I. PENDAHULUAN. pengangguran, diperkirakan dapat membahayakan keamanan, di samping itu

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. bergaul, bekerja, tolong menolong, kerja bakti, keamanan, dan lain-lain.

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Kolonial Belanda. Kolonisasi yang dijalankan di Indonesia pada awal

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

B A B I P E N D A H U L U A N

I. PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Fasilitas yang ada

INTERAKSI antar etnis di DESA ARGAKENCANA. Skripsi

SEJARAH SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT TRANSMIGRASI RANTAU RASAU TAHUN SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. sebelumnya. Tercermin pada pasal 26, ayat 2 UU No.15 tahun 1997 tentang

I. PENDAHULUAN. diakibatkan karena kepadatan penduduk yang semakin tinggi. mulai memperkenalkan kebijakan baru yang disebut dengan Politik Etis..

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dengan istilah Kolonisasi. Pelaksanaan kolonisasi pada waktu itu adalah dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA

I. PENDAHULUAN. penduduknya untuk mendapatkan pekerjaan atau mata pencaharian di daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengenai desa, masyarakat, atau komunitas desa, serta solidaritasnya.

BAB I PENDAHULUAN. empat dunia setelah China, India dan Amerika Serikat, jumlah penduduk

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

I. PENDAHULUAN. Transmigrasi penduduk sudah dikenal sejak tahun 1905, yaitu pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Program transmigrasi di Indonesia mulai nampak memperoleh perhatian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembahasan mengenai transmigrasi merupakan pembahasan yang dirasa

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat kita sering mendengar tentang sistem nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sangat

BAB I PENDAHULUAN. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan mengenai perkembangan sistem gotong royong sebagai fenomena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Kelompok masyarakat (suku bangsa) di Indonesia secara umum mengenal

Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan.

Tugas Akhir. Penerapan Pancasila Sila Pertama Sampai Sila Keempat di Daerah Gang Waringin 1. Disusun oleh: Nama : Achwan Yusuf NIM :

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. pemerintah serta ditetapkan melalui undang-undang. Berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

I. PENDAHULUAN. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan pedesaan yang kehidupan

I. PENDAHULUAN. mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan ada di dalamnya. Hal

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung, Indonesia. Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 12 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan masyarakat. Keberagaman tersebut mendominasi masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran proses dan kegiatan suatu organisasi. Untuk menghadapi permasalahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sepuluh orang yang menjadi objek kajian penelitian, yang bertempat tinggal di

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. senantiasa mengalami perubahan melalui pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dasarnya. Pertama, diakui keberadaannya, kedua,

BAB V PENUTUP. kelahiran, upacara perkawinan, dan upacara kematian. masyarakat Minagkabau. Tradisi mandoa merupakan bentuk akulturasi

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB V PENUTUP. Reguler 61 Universitas Ahmad Dahlan tertanggal dari 26 Januari 24 Februari

I.PENDAHULUAN. Jawa memiliki jumlah penduduk terbanyak dibandingkan dengan Pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. beberapa bentuk dari interaksi. Bentuk-bentuk interaksi sosial yakni dapat

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 38 SERI D

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. interaksi manusia antara lain imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati.

BAB I PENDAHULUAN. mahluk biologis merupakan individu yang mempunyai potensi-potensi diri yang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dihadapkan kepada masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu dengan yang lain. Realitanya di zaman sekarang banyak terlihat konflikkonflik

BAB I PENDAHULUAN. dan luas daratan sebesar km 2, memiliki potensi sumberdaya alam

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR. TAHUN. TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI PAMEKASAN,

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan diperkotaan merupakan masalah sosial yang masih belum

BAB I PENDAHULUAN. dirinya dapat menetap dalam jangka waktu lama. Setiap lingkungan tempat tinggal

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan komunikasi. Dalam buku Komunikasi AntarBudaya, Jalaluddin Rakhmat dan Deddy

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan budaya yang isinya adalah tentang nilai-nilai budaya lokal.

KEPALA DESA MADU SARI KABUPATEN KUBU RAYA PERATURAN DESA MADU SARI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan

I. PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kota Bandar Lampung

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Rasa solidaritas

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia

BAB I PENDAHULUAN. pemimpin. Setiap pemimpin perlu memiliki aspek-aspek kepribadian yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Durkheim membagi

LATAR BELAKANG. Universitas Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpikir, makhluk yang instability (Subadi, 2008: 83). Manusia sebagai makhluk

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada permulaan abad kedua puluh kemiskinan sedang meningkat di Pulau Jawa dikarenakan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari masa ke masa. Hal ini menarik perhatian Hindia Belanda yang pada masa itu sebagai bangsa penjajah yang cukup lama menguasai Pulau Jawa. Mengingat pertumbuhan penduduk di Jawa sangat pesat dan sulitnya pekerjaan mengakibatkan banyak pengangguran, diperkirakan dapat membahayakan keamanan, di samping itu perusahaan milik pengusaha Belanda di luar Jawa yang bergerak di bidang perkebunan sangat membutuhkan tenaga kerja murah. Hal ini mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk menyelenggarakan perpindahan penduduk dari Jawa ke luar Jawa (Lestari, 2009). Keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menyelenggarakan perpindahan penduduk tersebut atas usulan Van deventer. Van deventer membuat suatu rumusan pokok yang mana akhirnya pada tahun 1905 dikenal dengan nama kebijakan Ethische Politiek yaitu educatie, irrigatie, dan emigaratie (Utomo dan Ahmad, 1997:53). Adapun kata lainnya, pemerintah Belanda melaksanakan pembangunan sekolah-sekolah bagi rakyat yang dijajah, perbaikan kondisi bahan pangan dengan membangun irigasi, serta mengadakan perpindahan penduduk dari Pulau Jawa ke pulau-pulau lainnya. Pimpinan pertama penyelenggaraan

2 perpindahan penduduk tersebut adalah H.G Heyting yang pada saat itu menjabat sebagai asisten residen Sukabumi. Setelah kemerdekaan, program tersebut diteruskan oleh pemerintah Indonesia tetapi namanya diganti menjadi transmigrasi (Joan, 1982:3). Transmigrasi adalah peristiwa perpindahan penduduk dari suatu wilayah yang padat penduduknya ke wilayah pulau lain yang penduduknya masih jarang atau belum ada penduduknya sama sekali. Program transmigrasi ini biasanya diatur dan didanai oleh pemerintah kepada warga yang umumnya golongan menengah ke bawah dengan program yang diikuti adalah transmigrasi umum. Sesampainya di tempat transmigrasi para transmigran akan diberikan sebidang tanah, rumah sederhana dan perangkat lain untuk menunjang hidup di lokasi tempat tinggal yang baru (Swasono dan Singarimbun, 1986:276). Adapun tujuan transmigrasi adalah untuk meratakan persebaran penduduk di seluruh wilayah Indonesia, untuk pertahanan dan keamanan/pertahanan keamanan lokal nasional, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan memberikan kesempatan merubah nasib. Dalam hubungan ini, transmigrasi akan membantu dan merangsang peningkatan pembangunan di daerah-daerah yang relatif masih terbelakang, sehingga menjamin adanya keserasian dalam laju pertumbuhan antar daerah (Lestari, 2009). Pelaksana dari transmigrasi biasanya disebut transmigran, akan tetapi peneliti menyebutnya sebagai perantau. Masyarakat Jawa perantau merupakan bagian dari bangsa Indonesia yang mau melakukan transmigrasi selain Bali, dan Lombok pada tahun 1905 ke Lampung sebanyak 155 Kepala Keluarga. Adapun tujuan dari

3 perantau ini adalah untuk menyukseskan program pemerintah yang tujuannya untuk mengurangi kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Dapat dikatakan masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang taat dalam mengikuti program pemerintah dikarenakan masyarakat Jawa perantau pada saat melakukan transmigrasi membawa segala apapun yang dikenalnya dari Pulau Jawa ke daerah barunya. Mulai dari nama tempat sampai terapan kebudayaan sehari-hari dalam masyarakat dipakai pula di daerah rantau. Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang memiliki kekompakan yang sangat besar, dan itu dapat di lihat dalam segala bidang kehidupan. Terlebih dalam bidang kehidupan sosial, apapun yang menjadi masalah bersama dikerjakan secara bergotong royong. Ada filosofi Jawa yang menyatakan rame ing gawe, sepi ing pamrih, adapun makna dari pernyataan tersebut bahwa sebuah kegiatan sosial dilakukaan bersama dan tidak ada pamrih dalam pelaksanaannya. Kehidupan manusia dalam masyarakat tidak terlepas akan adanya interaksi sosial antar sesamanya. Menurut Satria (2011) pada dasarnya, manusia sesuai dengan fitrahnya merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri melainkan membutuhkan pertolongan orang lain. Adapun di dalam kehidupan masyarakat diperlukan adanya kerjasama dan sikap gotong royong dalam menyelesaikan segala permasalahan. Perbedaan kelompok dan kualitas individu yang ada dalam masyarakat tersebut, mengakibatkan munculnya ketertiban, keselarasan dan rasa solidaritas diantara sesama. Solidaritas merupakan bangunan masyarakat yang didalamnya terdapat saling pengertian antar berbagai individu dan kelompok yang berbeda-beda karena saling pengertian itu bisa dibangun satu kekuatan yang saling membantu dan bahu

4 membahu dalam menghadapi berbagai persoalan (Geovanie, 2011). Solidaritas yang muncul dalam setiap kelompok masyarakat disebabkan adanya beberapa persamaan, seperti persamaan kebutuhan, keturunan, dan tempat tinggal. Setiap individu yang terikat dalam suatu ikatan solidaritas kelompok masyarakat, memiliki kesadaran kolektif yang sama. Kesadaran kolektif adalah keseluruhan keyakinan dan perasaan yang membentuk sistem tertentu dan dimiliki bersama. Kesadaran kolektif dipicu dan didorong oleh suatu fakta bahwa di mana-mana ternyata banyak orang yang merasakan hal yang sama, dan melakukan hal yang sama pula (Jejak Leuser, 2012). Aktivitas gotong royong sering dijumpai disetiap daerah yang masing-masing memiliki latar kebudayaan yang berbeda-beda. Salah satunya adalah kelompok masyarakat Jawa pedesaan, hubungan sosial desa di Jawa sebagian besar berdasarkan sistem gotong royong, walaupun gotong royong tidak terbatas pada hubungan keluarga saja, namun sistem itu oleh kelompok masyarakat desa di Jawa dipahami sebagai perluasan hubungan kekerabatan antarwarga (Abdillah, 2011). Hukum adat di Jawa menuntut setiap laki-laki bertanggung jawab terhadap keluarganya dan masih dituntut untuk bekerja membantu kerabat lain dalam halhal tertentu seperti mengerjakan tanah pertanian, membuat rumah, memperbaiki jalan desa, membersihkan lingkungan perkuburan dan yang lainnya. Semboyan saiyeg saeka praya atau gotong royong merupakan rangkaian hidup tolong menolong sesama warga. Kebudayaan yang mereka bangun adalah hasil adaptasi dari alam sehingga dapat menciptakan pondasi yang kuat dan mendasar pada sistem kebudayaan tersebut (Abdillah, 2011).

5 Interaksi yang terjadi karena adanya pergaulan, pada dasarnya dapat dilihat apabila terjadi hubungan-hubungan kerjasama antara individu-individu, kelompok dengan kelompok, individu dengan kelompok sesuai dengan status dan peranannya yang mungkin terjadi dalam peristiwa bertemu, berbicara, makan bersama dalam pekerjaan, upacara dan sebagainya. Semua itu dapat terwujud apabila adanya rasa solidaritas yang tinggi antar warga di lingkungan tersebut. Desa Bandar Agung merupakan salah satu tempat penempatan transmigran dari Pulau Jawa di propinsi Lampung. Desa Bandar Agung dibuka pada tahun 22 Februari 1973 sebagai penempatan transmigran TNI-AD (TRANSAD). Jika dilihat pada kelompok masyarakat Jawa perantauan di Desa Bandar Agung hubungan sosial kelompok masyarakatnya tampak dalam aktivitas sosial maupun dalam aktivitas keagamaan. Kelompok masyarakat Jawa perantauan di Desa Bandar Agung ini memiliki hubungan kekerabatan. Hubungan kekerabatan ini tidak hanya ada karena ikatan darah ataupun perkawinan tetapi juga karena pernah saling bertetangga dan menjadi sangat akrab sehingga mereka mengaku bersaudara. Gotong royong menjadi cara kerja sama antar warga yang sangat efektif baik yang konteks pengerjaannya untuk kepentingan individu maupun kepentingan bersama, contohnya hubungan yang merasa antar warga saling mempunyai kedekatan satu sama lain ini akan membuat mereka akan segera datang menghadiri apabila ada yang mengadakan pesta ataupun membuat jembatan untuk kepentingan bersama. Adapun dengan seiring berjalannya waktu, masyarakat Jawa perantau mengalami perubahan dengan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari masyarakat.

6 Faktor-faktor tersebut dalam prosesnya dipelajari oleh para perantau sehingga terbentuk sebuah karakter masyarakat yang berbeda daripada ketika para perantau tersebut pada awal hijrah ke Desa Bandar Agung. Adapun yang menjadi permasalahan adalah paradigma makna gotong royong yang dipahami oleh masyarakat Jawa perantau mengalami marginalisasi. Kelompok masyarakat Jawa perantauan di Desa Bandar Agung mayoritas bekerja sebagai pensiunan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD), petani, pedagang, karyawan pabrik, dan pegawai negeri sipil. Adanya perbedaan pekerjaan kemudian berpengaruh terhadap pada status sosial ekonomi seorang warga, masuknya kemajuan teknologi modern pun menjadikan masyarakat Jawa perantau di Desa Bandar Agung memaknai gotong royong menjadi lebih pintar dalam mengambil sikap untuk mengikuti atau tidak mengikuti sebuah gotong royong. Keberadaan gotong royong di Desa Bandar Agung pada sampai saat ini masih ada, akan tetapi keaktifannya sudah berkurang. Berdasarkan pengamatan peneliti, perubahan dan termarginalkannya makna gotong royong yang pada umumnya melekat erat pada masyarakat terlihat dalam berbagai aktivitas gotong royong yang mulai berkurang, contohnya terlihat pada aktivitas gotong royong di Desa Bandar Agung seperti mendirikan/memperbaiki rumah (sambatan), kerja bakti memperbaiki jalan desa saat ini sudah mengalami marginalisasi, ini terbukti dikarenakan warga yang saat ini semakin sibuk dengan kepentingan masing-masing dan kepentingan bersama tidak lagi menjadi prioritas utama. Adapun pada tahun 1980-an masyarakat yang mayoritas besar dari Jawa tersebut mengenal kegiatan sambatan secara baik.

7 Adapun diterapkannya studi tentang marginalisasi makna gotong royong di desa Bandar Agung maka masyarakat Jawa akan memperoleh kesempatan lebih besar untuk meningkatkan solidaritas atau kekerabatan antarwarga. Penelitian ini dilakukan di Desa Bandar Agung mengingat bahwa di desa tersebut rasa solidaritas masyarakat mulai berkurang dikarenakan perubahan yang terjadi dalam masyarakat dimana masing-masing warga saat ini lebih mementingkan kepentingan individu daripada kepentingan bersama. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul GOTONG ROYONG PADA MASYARAKAT JAWA PERANTAU (studi tentang marginalisasi makna gotong royong pada masyarakat desa Bandar Agung Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan, maka pokok permasalahan yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Bagaimana makna gotong royong pada masyarakat Jawa perantau di Desa Bandar Agung Kecamatan Terusan Nunyai Lampung Tengah? b. Bagaimana proses marginalisasi makna gotong royong pada masyarakat Jawa perantau di Desa Bandar Agung Kecamatan Terusan Nunyai Lampung Tengah?

8 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: a. Menganalisis makna gotong royong pada masyarakat Jawa perantau di Desa Bandar Agung Kecamatan Terusan Nunyai Lampung Tengah. b. Menganalisis proses marginalisasi makna gotong royong pada masyarakat di Desa Bandar Agung Kecamatan Terusan Nunyai Lampung Tengah. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan secara umum dan secara sosial pada khususnya sosiologi kebudayaan berkaitan dengan gotong royong dalam masyarakat. 2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya dan masyarakat Desa Bandar Agung khususnya, agar kegiatan gotong royong dapat terus dilestarikan keberadaannya serta sebagai masukan pemikiran bagi instansi terkait agar dapat membantu dalam memberikan sosialisasi pentingnya kegiatan gotong royong di Indonesia.