakin lama pemanasan maka senyawa fenol semakin rusak. Penurunan jumlah total fenol ekstrak keripik dapat dilihat pada Gambar 17. Total Fenol ( mg GAE/100 mg Ekstrak) 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 3.38 d 3.01 c 1.15 b 0.65 a 0.60 a Ekstrak Keripik Bawang Dayak Gambar 17. Total Fenol Ekstrak Keripik Bawang Dayak Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan. Total fenol pada ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut heksan, etilasetat, etanol, metanol dan air memiliki jumlah yang berbeda. Komponen polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut memiliki jumlah dan posisi yang berbeda. Dengan demikian, ekstraksi menggunakan berbagai pelarut akan menghasilkan komponen polifenol yang berbeda pula. Berdasarkan hasil pengukuran jumlah total fenol, ekstrak metanol umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia dan ekstrak metanol keripik mampu mengekstrak senyawa fenol paling tinggi dibandingkan dengan pelarut lainnya. Pelarut polar seperti metanol dan etanol mampu mengekstrak senyawa fenol lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut etilasetat, heksan dan air. Pelarut metanol dan etanol memiliki gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan dengan gugus fenol yang ada dan meningkatkan kelarutannya (Silla et al. 2001). Menurut Jakopic et al. (2009), sampel yang diekstrak dengan pelarut metanol secara signifikan memiliki jumlah fenol yang lebih banyak dibandingkan dengan pelarut etanol. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kofii et al. (2010), pelarut etanol adalah pelarut yang terbaik untuk mengesktark senyawa fenol dalam tanaman Ivorian. Ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut etilasetat menunjukan jumlah total fenol yang tinggi setelah metanol. Pelarut etilasetat memiliki kepolaran yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut air. Akan tetapi, dalam penelitian ini ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut etilasetat memiliki jumlah total fenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut air. Tingginya jumlah total fenol pada ekstrak umbi bawang 31

dayak segar dengan pelarut etilasetat diduga adanya golongan polifenol yang memiliki berat molekul yang sama dengan pelarut etilasetat seperti tanin dan flavanol. Berdasarkan peneltian yang dilakukan oleh Uma dan Wan (2010), pelarut aseton yang memiliki kepolaran yang rendah menghasilkan jumlah total fenol yang paling tinggi pada ekstrak daun henna. Pelarut aseton lebih efektif mengekstrak komponen tanin yang memiliki berat molekul yang tinggi (Alasalvar et al 2006). Hal ini sesuai dengan konsep like dissolve like atau pelarut vs pelarut, dimana pelarut aseton dan tannin memiliki berat molekul yang tinggi. Pengujian total fenol menggunakan Folin-Ciocalteau tidak selalu menunjukkan jumlah polifenol secara spesifik, akan tetapi substansi lain juga dapat dioksidasi menggunakan reagen Folin-Ciocalteau. Oleh karena itu, kandungan total fenol pada ekstrak umbi bawang dayak segar dalam penelitian ini tidak selalu seluruhnya adalah karena keberadaan fenol dalam ekstrak tersebut. Komponen polifenol bergantung terhadap jumlah gugus fenol yang dimilikinya bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteau. Kelarutan senyawa fenol dipengaruhi oleh kepolaran pelarut yang digunakan. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya prosedur ekstraksi yang cocok untuk mengekstrak fenolik pada tanaman (Naczk dan Shahidi 2004). Komponen fenolik yang terekstrak biasanya berhubungan dengan biomolekul yang lain (protein, polisakarida, terpen, klorofil, lemak dan komponen anorgank lainnya) dan harus digunakan pelarut yang cocok untuk mengekstrak komponen-komponen tersebut (Koffi et al. 2010). Apabila dibandingkan dengan ekstrak umbi bawang dayak segar, jumlah total fenol pada ekstark simplisia dan ekstrak keripik lebih rendah dan cenderung menurun. Adanya pengaruh pengolahan umbi bawang dayak menjadi simplisia dan keripik menggunakan panas, telah menurunkan jumlah total fenol pada ekstrak simplisia dengan pelarut heksan, etilasetat dan air. Hal ini dikarenakan golongan fenol yang terekstrak pada pelarut tersebut lebih mudah rusak akibat adanya penggunaan temperatur. H. KADAR VITAMIN C UMBI BAWANG DAYAK SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK Berdasarkan analisis statistik seperti terlampir pada Lampiran 27, umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik menunjukan bahwa perbedaan pengolahan sampel memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) terhadap jumlah kadar vitamin C nya. Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan seperti terlihat pada Gambar 18. Kadar vitamin C umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik berbeda sangat nyata (p<0.01). Kandungan vitamin C (asam askorbat) pada umbi bawang dayak segar tergolong cukup tinggi yaitu 61.5 mg/ 100 gram, artinya umbi bawang dayak dapat dijadikan salah satu sumber vitamin C yang baik bagi tubuh. Tingginya kandungan vitamin C pada umbi bawang dayak segar berarti kemampuannya untuk mereduksi radikal bebas di dalam tubuh juga semakin tinggi dan reaksi oksidatif dapat dicegah. Kebutuhan asupan vitamin C untuk tubuh berkisar 60-100 mg/hari dan kebutuhan yang paling besar hanya pada ibu menyusui yaitu berkisar 125 mg/ hari. Oleh karena itu, umbi bawang dayak segar dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan vitamin C tubuh per harinya. Adanya proses pengeringan umbi bawang dayak menjadi simplisia dan keripik, mengakibatkan penurunan jumlah vitamin C yang terdapat pada simplisia dan keripik. Vitamin C adalah molekul yang sangat labil dan selama pengolahan bisa menurun jumlahnya. Perbedaan jumlah vitamin C yang hilang pada simplisia dan keripik disebabakan 32

penggunaan suhu dan lama pengeringan yang berbeda. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa terjadi interaksi antara suhu dan lama pemanasan terhadap penurunan jumlah kandungan vitamin C umbi bawang dayak segar. Kadar Vitamin C (mg/100 gram) 80 60 40 20 0 61.5 c 41.0 b Jenis Sampel 22.0 a Gambar 18. Kadar Vitamin C Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan. Pengaruh pengolahan terhadap suatu bahan yang mengandung nutrisi tertentu, dipengaruhi oleh sensitifitas nutrisinya terhadap berbagai kondisi pengolahan seperti adanya panas, oksigen, ph dan cahaya (Morris et al 2004). Penurunan jumlah kandungan vitamin C selama pemanasan disebabkan terjadi oksidasi oksigen yang tinggi pada vitamin C yang terdapat dalam umbi bawang dayak segar. Apabila dibandingkan dengan umbi bawang dayak segar yang diproses tanpa adanya pemanasan, maka jumlah oksidasi oksigen pada vitamin C lebih sedikit. Semakin tinggi suhu, maka kecepatan reaksi oksidasi vitamin C semakin tinggi yang ditandai dengan penurunan jumlah vitamin C. Perhitungan kadar vitamin C umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik, dapat dilihat pada Lampiran 26. I. UJI KUALITATIF FITOKIMIA Umbi Bawang Dayak Segar Simplisia Keripik Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa-senyawa kimia yang bersifat spesifik seperti alkaloid, fenol, steroid, saponin, glikosida, triterpenoid, tannin dan flavonoid. Senyawa-senyawa ini merupakan hasil metabolit sekunder pada tumbuhan yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk bahan obat. Senyawa metabolit sekunder memiliki jumlah dan jenis yang bervariasi untuk setiap tumbuh-tumbuhan. Beberapa dari senyawa-senyawa tersebut telah diisolasi dan sebagian di antaranya memberikan efek fisiologis dan farmakologis yang lebih dikenal sebagai senyawa kimia aktif (Copriyadi 2005). Pengujian fitokimia dilakukan pada umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik dengan menggunakan pelarut heksan, etilasetat, etanol, metanol dan air. Pengujian ini sebagai langkah awal untuk mengetahui jenis komponen bioaktif yang terkandung pada masing-masing ekstrak sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Hasil pengujian dinyatakan secara kualitatif untuk membuktikan keberadaan senyawa kimia aktif tertentu yang dapat dideteksi dalam ekstrak sampel. Jenis uji fitokimia untuk umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik adalah uji kandungan alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid dan glikosida. 33

Berdasarkan hasil uji fitokimia, ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut metanol, etanol, etilasetat, heksan dan air, megandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, fenolik, triterpenoid, steroid dan glikosida. Ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut air dan pelarut heksan menghasilkan uji negatif untuk senyawa flavonoid. Pelarut etilasetat dan pelarut heksan pada ekstrak umbi bawang dayak segar tidak memiliki kandungan senyawa saponin dan tanin. Hasil uji fitokimia untuk ekstrak umbi bawang dayak segar dapat dilihat pada Tabel 5. Senyawa aktif yang mendukung ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut etilasteat sebagai antioksidan terbaik adalah adanya kandungan senyawa fenolik, triterpenoid dan glikosida yang sangat kuat. Tabel 5. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar Jenis Pengujian Hasil Pengujian 96% Alkaloid ++ + + ++ + Saponin + +++ + - - Tanin + ++ ++ - - Fenolik ++ +++ +++ ++++ +++ Flavonoid - ++ +++ + - Triterpenoid ++++ +++ ++++ +++ + Steroid + + + + + Glikosida ++ ++ +++ ++++ +++ Keterangan: - = negatif; + = positif lemah; ++ = positif; +++ = positif kuat; ++++ = positif kuat sekali Ekstrak simplisia pada pelarut air, metanol, etanol dan etilasetat mengandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, tannin, saponin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid dan glikosida, kecuali untuk ekstrak simplisia dengan pelarut etilasetat menghasilkan uji negatif untuk senyawa tanin. Pengujian fitokimia pada ekstrak simplisia dengan pelarut heksan, menghasilkan uji positif untuk senyawa alkaloid, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid dan glikosida, sedangkan untuk senyawa saponin dan tanin menghasilkan uji negatif. Hasil uji fitokimia untuk ekstrak simplisia dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil uji kapasitas antioksidan dengan radikal DPPH, ekstrak simplisia dengan pelarut etanol memiliki jumlah kapasitas antioksidan yang paling tinggi. Senyawa bioaktif yang mendukung hasil ini adalah adanya kandungan senyawa fenolik, triterpenoid dan glikosida yang tinggi untuk ekstrak simplisia dengan pelarut etanol. Tabel 6. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Simplisia Hasil Pengujian Jenis Pengujian 96% Alkaloid +++ ++ ++ ++ ++ Saponin +++ + ++ + - Tanin ++ +++ + - - Fenolik +++ +++ ++++ ++++ +++ Flavonoid +++ ++ + + + Triterpenoid ++++ +++ ++++ ++++ + Steroid + + + + + Glikosida +++ ++ ++++ ++ ++++ Keterangan: - = negatif; + = positif lemah; ++ = positif; +++ = positif kuat; ++++ = positif kuat sekali 34

Uji fitokimia untuk ekstrak keripik dengan pelarut air, metanol, etanol, etilasetat menghasilkan metabolit sekunder berupa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid dan glikosida. Akan tetapi untuk ekstrak keripik dengan pelarut heksan menghasilkan uji negatif untuk senyawa saponin. Hasil uji fitokimia untuk ekstrak keripik dapat dilihat pada Tabel 7. Ekstrak keripik dengan pelarut etanol dan etilasetat memiliki kandungan senyawa fenolik, triterpenoid dan glikosida yang tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil uji kapasitas antioksidan yang menyatakan bahwa ekstrak keripik dengan pelarut etanol dan etilasetat menghasilkan jumlah kapasitas antioksidan yang paling tinggi. Tabel 7. Hasil Fitokimia Ekstrak Keripik Jenis Pengujian Hasil Pengujian 96% Alkaloid ++ ++ +++ + ++ Saponin ++ +++ +++ + - Tanin + ++++ +++ + + Fenolik + ++++ +++ ++++ ++ Flavonoid + ++++ + +++ + Triterpenoid +++ ++ ++ ++++ ++++ Steroid + + + + + Glikosida +++ ++++ ++++ ++++ +++ Keterangan: - = negatif; + = positif lemah; ++ = positif; +++ = positif kuat; ++++ = positif kuat sekali J. HUBUNGAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN, TOTAL FENOL DAN KADAR VITAMIN C SEBAGAI RADIKAL SCAVENGER PADA UMBI BAWANG DAYAK SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK Pengujian kapasitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH bekerja secara kompleks terhadap semua senyawa antioksidan yang terdapat pada umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik, sedangkan pengujian total fenol hanya mengukur jumlah total fenolnya saja. Senyawa antioksidan tidak hanya terbatas pada golongan fenol saja, akan tetapi masih banyak senyawa-senyawa lain yang dapat menjadi sumber antioksidan, seperti triterpenoid, betakaroten, tokoferol dan vitamin C. Berdasarkan uji kapasitas antioksidan menggunakan metode DPPH, diperoleh bahwa ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia, ekstrak etanol keripik dan ekstrak etilasetat keripik memiliki nilai kapasitas antioksidan paling tinggi. Hal ini berarti komponen antioksidan yang terdapat pada ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia, ekstrak etanol keripik dan ekstrak etilasetat keripik memiliki nilai peredaman yang tinggi terhadap radikal DPPH serta memiliki kemampuan mendonorkan atom hidrogen yang tinggi. Selain itu, diperoleh juga nilai total fenol untuk ekstrak umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik,untuk pelarut heksan, etilasetat, etanol, metanol dan air. Berdasarkan nilai total fenolnya, ekstrak metanol umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia dan ekstrak metanol keripik memiliki nilai total fenol paling tinggi. Terdapat korelasi negatif antara jumlah kapasitas antioksidan ekstrak umbi bawang dayak segar dan keripik terhadap jumlah nilai total fenolnya. Hal ini berarti senyawa 35

antioksidan pada ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar dan ekstrak etilasetat keripik tidak hanya didukung oleh adanya senyawa fenol, akan tetapi ada senyawa antioksidan lain yang terekstrak pada pelarut etilasetat untuk umbi bawang dayak segar dan keripik. Senyawa antioksidan tersebut adalah betakaroten, triterpenoid dan tokoferol, dimana senyawa-senyawa tersebut cenderung larut dalam pelarut nonpolar. Menurut Javanmardi et al. (2003), aktivitas antioksidan dari suatu bahan tidak hanya terbatas pada senyawa fenol saja. Aktivitas antioksidan juga dapat berasal dari metabolit-metabolit sekunder antioksidan lain, seperti karotenoid dan vitamin. Senyawa lain yang bersifat antioksidan pada umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik, adalah vitamin C. Berdasarkan hasil pengukuran kadar vitamin C, umbi bawang dayak segar memiliki kandungan vitamin C yang tinggi, sehingga mampu membantu proses peredaman radikal bebas DPPH. Penurunan jumlah vitamin C pada simplisia dan keripik telah menurunkan kemampuanya untuk meredam radikal bebas sehingga nilai kapasitas antioksidannya juga ikut menurun. Berdasarkan hasil uji kualitatif fitokimia, tingginya nilai kapasitas antioksidan ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia, ekstrak etanol keripik dan ekstrak etilasetat keripik didukung oleh keberadaan senyawa aktif seperti fenolik, triterpenoid dan glikosida yang sangat kuat. 36