B A B I P E N D A H U L U A N

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "B A B I P E N D A H U L U A N"

Transkripsi

1 B A B I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar belakang masalah. Masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang saling berinteraksi satu sama lain, oleh karenanya dalam suatu masyarakat terdapat kelompok-kelompok yang berbeda antara satu dengan kelompok yang lain. Perbedaan kelompok dan kualitas individu yang ada dalam masyarakat tersebut, mengakibatkan munculnya ketertiban, keselarasan dan rasa solidaritas diantara sesama. Solidaritas dalam konteks penelitian ini adalah keterikatan erat antara individu yang satu dengan individu yang lain pada situasi sosial tertentu. Solidaritas yang muncul dalam setiap kelompok masyarakat disebabkan adanya beberapa persamaan, seperti persamaan kebutuhan, keturunan, dan tempat tinggal. Oleh karena itu solidaritas menurut Doyle (1986:181) menunjuk pada suatu hubungan antara individu atau kelompok berdasarkan perasaan moral dan kepercayaan yang dianut dan di perkuat oleh pengalaman emosional bersama, ikatan ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas persetujuan rasional. Setiap individu yang terikat dalam suatu ikatan solidaritas kelompok masyarakat, memiliki kesadaran kolektif yang sama. Kesadaran kolektif adalah keseluruhan keyakinan dan perasaan yang membentuk sistem tertentu dan dimiliki bersama. Kesadaran kolektif memiliki sifat sakral karena mengharuskan rasa hormat 1

2 dan ketaatan, hal tersebut dapat tercipta dengan baik apabila prilaku individu dalam kelompok masyarakat telah sesuai dengan sistem yang ada. Khaldun (dalam Soekanto. 1990:26). Solidaritas dalam bentuk keterkaitannya sering muncul dalam aktivitas gotong royong, menurut Koentjaraningrat (1961: 2), gotong royong adalah kerjasama diantara anggota-anggota suatu komunitas. Lebih lanjut gotong royong dapat di golongkan kedalam tujuh jenis, yakni: Pertama. Gotong royong yang timbul bila ada kematian atau beberapa kesengsaraan lain yang menimpa penghuni desa. Kedua. Gotong royong yang dilakukan oleh seluruh penduduk desa. Ketiga. Gotong royong yang terjadi bila seorang penduduk desa menyelenggarakan suatu pesta. Keempat. Sistem gotong royong yang dipraktekkan untuk memelihara dan membersihkan kuburan nenek moyang. Kelima. Gotong royong dalam membangun rumah. Keenam. Gotong royong dalam pertanian. Ketujuh. Gotong royong yang berdasarkan pada kewajiban kuli dalam menyumbangkan tenaga manusia untuk kepentingan masyarakat (Koentjaraningrat, 1997: 32-33). Aktivitas gotong royong ini sering dijumpai di setiap daerah yang masingmasing memiliki latar kebudayaan yang berbeda-beda. Salah satunya adalah kelompok masyarakat Jawa pedesaan, hubungan sosial desa di Jawa sebagian besar berdasarkan sistem gotong royong, walaupun gotong royong tidak terbatas pada hubungan keluarga saja, namun sistem itu oleh kelompok masyarakat desa di Jawa dipahami sebagai perluasan hubungan kekerabatan yang mempunyai pengaruh kuat atas seluruh kompleks hubungan interpersonal di seluruh desa. 2

3 Seperti halnya kehidupan kelompok masyarakat desa di Jawa, gotong royong merupakan suatu sistem pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga, untuk mengisi kekurangan tenaga pada masa-masa sibuk dalam aktivitas pertanian di sawah, dengan adat sopan santun seorang petani meminta penduduk di desanya untuk dapat membantunya dalam memanenkan hasil pertanian padi di sawahnya. Sebagai imbalan bagi tenaga petani tersebut, cukup disediakan makan siang setiap hari kepada penduduk desa yang datang untuk membantu selama pekerjaannya berlangsung (Koentjaraningrat, 1993: 57). Hukum adat di Jawa menuntut setiap laki-laki bertanggung jawab terhadap keluarganya dan masih dituntut untuk bekerja membantu kerabat lain dalam hal-hal tertentu seperti mengerjakan tanah pertanian, membuat rumah, memperbaiki jalan desa, membersihkan lingkungan perkuburan dan yang lainnya. Semboyan saiyeg saeka praya atau gotong royong merupakan rangkain hidup tolong menolong sesama warga. Kebudayaan yang mereka bangun adalah hasil adaptasi dari alam sehingga dapat menciptakan pondasi yang kuat dan mendasar pada sistem kebudayaan tersebut. Di daerah Jawa pesta-pesta mendapat bantuan dari tetangga, saudara-saudara dan dari desa-desa lain secara spontan dengan tidak mengharapkan balasan apapun dari apa yang telah mereka berikan, karena mereka langsung menikmati keramaian dan menikmati makanan itu secara bersama-sama. Akan tetapi akhir-akhir ini bantuan yang diberikan (gotong royong) jarang dilakukan dalam acara pesta perkawinan, banyak desa-desa di Jawa dimana setiap kelompok masyarakatnya sudah memperhitungkan dengan seksama akan keuntungan dan kerugian mengenai bantuanbantun yang akan diberikan, lebih besar pesta yang diadakan dengan mengundang 3

4 tamu-tamu dari desa lain dan dari kota maka lebih besar pula keuntungan yang mereka peroleh, dan mereka yang telah menerima sumbangan tidak akan melupakan mereka yang telah memberi sumbangan (Koentjaraningrat, 1961: 38). Interaksi yang terjadi karena adanya pergaulan, pada dasarnya dapat dilihat apabila terjadi hubungan-hubungan kerjasama antara individu-individu, kelompok dengan kelompok, individu dengan kelompok sesuai dengan status dan peranannya yang mungkin terjadi dalam peristiwa bertemu, berbicara, makan bersama dalam pekerjaan, upacara dan sebagainya. Kesemuanya itu dapat terwujud apabila adanya rasa solidaritas yang tinggi antar warga di lingkungan tersebut. Namun dengan seiring berjalannya waktu, rasa solidaritas kekerabatan dalam etnis Jawa khususnya Jawa perantaun yang dulunya sangat terasa kini mulai berkurang. Masalah terbesar di desa Jawa sekarang adalah pertambahan penduduk. Karena tanah pertanian baru tidak mungkin dicari lagi, maka luas bidang tanah yang dikuasai masing-masing keluarga terus menerus menyusut. Di zaman dulu setiap warga desa laki-laki terjamin kemungkinannya untuk bekerja di sawah melalui suatu sistem kompleks untuk menyewakan tanah dan mengikut sertakan orang pada waktu panen. Sistem ini sekarang sudah mulai hilang, usaha-usaha intensifikasi pertanian yang padat modal memaksa petani yang lebih miskin untuk menyerahkan tanah mereka kepada petani yang lebih kaya supaya dapat membayar utang-utang mereka, sedangkan bagi buruh tani tanpa tanah, kemungkinan untuk menemukan pekerjaan di bidang pertanian semakin kecil. Sebagai akibatnya, arus perpindahan penduduk ke kota-kota besar semakin deras (Franzs M.S. 1983: 19-20). 4

5 Selain faktor pendorong diatas, terjadinya arus urbanisasi dari desa ke kota disebabkan adanya kemiskinan di daerah pedesaan dan hal ini juga dikarenakan cepatnya pertambahan penduduk di desa, sehingga menimbulkan ketimpangan dalam perimbangan antara jumlah penduduk dengan luasnya lahan pertanian. Selain itu terdesaknya pengolahan lahan pertanian secara manual disebabkan adanya alat-alat mekanikal yang didatangkan dari kota, sektor industri kerajinan rumah tangga juga mulai didominasi oleh produk industri modern. Untuk menanggulangi hal tersebut, maka diadakan program pemindahan penduduk dari pulau Jawa ke pulau Sumatera yang pertama kali diadakan pada zaman penjajah Belanda. Pemindahan penduduk dari pulau Jawa ke Sumatera ini merupakan program pemindahan tenaga kerja yang diikat dengan perjanjian kerja untuk daerahdaerah perkebunan yang dikenal dengan sebutan kuli kontrak. Pemindahan penduduk dari daerah pulau Jawa yang sudah padat itu baik secara paksaan maupun secara sukarela sudah mulai terjadi sejak tahun 1870-an. Sejak itu banyak orang Jawa mulai dipindahkan dari kampung halamannya sebagai buruh kontrak ke perkebunan-perkebunan yang ada di Sumatera. Mayoritas buruh kontrak dari pulau Jawa tersebut setelah bertransmigrasi ke perkebunan itu tetap tinggal sebagai buruh perkebunan yang terus berlanjut dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Jika dilihat pada kelompok masyarakat Jawa perantauan di daerah Sawit Seberang hubungan sosial kelompok masyarakatnya akan tampak dalam aktivitas sosial maupun dalam aktivitas keagamaan. Kelompok masyarakat Jawa perantauan di Sawit Seberang ini memiliki hubungan kekerabatan, hubungan kekerabatan ini tidak 5

6 hanya karena adanya ikatan darah ataupun perkawinan tetapi juga karena pernah saling bertetangga dan menjadi sangat akrab sehingga mereka mengaku bersaudara. Ataupun hubungan saudara karena orang tua mereka dahulu satu kapal ketika mereka bermigrasi dari pulau Jawa, yang umumnya disebut dulur sak kapal. Hubungan ini akan membuat mereka akan segera datang menghadiri apabila ada yang mengadakan pesta ataupun mengalami musibah. Kelompok masyarakat Jawa perantauan di Sawit Seberang ini mayoritas bekerja sebagai karyawan pabrik, walupun mereka sama-sama karyawan tetapi ada perbedaan dalam status sosial ekonomi. Perbedaan ini menyebabkan timbulnya persaingan, hal ini dapat dilihat dalam hal cara berpakaian, dalam hal perabotan rumah tangga, serta alat transportasi seperti sepeda motor yang dianggap dapat mengangkat prestise mereka. Walaupun kelompok masyarakat Jawa perantauan di kelurahan sawit seberang ini masih sering melakukan aktivitas sosial di lingkungan mereka namun intensitas mereka dalam melaksanakan aktivitas sosial tersebut sudah mulai berkurang Perubahan dan hilangnya rasa solidaritas kekerabatan yang pada umumnya melekat erat pada setiap kelompok masyarakat di Indonesia ini tidak hanya terjadi pada kelompok masyarakat Jawa saja. Namun juga terjadi di beberapa daerah seperti di daerah Simalungun, solidaritas kekerabatan dalam berbagai aktivitas gotong royong sudah mulai berubah contohnya dalam aktivitas pertanian, sejak tahun 80-an seseorang yang akan memanen hasil sawah harus menyewa pekerja untuk mengerjakan sawahnya dan membayar upah pekerja tersebut menurut bayaran yang sudah ditetapkan berdasarkan lamanya waktu kerja. 6

7 Pada aktivitas persiapan pesta juga sudah terjadi pergeseran ini terbukti dari data yang didapat bahwa kelompok masyarakat Simalungun sudah memakai sistem memesan makanan yang diperlukan untuk pesta. Sedangkan dahulu sebelum tahun 90-an makanan yang untuk pesta dikerjakan oleh kelompok masyarakat setempat dengan cara gotong royong. Para kerabat dan tetangga terdekat hadir kerumah kerabat pelaksana pesta pada malam sebelum hari pesta tersebut berlangsung. Mereka saling bekerja sama, ada yang mengerjakan bumbu-bumbu masakan, ada yang membereskan peralatan pesta, misalnya mempersiapkan piring, gelas dan lain sebagainya. Kemudian esok harinya mereka masih bergotong royong mulai dari memasak sampai usainya pesta tersebut yang biasanya berlangsung sampai sore bahkan malam hari (Julia Saragih. 1998: 17-18). Adanya perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan penelitian ini terfokus pada pengamatan solidaritas kekerabatan khususnya pada etnis Jawa yang ada di perantauan. 7

8 1.2. Rumusan Masalah. Berdasarkan dari latar belakang penelitian sebagaimana yang telah di kemukakan sebelumnya, secara khusus penelitian ini akan berusaha membahas permasalahan tentang solidaritas kekerabatan khususnya etnis Jawa yang ada di perantauan. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana solidaritas kekerabatan dalam berbagai kegiatan slametan pada masyarakat Jawa perantauan. 2. Bagaimana solidaritas kekerabatan dalam upacara perkawinan pada masyarakat Jawa perantauan Lokasi Penelitian. Lokasi penelitian ini adalah di Kelurahan Sawit Seberang, Kabupaten Langkat. Ada beberapa alasan dalam pemilihan lokasi ini antara lain yaitu, lokasi awal penelitian ini adalah di kelurahan Silalas tepatnya di pinggiran sungai Deli. Namun karena lokasi ini dianggap kurang sesuai dengan masalah yang akan dibahas maka dosen pembimbing menyarankan lokasinya untuk dirubah. Selain itu penduduk yang tinggal dilokasi ini di tempati oleh mayoritas suku Jawa perantauan walupun terdapat etnis-etnis lainnya, yang mana penduduknya sudah mengalami kemajuan baik dari segi pengetahuan yang di dasari oleh faktor pendidikan, sehingga kemungkinan terjadinya perubahan atau pergeseran dari solidaritas kekerabatan pada daerah tersebut. Penduduk di kelurahan tersebut selain bermata pencaharian bertani juga sudah memiliki pekerjaan lain yang menetap yang membuat mereka mulai memahami prinsip bahwa waktu adalah uang. 8

9 1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran bagaimana terjadinya perubahan solidaritas kekerabatan etnis Jawa yang berada di Kelurahan Sawit Seberang, kabupaten Langkat. Manfaat dari penelitian ini dapat dilihat secara akademis dan praktis: 1. Secara akademis, dapat menambah pemahaman tentang konsep-konsep solidaritas kekerabatan dan mengetahui pola hidup pada masyarakat etnis Jawa di perantauan. 2. Secara praktis, dapat memberikan pemahaman bagi si peneliti sendiri berdasarkan pada masalah diatas dan sebagai suatu syarat lulus ujian akhir. 9

10 1.5.Tinjauan Pustaka. Masyarakat adalah suatu kesatuan hidup yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 1986:160). Dari pengertian di atas dapat diambil beberapa hal yang menjadi ciri-ciri suatu masyarakat, yaitu saling berinteraksi, mempunyai ikatan, pola tingkah laku yang khas tentang semua faktor kehidupan dalam batas kesatuan, rasa identitas diantara warga yang dapat menunjukkan perbedaan dengan masyarakat lain. Dalam peristiwa kehidupan sosial sehari-hari, individu sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat, memiliki kewajiban untuk menyatu dalam tujuan masyarakat itu sendiri. Kenyataan ini tidak terbantahkan jika dilihat pada bentuk kehidupan masyarakat, baik masyarakat dalam bentuk organis maupun dalam bentuk mekanis. Hal ini di karenakan kehidupan masyarakat merupakan suatu model kehidupan yang saling mengisi antara satu dengan yang lainnya. Durkheim secara jelas membagi klasifikasi masyarakat atas dasar ikatan solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Bentuk ikatan tersebut menurutnya ditandai dengan kekentalan hubungan antara individu, baik berdasarkan hubungan darah atau hubungan kepentingan, masyarakat terpaut kedalam bentuk ikatan yng mendasarinya dalam hal ini masyarakat dapat dipilih ke dalam karakteristik masingmasing. 10

11 Pembagian masyarakat berdasarkan bentuk ikatan solidaritas sosial yang di kategorikan Durkheim dapat di bagi menjadi dua kategori yaitu masyarakat bertipe mekanis dan masyarakat bertipe organis. Masyarakat bertipe mekanis (masyarakat tradisional). Dimana didalam masyarakat ini terdapat model hubungan kolektif yang mana masyarakatnya lebih dapat bersosialisasi dengan baik antar sesama, serta hubungan kekerabatan di dalam masyarakat tersebut terasa lebih akrab. Selain itu masyarakat pedesaan cara berfikirnya lebih menggunakan perasaan sehingga hubungan antara sesama personal lebih bersifat informal atau dengan kata lain lebih bersifat kekeluargaan. Adapun jenis pekerjaan mereka lebih bersifat umum, dimana dalam kegiatan sehari-hari mereka masih sering tolong-menolong antar sesama. Sedangkan masyarakat bertipe organis yaitu masyarakat modern. Masyarakat bertipe organis ini lebih identik dengan masyarakat perkotaan, model hubungan antar sesama lebih bersifat individual tanpa di dasari atas rasa kekerabatan yang kuat. Masyarakat ini cara berfikirnya lebih rasional atau dengan kata lain lebih menggunakan akal sehat, selain itu jenis pekerjaan mereka telah terspesialisasi yang pada akhirnya akan menjadi salah satu faktor pembeda antara masyarakat kelas menengah atas dengan masyarakat kelas menengah bawah. Solidaritas sosial di pertahankan sejauh kesadaran individu pada masyarakat sama kuatnya, dengan sendirinya akan memelihara unsur-unsur pengintegrasian yang ada pada masyarakat tersebut. Menurut A. Lysen (1981:20) kesadaran masyarakat adalah unsur tertentu dalam kesatuan sosial yang menetapkan dan mempengaruhi kelakuan manusia yang 11

12 menjadi bagian dari kesatuan itu. Unsur-unsur yang di maksud adalah situasi-situasi yang memuat individu-individu dalam masyarakat terlibat langsung serta berbuat sesuai dengan keinginan situasi tersebut. Lebih jauh Durkheim menyatakan bahwa pembagian kerja mempunyai peringkat fungsi terhadap solidaritas sosial sebagai peningkat rasa solidaritas. antara teman dan di dalam keluarga, ketidaksamaan akan menciptakan suatu ikatan dan karena individu-individu memiliki kualitas yang berbeda akan terdapat ketertiban, keselarasan dan solidaritas, setiap individu melakukan berbagai kegiatan sehingga terdapat ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Solidaritas tidak dapat dengan seketika di amati secara eksak, maka diperlukan suatu indeks ekstern. Menurut Durkheim (Layendecker, 1991:290). Indeks ekstern adalah peraturan-peraturan, hukum-hukum, solidaritas sosial terwujud kedalam hubungan timbal balik, yang mendapat prasyarat dalam sifat dan jumlah peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Durkheim mengklasifikasikan peraturan-peraturan hukum atas dasar sanksi yang dijatuhi bila terjadi pelanggaran. Durkheim membedakan antara sanksi represif, yaitu hukum yang dimaksud untuk menyebabkan penderitaan dan sanksi restitutif yaitu sanksi yang diarahkan untuk memulihkan pada keadaan semula. Hal ini sesuai dengan solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Solidaritas mekanis didasarkan pada persamaan. Dalam suatu masyarakat yang ditandai oleh solidaritas ini. Semua anggotanya mempunyai kesadaran kolektif yang sama. Kesadaran kolektif adalah keseluruhan keyakinan dan perasaan yang membentuk sistem tertentu yang mempunyai kehidupan tersendiri dan dimiliki 12

13 bersama oleh anggota masyarakat tersebut. Kesadaran kolektif memiliki sifat keagamaan karena mengharuskan rasa hormat dan ketaatan. Setiap individu selalu tunduk pada kolektifitasnya. Setiap pelanggaran terhadap keyakinan-keyakinan bersama akan menimbulkan reaksi yang emosional. Setiap individu yang bersalah akan dihukum dan dalam ritual pelaksanaan hukuman akan di balas penghinaan yang terjadi terhadap kesadaran kolektif, dengan ini kesadaran di perkuat kembali. Dalam masyarakat seperti ini, hanya sedikit anggota masyarakat yang memiliki individualitas. Dalam manusia rangkap kesadaran individual dikuasai oleh kesadaran kolektif. Orang-orang mirip satu dengan yang lainnya, hal ini menyebabkan solidaritas ini di sebut solidaritas mekanis. Solidaritas organis menunjukkan pada keterpaduan dalam organisme yang berdasarkan atas keanekaragaman fungsi-fungsi demi kepentingan keseluruhan. Setiap organ memiliki ciri-ciri masing-masing dan tugas masing-masing yang tidak dapat diambil oleh organ yang lain. Demikian pula dalam pembagian kerja, individuindividu tidak dikelompokkan dalam segmen-segmen tetapi menurut kegiatankegiatan yang dilakukan. Berlawanan dengan masyarakat segmenter pada masyarakat dengan solidaritas organis terdapat saling ketergantungan yang besar. Keadaan ini akan diatur dengan pertumbuhan tenaga kerja. Aturan-aturan itu sendiri akan timbul dari interaksi yang sering terjadi. Aturan-aturan akan memperoleh pernyataan yuridis dalam hak orang lain. Seperti melakukan pelanggaran terhadap hak milik atau tidak menepati kerjasama. 13

14 Hukum restitutif bertujuan untuk memulihkan keadaan kepada aslinya. Pembayaran ganti rugi atau pemaksaan suatu persetuajuan. Menurut Durkheim terjadi suatu evolusi dari soilidaritas mekanis ke solidaritas organis yang di dasarkan atas pembagian kerja. Hal ini dilihat dari meningkatnya hukum restitutif yang mengakibatkan berkurangnya hukum represif dan melemahnya kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif melemah terutama dalam hilangnya nilai agama (Layendecker, 1991: ). Lebih lanjut dia melihat dasar integrasi sosial yang sedang mangalami perubahan kesuatu bentuk yang baru ini, yang benar-benar di dasarkan pada saling ketergantungan antara bagian-bagian yang terspesialisasi dapat merupakan satu sumber yang lebih menyeluruh, lebih mampu dan lebih dalam untuk integrasi sosial daripada bentuk integrasi mekanis yang lama yang didasarkan terutama pada kesamaan dalam kepercayaan dan nilai. Kesadaran kolektif yang mendasari solidaritas mekanis paling kuat perkembangannya dalam masyarakat-masyarakat primitif yang sederhana. Dalam masyarakat seperti itu semua anaggota pada dasarnya memiliki kepercayaankepercayaan bersama, pandangan, nilai dan semuanya memiliki gaya hidup yang kira-kira sama. Homogenitas ini mungkin kalau kita lihat kenyataan bahwa pembagian kerja sangat rendah. Tentu ada semacam spesialisasi menurut usia dan jenis kelamin. Orang yang lebih tua diharapkan menjadi pemimpin atau sekurang-kurangnya sebagai penasehat yang bijaksana, sedangkan wanita diharapkan untuk berspesialisasi dalam urusan rumah tangga. Namun, pembagian kerja yang sangat elementer ini tidak 14

15 menghasilkan heterogenitas sosial yang demikian tingginya sehingga cara berfikir dan bertindak yang sama benar-benar dihilangkan. Karena pembagian kerja mulai meluas, kesadaran kolektif pelan-pelan mulai hilang. Orang yang kegiatan pekerjaannya menjadi lebih terspesialisasi dan tidak sama lagi merasa dirinya makin berbeda dalam kepercayaan, pendapat dan juga gaya hidup. Inilah yang diharapkan karena pengalaman sosial seseorang di pengaruhi oleh pekerjaannya. Pengalaman yang beranekaragam maka begitu pula kepercayaan, sikap dan kesadarannya. Tetapi heterogenitas yang semakin bertambah ini tidak menghancurkan solidaritas sosial. Sebaliknya karena pembagian kerja yang semakin tinggi, individu dan kelompok dalam masyarakat merasa menjadi semakin tinggi, individu dan kelompok dalam masyarakat merasa menjadi semakin lebih tergantung satu sama lain daripada hanya mencukupi kebutuhannya sendiri saja. Orang yang mecurahkan perhatiannya pada spesialisasi pekerjaan harus tergantung pada yang lain yang berbeda pekerjaan dan spesialisasinya untuk barang-barang dan jasa yang mereka butuhkan guna mempertahankan hidup dan memenuhi berbagai kebutuhan. Meningkatnya secara bertahap saling ketergantungan fungsional antara berbagai bagian masyarakat yang heterogen itu memberikan satu alternatif baru untuk kesadaran kolektif sebagai dasar solidaritas sosial (Doyle. 1994:187).. 15

16 1.6. Metode penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitataif yang bersifat deskriptif. Dalam penelitaian ini peneliti akan mencoba menggambarkan secara terperinci mengenai solidaritas yang mulai melemah di dalam intensitas hubungan antar sesama warga di kelurahan tersebut. Teknik penelitian yang akan digunakan dalam pengumpulan data dilapangan antara lain Teknik Observasi. Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi. Oleh karena itu di perlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian sambil melakukan pengamatan. Teknik observasi atau pengamatan partisipasi di lakukan dengan tujuan untuk dapat memahami fenomena yang terjadi di lokasi, khususnya masalah yang menyebabkan melemahnya solidaritas kelompok masyarakat di Kelurahan Sawit Seberang tersebut. Dari pengamatan itu dimungkinkan untuk dapat memahami kondisi alam, fisik, sosial ekonomi dan budaya. Selain itu observasi ini juga nantinya diharapkan dapat menggambarkan peran masyarakat dalam proses perubahan solidaritas di Kelurahan tersebut Teknik Wawancara. Metode yang kedua yaitu metode wawancara yang dilakukan secara langsung dan tatap muka dengan informan. Wawancara yng dilakukan adalah wawancara mendalam (depth interview) kepada beberapa orang informan yang sesuai dengan 16

17 tujuan penelitian. Informan dalam hal ini adalah warga masyarakat yang bermukim di Kelurahan Sawit Seberang, dimana informan itu sendiri sudah lama menetap di lingkungan tersebut serta mengetahui secara persis bagaimana hubungan solidaritas kekerabatan antar sesama warga di dalam aktivitas mereka sehari-hari. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa wawancara ini dilakukan dengan komunikasi verbal atau langsung dengan informan, dengan menggunakan pedoman wawancara (inteview guide) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tujuan dari pedoman wawancara ini adalah untuk mendapatkan data yang konkrit, lebih terperinci dan mendalam. Untuk mendapatkan data yang konkrit tersebut maka peneliti akan mengajukan beberapa pertanyaan yang sesuai dengan masalah yang dibahas, contohnya apakah ada perubahan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa tersebut, bagimanakah sikap warga setempat apabila ada seorang warga yang tidak pernah ikut didalam berbagai kegiatan sosial yang sering dilakukan oleh masyarakat setempat, serta apakah ada sanksi yang ditetapkan oleh masyarakat itu terhadap warga yang tidak pernah ikut serta dalam berbagai aktivitas-aktivitas sosial di lingkungan tersebut. Untuk memperlancar wawancara ini digunakan perlengkapan berupa alat-alat tulis dan tape recorder yang berguna untuk menulis dan merekam bagian-bagian penting dari hasil wawancara, yang bertujuan untuk menghindari kesalahan data yang diperoleh ketika wawancara. Tahap berikutnya adalah studi pustaka, dilakukan untuk mengumpulkan dan mencari data tentang kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan setiap warga masyarakat tersebut dengan membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan 17

18 masyarakat Jawa perantauan serta melihat hasil penelitian para ahli lain yang berhubungan dengan penelitian ini guna untuk menambah pengertian dan wawasan peneliti untuk menyempurnakan hasil akhir penelitian ini Penentuan Informan. Informan kunci dalam penelitian ini adalah informan yang dianggap dapat mewakili kelompok masyarakat di Kelurahan tersebut, dari informan ini diharapkan di dapat konsep bagaimana pandangan mereka terhadap solidaritas kekerabatan yang ada di dalam aktivitas kehidupan mereka sehari-harinya. Selain itu, informan kunci haruslah orang yang mengetahui budaya masyarakat Jawa dengan begitu baik tanpa harus memikirkannya, dan benar-benar mengetahui situasi dan kondisi aktivitas sosial masyarakat Jawa khususnya Masayarakat Jawa perantauan dalam hidup bermasyarakat. Dalam penelitian ini informan yang mungkin mengetahui budaya masyarakat Jawa dan sangat mengenal lingkungan tersebut dengan begitu baik adalah kepala lingkungan (Kepling) juga kepala desa/kelurahan dan tokoh-tokoh masyarakat. Dimana mereka yang selalau terlibat di dalam kegiatan sosial di lingkungan tersebut Teknik Analisa Data. Data yang diperoleh dilapangan akan diedit ulang kembali, yang akhirnya ditujukan untuk memeriksa kelengkapan hasil wawancara. Hasil wawancara itu diperlukan adanya tanpa mengurangi dan menambahi yang dapat mengurangi keaslian data tersebut dan pada akhirnya data ini akan dianalisa secara kualitatif. 18

19 Keseluruhan data diperoleh dari observasi, wawancara dan sumber kepustakaan disusun berdasarkan pemahaman serta fokus penelitian dan tujuan penelitian. 19

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengangguran, diperkirakan dapat membahayakan keamanan, di samping itu

I. PENDAHULUAN. pengangguran, diperkirakan dapat membahayakan keamanan, di samping itu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada permulaan abad kedua puluh kemiskinan sedang meningkat di Pulau Jawa dikarenakan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari masa ke masa. Hal ini menarik perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa pulau-pulau besar, yang salah satunya adalah Pulau Jawa yang merupakan pulau besar yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Indonesia merupakan masyarakat yang plural dan multikultural.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Solidaritas sosial menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beraneka ragam Suku. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beraneka ragam Suku. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beraneka ragam Suku. Salah satunya adalah Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara merupakan Provinsi yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Adat istiadat merupakan konsepsi pemikiran yang lahir sebagai rangkaian pemikiran manusia yang bersumber dari hakikat kemajuan akalnya. Sebelumnya disebut bahwa adat

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Tentang Kegiatan Gotong Royong. beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Tentang Kegiatan Gotong Royong. beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kegiatan Gotong Royong 1. Pengertian Kegiatan Menurut UU RI NO 15 TH 2006, kegiatan adalah sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya, baik yang berupa personel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Keberadaan gotong royong tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat pedesaan. Secara turun temurun gotong royong menjadi warisan budaya leluhur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan.

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia dan memiliki penduduk dengan beraneka ragam suku. Suku Batak merupakan salah satu suku yang dapat ditemui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kompetisi yang ketat. Pengaruh budaya asing juga sangat membentuk kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kompetisi yang ketat. Pengaruh budaya asing juga sangat membentuk kepribadian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dalam masa pembangunan saat ini dituntut untuk melakukan kompetisi yang ketat. Pengaruh budaya asing juga sangat membentuk kepribadian masyarakat dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan pedesaan yang kehidupan

I. PENDAHULUAN. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan pedesaan yang kehidupan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan pedesaan yang kehidupan masyarakatnya masih bergantung pada kepemilikan lahan. Warga pedesaan kebanyakan masyarakatnya

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial) karena interaksi merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo merupakan masyarakat pedesaan yang sejak dahulu mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata pencaharian utama masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk biologis merupakan individu yang mempunyai potensi-potensi diri yang

BAB I PENDAHULUAN. mahluk biologis merupakan individu yang mempunyai potensi-potensi diri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang memiliki akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Namun demikian sebagai mahluk biologis merupakan individu yang

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. samping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk semacam itu yakni yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. samping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk semacam itu yakni yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Pertanian Desa merupakan suatu daerah yang dijadikan tempat tinggal masyarakat yang sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian bersumber dari alam. Di

Lebih terperinci

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan WAWASAN SOSIAL BUDAYA Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan Disusun Oleh : Nur Fazheera Al Gadri (D0217023) Hendra Lesmana (D0217515) Asmirah (D0217024) Abdillah Resky Amiruddin (D0217514) FAKULTAS TEKNIK PRODI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau

Lebih terperinci

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah.

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk memecahkan masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kawasan Gunung Jati sebagai suatu tempat terjadinya interaksi dalam masyarakat suku Muna, memiliki karakteristik yang khas dari masing-masing masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kehidupan masyarakat Jawa di Dusun Jatirejo tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, dimana dalam siklus daur hidup

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Kelompok masyarakat (suku bangsa) di Indonesia secara umum mengenal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Kelompok masyarakat (suku bangsa) di Indonesia secara umum mengenal BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kelompok masyarakat (suku bangsa) di Indonesia secara umum mengenal budaya tolong menolong. Budaya tolong menolong menjadi salah satu kebiasaan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi yang berkaitan dengan peristiwa kelahiran, kematian dan perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi masyarakat Jawa berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Utara adalah salah satu daerah yang didiami oleh masyarakat yang multietnis. Hal ini tampak dari banyaknya suku yang beragam yang ada di provinsi ini misalnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bergaul, bekerja, tolong menolong, kerja bakti, keamanan, dan lain-lain.

I. PENDAHULUAN. bergaul, bekerja, tolong menolong, kerja bakti, keamanan, dan lain-lain. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri, melainkan memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kebudayaan Tradisional Masyarakat Desa Konsep kebudayaan tradisional mengacu pada gambaran tentang cara hidup (way of life) masyarakat desa yang belum dirasuki oleh penggunaan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA (Studi Kasus pada Kegiatan Sambatan di Desa Sendangrejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi manusia antara lain imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati.

BAB I PENDAHULUAN. interaksi manusia antara lain imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu yang tidak bisa hidup sendiri dan juga merupakan makhluk sosial yang selalu ingin hidup berkelompok dan bermasyarakat. Dalam

Lebih terperinci

Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada

Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada BAB II GAMBARAN UMUM PENGRAJIN ROTAN DI LINGKUNGAN X KELURAHAN SEI SIKAMBING D MEDAN 2.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 2.1.1 Letak Geografis Kelurahan Sei Sikambing D merupakan salah satu kelurahan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN UMUM Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura memiliki pergaulan hidup yang unik jika dibandingkan dengan masyarakat Papua lainnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan atau

BAB II KAJIAN TEORI. solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan atau 22 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Solidaritas Sosial 1. Pengertian Solidaritas Pengertian solidaritas sosial berasal dari dua pemaknaan kata yaitu solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Barat. Indramayu disebut dengan kota mangga karena Indramayu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Barat. Indramayu disebut dengan kota mangga karena Indramayu merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Indramayu adalah salah satu kabupaten yang terlatak di Provinsi Jawa Barat. Indramayu disebut dengan kota mangga karena Indramayu merupakan penghasil

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keadaan responden berdasarkan umur pada tabel 12 berikut ini:

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keadaan responden berdasarkan umur pada tabel 12 berikut ini: 50 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Umur Responden Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan alat pengumpul data wawancara langsung kepada responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku daerah, etnis, budaya, bahkan berbeda kepercayaan dan agama, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku daerah, etnis, budaya, bahkan berbeda kepercayaan dan agama, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat di perkotaan dilihat dari struktur masyarakatnya yang heterogen, yaitu dari segi mata pencaharian utama yang beragam, mayoritas masyarakatnya

Lebih terperinci

DIFERENSIASI SOSIAL (Kemajemukan)

DIFERENSIASI SOSIAL (Kemajemukan) DIFERENSIASI SOSIAL (Kemajemukan) Perbedaan-perbedaan yg dimiliki warga masyarakat kedudukan Diferensiasi sosial Diperankan melalui profesi masing-masing Perbedaan yang dimiliki warga masyarakat a.l. seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu dengan yang lain. Realitanya di zaman sekarang banyak terlihat konflikkonflik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu dengan yang lain. Realitanya di zaman sekarang banyak terlihat konflikkonflik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang terdiri dari kelompokkelompok etnis, agama, suku, dan budaya yang berbeda-beda. Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bertahan Strategi bertahan hidup menarik untuk diteliti sebagai suatu pemahaman bagaimana rumah tangga mengelola dan memanfaatkan aset sumber daya dan modal yang dimiliki

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kelahiran, upacara perkawinan, dan upacara kematian. masyarakat Minagkabau. Tradisi mandoa merupakan bentuk akulturasi

BAB V PENUTUP. kelahiran, upacara perkawinan, dan upacara kematian. masyarakat Minagkabau. Tradisi mandoa merupakan bentuk akulturasi BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Masyarakat Pauh Duo Nan Batigo merupakan bagian dari suku bangsa Minangkabau yang masih menjalankan tradisi yang ada, yaitu upacara adat yang berkaitan dengan siklus hidup (life

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah provinsi kepulauan dengan ciri khas sekumpulan gugusan pulau-pulau kecil di bagian timur wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kehidupan Masyarakat Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun bahasa sehari-hari adalah masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa anak-anak, remaja, nikah, masa tua, dan mati (Koenthjaraningrat, 1977: 89). Masa pernikahan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI NILAI GOTONG-ROYONG DAN SOLIDARITAS SOSIAL DALAM MASYARAKAT (Studi Kasus pada Kegiatan Malam Pasian di Desa Ketileng Kecamatan Todanan Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa dimanapun berada memiliki kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil kreativitas manusia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut R. Linton (1936) yang dikutip Basrowi, masyarakat adalah setiap

BAB I PENDAHULUAN. Menurut R. Linton (1936) yang dikutip Basrowi, masyarakat adalah setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut R. Linton (1936) yang dikutip Basrowi, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang lain, baik itu komunikasi Verbal maupun Non verbal. Dimana tanpa adanya komunikasi maka

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

D. Dinamika Kependudukan Indonesia

D. Dinamika Kependudukan Indonesia D. Dinamika Kependudukan Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi sumber daya manusia yang sangat besar. Jumlah penduduk yang tinggal di Indonesia mencapai 256 juta jiwa (Worl Population

Lebih terperinci

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional

Lebih terperinci

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus mengidentifikasikan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan banyaknya pulau tersebut Indonesia memiliki beragam budaya yang sangat banyak sekali. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata dan kebudayaan juga merupakan pintu gerbang keluar masuknya nilai-nilai budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan diperkotaan merupakan masalah sosial yang masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan diperkotaan merupakan masalah sosial yang masih belum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan diperkotaan merupakan masalah sosial yang masih belum terselesaikan di Indonesia khususnya Provinsi Sumatera Utara. Sebagai masalah bangsa, kemiskinan perkotaan

Lebih terperinci

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN 5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN 5. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB Proses sosialisasi nilai kerja pertanian dilihat dari pernah tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai

Lebih terperinci

Draft Pertanyaan Strategi Adaptasi Petani Pemilik Lahan Terbatas

Draft Pertanyaan Strategi Adaptasi Petani Pemilik Lahan Terbatas Draft Pertanyaan Strategi Adaptasi Petani Pemilik Lahan Terbatas I. Data pribadi informan kunci 1. Nama : 2. Jenis kelamin : 3. Usia : 4. Status perkawinan : 5. Suku : 6. Agama : 6. Jumlah anak : 7. Pendidikan

Lebih terperinci

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5 4. KARAKTERISTIK DESA Pertemuan 5 TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami berbagai karakteristik desa 2. Mahasiswa mampu menganalisa berbagai karakteristik desa KARAKTERISTIK DESA Secara umum dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan

Lebih terperinci

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM A. Perselingkuhan Perselingkuhan adalah hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Sumatera Barat beserta masyarakatnya, kebudayaannya, hukum adat dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para cendikiawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup yaitu sebagai seorang individu dan mahluk sosial. Sebagai seorang individu manusia mempunyai beberapa

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan bahkan ribuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KOMUNITAS PEMULUNG

BAB VIII ANALISIS KOMUNITAS PEMULUNG 103 BAB VIII ANALISIS KOMUNITAS PEMULUNG 8.1 Keberadaan Pemulung Keberadaan pemulung yang menempati daerah pinggiran perkotaan maupun pusat perkotaan menjadi suatu fenomena sosial yang tidak dapat dihindari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kolonial Sumatera Timur merupakan wilayah di Pulau Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama dalam pengembangan

Lebih terperinci