BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. negara (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disesuaikan dengan kelas jalan yang ada. Berdasarkan peraturan daerah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(

ANALISA BEBAN KENDARAAN TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN JALAN DAN UMUR SISA

HALAMAN PENGESAHAN. c. Pangkat I Golongan : PENATA TINGKAT II III D. ,. f. Fakultas : Teknik. 5. Materi : Rehabilitasi/Pemeliharaan Jembatan Timbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG TERTIB PEMANFAATAN JALAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KELAS JALAN, MUATAN SUMBU TERBERAT, DAN PERMASALAHAN BEBAN LEBIH KENDARAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN.

Jenis-jenis Perkerasan

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Volume 5 Nomor 1, Juni 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

2.1 ANALISA JARINGAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan, terutama pada saat melakukan pengereman dan berhenti. Kendaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. ini pemerintah DKI Jakarta mencoba mengeluarkan salah satu solusi yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Beton merupakan salah satu material yang banyak digunakan sebagai material

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jembatan yang dibahas terletak di Desa Lebih Kecamatan Gianyar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. membangun daerah-daerah tertinggal dan terpencil, maka pembangunan

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

TUJUAN : INFASTRUKTUR : JARINGAN JALAN JARINGAN IRIGASI JARINGAN RAWA PEMUKIMAN

BAB II TRANSPORTASI DARAT PERANGKUTAN JALAN RAYA

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

PENCAPAIAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU ANTARA BEBAN AKTUAL DAN STANDAR

Ketentuan gudang komoditi pertanian

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

VARIABEL YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKTIVITAS ANGKUTAN BATUBARA YANG MELALUI KOTA BANJARMASIN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

PEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN JALAN DITINJAU DARI DAYA DUKUNG TANAH DAN VOLUME LALU LINTAS

1. Pendahuluan 2. Metodologi 3. Konstruksi Oprit dengan Pile Slab 4. Metode Pelaksanaan 5. Analisa Biaya 6. Penutup

KERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Digunakan untuk kendaraan bermotor. Digunakan untuk publik. Dibiayai oleh badan publik

BAB II KERUSAKAN DAN REHABILITASI JALAN

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

BAB III METODOLOGI DESAIN

PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi jalan raya terjadi banyak kerusakan, polusi udara dan pemborosan bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. operasiakan, baik komponen utama maupun komponen pendukung. Dari. beberapa komponen yang melekat pada kendaraan salah satu komponen

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jalan Raya

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

Kata-kata Kunci: Perkerasan kaku, overloading, esa (gandar standard setara), umur perkerasan.

BAB V KONSEP PERANCANGAN

PERENCANAAN LANTAI KENDARAAN, SANDARAN DAN TROTOAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PERENCANAAN START

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur

PENENTUAN ANGKA EKIVALEN BEBAN SUMBU KENDARAAN DI RUAS JALAN PADALARANG CIANJUR

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc

REKAYASA PENULANGAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG VERTIKAL MODEL U

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang telah menjadi kebutuhan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jinca dan Lindasari (2007) Jalan merupakan satu kesatuan sistem jaringan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah, dalam pengaruh hubungan hirarki pelayanan. Pelayanan sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sekunder yang direncanakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan atau dalam kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan yaitu sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan primer dan sistem jaringan jalan sekunder dengan fungsi arteri, kolektor, lokal dan jalan lingkungan. Wignall (1999) Tujuan utama pembuatan struktur perkerasan jalan adalah untuk mengurangi tegangan atau tekanan akibat beban atau muatan kendaraan sehingga nilai tekanan atau tegangan yang diterima oleh tanah dasar semakin berkurang. 2.1. Klasifikasi Jalan 2.1.1 Klasifikasi menurut fungsi jalan Berdasarkan Standar Geometri Jalan Perkotaan RSNI T-14-2004, klasifikasi menurut fungsi jalan sebagai berikut: a. Jalan Arteri : Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi,dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. (Undang-undang RI No. 13 Tahun 1980).

b. Jalan Kolektor : Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. (Undang-undang RI No. 13 Tahun 1980). c. Jalan Lokal : Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. (Undang-undang RI No. 13 Tahun 1980). 2.1.2 Klasifikasi menurut kelas jalan a. Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton. b. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Pasal 11,PP.No.43/1993). Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan Fungsi Kelas Muatan sumbu terberat MST (ton) Arteri Kolektor (Pasal 11,PP.No.42/1993) I II III A III A III B >10 10 8 8 8

Muatan sumbu terberat adalah jumlah tekanan maksimum roda terhadap jalan, penetapan muatan sumbu terberat ditujukan untuk mengoptimalkan antara biaya konstruksi dengan efisiensi angkutan. Tabel 2.2 MST Pada Kelas Jalan Kelas Jalan MST I Belum ditetapkan (1) II 10 ton III 8 ton (1). Belum ditetapkan di Negara Indonesia, Dibeberapa Negara di Eropa sudah ditetapkan 13 ton (Wikipedia) c. Muatan Sumbu Terberat ditentukan dengan pertimbangan kelas jalan terendah yang dilalui, kekuatan ban, kekuatan rancangan sumbu, dan jumlah yang diperbolehkan yang ditetapkan oleh pabrikan. Penghitungan Muatan Sumbu Terberat menggunakan prinsip kesetimbangan momen gaya. Muatan sumbu terberat untuk masing masing kelas jalan ditunjukakn dalam daftar berikut bunyi dari pasal 11,PP.No.43/1993: (1) Jalan kelas I Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih besar dari 10 ton. (2) Jalan kelas II Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 10 ton.

(3) Jalan kelas IIIA Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton. (4) Jalan kelas IIIB Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan 12.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton. (5) Jalan kelas IIIC Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan 9.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 10 ton. 2.2. Muatan Lebih (overload) Shahin (1997) menyatakan bahwa analisis kerusakan jalan akibat overloading menimbulkan konsekuensi terhadap biaya kerusakan jalan (damage factor cost) dan biaya akibat pengurangan umur pelayanan jalan (defisit design life cost). Kerusakan pada perkerasan jalan disebabkan antara lain karena beban lalu lintas berulang yang berlebihan (overload), panas/suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk jalan yang jelek. Oleh sebab itu disamping direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara dengan baik agar dapat melayani pertumbuhan lalulintas selama umur rencana. Pemeliharaan jalan rutin maupun berkala perlu dilakukan untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan jalan bagi

pengguna dan menjaga daya tahan/keawetan sampai umur rencana. (Suwardo & Sugiharto, 2004) 2.3. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai : 1. Batu pecah. 2. Batu belah. 3. Batu kali. 4. Hasil samping peleburan baja. Bahan ikat yang dipakai : 1. Aspal. 2. Semen. 3. Tanah liat. (elearning.gunadarma.ac.id) 2.4 Jembatan Timbang Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (pasal 36, 37, 38), bahwa alat pengawasan dan pengamanan jalan berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap berat kendaraan beserta muatanya, berupa alat penimbang yang dapat dipasang secara tetap disebut jembatan timbang. (http://hubdat.web.id, Muatan Lebih Berbasis Performance).

Gambar 2.1. Bagian bagian Jembatan Timbang Jembatan timbang terdiri dari beberapa komponen penunjang diantaranya : 1. Indikator timbangan Indikator adalah alat yang digunakan untuk membaca dan mengetahui berat dari mobil/truk yang ditimbang, sama seperti timbangan pada umumnya. Indikator merupakan komponen penting dari sebuah jembatan timbang. 2. Loadcell (sensor) Loadcell atau yang biasa disebut sensor timbangan ialah satu dari bagian jembatan timbang yang letaknya antara pondasi dan konstruksi jembatan timbang. Loadcell umumnya terbuat dari Alloy stell dan Stainless stell, kapasitas loadcell tergantung dari kapasitas jembatan timbang, ada yang 20 / 25/ 30 ton.

3. Konstruksi timbangan Konstruksi jembatan timbang sedikit berbeda dengan jembatan biasa pada umumnya, karena terbuat dari plat dan besi yang khusus didesain untuk alat timbang dan telah disertifikasi. (Besi WF 500 / 600 / 20 untuk Main Beam and Cross Beam) 4. Pondasi (bisa berupa cakar ayam atau tiang pancang) Pondasi jembatan timbang sama seperti pondasi pada umumnya yang biasanya terbuat dari tiang pancang maupun cor beton, hanya saya pondasi jembatan timbang tatakannya menggunakan base plate yang berfungsi untuk menahan konstruksi dan loadcell. 5. Kamera Kamera yang berfungsi untuk menyimpan data mobil dan material truk maupun mobil yang ditimbang baik nomor kendaraan maupun material truk. 6. Software dan printer Software jembatan timbang fungsinya hampir sama seperti software yang biasanya digunakan untuk parkir kendaraan bermotor, hanya perbedaanya jika software parkir biasa tidak dilengkapi dengan data material maupun berat dari kendaraan yang lewat, jika di software Jembatan Timbang semua data tersebut bisa terekam / tersimpan.

Gambar 2.2. Alur Penimbangan Kendaraan Muatan Keterangan gambar 2.2. Alur penimbangan kendaraan muatan: 1. Kendaraan muatan masuk ke Jembatan Timbang. 2. Penimbangan kendaraan muatan pada loadcell. 3. Kendaraan berhenti dan sopir angkutan menyerahkan surat ijin melintas. 4. Kendaraan muatan keluar dari Jembatan Timbang.