12 Tabel 2. Persentase biji retak setelah biji kacang-kacangan dikeringkan pada beberapa taraf kelembaban udara dan suhu udara pengeringan Kelembaban udara (%) Suhu udara pengeringan ( C) 40 50 60 10 17.2 19.3 14.2 20 8.4 9.5 7.0 30 3.6 3.8 3.6 Sumber: Otten et al. (1984) Faktor-faktor internal benih yang mempengaruhi tingkat kerusakan fisik benih adalah: densitas benih, bentuk benih, ukuran benih, dan ketebalan perikarp (Simic et al. 2004; Shahbazi 2012). Bewley dan Black (1985) menyatakan bahwa benih berukuran kecil cenderung bebas dari kerusakan mekanis dan benih yang berbentuk bulat mengalami kerusakan mekanis yang lebih kecil dibandingkan benih yang berbentuk lonjong. Justice dan Bass (2002) mengemukakan bahwa kerusakan karena benturan dan pengeringan atau penyimpanan yang tidak tepat bisa nampak pada pengamatan sekilas, namun bisa juga tidak. Benih dapat menjadi retak-retak di dalamnya karena mengalami benturan, terlampau kering, atau terkena panas yang tinggi. Surki et al. (2010) menjelaskan bahwa peningkatan persentase benih retak sangat dipengaruhi oleh lamanya waktu pengeringan dan suhu udara pengeringan. Madamba dan Yabes (2004) juga menyatakan bahwa persentase biji retak sangat dipengaruhi oleh laju pengeringan. Pengeringan yang berlangsung cepat dapat meningkatkan persentase biji retak. 3 METODE Penelitian terdiri atas 3 tahap, yaitu: (1) Perancangan sistem pengeringan, (2) Optimasi pengeringan benih jagung, dan (3) Analisis ekonomi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2012 di PT BISI International Tbk., Kediri, Jawa Timur. Bahan dan Alat Perancangan Sistem Pengeringan Bahan dan peralatan yang digunakan pada perancangan sistem pengeringan terlampir pada Lampiran 3. Perancangan sistem pengeringan dilaksanakan di Departemen Electrical & Engineering, PT BISI International, Tbk., Kediri, Jawa Timur. Optimasi Pengeringan Benih Jagung Bahan-bahan yang digunakan terdiri atas: benih jagung hibrida varietas BISI 222 dan minyak solar. Benih jagung yang digunakan dalam percobaan adalah
13 benih jagung yang masih terdapat pada tongkol jagung, sehingga pengeringan yang dilakukan masih dalam bentuk tongkol jagung. Peralatan-peralatan yang digunakan terdiri atas: 4 set minii box dryer, alat pengukur kadar air (merk: Dickey John, tipe: Mini GAC), data logger suhuu dan kelembaban udara (merk: Testo, tipe 174 H), dan termometer digital. Percobaan optimasi pengeringan benih jagung dilaksanakan di Departemen Field Crop Processing, PT BISI International, Tbk., Kediri, Jawa Timur. Perkecambahan dan Pengusangan Benih Bahan-bahan yang digunakan terdiri atas: benih jagung hibrida varietas BISI 222, kertas CD, plastik, kantong kasa, dan kertas label. Peralatan yang digunakan terdiri atas: alat pengecambah benih, alat pengusangan benih, dan termometer digital. Kegiatan pengecambahan dan pengusangan benih dilaksanakan di Departemen Field Crop Quality Control, PT BISI International, Tbk., Kediri, Jawa Timur. Alat pengusangan benih disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Alat pengusangan benih Prosedur Analisis Data Perancangan Sistem Pengeringan Secara umum tujuan perancangan sistem pengeringan adalah menghasilkan sistem pengeringan ( mini box dryer) yang mampu menghasilkan suhu 40, 45, 50, dan 55 C serta mempunyai fleksibilitas tinggi padaa proses pengeringan benih. Fleksibilitas diartikan bahwa sistem pengeringan benih yang dihasilkan diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pengoperasian, perawatan, serta dapat digunakan pada berbagai macamm komoditi pertanian. Perancangan n sistem pengeringan terdiri atas 2 kegiatan, yaitu: pembuatan dan pengujian mini box dryer. Pembuatan mini box dryer Jumlah mini box dryer yang digunakann pada percobaan optimasi pengeringan benih jagung sebanyak 4 set. Pembuatan 4 set mini box dryer dimulai dengan pembuatan beberapa komponen, yaitu: 8 unit bak pengering (dimensi: 1 m x 1 m x
14 1.2 m), 4 unit saluran udara dan 8 unit pipa aerasi. Gambar kerja komponenkomponen mini box dryer disajikan pada Gambar 4. (a) (b) Gambar 4. Gambar kerja komponen-komponen mini box dryer (a) bak pengering, (b) saluran udara, (c) pipa aerasi (c) Komponen-komponen tersebut selanjutnya dirangkai sehingga terbentuk 4 set mini box dryer. Satu set mini box dryerr terdiri atas: 1 unit mesin pemanas (merk: Kongskilde, tipe: SOL 100) ), 1 unit mesin blower (merk: Kongskilde, tipe: HVL 55), 2 unit bak pengering, 2 unit pipa aerasi, dan 1 unit saluran udara. Gambar kerja 1 set mini box dryer disajikan padaa Gambar 5. Gambar 5. Gambar kerja 1 set mini box dryer Pengujian mini box dryer Pengujiann mini box dryer bertujuan untuk menghasilka an unit minii box dryer dengan suhu 40, 45, 50, dan 55 C. Pengujian dilakukan dengan cara mengeringkan benih jagung sebanyak 6000 kg pada masing-masing mini box dryer. Pengamatan suhuu udara dalam ruang pemanas dilakukan setiap 3 jam, sehingga total waktu yang diperlukan adalah 21 jam.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan uji chi-kuadrat (χ 2 ) dengan taraf nyata 5%. Fauzy (2008) menyatakan bahwa uji χ 2 dilakukan untuk menguji apakah frekuensi yang diobservasi konsisten dengan frekuensi teoritisnya. Apabila konsisten, maka tidak terdapat perbedaan nyata antara frekuensi yang diobservasi dengan frekuensi teoritisnya, atau dengan kata lain hipotesis nolnya dapat diterima. Sebaliknya apabila tidak ada konsistensi, maka hipotesis nolnya ditolak. Diagram alir kegiatan perancangan sistem pengeringan disajikan pada Gambar 6. 15 Gambar 6. Diagram alir perancangan sistem pengeringan Optimasi pengeringan benih jagung Percobaan disusun dengan Rancangan Acak Kelompok dua faktor. Faktor pertama adalah prapengeringan, terdiri atas 4 taraf yaitu: 0, 12, 24, dan 36 jam. Faktor kedua adalah suhu udara pengeringan, terdiri atas 4 taraf yaitu: 40, 45, 50, dan 55 C. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga didapatkan 48 unit satuan percobaan. Percobaan diawali dengan proses sortasi benih jagung. Proses sortasi dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan benih jagung (calon benih) dari kotoran, benih muda, busuk, jamur, varietas lain, serta abnormal. Proses sortasi dilakukan secara manual menggunakan meja sortasi yang dilengkapi dengan conveyor berjalan. Kadar air awal benih jagung yang digunakan dalam percobaan berkisar antara 30-33%. Benih jagung hasil proses sortasi selanjutnya ditimbang sebanyak 4 paket, masing-masing paket beratnya 600 kg. Empat paket benih jagung tersebut kemudian dimasukkan ke dalam 4 set mini box dryer secara acak. Benih jagung selanjutnya
16 diberikan perlakuan prapengeringan. Perlakuan prapengeringan dilakukan dengan cara menghembuskan udara menggunakan mesin blower. Rata-rata suhu udara perlakuan prapengeringan 28 C dan rata-rata kelembaban udara 66%. Benih jagung yang telah diberikan perlakuan prapengeringan selanjutnya langsung dikeringkan dengan perlakuan suhu udara pengeringan. Model linier untuk pengamatan tersebut adalah (Mattjik 2006): Y ijk = µ + α i + ß j + (αß) ij + ρ k +ε ijk Keterangan : Y ijk : nilai pengamatan faktor α taraf ke-i, faktor ß taraf ke-j, dan kelompok ke-k µ : rataan umum α i : pengaruh aditif dari prapengeringan taraf ke-i. ß j : pengaruh aditif dari suhu udara pengeringan taraf ke-j. αß ij : pengaruh interaksi prapengeringan taraf ke-i dan suhu udara pengeringan taraf ke-j. ρ k : pengaruh aditif dari kelompok. ε ijk : pengaruh acak yang memperoleh taraf ke-i prapengeringan, taraf ke-j suhu udara pengeringan, dan kelompok ke-k. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F dan uji nilai tengah menggunakan Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α 5%. Pencatatan suhu udara dan pengukuran kadar air dilakukan secara periodik. Pencatatan suhu udara dilakukan setiap 3 jam. Pengukuran kadar air dilakukan setiap 6 jam saat kadar air >18%. Pengukuran kadar air dilakukan setiap 2 jam saat kadar air 18-14%, dan dilakukan setiap 1 jam saat kadar air <14%. Proses pengeringan dihentikan saat kadar air mencapai 11-12%, selanjutnya dilakukan proses pemipilan, pemilahan benih serta pengamatan mutu fisik dan mutu fisiologis benih. Mutu fisik diamati dengan 2 peubah, yaitu: persentase benih retak dan persentase benih pecah. Pengamatan mutu fisik dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 900 g dari lot benih jagung hasil percobaan sebelumnya, kemudian dibagi menjadi 4 ulangan sehingga berat masing-masing ulangan 225 g. Peralatan yang digunakan dalam pengamatan mutu fisik adalah lampu magnifier. Mutu fisiologis diamati dengan 4 peubah, yaitu: indeks vigor, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan vigor daya simpan. Pengujian mutu fisiologis dilakukan dengan cara mengecambahkan sebanyak 100 butir benih jagung, sebanyak 4 ulangan pada media kertas CD yang telah dilembabkan dengan metode UKDdp (Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik) dan dimasukkan pada alat pengecambah benih. Pengamatan kecepatan tumbuh dilakukan berdasarkan persen kecambah normal pada waktu tanam sampai akhir pengamatan. Pengamatan indeks vigor dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal pada hitungan pertama (hari keempat), sedangkan pengamatan daya berkecambah dilakukan dengan menjumlahkan persentase kecambah normal pada hitungan pertama dan hitungan akhir (hari ketujuh).
Pengujian vigor daya simpan bertujuan untuk mengetahui lot-lot benih hasil perlakuan pengeringan yang memiliki daya simpan baik. Benih memiliki daya simpan yang baik apabila setelah perlakuan pengusangan masih memiliki viabilitas tinggi. Pengujian vigor daya simpan terdiri atas 2 tahap, yaitu: penentuan waktu optimum perlakuan pengusangan cepat dan percobaan pengusangan cepat. Penentuan waktu optimum perlakuan pengusangan cepat bertujuan untuk menentukan waktu optimum pada percobaan pengusangan cepat, sehingga percobaan pengusangan cepat dapat berlangsung secara efektif. Penentuan waktu optimum dilakukan dengan cara mengusangkan secara fisik benih jagung dengan memberikan perlakuan suhu 45 C dan kelembaban udara tinggi (>90%) pada beberapa taraf waktu pengusangan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap, dengan faktor perlakuan lama waktu pengusangan cepat yang terdiri atas 6 taraf, yaitu: 0, 24, 30, 36, 42, dan 48 jam. Percobaan diulang sebanyak 3 kali, sehingga didapatkan 18 unit satuan percobaan. Model linier percobaan tersebut adalah (Mattjik 2006): 17 Y ij = µ + i + ε ij Keterangan : Y ij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : rataan umum i : pengaruh aditif dari waktu pengusangan taraf ke-i : pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j ε ij Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F dan uji nilai tengah menggunakan Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α 5%. Taraf waktu pengusangan cepat yang mampu menurunkan viabilitas benih jagung secara signifikan merupakan waktu optimum percobaan pengusangan cepat. Percobaan pengusangan cepat dilakukan setelah mendapatkan waktu optimum dari percobaan sebelumnya. Benih jagung sebanyak 48 lot hasil percobaan pengeringan, selanjutnya diberikan perlakuan pengusangan cepat dengan suhu 45 C dan kelembaban udara tinggi (>90%). Lot benih jagung yang telah diusangkan selanjutnya dikecambahkan pada media perkecambahan dan diamati mutu fisiologisnya. Lot benih jagung yang masih memiliki viabilitas tinggi menunjukkan bahwa lot benih tersebut memiliki vigor daya simpan yang lebih baik. Diagram alir percobaan optimasi pengeringan benih jagung disajikan pada Gambar 7.
18 Gambar 7. Diagram alir percobaan optimasi pengeringan benih jagung Pengamatan: a. Persentase benih retak dan benih pecah: % benih retak = Σ berat benih retak Σ total berat sampel % benih pecah = Σ berat benih pecah Σ total berat sampel
b. Indeks vigor dan daya berkecambah: Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks vigor dan daya berkecambah adalah (ISTA 2010): IV (%) = {Σ KN І/Jumlah benih yang diuji} x 100% DB (%) = {(Σ KN І + Σ KN ІІ)/jumlah benih yang diuji} x 100 % Keterangan: IV : indeks vigor DB : daya berkecambah KN І : kecambah normal pada hari ke-4 KN ІI : kecambah normal hari ke-7 c. Kecepatan tumbuh: Kecepatan tumbuh dihitung dengan menggunakan rumus (Sadjad 1993): Kecepatan tumbuh = / Keterangan : N : persentase kecambah normal t : etmal (jumlah jam dari saat tanam dibagi 24 jam) tn : waktu akhir pengamatan 19 Analisis Ekonomi Tujuan suatu usaha adalah untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan diperoleh dari selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang diterima. Nilai biaya produksi dapat diperoleh dengan cara melakukan analisis biaya dari proses produksi, sehingga akan didapat biaya produksi per satuan output produk. Prestasi suatu mesin dapat dilihat dari biaya produksinya. Semakin rendah biaya produksinya, maka semakin tinggi keuntungan yang akan diperoleh (Pramudya dan Dewi 1992). Analisis kelayakan dilakukan untuk membantu pengambil keputusan dalam menentukan pemilihan penanaman investasi di dalam suatu proyek yang tepat, dari berbagai alternatif yang dapat dilaksanakan (Pramudya dan Dewi 1992). Menurut Pujawan (2012), salah satu metode analisis yang digunakan untuk menilai kelayakan suatu usaha adalah B/C Ratio. B/C Ratio merupakan suatu ratio antara manfaat (B) terhadap biaya (C). Apabila B/C Ratio lebih besar dari satu maka proyek tersebut bisa diterima, bila B/C Ratio kurang dari satu maka proyek tersebut tidak bisa diterima, sedangkan bila B/C Ratio sama dengan satu maka proyek tersebut impas. Peubah pengamatan analisis B/C Ratio terdiri atas: manfaat (pendapatan) dan biaya (investasi, produksi, pemeliharaan). Biaya produksi terdiri atas: biaya pembelian bahan baku dan biaya pengeringan (listrik, bahan bakar, tenaga kerja, biaya pemipilan, dan biaya pemilahan benih).