BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan seperti pembangkit listrik, transportasi, industri, dan lain sebagainya.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Yuliyanti,2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

ANALISIS KAJIAN METEOROLOGIS KETERSEDIAAN DAN TINGKAT KEKRITISAN AIR DOMESTIK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

Analisis Dampak Kawasan Resapan Terhadap Kebutuhan Air Bagi Masyarakat Di Kota Surakarta Oleh : Bhian Rangga JR K Prodi Geografi FKIP UNS

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang esensial bagi kebutuhan rumah tangga, pertanian,

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bumi yang terbentuk dengan proporsi jumlah perairan yang lebih luas

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

A. Latar Belakang Masalah

SUMBERDAYA HIDROGEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehilangan air pada suatu sistem hidrologi. panjang, untuk suatu DAS atau badan air seperti waduk atau danau.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

POLA DAN PROSES KONSUMSI AIR MASYARAKAT PERMUKIMAN SEPANJANG SUNGAI JAJAR DI KABUPATEN DEMAK (Kecamatan Demak Kecamatan Kebonagung) TUGAS AKHIR

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SEMINAR HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

menyebabkan kekeringan di musim kemarau,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Air merupakan sumber daya yang sangat diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENETAPAN KRITERIA WILAYAH SUNGAI DAN CEKUNGAN AIR TANAH 14 JULI

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1. tetap

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pola hidup dan bertambahnya jumlah penduduk, serta. industri di daerah aliran sungai sehingga dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

Analisis Potensi Air A I R

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amilia Widya, 2013

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya air bersifat dinamis dalam kualitas dan kuantitas, serta dalam

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. World Business Council for Sustainable Development (2005), kondisi air di dunia

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

PENGANTAR PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR

POTENSI AIR BERSIH DI KAWASAN SEGARA ANAKAN. Oleh: Agus Riswandi*)

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1

KAJIAN ALTERNATIF PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

Analisa Ketersediaan Air Bersih untuk Kebutuhan Penduduk di Kecamatan Pauh Kota Padang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan pokok bagi semua makhluk hidup. Dalam. memenuhi kebutuhan dasar bagi manusia, lingkungan di sekitar kita,

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR...

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

NERACA AIR. Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HIDROSFER & PENCEMARAN AIR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Air adalah salah satu unsur esensial yang paling dibutuhkan oleh sebagian besar makhluk hidup di bumi. Komposisi permukaan bumi didominasi oleh perairan yang berfungsi sebagai daur air skala global dan keseimbangan iklim sehingga manusia dapat tetap hidup. Manusia dan semua makhluk hidup sangat membutuhkan air dalam aktivitas biologis tubuhnya. Enger dan Smith (2000 dalam Kodoati dan Sjarief, 2008) mengemukakan bahwa 60% sel dalam tubuh setiap makhluk hidup tersusun oleh air serta proses metabolismenya terjadi pada larutan air. Pernyataan tersebut menunjukkan peran air yang sangat vital bagi seluruh kehidupan di bumi ini. Dewasa ini fungsi air semakin kompleks, air tidak hanya sebagai kebutuhan individu lagi namun kebutuhan wilayah atau nasional. Sumberdaya air menjadi salah satu barang berharga yang wajib dimiliki oleh suatu daerah atau wilayah. Menurut Sunaryo dkk (2004), sumberdaya air memiliki fungsi yang strategis dalam pembangunan perekonomian serta menjaga kesatuan dan ketahanan nasional. Setiap wilayah di dunia ini membutuhkan air sebagai penggerak kehidupan sosial dan perekonomiannya untuk menjaga ketahanan wilayahnya dari kerentanan atau bahkan kepunahan. Kondisi tersebut membuat sumberdaya air diperebutkan oleh semua wilayah, hal tersebut akan membuat konflik yang berujung peperangan di skala internasional. United Nations (2002) menyatakan bahwa air merupakan komoditas ekonomi, sosial dan budaya dan akses terhadap air merupakan hak asasi manusia. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa air wajib diperoleh setiap individu sebagai hak dasar atas kehidupannya. Ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air setiap individu hendaknya menjadi kewajiban negara. UUD 1945 pasal 33 ayat 3 menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Kondisi saat ini sangat tidak relevan dengan 1

pernyataan tersebut, dimana privatisasi air telah ada dimana-mana sehingga air memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tuntutan kebutuhan air sangat tidak seimbang dengan cadangan air bersih yang tersedia. Kuantitas air yang tersebar secara tidak merata di setiap wilayah menjadi permasalahan tersendiri. Selain itu, pertumbuhan penduduk yang semakin pesat mendorong adanya peningkatan kebutuhan air secara cepat. Kebutuhan air yang terus meningkat tidak diiringi dengan peningkatan cadangan air yang tersedia, akibatnya terjadi kondisi krisis air. Kondisi tersebut seolah diperparah dengan tingginya harga air yang selalu meningkat. Kemakmuran masyarakat tidak akan terwujud apabila kondisi ini terus terjadi. Kekurangan air bersih umumnya terjadi pada tempat-tempat yang memiliki cadangan air sangat rendah atau lebih rendah dibandingkan jumlah air yang dibutuhkan. Negara Indonesia sendiri, sebagian besar wilayahnya, memiliki kekayaan air yang melimpah. Ironisnya potensi tersebut belum bisa dirasakan sepenuhnya oleh rakyat Indonesia. Target MDG s mengenai akses masyarakat terhadap air bersih agar mencapai 68% pada tahun 2015 cukup sulit, karena lebih dari separuh penduduk Indonesia masih belum memiliki akses air bersih pada akhir tahun 2012. Pelayanan air bersih di Indonesia dirasa masih sangat kurang terbukti dengan masih banyaknya masyarakat yang belum menikmati air bersih secara baik. Krisis air bersih sudah sering terjadi pada beberapa tempat di Indonesia, terutama saat musim kemarau. Salah satu daerah yang sering mengalami krisis air adalah Desa Hargosari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul. Sumberdaya air yang dimiliki Desa Hargosari ini sangat terbatas. Air hujan merupakan salah satu sumber air utama bagi penduduk Desa Hargosari. Kendala akibat kondisi geomorfologi dan hidrogeologi membuat masyarakat tidak dapat memanfaatkan airtanah dalam kegiatan sehari-hari. Airtanah dapat dikatakan tidak bisa dimanfaatkan oleh warga karena belum ada teknologi dan biaya untuk menyediakannya. Pemanfaatan air hujan menjadi satu-satunya penggunaan sumber air alami di Desa Hargosari. 2

Kondisi air hujan sangat dipengaruhi oleh kondisi metereologis dan klimatologis. Kuantitas air hujan setiap musim yang berbeda memiliki kondisi yang berbeda pula. Umumnya masyarakat di Desa Hargosari mengalami masalah kekurangan air selama musim kemarau akibat perubahan cadangan air yang semakin sedikit selama musim kemarau. Cadangan airtanah yang sebenarnya cukup besar tidak dapat dijangkau sehingga masyarakat terpaksa harus mencari air bersih dengan berbagai cara. Perolehan air yang cukup sulit pada musim kemarau berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, bahkan dalam jangka panjang dapat mengancam kehidupan masyarakatnya apabila tidak segera diatasi. Jaringan PDAM yang telah masuk di Desa Hargosari (Kabupaten Gunungkidul) dalam beberapa tahun terakhir membawa warna baru bagi sumberdaya air masyarakat. Harga yang relatif terjangkau dengan kontinuitas cadangan air sepanjang tahun membuat air PDAM ini sangat diminati oleh masyarakat. Sayangnya, jaringan air ini belum dapat sepenuhnya menjangkau semua wilayah desa karena kondisi medan dan topografi yang cukup sulit untuk mengalirkan air. Adanya jaringan air PDAM ini membuat pergesaran paradigma dalam pemenuhan kebutuhan air. Awalnya penduduk yang hanya dapat memanfaatkan air hujan kini beralih menggunakan air PDAM. Kondisi tersebut membuat adanya perbedaan bagi masyarakat yang telah menerima aliran air PDAM dan masyrakat yang masih memanfaatkan air hujan. Perbedaan tersebut dapat dilihat berdasarkan ketersediaan air serta karakter konsumsi air dalam skala rumah tangga. Karakteristik konsumsi air merupakan pengaruh dari kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pendapatan dan pekerjaan, pendidikan serta perilaku masyarakat. Ketersediaan air dan konsumsi air masyarakat merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain, hal tersebut dapat dilihat dalam neraca air domestik. Deskripsi di atas memberikan gagasan untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Ketersediaan Air untuk memenuhi Konsumsi Air Domestik di Desa Hargosari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini sangat perlu dilakukan dalam mengidentifikasi dan mencari solusi 3

untuk mengatasi kekurangan air. Air yang dapat dimanfaatkan masyarakat diperkirakan untuk tingkat konsumsi masyarakat setiap harinya. Pengukuran nilai ketersediaan air tersebut dianalisis dengan tingkat konsumsi airnya sehingga diketahui apakah pemenuhannya sudah cukup baik atau belum. 1.2. Rumusan Masalah Kelangkaan air bersih yang terjadi di Indonesia secara umum dikarenakan adanya peningkatan kebutuhan air yang tidak diiringi oleh jumlah air yang tersedia. Isu kelangkaan air atau krisis air di setiap daerah memiliki beberapa sebab khusus yang berberda-beda. Krisis air di kota besar umumnya disebabkan karena peningkatan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat sehingga kebutuhan air akan cepat sekali meningkat. Kondisi tersebut berbeda dengan krisis air di perdesaan yang cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisi fisik wilayah yang mempengaruhi cadangan air yang dimiliki. Kebutuhan air yang paling mendasar adalah kebutuhan air domestik karena secara langsung mempengaruhi kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan air domestik setiap keluarga atau rumah tangga harus dilakukan secara baik. Syarat pemenuhan kebutuhan air domestik yang baik adalah tersedianya air yang mencukupi disamping kualitas air bersih yang memadai. Permasalahan krisis air mengindikasikan bahwa air yang tersedia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air domestik. Kondisi air yang tidak seimbang antara input (masukan) dan output (keluaran) akan terlihat pada daerah yang sering terjadi krisis air. Desa Hargosari merupakan salah satu wilayah yang sering terjadi kekurangan air bersih. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan air yang terbatas jenis dan jumlahnya di wilayah ini. Pemenuhan kebutuhan air domestik menjadi tidak menentu karena masyarakat terpaksa harus memanfaatkan sumber air lainnya dari luar daerah saat terjadi krisis air. Pemanfaatan air tersebut tentu memerlukan biaya yang lebih besar sehingga dapat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air mengakibatkan perubahan ketersediaan dan kebutuhan air masyarakat. Analisis keseimbangan air dapat mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan air domestik saat 4

ini terkait dengan permasalahan krisis air tersebut. Berikut pertanyaan yang dapat membantu untuk menjawab permasalahan tersebut : 1) Bagaimana karakteristik konsumsi air rumah tangga di daerah penelitian? 2) Bagaimana ketersediaan air rumah tangga di daerah penelitian? 3) Bagaimana neraca air domestik di daerah penelitian? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1) Mengetahui karakteristik kebutuhan air domestik daerah penelitian 2) Mengetahui nilai ketersediaan air daerah penelitian 3) Mengetahui neraca air dalam pemenuhan kebutuhan air domestik di daerah penelitian Kegunaan penelitian meliputi kegunaan akademis dan kegunaan praktisi. a) Kegunaan Akademis Kegunaan utama penelitian ini sebagai syarat kelulusan Strata I Jurusan Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Uiversitas Gadjah Mada. Penelitian ini juga dapat digunkan sebagai referensi tambahan bagi pengembangan sumberdaya air serta penelitian-penelitan mengenai ketersediaan air dan kebutuhan atau konsumsi air domestik yang berkaitan dengan daerah penelitian. b) Kegunaan Praktisi Penelitian mengenai sumberdaya air memiliki banyak aplikasi dan implementasi bagi pihak-pihak yang terkait. Masyarakat sebagai pengguna sumberdaya air dapat memanfaatkan informasi hasil penelitian ini dalam penerapannya untuk memenuhi kebutuhan air domestiknya. Pemerintah daerah sebagai pemegang kebijakan dapat pula mengatur pengelolaan sumberdaya air secara lebih efisien dan efektif bagi masyarakat melalui hasil penelitian ini. 1.4. Tinjauan Pustaka 1.4.1. Siklus Hidrologi Konsep dasar kajian fenomena hidrologi di suatu daerah selalu didasari oleh siklus hidrologi. Pengertian dari siklus hidrologi secara umum adalah proses 5

gerakan air di bumi secara terus menerus dan berulang-ulang. Siklus hidrologi selalu dikaitkan dengan konsep dasar mengenai keseimbangan air secara global di bumi (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Konsep ini mengemukaan bahwa kuantitas air secara global relatif tetap. Air bergerak dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut (Asdak, 2002). Sifat dan wujud air akan mengalami perubahan dalam setiap sub-sistem pada proses siklus hidrologi Proses siklus hidrologi secara alami dapat dilihat pada Gambar 1.1. Air yang berasal dari laut akan mengalami evaporasi akibat energi panas matahari. Uap air akibat proses evaporasi akan terus naik ke lapisan atmosfer dan terbawa angin ke arah daratan, namun sebagian dapat terkondensasi di atas permukaan laut. Awan yang dibentuk akibat proses kondensasi akan menghasilkan hujan (presipitasi). Hujan yang turun pada wilayah daratan dapat langsung jatuh di atas muka tanah atau batuan, sela daun (throughfall), atau batang pohon (stemflow). Air yang jatuh tersebut dapat berubah menjadi aliran permukaan (run off), namun sebagian dapat terevaporasi kembali atau proses kehilangan lainnya berupa intersepsi atau tranpirasi. Gambar 1.1 Siklus Hidrologi Sumber: Asdak, 2002 Limpasan atau aliran akan membentuk pola aliran tertentu yang disebut sebagai sungai. Air yang mengalir pada aliran sungai akan bermuara kembali ke laut. Sebagian aliran permukaan juga akan masuk kedalam tanah mengisi kelembapan tanah serta proses infiltrasi dan perkolasi yang akan menyuplai 6

airtanah. Air bersih sebagian besar dihasilkan oleh airtanah. Airtanah dapat keluar ke permukaan menjadi mataair akibat adanya patahan atau di wilayah break of slope pegunungan. Mataair tersebut akan mengalir ke sungai utama dan bermuara ke sungai. Airtanah juga dapat menuju daerah lautan melalu rembesan airtanah. Siklus hidrologi dapat dibedakan berdasarkan sudut padang yang digunakan menjadi dua, yakni siklus tertutup dan siklus terbuka. Siklus tertutup adalah sirkulasi air baik berupa uap, fluida maupun padat secara global di dalam suatu sistem siklus yang tertutup. Proses yang terjadi dalam siklus ini akan terus berulang dan melewati setiap sub-sistem yang sama tanpa ada masukan dan keluaran dari dan menuju luar siklus. Jumlah kuantitas akan tetap karena tidak terdapat penambahan maupun pengurangan dari dan ke luar siklus tersebut. Umumnya siklus tertutup digunakan untuk kajian hidrologi yang lebih sederhana. Siklus terbuka memiliki proses yang lebih kompleks karena ada sub-sistem yang terdapat aliran air masuk atau keluar. Kebalikan dari siklus tertutup dalam siklus ini kuantitas air dapat berubah-ubah karena dipengaruhi oleh sistem lain di luar siklus. 1.4.2. Konsumsi dan Kebutuhan Air Domestik Konsumsi didefinisikan oleh Poerwadarminta (1984) sebagai pemakaian barang atau lainnya. Kegiatan konsumsi selalu menghabiskan nila daya guna benda yang dikonsumsi tersebut. Konsumsi air merupakan kegiatan memanfaatkan air tanpa mengembalikannya ke sumber air di alam (OECD, 2003). Proses konsumsi air membuat adanya air yang tidak kembali masuk ke sistem hidrologi sehingga siklus hidrologi bersifat lebih terbuka. Nilai konsumsi air yang terlampau besar dapat menyebabkan kehilangan air yang besar dalam siklus, sehingga keseimbangan air dapat terganggu. Konsumsi dan kebutuhan air merupakan dua hal yang saling berkaitan namun berbeda secara konsep. Kebutuhan air merupakan jumlah air yang dibutuhkan dalam Kebutuhan lebih menekankan pada sesuatu yang harus terpenuhi untuk mencapai kelayakan atau standar tertentu, sedangkan konsumsi adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan itu sendiri. Penggunaan kedua istilah 7

tersebut sering dijumpai dalam mengemukaan tentang pemenuhan hasrat manusia mengenai sesuatu hal, salah satunya adalah air. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan rumah tangga seperti mencuci pakaian, mencuci piring, dan mandi tetapi tidak dapat di minum karena mungkin masih mengandung bakteri patogen (Darsono, 1995). Air domestik adalah air untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari seperti minum, memasak, mandi, mencuci, sanitasi, ibadah, menyiram, membersihkan rumah, barang-barang atau kendaraan, serta minum ternak (Sistyanto, 2012). Pengertian air bersih lebih sempit dibandingkan air domestik karena belum mencantumkan kebutuhan air minum. Penggunaan istilah air domestik dapat mencakup kajian yang lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan air domestik dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk kegiatan domesik sehari-hari. Nilai kebutuhan air domestik merupakan akumulasi dari jumlah air baku yang dibutuhkan oleh penduduk di daerah tertentu. Baku atau standar air yang dibutuhkan oleh setiap orang sangat bervariasi dan dapat ditentukan menurut tujuan dan kriteria tertentu. Kecenderungan populasi dan sejarah populasi dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air domestik terutama dalam penentuan kecederungan laju pertumbuhan (Kodoati dan Sjarif 2008). Standar baku kebutuhan air yang dikeluarkan oleh Direktorat Cipta Karya pada tahun 2003 diukur menurut kondisi perkembangan daerahnya (Primaningtyas, 2008). Kebutuhan air domestik dapat dibagi menjadi kebutuhan penduduk kota besar 120 liter/kapita/hari, kebutuhan kota kecil 80 liter/kapita/hari, dan kebutuhan penduduk perdesaan 60 liter/kapita/hari. Kondisi sosial dan ekonomi berpengaruh terhadap jumlah air yang dibutuhkan oleh masyarakat di daerah tertentu. Penentuan status daerah berdasarkan administrasi juga dapat dilakukan untuk menentukan jenis baku kebutuhan yang digunakan. Puslitbang Pengairan Departemen Pekerjaan Umum menggunakan parameter yang berbeda dimana jumlah penduduk sebagai penentu jumlah air yang dibutuhkan perkapita per hari (Kodoati dan Sjarif, 2008). Jumlah penduduk dapat mempengaruhi tingkat kebutuhan air per kapita seperti yang terlihat pada 8

Tabel 1.1. Air yang dibutuhkan baik domestik maupun non domestik akan meningkat seiring banyaknya populasi. Tabel 1.1. Kebutuhan Air Berdasarkan Jumlah Penduduk (Populasi) Jumlah Penduduk (jiwa) Domestik (l/kap/hari) Non Domestik (l/kap/hari) Kehilangan Air (l/kap/hari) >1000.000 (Metropolitan) 150 60 50 500.000-1000.000 (Kota besar) 135 40 45 100.000-500.000 (Kota sedang) 120 30 40 20.000-100.000 (Kota kecil) 105 20 30 < 20.000 (Desa) 82,5 10 24 Sumber: Puslitbang Pengairan DPU dalam Kodoati dan Sjarif (2008) Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh jumlah penduduk, dan kosumsi perkapita. Simoen (1985 dalam Sistyanto, 2012) mengatakan bahwa meningkatnya penggunaan air tidak hanya karena pertambahan penduduk, melainkan karena makin majunya manusia. Peningkatan ilmu pengetahuan membuat penggunaan air tidak hanya untuk makan, minum, mandi saja, tetapi semakin banyak dan bervariasi. Konsumsi per kapita dapat dipengaruhi oleh curah hujan, perbedaan jumlah penduduk, kemampuan ekonomi, tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya menghemat air, pendidikan dan aktivitas sehari-hari. Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga dapat mempengaruhi tingkat konsumsi air. Menurut Linsley dan Franzini, (1986) faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi air antara lain: a. Iklim b. Karakteristik penduduk d. Industri dan perdagangan e. Water meter c. Masalah lingkungan hidup Kebutuhan air dalam lingkup yang lebih kecil seperti keluarga dapat dilihat berdasarkan kegiatannya sehari-hari. Nilai kebutuhan air tersebut sangat bervariatif antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain. Flack (1982) dalam Muliranti (2013) menunjukkan bahwa secara relatif kebutuhan air suatu keluarga dapat dilihat pada Tabel 1.2. Jenis kegiatan yang paling banyak 9

menggunakan air dalam sebuah rumah tangga menurut Flack adalah penggelontoran kakus dan mandi, sedangkan kebutuhan air minum dan cuci piring menempati porsi yang paling kecil yakni 5%. Tabel 1.2. Pemanfaatan Air dalam Rumah Tangga No Jenis Kegiatan Kebutuhan air 1 Penggelontoran kakus (water closet) 40% 2 Mandi (bath/shower) 30% 3 Kamar kecil (lavatory sink) 5% 4 Cuci pakaian (laundry) 15% 5 Cuci piring (diswashing) 5% 6 Minum/masak (drinking/cooking) 5% Jumlah 100% Sumber: Flack (1982 dalam Muliranti, 2013) Konsumsi air setiap individu tidak selalu sama, karena dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh seseorang berdasarkan jenis kelamin atau umurnya. Grandjean (2004) merekomendasikan dalam ukuran WHO keperluan air untuk minum terbagi atas 2 kelompok berdasarkan usianya. Kelompok usia kurang dari 8 tahun memerlukan air 1,7 ml atau kurang, sedangkan kelompok usia 8 tahun ke atas minimal membutuhkan air 2 3,7 liter untuk minum. Usia 8 ke atas dapat dibagi lagi berdasarkan jenis kelamin dimana laki-laki umumnya memiliki keperluan lebih banyak dibandingkan perempuan. Konsumsi air juga sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kondisi sosial ekonomi dalam rumah tangga. Rulliwati (2010) menyatakan bahwa rata-rata konsumsi air di Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul adalah 66 liter/kapita/hari. Nilai tersebut dapat berkurang sampai 50% saat musim kemarau. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Muliranti (2013) mengenai keseimbangan air metereologis di wilayah Jawa Tengah dan DIY menyatakan bahwa nilai kebutuhan air domestik di Kabupaten Gunungkidul mencapai 2,3 milyar liter/tahun. Nilai tersebut termasuk cukup rendah dibandingkan kabupaten atau kota lainnya. Pendekatan nilai baku air dalam penelitian tersebut diasumsikan sama dengan penetapan Direktorat 10

Cipta Karya yakni 60 liter/kapita/hari untuk masyarakat desa dan 80 liter/kapita/hari untuk masyarakat kota. Barus (2009) menyatakan bahwa terdapat korelasi antara tingkat konsumsi air dengan pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan dan pekerjaan kepala keluarga. Pendapatan yang semakin besar dapat meningkatkan konsumsi air. Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap variasi kegiatan konsumsi air dalam rumah tangga. Tingkat pendidikan mempunyai peran dalam menentukan perilaku atau pola konsumsi air. Pekerjaan atau matapencaharian tidak selalu berpengaruh terhadap konsumsi air, namun semakin memiliki pekerjaan tetap maka pendapatannya juga semakin dapat mengontrol konsumsi air yang diingikan. 1.4.3. Potensi Sumberdaya Air dan Ketersediaan Air Sumberdaya air memiliki makna air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas maupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, airtanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat (UU No.7 Tahun 2004). Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, maupun di bawah permukaan tanah. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat atau pun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Potensi sumberdaya air di dunia berdasarkan perkiraan UNESCO (1978 dalam Sunaryo dkk, 2004) adalah 1,4 milyar km 3 dan hanya 2% saja yang bisa dimanfaatkan oleh manusia. Indonesia memiliki 7,56% potensi air dunia atau setara dengan ± 105 juta km 3 yang menempatkan Indonesia sebagai negara terbesar ke-5 sumberdaya air dunia (Arsyad dan Rustiadi, 2012). Potensi air yang dimiliki negara Indonesia sangat besar dan melimpah. Kekayaan sumberdaya air yang dimiliki Indonesia sangat didukung oleh faktor klimatologis, geografis, dan geologisnya (Kodoatie dan Sjarief, 2008). 11

Ketersediaan air adalah jumlah air yang diperkirakan terus menerus ada di suatu lokasi tertentu dan dalam jangka waktu tertentu (Direktorat Irigasi, 1980 dalam Triatmodjo, 2010). Periode waktu pengamatan ketersediaan air disesuaikan dengan tujuan penelitian serta sifat sumber airnya. Potensi ketersediaan air dapat diukur berdasarkan potensi hidrometereologis, potensi air permukaan dan potensi airtanah (Martopo, 1991 dalam Muliranti, 2013). Pengukuran ketersediaan air dapat dilakukan berdasarkan sumber air yang digunakan saja atau semua sekaligus sesuai dengan tujuan penelitian. Ketersediaan air dengan pendekatan hidrometereolgis mengukur kuantitas air berdasarkan kondisi iklim dan hidrologi suatu wilayah. Ketersediaan air dapat diukur dengan neraca air DAS rata-rata tahunan yakni selisih antara curah hujan dengan evapotranspirasi aktual dikalikan luas DAS (Bethasa, 2009). Penelitian ketersediaan air hujan sangat dipengaruhi oleh elevasi dan arah angin (Dewi, 2007). Kabupaten Gunungkidul memiliki potensi ketersediaan air hidrometereologis ± 38 milyar liter/bulan saat musim kemarau dan 450 milyar liter/buan selama musim hujan (Muliranti, 2013). Potensi ketersediaan air di Gunungkidul merupakan yang paling tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.4.4. Krisis Air Bersih Krisis air merupakan kondisi dimana air yang tersedia tidak dapat mencukupi kebutuhan air. Definisi krisis air tidak ada yang spesifik dan sering diartikan sama dengan kelangkaan air, kekurangan (defisit) air, kekritisan air, atau kekeringan. Permasalahan krisis air menunjukkan kondisi hidrologi di suatu wilayah yang sudah tidak seimbang baik akibat kondisi fisik lahan, metereologi, atau sosial ekonominya. Istilah krisis air umumnya digunakan untuk menunjukkan kekurangan air di perkotaan atau wilayah yang memiliki populasi cukup besar. Kekeringan memiliki definisi yang lebih luas dengan melihat ketersediaan air atau potensi cadangan air suatu wilayah. Konsep kekeringan memiliki 2 definisi yakni suatu periode tanpa air hujan yang cukup (kekeringan meterologis) dan suatu periode kelangkaan air (kekeringan hidrologis, pertanian, dan sosial ekonomis) (Kodoatie dan Sjarief, 12

2008). Kekeringan metereologis adalah suatu interval waktu yang mana suplai air hujan aktual pada lokasi jatuh/turun lebih pendek dibandingkan suplai air klimatologis yang sesungguhnya sesuai estimasi normal. Dampak psikologis kekeringan bagi kondisi sosial masyarakat jauh lebih parah dibanding dampak banjir. Kekeringan tidak dapat dirasakan dan terlihat secara langsung seperti banjir. Krisis air dapat terlihat di daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi atau daerah dengan curah hujan yang relatif rendah. Sebaran hujan dipengaruhi oleh topografi dan arah angin faktor, jarak dari perairan, luas daratan, perbedaan suhu daratan dan lautan kedudukan matahari. Penelitian Muliranti (2003) menujukkan bahwa daerah-daerah yang mengalami krisis air di Jawa Tengah dan DIY umumnya berada di pantai utara Jawa dan kota-kota besar seperti Surakarta dan Yogyakarta. Hasil tersebut menujukkan bahwa potensi krisis air pada daerah pedesaan tidak dapat terlihat secara jelas seperti di kota besar. Suyono dan Widyastuti (1997) menyatakan bahwa kekritisan air dapat dilihat menurut faktor-faktor metereologis. Model pendekatan hidrometereologis dapat digunakan untuk mengetahui nilai kekritisan air dengan hipotesa: surplus air adalah selisih antara curah hujan dengan evapotranspirasi aktual dan air yang tersedia adalah aliran mantap. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa DAS Progo memiliki tingkat kekritisan 124% dengan aliran mantap. Martopo (1991 dalam Muliranti, 2013) menambahkan bahwa krisis air sebenarnya dapat diukur menggunakan neraca air metereologis yang dibandingkan dengan nilai kebutuhannya. Penelitian dan fakta mengenai krisis air di Indonesia semakin banyak ditemukan. Indonesia diprediksikan akan mengalami krisis air pada tahun 2025 oleh World water forum yang diadakan Den Haag Tahun 2000. Faktor penyebab krisis air tersebut adalah kelemahan dalam pengelolaan air serta pemakaian air yang tidak efisien (Suara Pembaharuan, 2006). Kondisi ini menjadi peringatan bagi masyarakat Indonesia untuk lebih memanfatkan air dengan lebih bijak agar krisis air tersebut dapat dikurangi dampaknya. 13

1.4.5. Pengelolaan dan Pemenuhan Air Bersih Pengelolaan sumberdaya air merupakan suatu upaya dalam menjaga kecukupan cadangan air untuk dimanfaatkan. Sumberdaya Air tidak termasuk komponen infrastruktur, namun bagian dari pengelolaan sumberdaya air dikategoriakn sebagai infrastruktur keairan (Triatmojo, 2010). Penglolaan air bersih dapat dilakukan secara alami maupun artifisial. Pengelolaan secara alami meliputi pengelolaan DAS dan lingkungan lainnya secara alami. Pengelolaan yang bersifat artifisial dengan membuat bangunan-bangunan keairan seperti bendungan, jaringan air bersih, dan sebagainya. Pengelolaan sangat erat kaitannya dengan pengembangan sumberdaya air. Pengembangan sumberdaya air dapat dikelompokkan dalam dua kegiatan yaitu pemanfaatan air dan pengaturan air. Pemanfaatan sumberdaya air meliputi penyediaan air untuk kebutuhan air bersih, irigasi, pembangkit listrik tenaga air, perikanan, peternakan, pemeliharaan sungai, dan lalu lintas air. Pemanfaatan air meliputi studi mengenai ketersediaan air dan kebutuhan air serta merencanakan fasilitas/bangunan yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut dari ketersediaan air yang ada. Pengembangan sumber daya air ditujukan untuk kemanfaatan sumberdaya air dan memenuhi berbagai keperluan termasuk kebutuhan domestik (UU no.7 tahun 2004). Pemanfaatan air di Indonesia sampai saat ini baru 25% dari total air yang tersedia, serta kurang dari 5% yang digunakan untuk kepentingan domestik dan industri (Suara Pembaruan, 2012). Fokus pemanfaatan air di Indonesia masih ditujukan untuk pertanian sebagai negara agraris. Teknologi dan sumberdaya manusia yang masih terbatas kemampuannya menyebabkan pemanfaatan air yang tidak optimal. Pengembangan sumberdaya air melalui pembangunan infrastruktur keairan harus diimbangi dengan sumberdaya manusia yang berkualitas dalam pengoperasiannya. 1.4.6. Neraca Air Domestik Perkiraan secara kuantitatif dari siklus hidrologi dapat dinyatakan berdasarkan prinsip konservasi massa, yang dikenal dengan persamaan neraca air 14

atau imbangan air (Seyhan, 2000). Persamaan tersebut menggambarkan bahwa di dalam suatu sistem hidrologi dapat dievaluasi air yang masuk dan yang keluar dari sistem tersebut dalam suatu periode waktu tertentu. Analisis imbangan air dapat dilakukan dalam jangka waktu singkat atau untuk durasi panjang tergantung dengan penggunaan dan tujuan. Pengukuran imbangan air dapat disesuaikan pada daerah tertentu, biasanya menggunakan batas hidrologis. Keseimbangan air merupakan kondisi yang menunjukkan nilai ketersediaan air dan kebutuhan air dalam neraca air yang berfungsi untuk evaluasi sumberdaya air. Data keseimbangan air merupakan modal dasar dalam menyusun strategi pengelolaan air. Pengelolaan sumberdaya air yang efisien dan efektif dapat dilakukan apabila mengetahui karakteristik sistem hidrologi wilayah dan keseimbangan air. Kondisi suatu daerah yang ideal memiliki nilai ketersediaan air dan kebutuhan air yang seimbang. Permasalahan sumberdaya air secara umum dipicu oleh ketidakseimbangan air di suatu wilayah sehingga pengelolaan air sangat dibutuhkan. Keseimbangan air dapat dikaji menurut ruang lingkup hidrologi tertentu seperti keseimbangan airtanah untuk keperluan domestik dan industri, keseimbangan air metereologis untuk pertanian, dan sebagainya. Yudistira (2013) menyatakan bahwa keseimbangan airtanah untuk keperluan domestik dapat diukur dengan parameter kedalaman muka airtanah, arah aliran airtanah, fluktuasi muka airtanah, DHL airtanah. Ruang lingkup keseimbangan air geografi yang lebih luas dapat diukur dengan menggabungkan keseimbangan air metereologis dan keseimbangan air geomorfologis (Zahara, 2010). Parameter yang digunakan dalam kajian keseimbangan air disesuaikan berdasarkan tujuan dan ruang lingkup penelitian. 1.5. Kerangka Pemikiran Indonesia memiliki potensi sumberdaya air dan sumberdaya manusia yang sangat besar di dunia dalam cakupan kuantitasnya. Indonesia memiliki potensi sumberdaya air terbesar ke-5 di dunia (Arsyad dan Rustiadi, 2012), sementara populasi penduduknya menduduki peringkat 4 dunia. Kedua hal tersebut 15

merupakan modal besar bagi pembangunan nasional, namun sayanganya keduanya tidak saling mengimbangi. Cadangan air, khususnya di Pulau Jawa, memiliki jumlah lebih kecil dibandingkan jumlah air yang dibutuhkan oleh masyaraktnya. Krisis air pun melanda banyak wilayah di Pulau Jawa, salah satunya Kabupaten Gunungkidul. Masalah krisis air di kawasan perdesaan secara umum dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik seperti topografi, kondisi geologi dan jenis tanah, serta kondisi klimatologisnya. Desa Hargosari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul memiliki topografi karst dengan batuan kapur yang mendominasi. Karakteristik hidrogeologi kawasan karst seperti ini adalah airtanah yang sangat dalam sehingga sulit dijangkau dengan peralatan sederhana. Masyarakat Desa Hargosari umumnya memanfaatkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air dalam kehidupan sehari-hari. Pemanfaatan air hujan sangat dipengaruhi kondisi klimatologis dimana setiap musim kemarau warga Desa Hargosari mengeluh kekurangan air bersih. Keterbatasan air yang tersedia untuk memenuhi jumlah air yang dibutuhkan memerlukan adanya pengembangan sumberdaya air. Sumber air baru bisa dimanfaatkan dengan adanya unsur artifisial seperti membuat embung atau jaringan air bersih. Wilayah ini telah mengalami pengembangan sumberdaya air ditandai dengan difungsikannya kembali jaringan air bersih PDAM di sebagian wilayah Desa Hargosari. Aliran air bersih dari jaringan pipa PDAM telah menambah variasi kondisi sumberdaya air selama dua tahun terakhir. Kenyataannya masalah kekurangan air bersih masih belum terpecahkan sepenuhnya. Suplai air lebih beragam berdasarkan variasi sumber air masyarakat apabila dibandingkan dengan kondisi sebelum adanya PDAM. Hal tersebut dapat mempengaruhi nilai ketersediaan air di Desa Hargosari. Perubahan sumberdaya air tersebut juga berpengaruh terhadap karakteristik sosial ekonomi masyarakat terutama dalam hal pemanfaatan air bersih. Kekurangan air bersih dapat terjadi dalam proses pengembangan sumberdaya air karena perubahan-perubahan 16

tersebut. Evaluasi ketersediaan dan kebutuhan air domestik sangat perlu dilakukan untuk membantu dalam proses pemecahan masalah ini. Kondisi ideal di suatu wilayah adalah adanya ketersediaan air dan kebutuhan air yang seimbang dan sesuai peruntukkannya. Evaluasi ketersediaan air dan kebutuhan air domestik dapat digunakan untuk mengetahui keseimbangan air di Desa Hargosari. Keseimbangan air ini dapat dianalisis untuk mengidentifikasi nilai kekurangan air bersih menggunakan neraca air domestik. Kekurangan air tersebut merupakan gambaran krisis air yang terjadi di Desa Hargosari saat ini setelah adanya pengembangan jaringan air bersih di sebagian wilayahnya. Defisit atau surplus air yang berlebihan di suatu wilayah mengindikasikan bahwa wilayah tersebut sangat tidak ideal dalam pemenuhan kebutuhan airnya. Analisis ketersediaan air dalam pemenuhan konsumsi air domestik diteliti dengan bagan seperti pada Gambar 1.2. Potensi Cadangan Air Pergeseran karaktersitik sosial ekonomi Pertumbuhan Penduduk Permasalahan Sumberdaya Air (Krisis Air) Neraca Air Domestik Evaluasi dan Analisis Ketersediaan Air Pengembangan Sumberdaya Air Gambar 1.2. Diagram alir kerangka pemikiran 17

1.6. Batasan Operasional Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan rumah tangga seperti mencuci pakaian, mencuci piring, dan mandi tetapi tidak dapat diminum karena mungkin masih mengandung bakteri patogen (Darsono, 1995) Air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan airtanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum (PP RI No. 16 Tahun 2005). Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air rumah tangga sehari-hari seperti minum, memasak, mandi, mencuci, sanitasi, ibadah, menyiram, membersihkan rumah, barang-barang atau kendaraan, serta minum ternak (Sistyanto, 2012) Konsumsi air adalah kegiatan memanfaatkan air tanpa mengembalikannya ke sumber air di alam (OECD, 2003) Neraca air adalah hubungan ketersediaan air terhadap kebutuhan air. Imbangan air atau neraca air adalah gambaran mengenai kondisi air yang tersedia terhadap jumlah air yang dibutuhkan. Ketersediaan air adalah jumlah air yang diperkirakan terus menerus ada disuatu lokasi tertentu dan dalam jangka waktu tertentu (Direktorat Irigasi, 1980 dalam Triatmodjo, 2010) Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah (UU No.7 Tahun 2004). Makna sumber air secara lebih luas dapat diartikan sebagai wadah tempat air berasal yang dapat dijangkau atau dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, penelitian ini hanya ditujukan untuk keperluan domestik. Sumberdaya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya (UU No.7 Tahun 2004). 18