BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemandirian Pada Remaja Hurlock (1980) menyatakan minat pada kemandirian berkembang pada masa awal remaja dan mencapai puncaknya menjelang periode ini berakhir. 1. Definisi Kemandirian Pada Remaja Istilah kemandirian digunakan secara luas untuk menjelaskan isu psikososial yang merupakan hal penting selama masa remaja. Pengertian dari kemandirian ini sering sukar untuk dispesifikkan. Istilah autonomy dalam kajian mengenai remaja sering disejajarartikan secara silih berganti dengan kata independence, meskipun sesungguhnya ada perbedaan yang sangat tipis diantara keduanya (Steinberg, 2002). Independence, secara umum menunjuk pada kemampuan individu untuk menjalankan atau melakukan sendiri aktivitas hidup terlepas dari pengaruh kontrol orang lain. Sedangkan istilah autonomy, mempunyai komponen emotional dan cognitive sama baiknya seperti komponen behavioral. Menjadi orang yang mandiri yaitu dapat mengatur diri sendiri yang menjadi salah satu tugas perkembangan pada masa remaja (Steinberg, 2002). Menurut Steinberg (dalam Lewis, 2009) kemandirian itu apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, dan keputusan yang dibuat adalah lebih berdasarkan pada diri sendiri daripada mengikuti apa yang orang lain percayai. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Steinberg (dalam

2 Newman, 2006) dimana kemandirian itu adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri untuk memilih dan memutuskan keputusan sendiri serta mampu melakukannya tanpa terlalu tergantung pada orangtua. Memberikan kemandirian pada remaja bukan berarti orangtua menolak, mengabaikan atau memisahan fisik dari anak mereka, melainkan lebih pada kebebasan psikologis dimana orangtua dan remaja menerima perbedaan masing-masing namun remaja dan orangtua tetap merasakan cinta kasih sayang, saling pengertian dan tetap menjalin hubungan dan komunikasi yang baik. Rice dan Dolgin (2008) menyatakan bahwa kemandirian itu adalah sebagai independence atau freedom. Salah satu tujuan setiap remaja adalah ingin diterima seperti orang dewasa yang mandiri. Remaja tetap menjadi seorang yang individu dan juga tetap yang berhubungan dengan orangtua pada waktu yang sama (Grotevant dan Cooper dalam Rice, 2008). Remaja tetap menjalin hubungan dengan orangtuanya. Anak mengembangkan dirinya tetapi tetap berkomunikasi dengan orangtuanya sehingga orangtua mengerti apa yang dirasakan anaknya dan memberikan rasa percaya pada anak untuk bertindak (Quintana dan Lapsley dalam Rice dan Dolgin, 2008). Sebagai contoh, mereka mengembangkan minat baru, nilai dan tujuan yang berbeda dari orangtua, tetapi remaja tersebut tetap bagian dari keluarga. Individuation merupakan prinsip dasar dalam pertumbuhan manusia (Gavazzi dan Sabatelli dalam Rice dan Dolgin, 2008). Hal ini termasuk sebagai usaha individu untuk membangun pemahaman dan identitas akan diri sendiri dalam berhubungan dengan yang lain. Menurut Lerner (2001) kemandirian itu adalah berdiri pada kedua kaki. Kemandirian merupakan konsep pusat dalam teori perkembangan remaja. Orangtua diharapkan dapat memberikan anaknya kebebasan untuk mandiri disaat si anak remaja tersebut menunjukkan pribadi yang bertanggungjawab. Mengembangkan kapasitas fungsi kemandirian dapat dilakukan

3 dengan mempertahankan hubungan dan mencari suportif dari orang lain ketika dibutuhkan. Orangtua memberi pengaruh yang besar dalam perkembangan kemandirian si remaja seperti orangtua tetap berinteraksi dengan anaknya untuk bernegosiasi dan memutuskan keputusan., menumbuhkan kosep diri yang positif, menumbuhkan rasa percaya diri dan membantu anak mampu mengontrol diri. Kemandirian remaja menurut Ryan, dkk (dalam Berzonsky, 2006 ) adalah sebagai kualitas individual, dimana tindakan seseorang itu berasal dan diatur oleh diri sendiri. Menurut LaFreniere (2000), kemandirian pada remaja adalah kemampuan meningkatkan self reliance, inisiatif, bertahan pada tekanan kelompok dan bertanggung jawab pada keputusan dan tindakan yang diambil. Kemandirian juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membuat keputusan dengan bebas dan mengatur hidupnya tanpa tergantung berlebihan pada orang lain (Rider dkk, 2003). Menurut Nashori (1999) kemandirian merupakan modal dasar bagi manusia untuk menentukan sikap dan perbuatan terhadap lingkungannya. Kemandirian mendorong orang untuk berkreasi dan berprestasi karena kemandirian mengantarkan seseorang menjadi makhluk yang produktif dan efisien serta membawa dirinya kearah kemajuan. Hetherington (dalam Afiatin, 1993) mengatakan bahwa kemandirian ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk mengambil inisiatif, kemampuan menyelesaikan masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Menurut Dariyo (2004) kemandirian remaja adalah sifat yang tidak tergantung pada diri orang lain. Ia akan berusaha menyelesaikan masalah dalam hidupnya sendiri. Menurut Youniss dkk (dalam Kenny, 1997) menyatakan bahwa kemandirian yang sehat adalah dipromosikan oleh

4 hubungan orangtua anak positif dan suportif. Mereka mengizinkan anak anak mereka untuk mengekpresikan perasaan positif dan negatif yang mereka rasakan, hal ini membantu mengembangkan kemampuan sosial dan kemandirian yang bertanggung jawab. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian pada remaja adalah apa yang dirasakan, dipikirkan dan keputusan yang diambil berdasarkan pada diri sendiri dan dapat mempertanggungjawabkannya, ketika menghadapi masalah dapat mengatasinya. 2. Dimensi Kemandirian Menurut Steinberg (2002), ada tiga dimensi kemandirian yaitu: a. Emotional Kemandirian emosional menurut merupakan aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti hubungan emosional antara remaja dengan ibunya dan hubungan emosional antara remaja dengan ayahnya. Steinberg dan Silverberg, (1986), membagi kemandirian emosional menjadi empat komponen, yaitu: 1. de-idealized yaitu remaja mampu memandang orangtuanya sebagaimana adanya, maksudnya tidak memandangnya sebagai orang yang idealis dan sempurna yang dapat melakukan kesalahan, 2. seeing parents as people yaitu remaja mampu memandang orangtua mereka seperti orang dewasa lainnya yang dapat menempatkan posisinya sesuai situasi dan kondisi.

5 3. non dependency, atau suatu tingkat dimana remaja lebih bersandar pada kemampuan dirinya sendiri, daripada membutuhkan bantuan pada orangtua mereka tetapi tidak sepenuhnya lepas dari pengaruh orangtuanya, 4. individuated, mampu dan memiliki kelebihan secara pribadi untuk mengatasi masalah didalam hubungannya dengan orang tua. Remaja percaya bahwa ada sesuatu tentang remaja tersebut yang tidak diketahui oleh orangtuanya. b. Behavioral Kemandirian perilaku berarti bebas untuk berbuat atau bertindak sendiri tanpa terlalu bergantung pada bimbingan orang lain. Kemandirian perilaku mencakup kemampuan untuk meminta pendapat orang lain jika diperlukan, menimbang berbagai pilihan yang ada dan pada akhirnya mampu mengambil kesimpulan untuk suatu keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Steinberg, (2002) menyatakan bahwa ada tiga domain kemandirian perilaku pada remaja, yaitu: 1. changes in decision-making abilities yaitu perubahan dalam kemampuan untuk mengambil keputusan, dengan indikator meliputi: (a) remaja menyadari resiko yang timbul; (b) remaja menyadari konsekuensi yang muncul kemudian; (c) remaja dapat menggunakan orangtua, teman, atau ahli seagai konsultan; (d) remaja dapat merubah pendapatnya karena ada informasi baru yang dianggap sesuai; (e) remaja menghargai dan berhati-hati terhadap saran yang diterimanya 2. changes in susceptibility to the influence yaitu perubahan remaja dalam penyesuain terhadap kerentanan pengaruh-pengaruh dari luar, remaja

6 menghabiskan banyak waktu diluar keluarga sehingga nasehat dan pendapat dari teman dan orang dewasa lainnya sangat penting, remaja mampu mempertimbangkan alternatif dari tindakannya secara bertanggung jawab, remaja mengetahui secara tepat kapan harus meminta saran dari orang lain 3. changes in feelings of self-reliance yaitu perubahan dalam rasa percaya diri, remaja mencapai kesimpulan dengan rasa percaya diri, remaja mampu mengekspresikan rasa percaya diri dalam tindakan-tindakannya. c. Value Value autonomy menunjuk kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan-keputusan dan menetapkan pilihan yang lebih berpegang atas dasar prinsip-prinsip individual yang dimilikinya, daripada mengambil prinsip-prinsip dari orang lain. Dengan kata lain bahwa value autonomy menggambarkan kemampuan remaja untuk bertahan pada tekanan apakah akan mengikuti seperti permintaan orang lain yang dalam arti ia memiliki seperangkat prinsip tentang benar atau salah, tentang apa yang penting dan tidak penting. Perkembangan value autonomy dapat dilihat dari moral development, political thinking dan religious belief pada masa remaja. 1. Moral development berkaitan dengan bagaimana individu berpikir tentang dilema moral yang sedang terjadi dan bagaimana mereka bertindak dalam situasi tersebut. Apabila dikaitkan dengan perilaku menolong, individu bersedia menolong sesama. Pada tahap perkembangan moral menurut Kohlberg (dalam Steinberg, 2002), remaja berada pada tahap postconventional moral reasoning

7 dimana peraturan pada masyarakat dipandang lebih pada subjektif dan relatif bukan yang absolut dan terdefenisi. Postconventional thinking itu lebih luas tidak sebatas berorientasi pada peraturan yang berlaku pada masyarakat dan prinsip lebih abstrak. Menyadari adanya konflik dengan moral standard yang berlaku dan dapat membuat penilaian berdasarkan pada kebenaran, kejujuran dan keadilan. Tingkah laku moral lebih dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri, misalnya seorang istri yang sakit kanker dan dapat ditolong dengan obat seharga $2000 tetapi sang suami hanya dapat mengumpulkan duit sebanyak $1000, dia minta keringanan kepada dokter tetapi dokter tidak bersedia menjual lebih murah. Tak tahu lagi harus berbuat apa, akhirnya suami pun mencuri obat tersebut. Sebagian orang mungkin akan merespon bahwa sikap suaminya itu salah melanggar peraturan karena mencuri, tetapi sebagian pihak akan menerima perbuatan sikap suaminya karena istrinya butuh dan melindungi hidup itu lebih penting. 2. Political Thinking, berkaitan dengan bagaimana remaja menjadi mampu berpikir lebih abstrak (misalnya pada saat ditanya apa tujuan hukum, remaja mungkin akan menjawab untuk memberi kenyamanan, untuk menuntun orang sehingga tidak sebatas pada untuk membuat orang untuk tidak membunuh, mencuri), berkurangnya otoritas dan tidak kaku pada pihak yang berkuasa sehingga lebih bersifat fleksibel (ketika ditanya apa yang harus dilakukan saat hukum tidak bekerja sesuai dengan yang direncanakan, maka remaja akan menjawab bahwa hukum tersebut butuh kaji ulang dan jika perlu untuk diamanden tidak sebatas memaksa dengan keras pada hukum tersebut), serta

8 meningkatnya penggunaan prinsip (seperti kebebasan mengemukakan pendapat, persamaan hak, dan memberi kebebasan). 3. Religious belief, sama seperti moral dan political belief menjadi lebih abstrak, lebih prinsip dan lebih bebas. Kepercayaan remaja menjadi lebih berorientasi pada spiritual dan ideologis tidak sebatas pada ritual biasa dan bukan hanya mengamati kebiasaan pada agama. Berdasarkan uraian diatas maka dimensi- dimensi kemandirian itu adalah emotional autonomy yaitu kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti hubungan emosional antara remaja dengan ibunya dan hubungan emosional antara remaja dengan ayahnya, behavioral autonomy yaitu bebas untuk berbuat atau bertindak sendiri tanpa terlalu bergantung pada bimbingan orang lain. Kemandirian perilaku mencakup kemampuan untuk meminta pendapat orang lain jika diperlukan, menimbang berbagai pilihan yang ada dan pada akhirnya mampu mengambil kesimpulan untuk suatu keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, tetapi bukan berarti lepas dari pengaruh orang lain, sedangkan value autonomy yaitu kemampuan remaja untuk bertahan pada tekanan apakah sesuai dengan permintaan maupun ajakan orang lain; dalam arti ia memiliki seperangkat prinsip tentang benar atau salah, tentang apa yang penting dan tidak penting yang dilihat dari moral development, political thinking dan religious belef.

9 3. Terbentuknya Kemandirian Kemandirian bukanlah kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, melainkan hasil dari proses belajar. Sebagai hasil belajar, kemandirian pada diri seseorang tidak terlepas dari faktor bawaan dan faktor lingkungan. Tentang hal tersebut Ali dan Asrori (2004) menyatakan perkembangan kemandirian juga dipengaruhi oleh stimulus lingkungannya selain oleh potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya. Proses belajar tersebut diawali dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, dan pengalaman yang diperoleh dari berbagai lingkungan di luar rumah. Kemandirian semakin berkembang pada setiap masa perkembangan seiring pertambahan usia dan pertambahan kemampuan. Lie & Prasasti (2004) memberikan gambaran perkembangan kemandirian dalam beberapa tahapan usia. Perkembangan kemandirian tersebut diidentifikasikan pada usia 0 2 tahun; usia 2 6 tahun; usia 6 12 tahun; usia tahun dan pada usia tahun. Tahap perkembangan kemandirian pada gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Usia 0 sampai 2 tahun Sampai usia dua tahun, anak masih dalam tahap mengenal lingkungannya, mengembangkan gerak-gerik fisik dan memulai proses berbicara. Pada tahap ini anak masih sangat bergantung pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya. b. Usia 2 sampai 6 tahun Pada masa ini anak mulai belajar untuk menajdi manusia sosial dan belajar bergaul. Mereka mengembangkan otonominya seiring dengan bertambahnya berbagai kemampuan

10 dan keterampilan seperti keterampilan berlari, memegang, melompat, memasang dan berkata-kata. Pada masa ini pula anak mulai dikenalkan pada toilet training, yaitu melatih anak dalam buang air kecil atau air besar. c. Usia 6 sampai 12 tahun Menurut Erikson (dalam Lie & Prasasti, 2004) pada masa ini anak belajar untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya secara mandiri dan bertanggung jawab. Pada masa ini anak belajar di jenjang sekolah dasar. Beban pelajaran merupakan tuntutan agar anak belajar bertanggung jawab dan mandiri. d. Usia 12 sampai 15 tahun Pada usia ini anak menempuh pendidikan di tingkat menengah pertama (SMP). Masa ini merupakan masa remaja awal di mana mereka sedang mengembangkan jati diri dan melalui proses pencarian identitas diri. Sehubungan dengan itu pula rasa tanggung jawab dan kemandirian mengalami proses pertumbuhan. e. Usia 15 sampai 18 tahun Pada usia ini anak sekolah di tingkat SMA. Mereka sedang mempersiapkan diri menuju proses pendewasaan diri. Setelah melewati masa pendidikan dasar dan menengahnya mereka akan melangkah menuju dunia Perguruan Tinggi atau meniti karier, atau justru menikah. Banyak sekali pilihan bagi mereka. Dan pada masa ini mereka diharapkan dapat membuat sendiri pilihan yang sesuai baginya tanpa terlalu tergantung pada orangtuanya. Pada masa ini orangtua hanya perlu mengarahkan dan membimbing anak untuk mempersiapkan diri dalam meniti perjalanan menuju masa depan, berani membuat

11 keputusan sendiri dan memperoleh kebebasan perilaku sesuai dengan keinginannya, tentunya dengan disertai tanggung jawab. 4. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kemandirian Menurut Allen dkk (dalam Kulbok, 2004) terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kemandirian yaitu: 1. Jenis Kelamin Anak laki-laki lebih berperan aktif dalam membentuk kemandirian dan dituntut untuk lebih mandiri, sedangkan anak perempuan mempunyai ketergantungan yang lebih stabil karena memang dimungkinkan untuk bergantung lebih lama. 2. Usia Pada setiap tahap perkembangan mempengaruhi kemandirian seseorang. Beberapa sifat yang ada pada remaja awal menunjukkan masih ada pengaruh dari masa kanakkanaknya, misalnya emosional, belum mandiri, belum memiliki pendirian sendiri. Sedangkan pada remaja akhir sudah diharapkan lebih menunjukkan kedewasaan seperti menerima keadaan fisiknya, bertanggungjawab. 3. Struktur keluarga Keluarga sekarang sangat bervariasi, tidak hanya keluarga tradisional seperti dulu lagi. Perubahan dalam perkawinan ini membawa dampak pada perkembangan kemandirian anak. Banyak keluarga yang sekarang menjadi single parent dan hal ini mempunyai dampak pada perkembangan kemandirian anak.

12 4. Budaya Setiap daerah, setiap negara mempunyai adat istiadat dan cara tertentu dalam mendidik anak. Pada budaya barat, anak sangat dituntut lebih cepat mandiri. Anak pada budaya barat banyak yang kerja part time dan banyak yang sudah mulai tinggal sendiri tidak bersama orangtua lagi. 5. Lingkungan Manusia sebagai makhluk sosial memang tidak akan pernah dapat dipisahkan dengan manusia lain dan juga lingkungan tempat tinggal individu tersebut. Lingkungan yang baik, dapat mendukung anak untuk mandiri. 6. Keinginan individu untuk bebas Setiap individu berbeda, ada individu yang memang ingin melakukan sesuatu dengan bebas dan tanpa harus dikekang oleh orang lain. Perbedaan setiap individu ini juga mempengaruhi keinginan setiap orang untuk mandiri. Menurut Hurlock (dalam Lukman, 2000) terdapat lima faktor yang mempengaruhi kemandirian yaitu: 1. Keluarga Setiap orang tua berbeda-beda dalam menerapkan disiplin pada anaknya. Penerapan disiplin ini identik dengan pola asuh. Setiap tipe pola asuh mengakibatkan efek yang berbeda. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembangnya remaja. Dengan kata lain, secara ideal

13 perkembangan remaja akan optimal apabila mereka bersama keluarganya. Di dalam keluarga, orangtualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. 2.Sekolah Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja. Perlakuan guru, teman dapat juga mempengaruhi kemandirian seorang anak. 3. Media komunikasi massa Jenis-jenis media komunikasi masa sekarang sangat bervariasi, salah satu contohnya adalah majalah, koran. Dari pencarian info dan yang terjadi di dunia melalui media dapat menambah wawasan para anak. Anak dapat mencari pengetahuan dan info dari kecanggihan teknologi sekarang. 4. Agama Agama dapat mempengaruhi kemandirian seseorang misalnya sikap terhadap agama yang kuat. Dikatakan bahwa dengan anak yang mempunyai agama yang kuat dapat membantu anak dalam bersikap dan menjadikan anak lebih mandiri. 5. Pekerjaan atau tugas yang menuntut sikap pribadi tertentu Pekerjaaan seperti mengurus keperluan diri sendiri, menuntut sikap kita untuk mandiri dan dapat melakukannya sendiri. Tugas harian yang sederhana dapat diselesaikan sendiri tanpa harus ada bantuan. Pekerjaan atau tugas akan membiasakan seseorang untuk

14 bertanggung jawab termasuk tugas yang menuntut tanggung jawab dalam mengambil keputusan. B. Keluarga Keluarga dapat diartikan dalam dua macam, yaitu a) dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan marga ; b) dalam arti sempit keluarga meliputi orangtua dan anak (Brown dalam Yusuf, 2004). Menurut Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 1994 Bab I ayat 1 keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Sedangkan menurut WHO (1969) keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah adaptasi atau perkawinan. 1. Bentuk atau Pola Keluarga Menurut Yusuf (2004), terdapat dua pola keluarga yaitu: a. Keluarga Inti (Nuclear Family) Keluarga yang terdiri dari atas suami/istri, istri/ibu, dan anak-anak yang lahir dari pernikahan antara keduanya dan yang belum berkeluarga termasuk anak tiri jika ada. b. Keluarga Luas (Extended Family) Keluarga yang keanggotaanya tidak hanya meliputi suami istri, dan anak-anak yang belum menikah, tetapi juga termasuk kerabat lain yang biasanya tinggal

15 dalam sebuah rumah tangga bersama, seperti mertua, adik, kakak ipar dan yang lainnnya yang tinggal menumpang. 2. Pengertian Single Parent dan Orangtua Utuh DeGenova (2008) mengatakan single parent family adalah keluarga yang terdiri atas satu orangtua baik menikah maupun tidak menikah dengan memiliki anak. Menurut Sager dkk (dalam Setiawati, 2007) single parent adalah orangtua yang memelihara dan membesarkan anaknya tanpa kehadiran dan dukungan dari pasangannya. Single parent merupakan keluarga yang orantuanya hanya terdiri dari ayah atau ibu yang bertanggung jawab mengurus anak setelah perceraian, meninggal, atau kelahiran diluar nikah (Yusuf, 2004). Sedangkan keluarga utuh keluarga utuh adalah keluarga yang terdiri atas ayah dan ibu yang masih lengkap keduanya dan anaknya. Gaya pengasuhan antara single father dan single mother mungkin dapat berbeda. Faktor demografik seperti pendidikan dan sosia ekonomi mempengaruhi gaya pengasuhan orangtua antara single father dan single mother (Christofferson dalam Borstein, 2008). Menurut Downey (dalam Nord dkk, 1997), single father lebih pada menyediakan kebutuhan ekonomi, sehingga biasanya keadaan ekonomi nya lebih baik dibanding single mother. Pada single mother lebih pada interpersonal seperti bagaimana sekolah anaknya, berteman dengan siapa dan sebagainya. Ayah mempunyai peran ganda dalam mencari nafkah, mendidik, membesarkan dan memenuhi kebutuhan anak dan tidak biasa dengan afeksi yang kompleks. Ibu yang secara sosial budaya telah dipersiapkan menjadi ibu dan mengasuh anak (Partasari dalam Setiawati, 2007). Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa single parent hanya terdapat satu orangtua baik itu ayah maupun ibu untuk mendidik, mengasuh dan membesarkan

16 anaknya. Sedangkan orangtua utuh adalah dalam keluarga itu terdapat ayah dan ibu yang mendidik, mengasuh dan membesarkan anaknya. 3. Fungsi Keluarga Menurut Yusuf (2004), dari sudut pandang sosiologis ada tujuh fungsi keluarga, yaitu: a. Fungsi Biologis Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi pangan, sandang, papan, hubungan seksual bagi suami istri, dan pengembangan keturunan atau reproduksi. b. Fungsi Ekonomis Keluarga dalam hal ini mempunyai kewajiban untuk menafkahi anggota keluarganya, melengkapi kebutuhan mereka. c. Fungsi Pendidikan Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai transmiter budaya atau mediator sosial budaya bagi anak. Dalam hal ini menyangkut penanaman, pembingbingan, atau pembiasaan nilai-nilai agama, budaya, dan keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak. d. Fungsi Sosialisasi Keluarga merupakan buaian atau penyemaian bagi masyarakat masa depan, dan lingkungan keluarga merupakan faktor penentu yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang

17 mensosialisasikan nilai-nilai atau peran hidup dalam masyrakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk menaati peraturan, mau bekerja sama dengan orang lain, bersikap toleran, menghargai pendapat gagasan orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen (etnis, ras, budaya, dan agama). e. Fungsi Perlindungan Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman, atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyaman (fisik-psikologis) para anggotanya. f. Fungsi Rekreatif Untuk melaksanakan fungsi ini, keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi para anggotanya. Sehubungan dengan hal ini, maka keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasi interior rumah, hubungan komunikasi yang tidak kaku, bercengkrama dan sebagainya. g. Fungsi Agama Keluarga berfungsi sebagai penanam nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar.keluarga berkewajiban mengajar, membimbing, atau membiasakan anggota keluarganya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

18 Menurut Friedman (dalam Littleton,2002), fungsi keluarga ada lima yaitu: a. Affective Function Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota keluarga, membantu anggota keluarga dalam membentuk identitas. Dalam fungsi afeksi baik orangtua ke anak maupun anak ke anak saling menyanyangi, saling menyokong dan saling membantu. b. Socialization and Social Placement Function Keluarga menyiapkan anggota keluarganya untuk mengambil bagian pada masyarakat nantinya. Keluarga juga memberikan status pada anggota keluarga. c. Reproductive Function Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan keturunan d. Economic Function Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya sehingga anggota keluarga dapat memenuhi kebutuhannya. e. Health Care Function Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit Berdasarkan uraian diatas maka keluarga mempunyai fungsi yaitu, fungsi biologis, fungsi perlindungan, fungsi rekreatif, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan.

19 Menurut Friedman keluarga mempunyai fungsi sebagai affective function, socialization and social placement function, reproduktif function, economic function, health care function. C. Remaja 1. Pengertian Remaja Menurut Hurlock (1980) istilah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Remaja berkisar antara 12/13-17/18 tahun. Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Menurut Mappiare dalam Ali dan Asrori (2009), masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Menurut Papalia (2007) mengatakan remaja adalah pada saat perkembangan transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa dengan perubahan pada fisik, kognitif dan psikososial. Masa remaja akan dimulai pada saat terjadi pubertas yaitu proses menuju matangnya alat reproduksi, dan mampu berreproduksi. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah anak laki-laki maupun perempuan yang sudah mengalami pubertas dan berusia sekitar tahun.

20 2.. Ciri-Ciri Masa Remaja a. Masa Remaja Sebagai Periode yang Penting Kendatipun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting, namun kadarnya berbeda-beda. Ada periode penting karena akibat fisik dan ada lagi karena akibat psikologis. Pada periode remaja kedua-duanya sama sama penting. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. b. Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan Peralihan tidak berarti putus atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. c. Masa Remaja Sebagai Periode Perubahan Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung cepat. Perubahan fisik pada masa pubertas seperti perubahan proporsi tubuh misalnya alat-alat sexual berkembang, tubuh bertambah tinggi dan sebagainya, dan ini yang akan membawa dampak berpenampilan pada remaja, yang bisa membuat dia semakin percaya diri atau semakin minder dengan keadaannya. Ada empat perubahan yang sama yang hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi

21 yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh oleh kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru. Remaja akan tetap merasa ditimbuni masalah, sampai dia sendiri menyelesaikannya menurut kepuasannya. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Apa yang pada masa kanak-kanak penting, sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi. Keempat, sebagian besar remaja bersifat ambivalen terhadap perubahan. Mereka mengiginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibat dan meragukan kemampuan untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut. d. Masa Remaja Sebagai Periode Storm and Stress Masa remaja sering menjadi masalah sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun perempuan. Remaja berada pada situasi ingin melepaskan diri dari orangtua namun perasaan masih merasa belum mampu untuk mandiri. Remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dan orangtua. Mereka ingin bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah mereka sebagian diselesaikan oleh orangtua dan guru sehingga menyebabakan mereka kurang berpengalaman. Kedua, karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja menemukan penyelesaiannya tidak sesuai dengan harapan mereka.

22 e. Masa Remaja Sebagai Masa Mencari identitas Pada tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri. Salah satu cara nya adalah dengan mengangkat diri sendiri dengan menggunakan simbol status seperti pakaian dan barang-barang lain yang bagus. Dengan cara ini remaja menarik perhatian diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama dia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya. f. Masa Remaja Sebagai Masa yang Tidak Realistik Mereka melihat diri mereka sendiri dan orang lain sebagaimana yang remaja inginkan. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin remaja tersebut marah bahkan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau ketika remaja tersebut tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya. g. Masa Remaja Sebagai Ambang Dewasa Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotipe belasan tahun dan untuk memberikan kesan mereka telah dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa. Bahkan mereka mulai mulai merokok, minum-minuman keras, dan sebagainya. Mereka menganggap bahwa perilaku itu akan memberikan citra yang mereka inginkan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri masa remaja itu adalah masa remaja sebagai periode yang penting, masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai periode perubahan, masa remaja sebagai periode storm and stress, masa remaja sebagai

23 masa mencari identitas, masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, dan masa remaja sebagai ambang dewasa. 3. Tugas Tugas Perkembangan Remaja Menurut Dariyo (2004), tugas-tugas perkembangan adalah kewajiban atau yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap perkembangan individu itu sendiri. Tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (dalam Dariyo, 2004) ada beberapa, yaitu sebagai berikut. a.menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis Perubahan fisiologis yang dialami oleh individu mempengaruhi pola perilakunya. Di satu sisi, dia harus dapat memenuhi kebutuhan dorongan biologis, namun apabila dipenuhi hal tersebut akan melanggar norma, padahal dari sisi penampilan fisik, remaja sudah seperti orang dewasa. Oleh karena itu, remaja mengalami dilema. b.belajar bersosialisasi dengan seorang laki-laki maupun wanita Dalam hal ini, seorang remaja diharapkan dapat bergaul dan menjalin dengan individu lain yang berbeda jenis kelamin, yang didasarkan atas saling menghargai dan menghormati antara satu dengan yang lain. c.memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya Ketika sudah menginjak remaja, individu memiliki hubungan pergaulan yang lebih luas, dibandingkan dengan masa anak-anak sebelumnya yaitu selain dari teman tetanggga, teman sekolah, tetapi juga dari orang dewasa lainnya. Hal ini menunjukkkan

24 remaja tidak lagi sepenuhnya bergantung pada orang tua, bahkan menghabiskan sebagian besar waktunya bergaul dengan teman- temannya. d.remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab Untuk dapat mewujudkan tugas ini, umumnya remaja berusaha mempersiapkan diri dengan menempuh pendidikan formal dan non-formal agar memiliki taraf ilmu pengetahuan, keterampilan/ keahlian yang profesional. Oleh Schaie (dalam Dariyo, 2004) masa tersebut diistilahkan sebagai masa aquisitif yakni masa di mana remaja berusaha untuk mencari bekal pengetahuan dan keterampilan guna mewujudkan cita-citanya agar menjadi seorang ahli yang profesional di bidangnya. Karena itu adalah hal wajar agar remaja dipersiapkan dan mempersiapkan diri secara matang dan sebaik-baiknya. e.memperoleh kemandirian Salah satu tugas perkembangan remaja untuk mandiri merupakan tugas yang sulit untuk dicapai. Banyak remaja ingin mandiri dan membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi pada orangtua atau dewasa lainnya. Remaja mempersiapkan diri untuk menguasai ilmu dan keahlian untuk dapat bekerja sesuai dengan bidang sehingga remaja tersebut dapat menghidupi diri sendiri nantinya sehingga. Remaja itu sendiri yang menentukan pendidikannnya dan membuat keputusan sendiri. Kemandirian itu dicapai dengan mulai memisahkan diri dari keluarga tetapi bukan berarti menolak keluarganya. Disini remaja bertanggungjawab dengan perbuatannnya tetapi tetap menjaga hubungan dengan orangtua dan anggota keluarganya. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan remaja itu adalah menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis, belajar bersosialisasi dengan

25 seorang laki-laki maupun wanita, memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya, remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab, dan memperoleh kemandirian. 3. Minat Pada Kemandirian Keinginan yang kuat untuk mandiri berkembang pada awal masa remaja dan mencapai puncaknya menjelang periode ini berakhir. Hal ini menimbulkan banyak banyak perselisihan dengan orangtua dan orang dewasa lainnya. Remaja yang mandiri adalah individu yang berani mengambil keputusan dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya sehingga disertai dengan tanggung jawab (Ali dan Asrori, 2009). Orangtua sebaiknya tidak membiasakan menggambil alih tanggung jawab anak. Orangtua bisa mendukung dan mendampinginya, tapi tidak sampai mengambil alih permasalahan anak (Lie dan Prasasti, 2004). Perkembangan kemandirian sangat berhubungan dengan perubahan biologis, kognitif dan perubahan sosial. Perubahan biologis merupakan dampak dari masa puber. Pada masa puber ini banyak perubahan sikap dan perilaku remaja. Banyak remaja ingin menyendiri, mempunyai emosi yang tinggi, hilangnya kepercayaan diri, dan sebagainya. Pada masa remaja awal memicu terjadinya perubahan hubungan emosional pada orangtua. Remaja mulai menyukai untuk mencari dukungan dari teman sebaya. Pada masa puber ini, remaja mulai mengurangi keterikatan secara emosional dari orangtua. Perubahan kognitif juga sangat berperan penting pada perkembangan kemandirian remaja, dimana remaja mulai mampu mengambil keputusan sendiri, mulai dapat meminta pendapat orang lain dan mengetahui konsekuensi dari keputusan yang diambil. Remaja juga sudah dapat menentukan mana yang baik dan yang salah, dan juga tidak

26 terlalu berpatokan pada figur orangtua atau figur orang dewasa lainnya. Pada perubahan sosial, remaja sudah dapat bertanggung jawab dan meningkatnya rasa percaya diri (Steinberg, 2002). Remaja mulai mempertanyakan pandangan orangtuanya dan mulai mengembangkan gagasan sendiri. Remaja tidak lagi memandang orangtuanya sebagai orang yang tahu segalanya. Remaja mulai matang dan realistis sesuai dengan bakat, skill dan pengetahuannnya walau kadang masih bisa melakukan kesalahan (Kenny and Dacey, 1997). Remaja yang mandiri bukan saja sadar akan berbagai alternatif yang dapat dipilih secara seksama dan dialami sendiri, tetapi juga mampu bersikap realistis dan memecahkan konflik secara objektif dengan tetap mempertimbangkan arahan dari orang lain (Ali dan Asrori, 2009).

27 D. Kerangka Berpikir Perbedaan Kemandirian Pada Remaja Single Parent Dengan Remaja Yang Mempunyai Orangtua Utuh Dilihat dari struktur kelengkapan keluarga, ada keluarga yang utuh dan yang tidak utuh. Keluarga utuh adalah keluarga yang terdiri atas ayah dan ibu yang masih lengkap keduanya sedangkan keluarga tidak utuh atau yang sering disebut single parent adalah keluarga yang hanya terdapat satu orangtua baik itu ayah maupun ibu. Banyak hal yang mengakibatkan single parent terjadi seperti bercerai, kematian pasangan, hamil diluar nikah dan ditinggalkan pasangannya Penelitian yang dilakukan Kelly (2008) menunjukkan bahwa anak dari single parent cenderung lebih rentan terkena masalah dalam kehidupannya sehari-hari serta terganggu dalam hal pendidikan dibanding anak yang memiliki orangtua utuh. Menurut Bharat, dkk (1989) mengatakan bahwa anak keluarga single parent lebih merasa loneliness, withdrawal dan anger. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Hansen, dkk (1980) dimana terdapat perbedaan konsep diri, prestasi di sekolah, vocational maturity, occupational aspiration dan persepsi terhadap orangtua mereka pada anak dengan orangtua single parent dan yang memiliki orangtua utuh. DeGenova (2008) juga mengatakan bahwa single parent biasanya lebih merasa tertekan daripada orangtua utuh dalam kekompetenan sebagai orangtua. Kekompeten orangtua ini nantinya dapat berpengaruh pada bagaimana si orangtua mengasuh anaknya. Orangtua single parent yang tidak mempunyai pasangan untuk tempat berbagi dalam mendidik dan membesarkan anak akan berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak, salah satunya dalam hal kemandirian anak. Ada orangtua single parent yang mengasuh anaknya terlalu over protective

28 mengakibatkan si anak akan menjadi kurang mandiri karena segala sesuatu sudah ditentukan oleh orangtua. Begitu juga dengan anak yang kurang mendapat perhatian dari orangtua single parent akibat terlalu sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk mempelajari tugas perkembangan atau kurangnya bimbingan untuk menguasai tugas perkembangan tersebut (Musdalifah, 2007). Kekurangkompetannya sebagai single parent dapat mengakibatkan anak kurang mandiri dimana anak menjadi bingung dalam mengambil keputusan dan susah mempertanggungjawabkannnya. Keadaan keluarga yang tidak lengkap dapat membuat ikatan keluarga dan suasana keluarga tidak dapat memberi rasa aman. Anak tidak mencari perlindungan dan tempat bernaung di keluarga melainkan mencari tempat curahan hati pada teman dekatnya. Sedangkan keluarga sebenarnya justru harus memberikan rasa aman itu (Gunarsa, 2003). Ditinjau dari sisi peran, terlihat adanya perbedaan single mother dan single father. Ibu single parent dapat menjadi kurang perhatian pada anak mereka. Hal ini dikarenakan ibu harus mencari nafkah menggantikan ayah dan harus bekerja, sehingga ibu sering kurang memberikan perhatian pada anaknya. Begitu juga ketika ayah tunggal yang mengasuh anak, maka si ayah akan merasakan bahwa menjadi ayah itu merupakan proses yang menantang bagi seorang pria, dimana proses ini dapat menyebabkan berbagai gejolak emosional karena para ayah tidak terbiasa dengan afeksi kompleks yang dimunculkan dalam hubungan ayah anak, dimana ayah mempunyai peran ganda dalam mencari nafkah, membesarkan, mendidik, dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya (Setiawati, 2007). Berbeda halnya dengan ibu yang secara sosial budaya telah dipersiapkan menjadi ibu dan mengasuh anak (Partasari dalam Setiawati, 2007). Menurut Downey (dalam Nord dkk, 1997), single father lebih pada menyediakan kebutuhan ekonomi, sehingga biasanya keadaan ekonomi nya lebih baik dibanding single mother. Pada

29 single mother lebih pada interpersonal seperti bagaimana sekolah anaknya, berteman dengan siapa dan sebagainya. Kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua didalam keluarga, orang tualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing, membantu dan mengarahkan anak untuk menjadi mandiri (Gunarsa & Gunarsa, 2004). Menurut Allen (dalam Kulbok, 1980) terdapat lima faktor yang mempengaruhi kemandirian yaitu, jenis kelamin, usia, struktur keluarga, lingkungan, budaya, dan keinginan individu untuk mandiri. Menurut Stanley Hall (dalam Dariyo, 2004) masa remaja itu adalah masa storm and stress. Remaja berada pada situasi ingin melepaskan diri dari orangtua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dan orangtua. Mereka ingin bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau remaja tersebut mendapat arahan dan bimbingan dengan baik, maka remaja tersebut akan menjadi seorang individu yang bertanggungjawab, tetapi kalau tidak terbimbing dengan baik, maka remaja tersebut bisa menjadi seorang yang memiliki masalah pada masa dewasanya nanti. Istilah autonomy dalam kajian mengenai remaja sering disejajarartikan secara silih berganti dengan kata independence, meskipun sesungguhnya ada perbedaan yang sangat tipis diantara keduanya (Steinberg, 2002). Independence, secara umum menunjuk pada kemampuan individu untuk menjalankan atau melakukan sendiri aktivitas hidup terlepas dari pengaruh kontrol orang lain. Sedangkan istilah autonomy, mempunyai komponen emotional dan cognitive sama baiknya seperti komponen behavioral. Menjadi orang yang mandiri yaitu dapat mengatur diri sendiri yang menjadi salah satu tugas perkembangan pada masa remaja (Steinberg, 2002).

30 Menurut Steinberg (dalam Lewis, 2009) kemandirian itu apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, dan keputusan yang dibuat adalah lebih berdasarkan pada diri sendiri daripada mengikuti apa yang orang percayai. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Steinberg (dalam Newman, 2006) dimana kemandirian itu adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri untuk memilih dan memutuskan keputusan sendiri dan melakukannya tanpa terlalu dikontrol dan tanpa terlalu tergantung pada orangtua. Memberikan kemandirian tersebut pada remaja bukan berarti orangtua menolak, mengabaikan atau memisahan fisik dari anak mereka, melainkan lebih pada kebebasan psikologis dimana orangtua dan remaja menerima perbedaan masing-masing dimana remaja dan orangtua tetap merasakan cinta kasih sayang, saling pengertian dan tetap menjalin hubungan dan komunikasi yang baik. Menurut Steinberg ( 2002) ada tiga dimensi kemandirian yaitu behavioral, value dan emotional. Transisi dari anak-anak menuju ke tahap dewasa, remaja membutuhkan kemandirian dan identitas untuk mengasumsikan peraturan yang dibuat oleh orang dewasa serta dapat bertanggungjawab. Remaja yang mandiri adalah remaja yang berani mengambil keputusan dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya sehingga disertai dengan tanggung jawab (Ali dan Asrori, 2009). Remaja meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah, mampu mempunyai rencana untuk masa depannya, dan dikendalikan oleh diri sendiri sesuai dengan dorongan hati (Breinbauer, 2005). Remaja yang memiliki kemandirian akan dapat menentukan pilihannya sendiri tanpa dibingungkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar dirinya, dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Sedangkan remaja yang tidak mandiri tidak dapat menentukan pilihannya sendiri dan belum dapat bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.

31 E. Hipotesa Berdasarkan uraian di atas, diperoleh jawaban sementara tentang perbedaan kemandirian remaja yang memiliki orangtua single parent dengan remaja yang memiliki orangtua utuh sebagai berikut : Ada perbedaan kemandirian antara remaja yang memiliki orangtua single parent dengan remaja yang memiliki orangtua utuh.

BAB I PENDAHULUAN. yang masih lengkap keduanya sedangkan keluarga tidak utuh atau yang sering

BAB I PENDAHULUAN. yang masih lengkap keduanya sedangkan keluarga tidak utuh atau yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang, kehidupan dalam keluarga sangat penuh dengan variasi. Ada keluarga yang disebut dengan keluarga besar yang terdiri atas ayah, ibu, anak dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN 1. Defenisi Kemandirian Menurut Steinberg (2002) kemandirian adalah kemampuan individu untuk bertingkah laku secara seorang diri. Steinberg (2006) juga menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era kompetitif ini, Indonesia adalah salah satu negara yang sedang mengalami perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian keluarga Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nirma Shofia Nisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nirma Shofia Nisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan individu yang sedang mengalami perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja berada diantara anak-anak dan dewasa, oleh sebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di usia republik yang sudah melebihi setengah abad ini, sudah sepatutnya bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sumber kepribadian seseorang. Di dalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang dapat membentuk kepribadian seserang. Tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah mahasiswa di Indonesia cenderung meningkat. Latief (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, setiap manusia memiliki dambaan untuk hidup bersama dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua. Perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd Pertumbuhan : Perubahan fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berjalan normal pada anak yang sehat dalam perjalanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik untuk mendapatkan pengetahuan ataupun dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang berarti pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam kehidupan seseorang, masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan dengan berbagai konteks komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu konteks komunikasi yang paling sering dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak terjadi pergeseran peran atau kedudukan antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi semata-mata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan. hati, perasaan. Kebahagiaan ada di dalam diri seseorang dan kebahagian

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan. hati, perasaan. Kebahagiaan ada di dalam diri seseorang dan kebahagian BAB II TINJAUAN TEORI A. Kebahagiaan 1. Kebahagiaan Menurut Watson (2007: 238) kebahagiaan adalah suatu keadaan, suasana hati, perasaan. Kebahagiaan ada di dalam diri seseorang dan kebahagian merupakan

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pada masa bayi ketika

Lebih terperinci

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang nyaman dan bahagia, yaitu hidup dengan perlindungan dan kasih sayang dari kedua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu periode perkembangan yang harus dilalui oleh seorang individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja (Yusuf, 2006). Masa remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, dimana setiap manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dan hidup dengan manusia lain.

Lebih terperinci

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa 125120307111012 Pendahuluan Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak. Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengasuh anak merupakan tugas orang tua dalam sebuah keluarga yang berada di lingkungan masyarakat. Di dalam keluarga merupakan tempat utama, dimana anak berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA

BAB IV GAMBARAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA BAB IV GAMBARAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA Perilaku pada masa remaja sangatlah bermacam-macam. Oleh karena itu pada bab ini penulis akan menjabarkan mengenai perilaku seks pranikah di kalangan

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, kognitif dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Panti sosial asuhan anak menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2004:4) adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diantara manusia pada dasarnya terdapat saling ketergantungan, saling

I. PENDAHULUAN. diantara manusia pada dasarnya terdapat saling ketergantungan, saling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara kodrati manusia adalah makhluk sosial, artinya makhluk yang selalu ingin hidup berdampingan, bergaul dengan sesamanya. Hal ini membuktikkan bahwa diantara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BABl PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi pasangan suami istri, memiliki keturunan merupakan sesuatu yang dinantikan. Pasangan yang baru menikah ataupun sudah lama berkeluarga tapi

Lebih terperinci