BAB I PENDAHULUAN. yang masih lengkap keduanya sedangkan keluarga tidak utuh atau yang sering

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja adalah tahap umur berikutnya setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan bisa menjadi dambaan tetapi juga musibah apabila kehamilan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami

BABI PENDAHULUAN. Selama rentang waktu kehidupannya, manusta mengalami perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga, Jakarta: Kencana, 2012, hlm Ibid, hlm. 6-7.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tanggung jawab atas kesejahteraan anak, baik jasmani, kesehatan, rohani serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. dipengaruhi, dan bertambahnya kemampuan berfikir secara objektif (Mu tadin,

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai orang tua yang memiliki anak, tugas utamanya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. Siapakah saya? Apa potensi saya? Apa tujuan yang ingin saya capai di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lembaga terkecil namun memberikan pengaruh yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kemandirian..., Maya Puspaning Tyas, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. konsisten dan kehadiran orang tua untuk mendukung dan mendampingi

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi keberlanjutan pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara, sekaligus sebagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang, kehidupan dalam keluarga sangat penuh dengan variasi. Ada keluarga yang disebut dengan keluarga besar yang terdiri atas ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain seperti nenek, kakek, paman dan sebagainya. Ada juga yang disebut dengan keluarga inti yang hanya terdiri atas ayah, ibu dan anak. Ditinjau dari sisi kelengkapan struktur keluarga, terdapat keluarga yang utuh dan yang tidak utuh. Keluarga utuh adalah keluarga yang terdiri atas ayah dan ibu yang masih lengkap keduanya sedangkan keluarga tidak utuh atau yang sering disebut single parent adalah keluarga yang hanya terdapat satu orangtua saja baik itu ayah ataupun ibu. DeGenova (2008) mengemukakan single parent family adalah keluarga yang terdiri atas satu orangtua baik menikah maupun tidak menikah dengan memiliki anak. Sementara single parent itu sendiri adalah orangtua yang merawat satu anak atau lebih tanpa ada dampingan dari pasangannya. Banyak hal yang mengakibatkan single parent terjadi seperti bercerai, kematian pasangan, hamil diluar nikah dan ditinggalkan pasangannya. Penelitian yang dilakukan Kelly (2008) menunjukkan bahwa anak dari single parent lebih cenderung terkena masalah dalam kehidupannya sehari-hari

serta terganggu dalam hal pendidikan dibanding anak yang memiliki orangtua utuh. Mereka juga dilaporkan cenderung lebih rentan terkena substance use seperti merokok, minum minuman keras, dan menggunakan narkoba karena mereka mencari kesenangan dengan melakukan hal tersebut sebagai pelarian dan untuk menarik perhatian dari orangtua mereka. Demikian pula halnya pengawasan orangtua single parent cenderung berpengaruh terhadap sikap dan perilaku anak. Pengawasan yang kurang terhadap anak-anak dalam melakukan aktivitas pekerjannnya sehari-hari dapat membuat mereka bingung dalam menentukan tindakan karena tidak mempunyai tempat untuk berbagi. Bharat, dkk (1989) menambahkan bahwa anak dari keluarga single parent lebih merasa loneliness, withdrawal dan anger. Hal ini dikarenakan mereka merasa berbeda dari temantemannya yang mempunyai keluarga utuh sehingga membuat mereka menjadi rendah diri. Dapat dikatakan bahwa keluarga single parent lebih memungkinkan untuk mengalami resiko yang lebih tinggi dibanding dengan keluarga utuh. Sumber seperti pendapatan dan faktor penyebab stres lainnya dapat menentukan apakah single parent dan anaknya mencerminkan perilaku yang positif atau negatif dalam aspek psikologisnya seperti hubungan anak-orangtua. Ibu single parent dapat menjadi kurang perhatian pada anak mereka. Hal ini dikarenakan ibu harus mencari nafkah menggantikan ayah dan harus bekerja, sehingga ibu sering kurang memberikan perhatian pada anaknya. Saat dalam keadaan emosional yang kurang baik akibat lelah bekerja, maka ibu bisa jadi mengasuh anak dengan cara yang tidak tepat dan proporsional. Hal ini dapat

memperbesar kemungkinan anak menunjukkan perilaku bermasalah seperti berkelahi, merokok, minum dan sebagainya. Begitu juga ketika ayah tunggal yang mengasuh anak, maka si ayah akan merasakan bahwa menjadi ayah itu merupakan proses yang menantang bagi seorang pria, dimana proses ini dapat menyebabkan berbagai gejolak emosional karena para ayah tidak terbiasa dengan afeksi kompleks yang dimunculkan dalam hubungan ayah anak, dimana ayah mempunyai peran ganda dalam mencari nafkah, membesarkan, mendidik, dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya (Setiawati, 2007). Ayah mempunyai peran ganda dalam mencari nafkah, mendidik, membesarkan dan memenuhi kebutuhan anak. Berbeda halnya dengan ibu yang secara sosial budaya telah dipersiapkan menjadi ibu dan mengasuh anak (Partasari dalam Setiawati, 2007). DeGenova (2008) juga mengatakan bahwa single parent biasanya lebih merasa tertekan daripada orangtua utuh dalam kekompetenan sebagai orangtua. Kekompeten orangtua ini nantinya dapat berpengaruh pada bagaimana si orangtua mengasuh anaknya. Orangtua single parent yang tidak mempunyai pasangan untuk tempat berbagi dalam mendidik dan membesarkan anak akan berpengaruh dalam perkembangan psikologis anak. Ada orangtua single parent yang mengasuh anaknya terlalu over protective mengakibatkan anak akan menjadi kurang mandiri karena segala kebutuhan anak sudah ditentukan oleh orangtua sendiri. Akan tetapi ada juga anak dari orangtua single parent kurang mendapat perhatian karena terlalu sibuk.

Orangtua single parent tersebut menjadi tidak ada kesempatan untuk mempelajari dan memahami tugas perkembangan anaknya. Kurangnya pemahaman orangtua untuk menguasai tugas perkembangan tersebut dapat berdampak pada kemandirian si anak. Ketika orangtua kurang mengenali anaknya dan menyesuaikan sesuai dengan perkembangan sesuai umur si anak maka orangtua tersebut pun akan kesulitan dalam menentukan apa yang terbaik bagi anaknya (Musdalifah, 2007). Berbeda halnya dengan GringlAS dan Weinraub dalam DeGenova (2008) yang mengemukakan bahwa anak single parent tidak akan berbeda dengan anak yang mempunyai orangtua utuh ketika tingkat stresnya yang mereka alami tidak berbeda. Misalnya ketika menghadapi suatu permasalahan, jika orang tua yang single parent maupun yang utuh mempunyai penyelesaian yang baik dalam menghadapi masalah tersebut, maka anak yang memiliki orangtua single parent maupun yang memiliki orangtua utuh akan dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi sehingga tidak akan mengganggu terhadap perkembangan anak. Safaria (2006) menyatakan bahwa saat anak memasuki masa remaja, mereka memasuki tahap persiapan, dimana potensi pemisahan mereka dari peraturan orang tua mulai berkembang. Saat remaja mencapai kemandirian mereka mempunyai perasaan aman, hal ini mendorong remaja untuk bereksplorasi dan memusatkan tenaga pada tugas serta pemecahan masalah (Ausebel dalam Safaria 2006). Namun untuk mencapai kemandirian, remaja memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan

tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya (Yusuf, 2004). Kemandirian seseorang tidak dapat terbentuk tanpa adanya dukungan dari lingkungan, karena individu tidak mungkin hidup tanpa satu lingkungan sosial tertentu jika anak itu mau tumbuh normal dan mengalami proses manusiawi atau proses pembudayaan dalam satu lingkungan kultural. Kesulitan untuk menyiapkan kemandirian anak merupakan masalah yang umum dihadapi sebuah keluarga. Kunci kemandirian anak ada di tangan orangtua. Kemandirian yang dihasilkan dari kehadiran dan bimbingan orangtua menghasilkan kemandirian yang utuh. Ketidakhadiran orangtua dalam membimbing anaknya, dapat membuat anak menjadi anak yang tidak mandiri yang selalu bimbang dalam mengambil keputusan dan tidak dapat menentukan apa yang dia inginkan dengan bertanggungjawab. Untuk dapat mandiri, anak membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga khususnya pola asuh orangtua serta lingkungan sekitarnya agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Menurut Stanley Hall (dalam Dariyo, 2004) masa remaja itu adalah masa storm and stress. Remaja berada pada situasi ingin melepaskan diri dari orangtua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dan orangtua. Mereka ingin bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau remaja tersebut mendapat arahan dan bimbingan dengan baik, maka remaja tersebut akan menjadi seorang individu yang bertanggungjawab, tetapi kalau tidak terbimbing

dengan baik, maka remaja tersebut bisa menjadi seorang yang besar kemungkinan memiliki masalah pada masa dewasanya nanti. Transisi dari anak-anak menuju ke tahap dewasa, remaja membutuhkan kemandirian dan identitas untuk mengasumsikan peraturan yang dibuat oleh orang dewasa serta dapat bertanggungjawab. Disaat kemandirian itu tidak dapat dicapai oleh seorang remaja, maka akan menjadi masalah saat remaja tersebut beranjak menjadi dewasa (Rice and Dolgin, 2008). Remaja yang mandiri adalah remaja yang berani mengambil keputusan dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya sehingga disertai adanya tanggung jawab (Ali dan Asrori, 2009). Remaja yang mandiri diharapkan mampu menyelesaikan masalah, mampu mempunyai rencana untuk masa depannnya, dan dikendalikan oleh diri sendiri sesuai dengan dorongan hati (Breinbauer, 2005). Menurut Steinberg (dalam Lewis, 2009) kemandirian itu apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, dan keputusan yang dibuat adalah lebih berdasarkan pada diri sendiri daripada mengikuti apa yang orang percayai Kemandirian tersebut dapat diukur dengan dimensi yang dikemukakan oleh Steinberg (dalam Berzonsky, 2006) yaitu behavioral, cognitive,dan affective. Lukman (2000) mengatakan bahwa proses pembentukan dan pengembangan pribadi mandiri sangat dipengaruhi oleh lingkungan individu baik lingkungan keluarga, sekolah, agama, budaya, maupun media informasi. Untuk dapat mandiri, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan disekitarnya diperlukan dimana peran orangtua dan respon dari lingkungan sangat

diperlukan bagi anak sebagai penguat bagi setiap perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (dalam Lukman, 2000) mengenai lima faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian yaitu, keluarga, sekolah, media komunikasi massa, agama, dan pekerjaan atau tugas yang menuntut sikap pribadi tertentu dan pengaruh keluarga. Dalam mencapai keinginannya untuk mandiri sering kali remaja mengalami hambatan-hambatan yang disebabkan masih adanya kebutuhan untuk tetap tergantung pada orang lain. Disinilah dibutuhkan kehadiran orangtua untuk membimbing dan mengarahkan anaknya untuk dapat mandiri. Berdasarkan uraian diatas, peneliti hendak mengetahui apakah ada perbedaan kemandirian pada remaja yang memiliki orangtua single parent dengan remaja yang memiliki orangtua utuh. B. Rumusan Masalah Penelitian ini ingin membahas bagaimana perbedaan kemandirian pada remaja yang memiliki orangtua single parent dengan remaja yang memiliki orangtua utuh.

C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemandirian pada remaja yang memiliki orangtua single parent dengan remaja yang memiliki orangtua utuh. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu psikologi khususnya Psikologi Perkembangan yaitu memperkaya teori tentang perbedaan kemandirian pada remaja yang mempunyai orangtua single parent dengan remaja yang mempunyai orangtua utuh. 2. Manfaat Praktis seperti: Manfaat praktis dari penelitian ini dapat berguna bagi beberapa pihak a. Pada Remaja Diharapkan remaja dari keluarga single parent dapat lebih mengembangkan sikap kemandirian seperti dapat mengambil keputusan sendiri dan bertanggungjawab atas konsekuensi keputusan yang diambil. Komunikasi dan hubungan dengan orangtua tetap terjalin sehingga remaja tersebut dapat mencapai kemandiriannya melalui bimbingan dan arahan dari orangtuanya.

b. Pada Orangtua Orangtua single parent diharapkan dapat lebih memperhatikan perkembangan anak mereka. Orangtua single parent diharapkan dapat mendidik anak menjadi mandiri walau mereka hanya sendiri dalam mengasuh anak. Walaupun orangtua single parent telah berpisah, kedua orangtua diharapkan tetap berpartisipasi dalam mendidik dan mengarahkan anak mereka sehingga anak tidak kehilangan figur identifikasi ayah atau ibu. Orangtua yang utuh juga diharapakan dapat membimbing anak mereka untuk mandiri. Kedua orangtua diharapkan dapat saling melengkapi dan tetap berpartisipasi dalam menunjang kemandirian anak. c. Konselor Sebagai referensi panduan bagi konselor mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi kemandirian remaja itu banyak, salah satunya adalah sruktur keluarga.

E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah : BAB I PENDAHULUAN Berisi uraian singkat tentang latar belakang permasalahan, tujuan penelitian,manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Berisikan tentang teori-teori penyusunan variabel yang diteliti, hubungan antara variabel dan hipotesa. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel, defenisi operasional dari masing-masing variabel, sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data serta metode analisa data. BAB IV ANALISA DATA BAB V SARAN DAN KESIMPULAN