BAB V PENUTUP. 1. Penentuan Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) untuk. Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR PUSTAKA. Arbisanit. Partai, Pemilu dan Demokrasi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, (Yogyakarta: FH UII Press, 2005).

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

DAFTAR PUSTAKA BUKU. Al Marsudi, Subandi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

PROBLEMATIKA PENENTUAN AMBANG BATAS PARLEMEN (PARLIAMENTARY THRESHOLD) UNTUK PEMILIHAN UMUM DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

DAFTAR PUSTAKA. Dahlan Thaib, dkk, 2013, Teori dan Hukum Konstitusi, Cetakan ke-11, Rajawali Perss, Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Bari Azed, Sistem-Sistem Pemilihan Umum, Suatu Himpunan Pemikiran, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD Yogyakarta: FH UII Press, 2005.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

DAFTAR PUSTAKA. - Arifin Hoesein, Zainal, Kekuasaaan Kehakiman Di Indonesia, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

DAFTAR PUSTAKA. Bagir Manan Lembaga Kepresidenan. FH UII Press: Yogyakarta. Bambang Sunggono Metodologi Penelitian Hukum Cetakan ke-12.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 51/PUU-X/2012 Tentang Ambang Batas Perolehan Suara

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

PENUTUP. Perhubungan, Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Tegal untuk segera. waterboom setelah disahkannya APBD tahun anggaran 2008.

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

Jurnal Ilmiah. Peraturan Perundang-undangan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

DAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL. SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL NOMOR: 11/Kpts/KPU-Kab-012.

DAFTAR PUSTAKA. A.A. Sahid Gatara, 2008, Ilmu Politik : Memahami dan Menerapkan, Bandung, Pustaka Setia.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

DAFTAR PUSTAKA. Alrasid, Harun, 1982, Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Problematika Penentuan Ambang Batas

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

DAFTAR REFERENSI. . Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia; Pasca Reformasi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007.

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

DAFTAR PUSTAKA. Fadjar, Mukthie, Pemilu, Perselisihan Hasil Pemilu dan Demokrasi, Setara Press, Malang, 2013.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kekuasaan yang berfungsi

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. perwakilan. Partai politik melalui anggota-anggotanya yang duduk di lembaga

Pakuan Law Review Volume 3, Nomor 2, Juli-Desember 2017

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Aziz Hakin, 2011, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Pustaka Pelajar.

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

Daftar Pustaka. Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan. Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Ringkasan Putusan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

KUASA HUKUM Veri Junaidi, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Agustus 2014.

BAB I PENDAHULUAN. dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi

a. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon b. Kewenangan Mahkamah Konstitusi perkara tersebut mengandung unsusr-unsur:

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

Transkripsi:

100 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bertolak dari keseluruhan penelitian sebagimana telah diuraikan di atas, maka kesimpulan yang bisa ditarik sebagai jawaban atas rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Penentuan Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) untuk Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Penentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sudah pernah diejawantakan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ketentuan mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dalam kedua undang-undang tersebut, jika dikomparasikan terdapat perbedaan mencolok khususnya sebelum putusan Mahkamah Konstitusi. Penentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) melalui tahap atau dinamika pembahasan yang panjang dan alot. Masing-masing partai politik yang ada di parlemen memiliki pendapat dan argumen sendiri berkaitan dengan ambang batas parlemen (parliamentary threshold).

101 Setidaknya ada dua hal pokok yang berhubungan dengan perdebatan mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yakni soal besaran ambang batas parlemen dan pemberlakuan ambang batas parlemen. Tarik-menarik kepentingan yang dilakukan oleh partai politik parlemen akhirnya berakhir ketika kesepakatan berkaitan dengan ambang batas parlemen dicapai dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 12 April 2012. Ambang batas parlemen (parliamentary threshold) disepakati sebesar 3,5% (tiga koma lima perseratus) dan berlaku secara nasional. Ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang ditetapkan berlaku secara nasional tersebut kemudian digugat oleh 17 (tujuh belas) partai politik non-parlemen dan pada akhirnya Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 52/PUU-X/2012 menegaskan bahwa pemberlakuan ambang batas parlemen hanya berlaku untuk Dewan Perwakilan Rakyat Pusat saja. Ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) berimplikasi pada dua hal pokok yakni berkurangnya jumlah partai politik masuk parlemen dan banyak suara pemilih yang tidak terkonversi menjadi kursi. Penentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sangat dimungkinkan dalam pemilihan umum dan hal ini tidak bertentangan dengan konstitusi (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).

102 2. Kesulitan-kesulitan Penentuan Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) untuk Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Penentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 menemui berberapa kendala sebagai berikut: pertama, kepentingan partai politik parlemen masih mendominasi. Hal ini terlihat dalam penentuan besaran angka ambang batas, dimana partai besar menginginkan besaran ambang batas dinaikan dari sebelumnya sebesar 2,5% (dua koma lima perseratus), sementara partai menengah ke bawah lebih cenderung mempertahankan besaran persentase ambang batas 2,5% (dua koma lima perseratus). Masing-masing partai memiliki argumen tersendiri dalam penentuan besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan wilayah pemberlakuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Tarik-menarik kepentingan ini mengakibatkan keberadaan rakyat yang seharusnya lebih diperhitungkan ternyata diabaikan. Kedua, penentuan ambang batas parlemen masih bersifat eksperimentatif. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hal yakni (1) ide dasar untuk menaikan besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dari 2,5% menjadi 3,5% untuk mengurangi lagi jumlah partai politik di parlemen tidak berhasil malahan bertambah; (2) sampai saat ini para legislatif belum memiliki satu kesepahaman mengenai berapa besaran persentase yang ideal untuk menghasilkan multipartai sederhana; (3) para legislator belum memiliki grand design tentang berapa partai politik yang

103 ideal yang harus duduk di parlemen. Artinya multipartai sederhana yang diinginkan tersebut seperti apa, sama sekali belum ada konsep yang baik. Ketiga, rekomendasi masyarakat belum diakomodasi secara baik dalam pengambilan keputusan (kebijakan). Perumusan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah melibatkan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 96 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Hal tersebut terlihat dengan berbagai macam masukan yang diberikan oleh beberapa lembaga, seperti Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) tentang ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Rekomendasi yang diberikan oleh beberapa lembaga tersebut ternyata pada akhirnya tidak digunakan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan final terhadap pasal mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Kepentingan politik partai lebih mendominasi sehingga aspirasi masyarakat tidak diperhitungkan. Aspirasi masyarakat hanya berfungsi untuk memenuhi kriteria formal semata sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 96 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 3. Upaya Mengatasi Kesulitan-kesulitan Penentuan Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) untuk Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

104 Berhadapan dengan persoalan penentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) di atas, maka upaya untuk mengatasinya adalah: pertama, kepentingan rakyat sebagai dasar penentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Hal ini berarti bahwa para legislator harus menempatkan diri sebagai wakil rakyat yang sesungguhnya dan bukannya lebih mengabdi kepada kepentingan partai. Mengutip kembali pandangan Habermas bahwa para pembentuk undang-undang harus keluar dari peran mereka sebagai subjek hukum privat yang dalam konteks ini partai politik dan mengambil peran sebagai anggota sebuah komunitas hukum demi tercapainya sebuah aturan hukum yang menguntungkan semua pihak. Perbaikan mentalitas legislator ini terlebih dahulu harus dimulai dari partai politik, dimana kader-kader partai harus dipersiapkan secara baik sejak perekrutan sampai menjadi anggota partai. Komitmen pengabdian untuk masyarakat menjadi hal yang utama ditekankan dan bukannya mencari kekuasaan semata. Kedua, penataan ulang penentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Penentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) harus direncanakan secara lebih baik lagi dengan lebih memperhitungkan suara rakyat dan kebhinekaan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Jumlah partai yang ada sekarang yakni sebanyak 9 (sembilan) partai sudah cukup menghasilkan partai yang sederhana. Ketiga, pengakomodasian aspirasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan menjadi undang-undang. Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

105 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah memberikan landasan hukum bagi keterlibatan masyarakat dalam memberikan aspirasi demi sebuah aturan hukum yang berkualitas. Pasal 96 tersebut telah dilaksanakan dengan baik oleh para legislator terutama dalam perumusan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, namun pelaksanaannya hanya sebatas formalitas saja. Tidak ada jaminan lanjut bahwa aspirasi tersebut diakomodasi dalam pengambilan kebijakan menjadi sebuah ketentuan hukum. Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut harus direvisi dengan tambahan bahwa aspirasi masyarakat harus diakomodasi dalam pengambilan kebijakan menjadi sebuah ketentuan hukum. Dengan demikian aturan hukum tersebut merupakan kristalisasi dari kehendak dan kemauan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Para legislator harus menyadari sungguh akan fungsi dan peran mereka sebagai pembuat undang-undang. Hal ini perlu karena para legislator belum menyadari sungguh fungsi dan peran mereka yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Perlunya mengintensifkan pendidikan politik bagi masyarakat agar mampu memberikan pilihan yang tepat terhadap partai politik peserta pemilihan

106 umum dan kandidat atau calon legislatif yang nantinya duduk di parlemen. Hal ini harus dilakukan karena kecenderungan masyarakat masih menjatuhkan pilihannya dalam pemilihan umum berdasarkan etnis, ras, golongan dan uang yang diberikan oleh calon legislatif. 3. Perlu segera merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Revisi yang dilakukan nanti harus lebih baik dan mampu memuaskan semua pihak sehingga kualitas pemilihan umum dapat tercipta dengan baik.

107 DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU Asshiddiqie, Jimly, 2010, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta., 2012, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta. C., Anwar, 2011, Teori dan Hukum Konstitusi Paradigma Kedaulatan dalam UUD 1945 (Pasca Perubahan) Implikasi dan Implementasi pada Lembaga Negara, Instrans Publishing, Malang. Fahmi, Khairul, 2012, Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat, Rajawali Pers, Jakarta. Handoyo, B. Hestu Cipto, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Hardiman, F. Budi, 2009, Demokrasi Deliberatif Menimbang Negara Hukum dan Ruang Publik dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas, Kanisius, Yogyakarta. Junaidi, Veri, Khoirunnisa Agustyati, dan Ibnu Setyo Hastomo, 2013, Politik Hukum Sistem Pemilu, Potret Partisipasi dan Keterbukaan Publik dalam Penyusunan UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, Yayasan Perludem, Jakarta (http://www.rumahpemilu.com/public/doc/2013-05-03-04-38-politik %20Hukum%20Sistem%20Sistem%20Pemilu.pdf, diunduh pada tanggal 12 Maret 2014).. Kansil, C. S. T., dan Christine S. T. Kansil, 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (Pengertian Hukum Tata Negara dan Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini), Edisi Revisi, PT Rineka Cipta, Jakarta. Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum Edisi Revisi, KencanaPrenada Media Group, Jakarta. Marzuki, Suparman, 2011, Tragedi Politik Hukum HAM, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

108 MD, Mahfud, 2009, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta., 2012, Politik Hukum di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Prihatmoko, Joko J., 2008, Mendemokratiskan Pemilu dari Sistem Sampai Elemen Teknis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Saragih, Bintan R., 1985, Sistem Pemerintahan dan Lembaga Perwakilan di Indonesia, Perintis Press, Jakarta. Sharma, P., 2004, Sistem Demokrasi Yang Hakiki, Yayasan Menara Ilmu, Jakarta. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta. Supriyanto, Didik dan Agust Mellaz, 2011, Ambang Batas Perwakilan, Pengaruh Parliamentary Threshold Terhadap Penyederhanaan Sistem Kepartaian dan Proporsionalitas Hasil Pemilu, Yayasan Perludem, Jakarta (http://www.rumahpemilu.com/public/doc/2012-08-01-10-59-47- Ambang-Batas-Perwakilan-Didik-Supriyanto-dan-August-Mellaz.pdf, diunduh pada tanggal 12 Maret 2014). Utsman, Sabian, 2010, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Yuliardi, 2009, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik, Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

109 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 52/PUU-X/2012 tentang permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, DewanPerwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. C. JURNAL, INTERNET, DAN MAKALAH SEMINAR Dwipayana, AA GN Ari, http://ppkjatiwaras.wordpress.com/2012/08/15/ uu-pemilu-nomor-8-tahun2012-dan-implikasinya, diunduh pada tanggal 12 Maret 2014. Firdaus, Sunny Ummul, 2011, Relevansi Parliamentary Threshold terhadap Pelaksanaan Pemilu yang Demokratis, dalam Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 2 April, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta. Nusa Bhakti, Ikrar, http://ikrarnusabhakti.wordpress.com/2011/07/19/ambangbatas-dan-eksistensi-parpol, diunduh pada tanggal 27 Oktober 2014. http://www.dpr.go.id/archive/minutes/risala-rapat-paripurna-ke-34-masa- Sidang-2010-2011.pdf, diunduh pada tanggal 9 November 2014.

110 http://www.globalindo.co/2014/09/30/dpr-hanya-sahkan-126-uu-50-persendari-target-prolegnas, diunduh dari internet pada tanggal 30 September 2014. http://www.lensaindonesia.com/2012/04/13/inilah-uu-pemilu-berdasarkanhasil-voting-di-dpr-ri.html, diunduh pada tanggal 9 November 2014. http://www.radarbangka.co.id/rubrik/pdf/persepktif/5691, diunduh pada tanggal 10 Oktober 2014. http://www.kpu.go.id/952014-ambang-batas.pdf, diunduh pada tanggal 9 November 2014. http://koran.tempo.co/konten/2012/04/13/270901/parliamentary-threshold- Berlaku-Nasional, diunduh pada tanggal 9 November 2014. Magnis-Suseno, Frans, Reformasi Etika Politik Indonesia di Abad ke-21, Kuliah Umum Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 15 November 2014. Jati, Wasisto Raharjo, 2013, Menuju Sistem Pemilu dengan Ambang Batas Parlemen yang Afirmatif, Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-X/2012, dalam Jurnal Yudisial, Vol. 6, Nomor 2 Agustus, Komisi Yudisial Republik Indonesia, Jakarta. Sudrajat, Agung, Endah Dewi P., Fadillah Isnan, Liza Farihah, dan Wahyu D. Setiawan dalam http://reformasihukumindonesia.blogspot.com/2010/10/ penerapan-parliamentary-threshold-pada.html, diunduh pada tanggal 12 Maret 2014. Tjandra, W. Riawan, opini dalam http://www.koran-sindo.com/node/381407, diunduh pada tanggal 15 Mei 2014. www.dpr.go.id/dokpemberitaan/buletin-parliamentaria/b-720-4-2012.pdf, diunduh pada tanggal 6 Januari 2015. D. NARASUMBER Veri Junaidi, Peneliti pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Jakarta. Wawancara dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2014.