Hubungan Antara Pengetahuan dengan Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta NASKAH PUBLIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel penelitian, dengan tetap memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner ini diuji validitas dan

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TUBERKULOSIS DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DI PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN. berobat dan putus berobat selama 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Data Demografi Responden Dalam penelitian ini yang datanya diambil pada bulan Agustus

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN. bakteri mycrobacterium tuberculosis. 1 Bakteri tersebut menyerang bagian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFIKASI DIRI PADA PASIEN TB PARU

Identifikasi Faktor Resiko 1

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

E-Jurnal Sariputra, Februari 2016 Vol. 3(1)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

GAMBARAN HARGA DIRI (SELF ESTEEM) PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH EKS KAWEDANAN INDRAMAYU

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

Maria Jita Iba Badu¹, Tedy Candra Lesmana², Siti Aspuah³ ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KESEMBUHAN PADA PENDERITA TB PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU UNIT MINGGIRAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010)

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum PKU

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

ABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang adalah Tuberkulosis Paru (TB paru) (Kemenkes, 2008). Mycobakterium Tuberculosis yang terutama menyerang paru (Kemenkes,

S T O P T U B E R K U L O S I S

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

ABSTRAK. Sri Ariany P, 2009, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II: J. Teguh Widjaja, dr., Sp.P., FCCP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pengaruh Dukungan Keluarga, Pengetahuan, dan Pendidikan Penderita Tuberkulosis (TB Paru) Terhadap Kepatuhan Minum Obat

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei cross-sectional,

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS PERUMNAS II KECAMATAN PONTIANAK BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETERATURAN BEROBAT PASIEN TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUMBERJAYA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Bandung, Puskesmas Pakel, dan Puskesmas Kauman pada bulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA TENTANG PENULARAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TANRUTEDONG KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata Kunci : Peran PMO, Kepatuhan minum obat, Pasien tuberkulosis paru. Pengaruh Peran Pengawas... 90

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu


BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

DAFTAR PUSTAKA. Arinkunto, S Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Fakultas Ilnu Kesehatan,

Marieta K. S. Bai, SSiT, M.Kes. Abstract

Transkripsi:

Hubungan Antara Pengetahuan dengan Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta NASKAH PUBLIKASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan Disusun Oleh : Erni Herawati J 210.141.028 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 1 NASKAH PUBLIKASI Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis Paru Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta Erni Herawati*, Okti Sri Purwanti S.Kep., M.Kep., Ns., Sp.Kep.M.B**, Sahuri Teguh K S.Kep., Ns, M.Kep** *Mahasiswa Keperawatan FIK UMS **Dosen Keperawatan FIK UMS ABSTRAK Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penanganan terhadap tingginya prevalansi TB harus dilakukan untuk mengendalikan penyakit TB Paru, salah satunya yaitu dengan pengobatan. Pengobatan penyakit TB paru dilakukan selama enam sampai sembilan bulan. Selain pengobatan untuk mencapai kesembuhan sangat penting bagi penderita TB Paru memiliki pengetahuan tentang penyakitnya dan memiliki efikasi diri yang tinggi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan angka kejadian TB paru di BBKPM Surakarta mengalami peningkatan sebesar 1,06 % pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan efikasi diri penderita TB paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Jenis penelitian ini adalah Penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Metode yang digunakan adalah non probability sampling. Populasi penelitian ini adalah penderita TB paru yang menjalani rawat jalan di Poliklinik TB BBKPM yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel yang digunakan adalah 72 responden dengan teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan tehnik accidental sampling. Instrumen adalah kuesioner pengetahuan dan efikasi diri yang telah diujicobakan pada 20 pasien TB paru. Analisis data non parametrik menggunakan uji koefisien korelasi Spearman rho dengan hasil menunujukkan sebagian besar pasien berada pada kategori pengetahuan cukup dan sebagian besar memiliki efikasi diri yang tinggi dengan nilai p = 0,001 < α = 0,05 dan nilai korelasi Spearman sebesar 0.381. Simpulan yaitu adanya hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan dengan efikasi diri penderita TB paru di BBKPM Surakarta. Saran bagi penderita TB paru agar mampu mempertahankan efikasi diri yang dimiliki yaitu dengan cara selalu berusaha untuk mencapai kesembuhan. Kata kunci : Pengetahuan, efikasi diri, tuberkulosis.

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 2 NASKAH PUBLIKASI Relationship Between Knowledge and Self Efficacy Tuberculosis Pulmonary Patients at BBKPM of Surakarta Erni Herawati*, Okti Sri Purwanti S.Kep., M.Kep., Ns., Sp.Kep.M.B**, Sahuri Teguh S.Kep., Ns, M.Kep** ABSTRACT Tuberculosis (TB) is a pulmonary infectious diseases that can attack the lungs. Handling of the high prevalence of TB should be taken to control the disease Pulmonary TB, one of which is the treatment. Treatment of pulmonary TB disease carried out for six to nine months. In addition to treatment to achieve a cure is very important for patients with pulmonary TB have the knowledge about the disease and have a high self-efficacy. Based on the results of the preliminary study of the incidence of pulmonary tuberculosis in Surakarta BBKPM increased by 1.06 % in 2014 compared to 2013. The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge and self-efficacy pulmonary tuberculosis patients at the Center for Lung Health Society Surakarta. This research is a quantitative research with cross sectional approach. The method used is non-probability sampling.this research is pulmonary tuberculosis patients who underwent outpatient Polyclinic BBKPM TB who met the inclusion criteria.the samples used were 72 respondents with a sampling technique that uses accidental sampling technique. The instrument was a questionnaire of knowledge and self-efficacy has been tested on 20 patients with pulmonary tuberculosis. Non-parametric data analysis using the Spearman rho correlation coefficient test with the results showed that most of the patients are in the category of enough knowledge and most have high self-efficacy with p = 0.001 < α = 0.05 and Spearman correlation value for 0381. Conclusion that the existence of a positive and significant relationship between knowledge and self-efficacy pulmonary tuberculosis patients in Surakarta BBKPM. Suggestions for pulmonary tuberculosis patients to be able to maintain the efficacy of self -owned namely by always trying to achieve a cure... Keywords: Knowledge, self-efficacy, tuberculosis.

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 3 PENDAHULUAN Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum masehi. Kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB Paru sudah ada sejak 2 abad terakhir (Pusat data dan Informasi KEMENKES Republik Indonesia, 2015). Walaupun demikian, sebagian besar negaranegara di dunia belum berhasil mengendalikan penyakit TB. Angka kesakitan dan kematian akibat penyakit TB cenderung menetap dan meningkat (Widoyono, 2011). WHO (2010) menunjukkan bahwa ada 22 negara dengan insiden terhadap TB (High Burden of TB Number) daya estimasi sebanyak 9,4 juta jiwa mengidap panyakit TB dan Indonesia menempati urutan kelima teratas. Total kejadian di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 5000 dari total populasi 229.965 jiwa. Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 melaporkan bahwa angka kematian akibat TB ini diperkirakan 95% terjadi di negara yang sedang berkembang. Di Indonesia, Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang menempati urutan kelima tertinggi prevalensi penyakit TB. Tahun 2012 prevalensi TB Paru sebesar 10,64% per 100.000 penduduk (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013). Penanganan terhadap tingginya prevalansi TB tersebut harus dilakukan untuk mengendalikan penyakit TB Paru, salah satunya dengan pengobatan. Pengobatan penyakit TB dapat dilakukan selama enam sampai sembilan bulan dan diberikan dalam dua tahap yakni tahap awal dan tahap lanjutan (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Untuk mencapai kesembuhan sangat penting bagi penderita TB Paru memiliki pengetahuan tentang penyakitnya (Aditama & Aris, 2013). Pengetahuan tersebut dalam hal keteraturan, kelengkapan dan kepatuhan dalam minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Sebaliknya, jika pengobatan tidak teratur dan kombinasi OAT yang tidak lengkap akan menimbulkan kegagalan pengobatan sehingga mengakibatkan Mycobacterium Tuberculosis menjadi kebal dan menimbulkan terjadinya kasus MDR (Multidrug Resistence) TB serta akan menjadi sumber penularan untuk orang lain (Anugerah, 2007). Selain itu, untuk mencapai kesembuhan, penderita juga harus memiliki efikasi diri yang tinggi. Efikasi diri penderita yang rendah akan berakibat pada kegagalan pengobatan. Efikasi diri merupakan keyakinanindividu dalam mengelolah perilaku-perilaku tertentu untuk mencapai kesembuhan. Keyakinan diri penderita untuk sembuh dicapai salah satunya dari kognitif atau pengetahuan yang diberikan oleh petugas kesehatan melalui konseling (Hendiani, Sakti & Widiyanti, 2013). Berdasarkan data rekam medik BBKPM Surakarta jumlah penderita tuberkulosis pada tahun 2013 yaitu sebanyak 928 orang meningkat pada tahun 2014 menjadi 938 orang atau sebesar 1,06%. Studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 19 Juni 2015 di BBKPM Surakarta, dengan melakukan wawancara terhadap lima pasien. Pernyataan tiap pasien tersebut adalah mereka sudah diberikan konseling di Poliklinik TB. Akan tetapi hanya tiga pasien diantaranya cukup mengetahui tentang penyakit TB paru yang

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 4 meliputi: cara penularan, gejala, penatalaksanaan pengobatan, pencegahan penularan serta mereka meyakini kesembuhan penyakitnya. Dua pasien lainya hanya mengetahui tentang cara pengobatan, penularan serta kurang yakin terhadap kesembuhan penyakitnya. Berdasarkan paparan diatas dan mengingat pentingnya keyakinan diri (efikasi diri) yang berdampak pada kesembuhan penderita, sehingga membuat peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara pengetahuan dengan efikasi diri pada penderita TB paru di BBKPM Surakarta. Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan efikasi diri penderita TB paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta. TINJAUAN PUSTAKA Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) paru adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembangbiak terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah dan menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Sehingga dapat menginfeksi organ tubuh, yaitu paru-paru (Novel, 2011). Mikrobakteria penyebab tuberkulosis adalah bakteri aerob yang berbentuk batang, namun tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, namun jika telah diwarnai, bakteri ini tahan terhadap peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alkohol. Jika seseorang telah terjangkit bakteri penyebab tuberkulosis, akan berakibat buruk, seperti menurunkan daya kerja atau produktifitas kerja dan menularkan kepada orang lain. Pada penyakit tuberkulosis, jaringan yang paling sering diserang adalah paru-paru. Tuberkulosis dapat hidup bertahuntahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Artinya, suatu saat kuman tuberkulosis ini akan dapat bangkit lagi dan berkembang (Naga, 2013) Tuberkulosis paru biasanya ditandai dengan demam tidak terlalu tinggi berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam, demam disertai influenza dan bersifat hilang timbul, berat badan menurun, nafsu makan menurun, mengalami batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu dan mengeluarkan darah (Novel, 2011). Pengobatan TB secara umum diberikan dalam dua tahap, tahap pertama diberikan setiap hari selama 2 bulan (INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol) dan tahap kedua, obat diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan (INH, Rifampisin) (Widoyono, 2011). Adapun efek samping OAT yaitu warna kemerahan pada urine, kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki, nyeri sendi, tidak ada nafsu makan, mual, dan sakit perut (Departemen Kesehatan RI, 2009). Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia, serta hasil dari tahu seseorang terhadap objek melalui indra penglihatan, penciuman, pendengaran dan sebagainya. Kemudian dengan sendirinya menghasilkan pengetahuan, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2014).

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 5 Efikasi Diri Efikasi diri bisa terbentuk melalui penilaian diri akan kemampuan serta perasaan akan ancaman sehingga akan memunculkan motivasi untuk mengatur tindakan (Bandura dalam Hendiani, dkk, 2013). METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian dengan jenis penelitian kuantitatif dengan mengunakan pendekatan cross sectional yaitumengobservasi serta dilakukan sekaligus pada saat bersamaan terhadap variabel independent yang termasuk faktor resiko dan variabel dependent yang termasuk faktor efek (Imron, 2010). Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TB paru yang menjalani rawat jalan di Poliklinik TB BBPKM Surakarta yang masuk kriteria inklusi dan eksklusi, dengan jumlah sampel 72 responden. Pengambilan sampel mengunakan Accidental sampling. Instrumen Penelitian Instrumen dalam pengumpulan data yaitu kuesioner pengetahuan penderita TB Paru dan efikasi diri penderita TB Paru. Analisa Data Analisa data yang dilakukan adalah analisa deskriptif (Univariat) dengan tabel distribusi frekuensi dan analisis Bivariat dengan uji koefisien korelasi spearman rank (Rho). HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi karakteristik responden Karakteristik Frekue nsi Prosenta se (%) 1. jenis kelamin Laki-laki 40 56% Perempuan 32 44% 2. umur <55 th 68 94% >55 th 4 6% 3. pendidikan SD 24 32% SMP 22 30% SMA 19 2% Perguruan 7 10% Tinggi 4. pekerjaan Tidak bekerja 8 11% IRT 4 6% Petani 10 54% Wiraswasta 39 6% Karyawan 4 10% 5. Lama Pengobatan TB <2 bulan 29 40% 3 6 bulan 43 60% 6. Mendapat informasi pemgobatan TB Tidak pernah 41 57% Pernah 31 43% 7. sumber informasi pengobatan TB Tidak mendapatkan 41 57% Petugas 27 38% kesehatan Lain-lain 4 5% 8. Mengalami stress/cemas selama pengobatan Ya 55 76% Tidak 17 24% Total 72 100% 9. Mengetahui orang lain berhasil dalam pengobatan TB Tidak pernah 31 43% Pernah 41 57% 10. mengetahui orang lain gagal dalam pengobatan TB Tidak pernah 63 87% Pernah 9 13%

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 6 Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden laki-laki (56%), berusia <55 tahun (94%), pendidikan SD (32%), bekerja sebagai wiraswasta (54%), menjalani pengobatan TB 3-6 bulan (60%). Berdasarkan pengobatan TB menunjukkan sebagian besar menyatakan tidak pernah mendapat informasi pengobatan TB (57%), kemudian responden yang pernah mendapat informasi pengobatan sebagian besar informasi berasal dari petugas kesehatan (38%), dan sebagian besar tidak mengalami stress atau kecemasan (76%), terdapat 57% mengetahui terdapat orang lain atau saudara yang mengalami keberhasilan pengobatan TB dan 14% responden pernah mengetahui terdapat orang lain atau saudara yang mengalami tidak berhasil dalam pengobatan TB. Tabel 2. Distribusi frekuensi pengetahuan Pengetahuan Frekuensi Prosent ase (%) Kurang 14 19% Cukup 33 46% Baik 25 35% Total 72 100% Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang cukup (46%).. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Efikasi Diri Efikasi diri Frekuensi Prosent ase (%) Rendah 0 0% Cukup 27 37% Tinggi 45 63% Total 72 100% Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki efikasi diri yang tinggi (63%). Tabel 4. Tabel hubungan pengetahuan dengan efikasi diri Pengetahuan Efikasi Diri Cukup Tinggi n % N % Kurang 7 50 7 50 Cukup 18 55 15 45 Baik 2 8 23 92 Total 27 37 45 63 Tabel 4 menunjukkan responden dengan pengetahuan kurang diperoleh efikasi diri cukup dengan presentase 50% dan efikasi diri tinggi 50%. Sedangkan pengetahuan cukup diperoleh efikasi diri cukup dengan presentase 55% dan efikasi diri tinggi 45% kemudian dari pengetahuan baik diperoleh efikasi diri cukup dengan presentase 8% dan efikasi diri tinggi 92%. Tabel 5. Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan efikasi diri Hubungan p α Pengetahuan dengan efikasi diri 0,001 0,05 Tabel 5 menunjukkan nilai p 0,001 < α = 0,05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan efikasi diri penderita TB paru di BBKPM Surakarta. Nilai koefisien korelasi Spearman sebesar 0,381 menunjukkan nilai korelasi positif dan searah dengan kekuatan korelasi rendah.

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 7 PEMBAHASAN Karakteristik Responden Hasil analisis karakteristik responden menunjukkan bahwa sampel yang diteliti pada penderita TB di BBKPM Surakarta mayoritas adalahberjenis kelamin laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian Rukmini (2011) didapatkan bahwa penderita TB paru pada responden laki-laki lebih besar dibandingkan responden perempuan yaitu sebesar 61,3%. Hiswani (2009) menyatakan bahwa pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi hal ini disebabkan karena rata-rata laki-laki merokok sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah untuk terpapar dengan agent penyebab TB paru. Hal ini terbukti dari wawancara peneliti dengan 40 responden lakilaki, terdapat 35 orang menyatakan bahwa mereka memiliki riwayat merokok. Berdasarkan hasil penelitian tabel 1 sebagian besar umur responden penelitian adalah <55 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Helper (2010) bahwa penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia produktif yaitu usia 15-55 tahun. Demikian penelitian yang dilakukan oleh Rikha, Arie & Dwi (2012) di Semarang menunjukkan bahwa umur 15-55 tahun mempunyai resiko terkena TB Paru sebesar 0,667 kali lebih besar dibandingkan umur >55 tahun. Menurut pertiwi (2012) penderita TB paru banyak diusia produktif disebabkan pada usia produktif akan sangat mudah tertular penyakit TB paru karena usia tersebut banyak berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain atau lingkungan sekitar, sehingga dari mobilitas yang tinggi memungkinkan terjadi penularan TB paru. Berdasarkan pendidikan responden sebagian besar adalah SD. Hal ini sesuai dengan temuan Rukmini (2011) bahwa tingkat pendidikan rendah, angka kejadian TB Paru lebih tinggi (57,3%) bila dibandingkan dengan pendidikan tinggi 7,8%. Hal ini sesuai dengan hasil Riskesdas 2007, bahwa prevalensi TB paru empat kali lebih tinggi pada pendidikan rendah dibandingkan dengan pendidikan tinggi. Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009 menyatakan bahwa kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah untuk mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara karena melalui pengetahuan serta pendidikan berkontribusi terhadap perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan adalah salah satu faktor pencetus yang dapat berperan mempengaruhi keputusan seseorang untuk berprilaku sehat. Berdasarkan karakteristik pekerjaan responden, sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2014) bahwa pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta yakni sebesar 36,5%. Menurut Pertiwi (2012) pekerjaan wiraswasta sangat rentan terkena TB karena disebabkan oleh lingkungan pekerjaan, sehingga terlalu sering berinteraksi dengan orang lain dapat mempengaruhi tingkat penularan akibat adanya kontak dengan orang yang menderita TB. Lama responden menjalani pengobatan di BBKPM Surakarta yaitu sebagian besar 3-6 bulan. Sedangkan menurut Kementrian Kesehatan Tahun 2010 Pengobatan

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 8 TB paru dilakukan selama enam sampai sembilan bulan. Adapun faktor-faktor yang berkontribusi terhadap pengobatan menurut Erawatyningsih (2009) yakni riwayat pengobatan, efek samping obat, pasien, obat, program nasional TB, terapi yang tidak adekuat, resistensi terhadap OAT, motivasi penderita yang rendah, jarak fasilitas kesehatan dari rumah pasien, jenuh dalam pengobatan dan biaya selama pengobatan. Selanjutnya karakteristik responden tentang pengobatan TB menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak pernah mendapatkan informasi pengobatan TB paru. Menurut Aditama & Aris (2013) dalam mencapai kesembuhan maka sangat penting untuk penderita TB paru memiliki pengetahuan tentang penyakitnya. Selama menderita TB responden sebagian besar tidak mengalami stress atau kecemasan. Menurut Lustman dalam Wu Tahun 2007 menyatakan bahwa responden yang tidak mengalami stress atau depresi berarti memiliki keyakinan untuk memotivasi diri sendiri dan berprilaku sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sebaliknya dengan adanya stress atau depresi merupakan faktor internal yang dapat berkontribusi terhadap penurunan fungsi fisik dan mental yang menyebabkan pasien kehilangan motivasi untuk melakukan perawatan diri harian maupun pengobatan dan beresiko terjadi komplikasi lebih lanjut terhadap penyakitnya. Sebagian besar responden mengetahui terdapat orang lain atau saudara yang mengalami keberhasilan dalam pengobatan dan responden juga sebagian besar tidak pernah mengetahui yang tidak berhasil terhadap pengobatan TB paru. Menurut Bandura dalam Hamidah (2011) pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kesamaan dengan individu seperti keberhasilan dalam pengobatan TB paru, maka akan meningkatkan efikasi diri orang tersebut untuk mencapai kesembuhan. Pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup. Adapun tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh umur, pendidikan, pekerjaan, faktor lingkungan dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan hal ini bisa terjadi setelah orang melakukan pengamatan. Pengindraan terhadap suatu objek yang telah dilihatnya. Pengetahuan merupakan domain yang mendasari terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Sebagian besar pengetahuan dapat diperoleh dari mata dan telinga. Apabila seseorang semakin cukup umur, maka akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Wawan & Dewi, 2010). Sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang penyakit TB paru dalam hal ini dibuktikan dari pasien cukup mengerti tentang pengertian, penyebab penularan, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan, Pengawas Menelan Obat (PMO), pemantauan pengobatan, tatalaksana pengobatan dan efek samping obat. Adapun hal ini didukung sebagaimana dari kuesioner bahwa penderita mendapat informasi tentang TB paru sebesar 38% dari petugas kesehatan yakni berupa mendengarkan pengarahan yang diberikan oleh petugas kesehatan

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 9 baik dokter maupun perawat saat mereka melakukan kontrol pengobatan atau saat konseling TB paru dan 5 % dari media lain yang terdapat dilingkungan mereka, seperti koran/majalah, internet, dari tetangga maupun keluarga dan dari poster-poster yang terpasang di dinding-dinding Poliklinik TB BBKPM Surakarta. Efikasi Diri Berdasarkan hasil penelitian dari 72 responden menunjukkan bahwa tidak ada responden yang memiliki efikasi diri rendah hal ini dikarenakan pasien memiliki keyakinan untuk sembuh sehingga mereka datang untuk berobat, kemudian hasil lain didapatkan bahwa sebagian besar responden mempunyai efikasi diri tinggi. Efikasi diri yang tinggi dalam penelitian ini terdiri dari pasien mematuhi program pengobatan selama enam sampai sembilan bulan, menjaga kebersihan lingkungan, mematuhi PMO dengan tidak lupa minum obat tepat waktu, bisa menyesuaikan diri dengan efek samping OAT, minum obat benar dosis dan benar waktu, melakukan pemeriksaan dahak untuk mengetahui perkembangan penyakit, melakukan istirahat yang cukup, dan memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan jika ada keluhan yang memperberat penyakit. Hasil dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendiani, Sakti & Widiyanti (2013), yang menunjukkan bahwa rata-rata penderita TB memiliki efikasi diri yang tinggi sebesar 56,8%. Hal ini disebabkan oleh responden ingin sembuh dari penyakit TB sehingga mematuhi semua nasehat petugas kesehatan, berbagai usaha dilakukan untuk sembuh, seperti meminum vitamin, menghindari asap rokok dan menjaga kebersihan rumah. Menurut Bandura dalam Masraroh (2012) proses terbentuknya efikasi diri salah satunya dari kognitif atau pengetahuan. Dalam hal ini tindakan yang dilakukan seseorang yang berasal dari pikirannya. Kemudian pemikiran tersebut memberi arahan bagi tindakan yang dilakukan. Jika semakin tinggi pengetahuan, tingkat pendidikan, dan pekerjaan yang dimiliki akan memberikan konstribusi terhadap terbentuknya efikasi diri yang tinggi dan efikasi diri yang tinggi tidak dapat lepas dari adanya faktor-faktor yang mempengaruhi seperti pengalaman individu sebelumnya, pengalaman orang lain yang sama, persuasi sosial maupun keadaan fisiologis dan emosional. Hubungan antara Pengetahuan dengan Efikasi Diri Berdasarkan dari hasil analisis deskriptif kategori efikasi diri dan pengetahuan menunjukkan bahwa rata-rata penderita TB Paru memiliki efikasi diri tinggi dengan pengetahuan yang cukup, hal ini ditandai oleh penderita TB Paru memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan dengan mengerahkan segala usaha agar dapat sembuh. Responden berkeinginan untuk sembuh dari penyakit TB Paru sehingga responden mematuhi program pengobatan selama enam bulan. Responden tetap kontrol tepat waktu bila obat habis, responden tetap minum obat, walaupun sebagian responden merasa efek samping dari OAT yaitu gatal-gatal, pusing dan mual. Responden menyatakan tetap ingin meminum obat sampai dinyatakan benar-benar sembuh oleh dokter. Berbagai usaha dilakukan responden untuk bisa

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 10 sembuh dari penyakit TB Paru, seperti memakan makan yang bergizi, menjaga kebersihan lingkungan, dan istirahat yang cukup. Adapun lainnya dari hasil analisis menunjukkan bahwa ada 7 responden yang berpengetahuan kurang tapi efikasi dirinya cukup, hal ini dikarenakan pasien tidak memiliki informasi yang cukup mengenai penyakit TB paru sehingga pasien kurang paham tentang penyakit TB paru dan dari hal itu pasien memiliki keyakinan yang cukup terhadap kesembuhan, dan 7 responden yang berpengetahuan kurang tapi efikasi dirinya tinggi, hal ini dikarenakan pasien selalu mendapat dukungan dari keluarga untuk tetap kontrol jika obat habis serta pasien juga sudah merasakan tingkat kesehatan yang lebih membaik selama menjalani pengobatan, kemudian ditemukan 2 responden yang berpengetahuan baik dan efikasi dirinya cukup, hal ini dikarenakan pasien mengalami efek samping obat seperti pusing dan mual yang membuat aktivitas pasien terganggu. Hasil penelitian ini diketahui bahwa pengetahuan adalah salah satu faktor dari proses terbentuknya efikasi diri. Pengetahuan sebagai dasar individu untuk menentukan sikap dan perilakunya. Pengetahuan sendiri dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, pengalaman, dan informasi. Pemberian informasi yang mendalam oleh petugas kesehatan tentang penyakit TB paru sangat penting dilakukan agar pengetahuan responden meningkat. Hasil penelitian tentang pengetahuan responden di BBKPM Surakarta, rata-rata berpengetahuan cukup. Kondisi tersebut diperkuat oleh beberapa fakta di lapangan. Berdasarkan hasil wawancara setelah penelitian dengan responden bahwa mereka cukup mengetahui tentang penyakit TB meliputi cara penularan, tanda dan gejala, penatalaksanaan pengobatan, pencegahan penularan dan mereka juga yakin untuk sembuh. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Hasil penelitian Prabandari (2014) membuktikan bahwa semakin baik pengetahuan maka semakin baik motivasi seseorang melakukan pengobatan, sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Novitasari (2015) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan menjalankan diit pada penderita DM di Kelurahan Gayam kecamatan Sukoharjo dimana dalam hal ini semakin baik pengetahuan penderita DM tentang penyakit DM maka semakin patuh dalam menjalankan diit DM. Hasil uji hipotesis penelitian diperoleh nilai p = 0,001 < α = 0,05. hubungan antara pengetahuan dengan efikasi diri penderita TB paru di BBKPM Surakarta bermakna. Nilai korelasi Spearman 0,381 menunjukkan korelasi searah atau positif dengan kekuatan korelasi rendah. Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan memberi sumbangan terhadap variabel efikasi diri pada penderita TB Paru di BBKPM Surakarta, sedangkan selain pengetahuan ditentukan oleh faktor lain. Faktor lain yang mempengaruhi efikasi diri adalah adanya pengalaman keberhasilan individu, pada penelitian ini pengalaman individu mengalami seperti kasus drop out, kasus kambuh, kasus gagal pengobatan telah dieksklusi guna meminimalisir variabel perancu. Pengalaman mengetahui orang lain yang berhasil pada pengobatan TB dalam penelitian ini

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 11 sebesar 57% sisanya tidak mengetahui, sedangkan pengalaman mengetahui orang lain yang tidak berhasil pengobatan 13% sisanya tidak mengetahui, hal ini akan mempengaruhi keyakinan yang dimiliki penderita TB paru, adapun pernyataan dari penderita bahwa mereka yakin untuk sembuh karena mereka sudah sering mengetahui orang lain yang berhasil pada pengobatan. Selain itu kondisi fisik dan psikologis juga mempengaruhi keyakinan yang dimiliki, seperti kondisi fisik yang lebih baik yang dirasakan setelah menjalani pengobatan, serta keadaan emosi dapat mempengaruhi penilaian seseorang terhadap keyakinan dirinya dan pada penelitian ini responden yang cemas selama pengobatan hanya 24% dan mereka menyatakan kalau cemasnya karena pengobatannya yang lama dan takut nantinya tidak bisa sembuh. Keterbatasan Penelitian Pengumpulan data penelitian terbatas hanya menggunakan kuesioner, akan lebih baik lagi dengan menambah metode atau media yang laindisertai dengan observasi atau dukungan keluarga terhadap efikasi diri responden. SIMPULAN dan SARAN Simpulan 1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas Mayoritas responden penderita TB paru di BBKPM Surakarta menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki, berusia <55 tahun, berpendidikan SD, pekerjaan wiraswasta, lama pengobatan TB 3-6 bulan, tidak mendapat informasi tentang TB paru, tidak mengalami stress atau kecemasan selama pengobatan, pernah mengetahui yang berhasil pada pengobatan TB paru serta tidak pernah mengetahui yang tidak berhasil pada pengobatan TB paru. 2. Tingkat pengetahuan penderita TB paru tentang penyakitnya di BBKPM surakarta sebagian besar berpengetahuan cukup. 3. Efikasi diri penderita TB paru di BBKPM Surakarta mayoritas termasuk kategori efikasi diri tinggi. 4. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan efikasi diri penderita TB paru di BBKPM Surakarta. Saran 1. Bagi pasien TB Paru Sesuai hasil penelitian maka penderita TB paru diharapkan mampu mempertahankan efikasi diri yang dimiliki yaitu dengan cara selalu berusaha untuk mencapai kesembuhan. 2. Bagi Keluarga Keluarga dapat memberikan dukungan pada penderita TB paru melalui pemberian informasi tentang penyakitnya dan membantu selama proses pengobatan sehingga dapat memotivasi penderita untuk melakukan pengobatan sampai selesai yaitu 6-9 bulan. 3. Bagi Tenaga Kesehatan Petugas Kesehatan diharapkan dapat memberikan konseling TB kepada pasien maupun PMO dalam hal penularan, pencegahan dan pengobatan agar penderita dan PMO mengetahui serta memahami penyakit TB paru. persuasi sosial yang diberikan oleh petugas kesehatan berupa konseling dapat meningkatkan efikasi diri penderita dari segi pemahaman dan pengetahuan denganmenggunakan bahasa

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 12 yang dapat dipahami oleh pasien. 4. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan untuk peneliti lain serta dapat menjadi bahan referensi untuk melakukan penelitian sejenis karena pada dasarnya masih terdapat faktor-faktor lain yang berkaitan dengan efikasi diri penderita TB paru untuk mencapai kesembuhan, misalnya sikap maupun dukungan keluarga. DAFTAR PUSTAKA Aditama, H. P.,& Aris, A. (2013). Hubungan Pengetahuan dan Motivasi Pasien TBC (Tuberkulosis) dengan Kepatuhan Berobat Pasien TBC yang Berobat di UPT Puskesmas Mantup Kabupaten Lamongan. Surya Vol.02, No.XV, Agust 2013 Anugerah, D. (2007). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Penderita TB Paru dengan Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Kerja Puskesmas Jatibarang Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu(Doctoral dissertation, Diponegoro University). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (2007). Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Jakarta. Departemen Kesehatan RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Buku Saku Kader Program Penanggulangan TB. Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2013). Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang. Erawatyningsih, E. (2009). Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan PengobatanTB. Di peroleh dari http://www.google.com/urlfin donesia.digitaljournals.org% m=bv.71198958, d.dgc.2009 Tanggal 15 November 2015. Hamidah, H. (2011). Pengaruh self efficacy Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik. Yogyakarta State University. Helper Sahat P Manalu. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru Dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No. 4, Desember 2010 : 1340-1346 Hendiani, N., Sakti, H., & Widiyanti, C. G. (2013).Hubungan Antara Persepsi Dukungan Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat dan Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis di BKPM Semarang. Jurnal Psikologi Undip, 12(1), 1-10.

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 13 Hiswani (2009). Tuberkulosis merupakan Penyakit Infeksi yang menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat. http://library.usu.ac.id/downlo ad/from:hiswani6.pdf2009 diperoleh 16 November 2015 Imron, M. (2010). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan.Sagung Seto: Jakarta Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Jakarta. Masraroh, L. (2012).Efektivitas bimbingan kelompok Tehnik Modeling untuk Meningkatkan Self Efficacy Akademik Siswa: Studi Eksperimen Kuasi di Kelas X Sekolah Menengah Atas Laboratorium Unversitas Pendidikan Indonesia Bandung(Doctoral Dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia). Naga, S. S. (2013). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: Diva Press. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Novel, S. S. (2011). Ensiklopedi Penyakit Menular dan Infeksi. Jakarta : Familia. Novitasari, R (2015). Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap dengan Kepatuhan Diit Diabetes Mielitus (DM) pada Lanjut Usia (Lansia) di Kelurahan Gayam Kec. Sukoharjo Jurnal Keperawatan Univ.Muhammadiyah Surakarta 2015. Rikha N P, M.Arie W, Dwi S. (2012). Hubungan Antara Karakteristik Individu, Praktik Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Tuberculosis Di Kecamatan Semarang Utara Tahun 2011. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 435 445 Rukmini. (2011). Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian TB Paru Dewasa di Indonesia (Analisis Data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 14 No. 4 Oktober 2011: 320-331 Pertiwi R, Wuryanto MA, Sutiningsih D. Hubungan Antara Karakteristik Individu, Praktik Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Tuberkulosis Di Kecamatan Semarang Utara Tahun 2011. Semarang: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2012. Prabandari, I. (2014). Hubungan tingkat pengetahuan dengan motivasi untuk memeriksakan diri pasien hipertensi pada Lanjut Usia di Puskesmas Kerjo Karanganyar. Jurnal Keperawatan Univ.Muhammadiyah Surakarta April 2014.

Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Erni Herawati) 14 Pusat data dan Informasi Kemenkes RI. 2015. TuberkulosisTemukan Obati Sampai Sembuh. Pusadatin. Jakarta. Puspitasari, P.(2014). Profil Pasien Tuberkulosis Paru di Poliklinik Paru RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Jurnal Fakultas Kedokteran Univ. Sam Ratulangi Tahun 2014 Manado. Wawan A dan Dewi M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika * Erni Herawati : Mahasiswa S1 Keperawatan UMS. Jln A.Yani Tromol Pos 1 Kartasura **Okti Sri Purwanti S.Kep., M.Kep., Ns., Sp.Kep.M.B. Dosen Keperawatan UMS Jln A.Yani Tromol Pos 1 Kartasura ** Sahuri Teguh K S.Kep., Ns, M.Kep. Dosen Keperawatan UMS Jln A.Yani Tromol Pos 1 Kartasura Widoyono. (2011). Penyakit Tropis Epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasannya. Jakarta : Erlangga. World Health Organitations. 2010. WHO Report 2010 Global Tuberculosis Control. WHO Library Catalouging In Publication Data. ISBN 97 8 92 4 156406 9 Wu, S.F.V. (2007). Effectiveness of self management for person with type 2 diabetes following the implementation of a selfefficacy enhancing intervention program in taiwan Queensland: Queensland University of Tecnology (Thesis master, Queensland University of Tecnology) diperoleh dari http://eprints.qut.edu.au/1638 5/1/1/Shu- Fang_Wu_Thesis.pdf, Tanggal 16 November 2015.