BAB I PENDAHULUAN. bisa jadi akan terus bertahan hingga mereka dewasa. Siswa siswi usia sekolah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN UKDW. dikenal dengan istilah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPP/H) atau attention

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat

Pedologi. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Perkembangan zaman berdampak pada perubahan pola makan yang lebih banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di

HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi jenis makanan cepat saji, makanan kemasan dan awetan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup luas di masyarakat, mulai dari produk makanan ringan hingga masakan

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

I. PENDAHULUAN. akan mencapai lebih dari 1,5 milyar orang (Ariani,2013). Hipertensi telah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih lezat. Masyarakat Indonesia rata-rata mengkonsumsi MSG sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Bahan tambahan makanan ini disebut dengan zat aditif, dimana zat

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. faktor keturunan. Faktor-faktor tersebut dapat beraksi sendiri ataupun saling

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

BAB I PENDAHULUAN. masih berada dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pendirian Pabrik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Periode usia bulan (toddler and preschooler) merupakan periode

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Tujuan. penerus harus disiapkan sebaik-baiknya. Salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Committee) VII tekanan darah 140/90 mmhg. Hipertensi seringkali disebut

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang dimulai sejak janin berada di kandungan sampai anak berusia 2 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak semua anak berbakat punya perilaku layaknya anak-anak normal. Ada juga diantara mereka memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III ( Tiga ) Kesehatan Bidang Gizi.

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty.

Apakah kehidupanku sehat? M a ri ki t a j a g a ke s e h at a n kel u a r g a k i t a!

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat mencukupi segala kebutuhannya hanya dengan. mengandalkan kemampuannya sendiri, melainkan kebutuhan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan manusia merupakan perubahan. yang bersifat progresif dan berlangsung secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

Mitos dan Fakta Kolesterol

Contoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight?

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. mewujudkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang sehat,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditanam di Malang mempunyai nama Apel Malang. Buah dan sayur memiliki

Bab 1. Pendahuluan. digemari bukan saja oleh pembaca anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Di toko-toko

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan atau campuran

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) generasi. penerus bangsa yang potensinya perlu terus dibina dan dikembangkan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang cukup banyak mengganggu masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. kembangnya dapat berlangsung secara optimal. Generasi penerus yang sehat

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH (3-6 TAHUN) DI PAUD WILAYAH SUKAJADI KOTA BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara

BAB I PENDAHULUAN. Titik berat tujuan pembangunan Bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. masa ini terjadi pertahapan perubahan yang sangat cepat. Status kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

Seimbangkan Kadar Gula Darah Anda Sekarang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan. Hal senada dikemukakan oleh David C.McClelland. McClelland. Sebenarnya inti teori motivasi yang dikemukakan oleh David

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia yang baik dan berkualitas sangat diperlukan dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Banyak gejala gejala penyimpangan yang terjadi diusia sekolah dan bisa jadi akan terus bertahan hingga mereka dewasa. Siswa siswi usia sekolah memiliki perilaku yang beragam, salah satu perilakunya adalah tidak bisa diam dan sangat sulit diatur, seolah-olah tidak memperhatikan pelajaran di kelas dan tidak mendengarkan orang di sekitarnya. Bahkan dapat menjadi reaksi emosional sekunder yang tidak menguntungkan bagi anak dan keluarga seperti gangguan disruptif. Salah satu gangguan disruptif adalah hiperaktivitas. Anak anak tersebut biasanya mengalami gangguan dalam perkembangannya yang secara luas disebut dengan Gangguan Pemusatan Perhatian/ Hiperaktivitas (GPP/H). GPP/H merupakan salah satu gangguan perkembangan yang paling sering ditemui pada anak-anak dan gangguan perilaku ini mempengaruhi prestasi anak di sekolah, interaksi sosial dengan teman sebaya dan hubungan dengan keluarga (Sinn et al., 2007; APA, 2000). Sedangkan menurut Saputro (2009) mengatakan bahwa anak yang mengalami gangguan GPP/H tersebut memiliki tanda tanda; anak yang selalu bergerak, tidak pernah berhenti walaupun sudah ditegur oleh orang tuanya, tidak mau mendengar apa yang dikatakan orang tua, anggota tubuhnya tidak mau diam, selalu bergerak 1

kesana-kemari, naik turun kursi dan meja, tidak mempedulikan sekitarnya. Menurut para orang tua, gangguan yang dialami oleh anaknya dapat merusak hidup, menghabiskan banyak energi, menimbulkan rasa sakit secara emosional, menurunkan harga diri, dan secara serius merusak kekerabatan dan pertemanan (Baihaqi & Sugiarmin, 2008). Diperkirakan 3-15 persen dari populasi anak - anak di seluruh dunia mengidap hiperaktivitas. Di setiap sekolah dasar (SD) di Indonesia diperkirakan terdapat 2-5 persen anak-anak yang mengalami GPP/H. Dalam berbagai hasil penelitian disebutkan bahwa 25-70 persen anak - anak penyandang GPP/H tetap memiliki gejala tersebut hingga ia berusia dewasa (Apriadji, 2007). Angka prevalensi GPP/H di Indonesia belum diketahui secara pasti. Namun, pada penelitian sebelumnya, prevalensi GPP/H pada murid kelas I Sekolah Dasar di kecamatan di Jakarta Timur 3,63%. Penelitian yang dilakukan terhadap murid - murid dengan kesulitan belajar di SD Negeri Sukagalih I dan VI Kotamadya Bandung, ditemukan 2,70%. Sebuah penelitian di Sekolah dasar di kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DIY menunjukkan prevalensi GPP/H sebesar 9,5%. Penelitian terhadap anak Sekolah Dasar di DKI Jakarta didapatkan angka prevalensi GPP/H sebesar 26,2% yang diestimasi berdasar penapisan dengan instrument SPPAHI/G pada cut off score 29. Penelitian pada murid sekolah dasar di Kecamatan Bangutapan, Bantul, Yogyakarta pada tahun 2006 menggunakan instrument DSM-IV didapatkan prevalensi GPP/H sebesar 5,37% (Wihartono, 2007). 2

Menurut Lestari ( 2013 ), dari 34 juta kasus GPP/H di USA, Eropa dan Jepang, diperkirakan 31% menjadi kasus GPP/H dewasa ( usia > 19 tahun ) dan 69% kasus GPP/H pada usia 3-19 tahun. Setiap kelas di SD diperkirakan 2-3 anak dengan GPP/H atau 1-2 di antara 10 anak sekolah dasar mengalami GPP/H. Prevalensi GPP/H pada anak sekolah dasar di DKI Jakarta adalah 26.2%, pada rentang usia 6-13 tahun (Saputro, 2009 ; Wiguna, 2007). Menurut Apriadji (2007) didalam jurnal ilmiah Archives id Diseases in Childhood yang dilakukan dari tim Universitas of Southampon, AS yang meneliti lebih dari 1800 anak-anak penyandang GPP/H di AS yang berusia kira-kira 3 tahun mengatakan bahwa memberi makanan sehat saja tidak cukup membantu mengatasi hiperaktivitas. Jika anak-anak tidak diberi penyedap masakan, pewarna makanan dan zat pengawet justru akan memberi hasil yang lebih efektif dalam mengendalikan hiperaktivitas dari pada pemberian obat-obatan anti-hiperaktivitas seperti clonidine. Menurut Apriadji (2007), faktor penyebab pemicu hiperaktivitas adalah karena konsumsi makanan yang mengandung zat aditif makanan (food additives), seperti bahan pengawet, pemanis, pewarna, penyedap masakan (monosodium glutamat) dan terapi nutrisi, dengan memberikan suplemen zatzat gizi yang diperkirakan mengalami defisiensi, sesungguhnya bisa menjadi sarana pertolongan darurat jangka pendek untuk mengatasi hiperaktivitas. Dalam waktu bersamaan, juga dilakukan pembenahan pola makan. Monosodium glutamat (MSG) merupakan salah satu dari zat aditif pada makanan yang masih marak digunakan pada masakan di negara negara 3

berkembang. MSG biasa digunakan sebagai penyedap rasa. MSG itu sendiri merupakan garam sodium dari asam glutamat dengan nama dagang ajinomoto, vetcin, ac cent, tasting powder (Leung dan Foster, 2003). Standar konsentrasi penggunaan MSG yang diperbolehkan untuk konsumsi adalah 0-120 mg/kgbb/hr, sementara perkiraan penggunaan MSG bisa mencapai lebih dari 10 gr/hr secara mendunia (Collison et al., 2009) sedangkan di Indonesia pada anak usia pra sekolah mencapai 0.06 kg/hr bahkan lebih (Winarno, 2004). Penggunaan zat aditif makanan, penggunaan gula, alergi makanan dan defisiensi asam lemak esensial merupakan faktor yang berhubungan dengan GPP/H. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak dengan masalah prilaku atau GPP/H akan menjadi lebih sensitif terhadap faktor faktor tersebut sehingga modifikasi diet menjadi salah satu hal penting dalam manajemen GPP/H dan menjadi hal yang harus dipertimbangkan dalam prosedur pengobatan (Schroll, 2003; Apriadji, 2007). Anak yang mengalami gangguan tersebut bukan berarti tidak dapat tumbuh sehat dan berprestasi seperti anak normal lainnya, hanya saja orang tua harus tepat dalam mengasuh dan memberikan nutrisi oleh karena itu harus ada penanganan seawal mungkin secara terpadu oleh dokter spesialis saraf, anak, psikiater, psikolog, orang tua dan guru (Richter, 1995; Saputro, 2001). Banyak anak-anak dengan GPP/H intelektual atau atristik berbakat (Santoso, 2012). 4

Pengaruh MSG terhadap organ telah banyak diteliti pada hewan coba dan diketahui dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan perubahan fungsi organ antara lain hepar, tymus, ovarium, usus halus, ginjal termasuk diberbagai area otak (Eweka dan Om Iniabohs, 2007; Farombi dan Onyema, 2006; Pavlovie et al., 2007). Menurut Singh et al., (2003) mengatakan, hal ini dikarenakan MSG memiliki sifat eksitatorik, sehingga jika dalam jumlah besar dapat menyebabkan depolarisasi yang mengakibatkan nekrosis sel dan apoptosis sel. Maka dapat dibayangkan jika hal ini terjadi pada manusia. 1.2 Perumusan masalah Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian seperti berikut: 1. Gangguan Pemusatan Perhatian/ Hiperaktivitas (GPP/H) merupakan gangguan neurobehavior yang paling sering terjadi pada anak sekolah dasar dan berdampak pada hubungan sosial dengan orang lain disekolah maupun dirumah dan prestasi akademik. 2. Faktor diet dari asupan makanan pada anak sekolah dasar yang hampir sebagian besar didapatkan dari jajanan di sekolah maupun disekitar sekolah menjadi perhatian yang penting bagi orang tua. 3. Monosodium Glutamat (MSG) merupakan salah satu zat aditif yang banyak digunakan pada produk makanan termasuk jajanan anak - anak di sekolah dasar. 5

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas timbul beberapa pertanyaan penelitian, antara lain : 1. Apakah makanan yang mengandung MSG berpengaruh pada anak yang mengalami GPP/H? 2. Berapa persen rata-rata tingkat asupan jajanan yang mengandung MSG pada anak GPP/H? 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui gambaran konsumsi MSG makanan dalam jajanan terhadap anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian Hiperaktif (GPP/H) di Yogyakarta 1.3.2 Tujuan khusus Mengetahui gambaran pengaruh konsumsi jajanan mengandung MSG terutama pada anak GPP/H murid kelas I-V di 5 Sekolah Dasar di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.4 Manfaat penelitian 1. Sebagai bahan masukkan bagi masyarakat khususnya penderita GPP/H agar memiliki pemahaman tentang GPP/H. 6

2. Sebagai bahan masukkan bagi orangtua, guru dan produsen makanan jajanan untuk memperhatikkan faktor dietary yang berupa MSG pada makanan terhadap anak GPP/H. 3. Sebagai bahan pelengkap bagi penelitian terkait selanjutnya serta memberikan kontrinbusi dalam kemajuan ilmu kedokteran dan pangan khususnya yang terkait dengan GPP/H maupun MSG. 1.5 Keaslian penelitian Penelitian tentang GPP/H masih sangat sedikit jumlahnya di Indonesia, terutama yang berhubungan dengan konsumsi jajanan mengandung MSG, bahkan belum ditemukan sehingga perlu dipertimbangkan suatu data yang dapat memberikan informasi mengenai GPP/H. Penelitian mengenai GPP/H di Indonesia untuk saat ini sudah mulai berkembang namun masih terbatas jumlahnya dan belum ada penelitian yang membahas mengenai konsumsi msg pada jajanan anak sekolah dasar terhadap GPP/H. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dibuatlah suatu studi yang membahas tentang hubungan konsumsi jajanan anak di sekolah dasar yang mengandung msg terhadap GPP/H di Yogyakarta dan di harapkan dapat membantu para orang tua maupun para pengajar dalam penanganan anak GPP/H. Penelitian yang pernah di lakukan dan berhubungan dengan GPP/H antara lain : 7

Tabel 1. Penelitian GPP/H dan MSG yang pernah dilakukan Peneliti Judul Hasil dan Alat Ukur Azadbakht (2012) Dietary Patterns and Prevalensi GPP/H Deficit Hyperactivity murid SD di Iran : 9.7% Disorde Among Iranian Children Damodoro (1989) Sekilas Studi Prevalensi GPP/H Epidemiologi disfungsi minimal otak murid SD di kec. Turi : 9.59% Alat Ukur : DSM-III R Kiswanjaru (1997) Prevalensi dan Faktor Prevalensi GPP/H Risiko Gangguan murid TK di Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas Yogyakarta : 0.40% Alat Ukur : DSM-IV pada murid taman kanakkanak di Kotamdya Yogyakarta Rowland et al (2001) Studying the Prevalensi GPP/H Epidemiology of Attention Deficit Hyperactivity Disorder anak sekolah dasar di North Carolina country : 16% Alat Ukur : DSM IV Wihartono (2007) Faktor Risiko Attention Prevalensi GPP/H Deficit Hyperactive Disorder pada murid sekolah dasar di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta murid SD di Bangutapan 5.37% Alat Ukur : DSM-IV 8