SCIENTIA SCIENTIA Jurnal Farmasi dan Kesehatan Diterbitkan oleh STIFI Perintis Padang setiap bulan Februari dan Agustus Website : http://www.jurnalscientia.org/index.php/scientia 7 (2) ; 83 88, 2017 UJI AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) DENGAN INDUKSI TERMIK SECARA IN VIVO Fatma Sari Siharis Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Email : siharis.fatma@gmail.com ABSTRAK Daun dewandaru (Eugenia uniflora L.) merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional dan telah lama digunakan oleh masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun dewandaru (Eugenia uniflora L.) sebagai analgesik. Dalam penelitian inidigunakan metode induksi termik (metode panas) pada 25 ekor mencit jantan yang telah lulus uji kepekaan, dibagi dalam 5 kelompok, yaitu kelompok I sebagai kontrol negatif diberikan CMC 0,5 %, kelompok II sebagai kontrol positif diberikan asetosal, kelompok III, IV dan V diberikan ekstrak daun dewandaru berturut-turut sebesar 5,6; 11,2; 22,4 mg/20 g BB mencit. Masing-masing kelompok diberikan bahan uji secara oral, satu jam sebelum diinduksi dengan panas. Pengamatan dilakukan satu menit setelah induksi selam satu jam dengan interval lima menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dosis II (11,2 mg/20 g bb mencit) dan dosis III (22,4 mg/20 g bb) memberikan persentase inhibisi berturut-turut (69,50 % dan 76,13 %) dan persen efektivitas (84,25 % dan 92,29 %). Kata Kunci : Dewandaru, Eugenia uniflora L., analgesik, panas. ABSTRACT Dewandaru (Eugenia uniflora L.) is one of plants that use as traditional medicine and has been used by public empirically. This research was conducted in order to determine the effect of dewandaru leaves extract as analgetic. Determination method used was thermal or hot method on twenty five male mice. This mice were divided into five groups: negative control group which was administrated with 0.5 % CMC, positive control groups which was administrated with aspirin and dosage group which was administrated with dewandaru extract leaves at dose of 5.6 mg/20 g BB, 11.2 mg/20 g BB, 22.4 mg/20 g BB, all materials were administrated orally, one hour before induced by heat inductor. The observation was done one minute after heat induction with time interval was five minute for one hour. The result showed that dose of 11.2 mg/20 g BB and 22.4 mg/20 g BB gave inhibition percentation of 69.50% and 76.3 % respectively, while efectivity percentation were 84,25 % and 92,29 % respectively. Keywords: Dewandaru, Eugenia uniflora L., analgesic, heat. p-issn : 2087-5045 e-issn : 2502-1834 83
PENDAHULUAN Tanaman obat sudah dikenal dan digunakan di seluruh dunia sejak beribu tahun yang lalu. Di Indonesia, penggunaan obat alami yang lebih dikenal sebagai jamu, telah meluas sejak zaman nenek moyang hingga kini dan terus dilestarikan sebagai warisan budaya, tanaman berkhasiat obat yang digunakan sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan kesehatan (promotif), memulihkan kesehatan (rehabilitatif), pencegahan penyakit (preventif) dan penyembuhan (kuratif). Persentase penduduk Indonesia yang menggunakan obat tradisional dalam pengobatan terus meningkat selama kurun waktu enam tahun dari 15.2% menjadi 38.30% (Sudibyo, 2007). Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati. Di dalam hutan tropis Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 9.600 jenis diketahui berkhasiat sebagai obat dan 200 jenis diantaranya merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat tradisional (Sriningsih et al., 2006). Diantara sekian banyak tanaman obat yang terdapat di Indonesia, ada beberapa jenis tanaman yang difungsikan untuk menghilangkan rasa nyeri. Salah satunya adalah tanaman dewandaru (Eugenia uniflora L.). Dari beberapa pustaka diketahui bahwa daun dewandaru mempunyai kandungan kimia diantaranya saponin, tannin, vitamin C, senyawa atsiri seperti sineol, sitronela, sesquiterpen, flavonoid, dan antosianin (Yeyen, 2010). Daun dewandaru diketahui mengandung flavonoid tinggi. Flavonoid berperan sebagai analgetik yang mekanisme kerjanya menghambat kerja enzim siklooksigenase (Arista I. 2008). Obat analgetik merupakan kelompok obat yang memiliki aktivitas mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Daya kerja analgetik dinilai pada hewan dengan mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulus nyeri. Pemberian stimulus nyeri yang berupa panas membutuhkan waktu sampai terjadinya suatu respon disebut waktu reaksi. Obatobat analgetik dapat memperpanjang waktu reaksi ini (Sirait dkk., 1993). METODE PENELITIAN Ekstrak etanol daun dewandaru diperoleh secara maserasi menggunakan pelarut etanol. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dberi perlakuan menggunakan rotary evaporator untuk menarik pelarut etanol pada ekstrak dengan suhu 40 o C. Setelah itu, ekstrak kental yang diperoleh kemudian diuapkan diatas waterbath sampai dengan berat konstan. Ekstrak ini kemudian dibuat dalam beberapa variasi dosis untuk dilakukan pengujian. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih jantan (Mus musculus) galur DDY (Deutschland, Danken Yoken) sebanyak 25 ekor, yang berumur lebih kurang 5-7 minggu dengan berat badan antara 20-30 gram. Hewan ini dibagi dalam lima kelompok, dimana setiap kelompok terdiri atas lima ekor mencit, yaitu kelompok kontrol negatif diberikan larutan CMC 0,5 %, kelompok kontrol positif diberikan suspensi asetosal (1,96 mg/20 g BB), kelompok eksperimen diberikan sampel uji yaitu ekstrak etanol daun dewandaru yang terbagi menjadi tiga dosis yaitu dosis I (5,6 mg/20 g bb), dosis II (11,2 mg/20 g bb), dosis III (22,4 mg/20 g bb). Pengamatan dilakukan selama 60 menit dengan interval waktu 5 menit untuk setiap pengamatan. Metode eksperimental yang digunakan adalah metode induksi nyeri secara termik yaitu dengan menggunakan rangsangan panas. Rangsangan panas dilakukan dengan cara meletakkan gelas kaca dengan permukaan lebar diatas waterbath dengan suhu yang dapat dipantau. Suhu yang digunakan adalah 30 o C. Mencit kemudian diletakkan diatas gelas kaca tersebut selama 1 menit, sambil dihitung respon yang ditimbulkan. Pengujian ini dilakukan dengan interval waktu 5 menit selama 60 menit. Parameter yang diamati adalah respon menjilat kaki belakang atau loncatan yang dilakukan mencit. p-issn : 2087-5045 e-issn : 2502-1834 84
Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu kandang mencit, alat-alat gelas, timbangan hewan, timbangan analitik, penangas air, squit 0,5 ml, sonde lambung, stropwacth, kawat, lumpang dan alu. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu daun dewandaru yang masih muda dan segar, aquadest, obat analgesik (asetosal) dan alkohol 70 %. Ada beberapa hal yang harus disiapkan dan dilakukan dalam penelitian ini, seperti pembuatan ekstrak daun dewandaru, penyiapan hewan uji, penyiapan larutan ekstrak dan larutan pembanding, pengujian efek analgesik dan lain-lain. Penyajian Analisis data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Saphiro-Wilk untuk melihat distribusi data. Jika data terdistribusi normal dan homogen, maka dilanjutkan dengan uji analisis varians (ANOVA) satu arah dengan taraf kepercayaan 95 %, kemudian dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) untuk mengetahui perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan pengujian Least Significant Difference (LSD) hasil (p < 0,005). HASIL DAN PEMBAHASAN Induksi nyeri cara termik Jumlah geliat rata-rata pada mencit putih jantan yang diberi ekstrak daun dewandaru dan diinduksi panas dengan selang waktu 5 menit pada setiap kelompok yang berbeda. Hasil selengkapnya dari penelitian ini terlihat pada Tabel I dan digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 1. Tabel I. Rata-Rata Jumlah Geliat Mencit yang Diberi Ekstrak Etanol Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L) selama 60 menit pengamatan dengan selang waktu 5 menit Rata-Rata Jumlah Geliat Perlakuan (Menit ke-) X Geliat 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Asetosal 3 2.6 1.4 1.4 0.6 0.4 0.8 1 0.8 0.6 0.4 13.2 ± 0.88 Dosis I 6.8 7 6.6 6.6 5 4.8 4.6 5 5.2 4 4.2 59.2 ± 1.05 Dosis II 3.8 3.6 2.8 2.8 2 2.4 1.8 0.6 1 0.4 0.8 23 ± 1.29 Dosis III 2.8 3 2 2 1.6 1.8 1 1.6 0.6 0.8 0.6 18 ± 0.88 CMC 8 8.2 7.4 7.4 6.8 7 6.8 6.2 6 5.6 5.8 75.4 ± 0.89 Tabel I. dan gambar Grafik 1. menunjukkan adanya pengurangan jumlah geliat yang dilihat berdasarkan jumlah geliat seluruhnya dan gambar pada grafik yang terus menurun dengan dosis yang meningkat. Kelompok asetosal mempunyai rata-rata jumlah geliat terendah dibanding kelompok bahan uji lainnya. Adanya aktivitas analgetik dalam bahan uji ditunjukkan dengan jumlah geliat yang lebih sedikit sampai lebih dari 50% dibanding kelompok kontrol. ±SD p-issn : 2087-5045 e-issn : 2502-1834 85
Gambar 1 : Perbandingan rata-rata respon mencit tiap kelompok Rata-Rata Jumlah Geliat Mencit yang Diberi Ekstrak Etanol Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L) selama 60 menit pengamatan dengan selang waktu 5 menit Gambar 2. Grafik persentase (%) inhibisi dan persentase (%) efektivitas terhadap bahan uji dan kontrol positif. Persentase inhibisi bertujuan untuk mengetahui besarnya kemampuan dari ekstrak daun dewandaru dalam mengurangi rasa nyeri kelompok kontrol. Persentase inhibisi ini selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk perhitungan persentase efektivitas analgesik. Dari hasil persentase inhibisi terlihat bahwa makin besar dosis ekstrak daun dewandaru yang diberikan, maka makin besar persen inhibisinya. Kontrol positif (asetosal) mempunyai persentase inhibisi tertinggi. Ekstrak daun dewandaru dosis III (22,4 mg/20 g bb) mempunyai persentase daya analgetik lebih tinggi dibandingkan dengan dosis dosis I (5,6 mg/20 g bb) dan dosis II (11,2 mg/20 g bb), namun hasil persentasenya masih dibawah kontrol positif (asetosal), hal ini didukung berdasarkan hasil uji ANOVA yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan p-issn : 2087-5045 e-issn : 2502-1834 86
signifikan antara kontrol positif yaitu asetosal dengan kelompok bahan uji lainnya. Persentase efektivitas analgetik berguna untuk mengetahui keefektifan suatu bahan (sampel uji) yang dibandingkan dengan asetosal. Pada Gambar 2. menunjukkan bahwa semakin besar dosis ekstrak daun dewandaru yang diberikan, maka makin tinggi pula efektifitas analgetiknya. Dosis 22,4 mg/20 g bb memiliki efektifitas analgetik tertinggi dibandingkan dengan kelompok dosis ekstrak etanol daun dewandaru lainnya, hal ini didukung berdasarkan data hasil perhitungan ANOVA yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara dosis 22,4 mg/20 g bb dengan dosis I (5,6 mg/20 g bb) dan II (11,2 mg/20 g bb). Jumlah geliat yang kecil pada hewan uji kelompok asetosal menunjukkan adanya efek analgetik yang besar. Pada kelompok ekstrak daun dewandaru mempunyai efek analgetik dibawah asetosal. Ekstrak daun dewandaru 22,4 mg/20 g bb lebih baik potensinya dalam mengurangi jumlah geliat kelompok kontrol dibanding kedua dosis ekstrak daun dewandaru lainnya. Pada kelompok ekstrak daun dewandaru 22,4 mg/20 g bb dan asetosal 1,95 mg/20 g bb memperlihatkan grafik yang hampir sama. Hasil pengujian jumlah geliat rata-rata mencit dilihat dari tabel dan grafiknya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun dewandaru dengan berbagai dosis dan asetosal (kontrol positif) dapat mengurangi terjadinya geliat pada mencit. Untuk melihat adanya perbedaan efek analgesik diantara kelompok secara statistik digunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Dari hasil statistik diperoleh bahwa kelompok perlakuan kontrol positif dan kelompok dosis II dan III menunjukkan efek analgesik yang berbeda bermakna (p < 0,05) terhadap kelompok negatif, sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok tersebut memiliki efek analgesik. Pada kelompok dosis I menunjukkan tidak berbeda bermakna (p > 0,05) terhadap kelompok negatif, sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok dosis I tidak memiliki efek analgesik. Kelompok dosis II dan III tidak berbeda bermakna (p > 0,05) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol positif, sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok dosis II dan III memiliki efek analgesik yang setara dengan dosis asetosal sekali pemberian. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun dewandaru dapat mengurangi jumlah geliat dan loncatan pada mencit setelah diinduksi panas. Ekstrak daun dewandaru dapat memperpanjang waktu reaksi mencit setelah induksi nyeri cara termik. Ekstrak dengan dosis 22,4 mg/ 20 g bb mempunyai efek analgetik yang paling efektif (rata-rata jumlah geliat dan loncatan = 18 kali) yaitu tak berbeda dengan asetosal 1,95 mg/20 gbb (rata-rata jumlah geliat dan loncatan = 13.2 kali). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek analgesik daun dewandaru dengan menggunakan fraksi lainnya untuk melakukan uji senyawa aktif lainnya yang berperan sebagai analgesik. DAFTAR PUSTAKA Arista I., 2008, Optimasi Pembuataan Ekstrak Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L) Menggunakan Metode Maserasi dengan Parameter Kadar Total Senyawa Fenolik dan Flavonoid, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Sirait, M.D., D.Hargono, J.R. Warrimena, M. Husin, R.S. Sumadilaga, dan S.O. Santoso, 1993, Pedoman Pengujian Dan Pengembangan Fitofarmaka, Penapisan Farmakologi dan Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam, Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica, Jakarta. Sriningsih dan Agung EW., 2006, Efek Protektif Pemberian Ekstrak Etanol Herba Meniran (Phyllanthus niruri p-issn : 2087-5045 e-issn : 2502-1834 87
L.) Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneum Tikus. Dalam: Artocarpus Media Pharmaceutica Indonesia. Vol. 6. Ed. 2, h. 91-96, Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, Surabaya. Sudibyo S & Andi L., 2010, Penggunaan Obat Tradisional Dalam Upaya Pengobatan Sendiri di Indonesia (Data Analysis of Susenas 2007). Bul. Penellit. Kesehat., Vol. 38. Ed 2, h. 80-89, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Kebijakan Kesehatan Jakarta: Jakarta Yeyen Apriyanthi, Wiwi Winarti, 2010, Penapisan Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Daun dan Buah Dewandaru Dengan Metode DPPH, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta p-issn : 2087-5045 e-issn : 2502-1834 88