BAB I PENDAHULUAN. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah bagian dari masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
MEMANDIRIKAN ANAK TUNANETRA DALAM KEGIATAN KEHIDUPAN SEHARI HARI (ACTIVITY OF DAILY LIVING) DI ASRAMA KENARI PSBN WYATA GUNA BANDUNG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BINA DIRI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS OLEH: ASTATI

KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI BAGI TUNANETRA

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI (KKS) PENYANDANG TUNANETRA. Irham Hosni

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan

Pendidikan dan Latihan Yang Tepat sebagai Kunci Keberhasilan Kemandirian Individu Tunanetra

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEMANDIRIAN ACTIVITY OF DAILY LIVING ANAK LOW VISION SEKOLAH DASAR KELAS IV DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG

2015 PENGARUH MODEL COOPERATIVE LEARNING TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MAKAN BERSAMA PADA REMAJA TUNANETRA DI KELAS IX SMPLB NEGERI A KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

Pendidikan dan Latihan untuk Kemandirian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi

PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI BAGI TUNANETRA DI PANTI SOSIAL BINA NETRA DEPARTEMEN SOSIAL RI

PANDUAN PELASANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2016 PENGEMBANGAN PROGRAM LATIHAN ORIENTASI DAN MOBILITAS TEKNIK PENDAMPING AWAS BAGI KELUARGA SISWA TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia tersebut salah satunya adalah kematangan sosial.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan tentang modifikasi perilaku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah TUTI FARHAN, 2013

Prinsip dasar pembelajaran bagi anak tunanetra. Azas kekonkritan Azas kesatuan Aktivitas mandiri Media pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rika Saptaningrum, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit untuk mencapai perkembangan yang optimal. kebutuhanya serta menjalankan kegiatan sehari-hari membutuhkan

OLEH AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Husni Umakhir Gitardiana, 2013

Bina Diri Anak Tunagrahita

JURNAL SKRIPSI. Oleh Almaidah Kartika Sari NIM

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya berfungsi sebagai alat dalam menyampaikan kebudayaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi

PROPOSAL TUGAS AKHIR PERANCANGAN DESAIN DAN WARNA FURNITUR PADA SEKOLAH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS GILGAL DI PANTAI INDAH KAPUK

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM NON FORMAL BAGI PENYANDANG TUNANETRA DI PANTI TUNANETRA DAN TUNARUNGU WICARA DISTRARASTRA PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan

MENGELOLA PEKERJAAN PEMELIHARAAN PAKAIAN DAN LENAN RUMAH TANGGA Oleh : As-as Setiawati

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berusia 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut WHO

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

PRINSIP DAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN ORIENTASI BAGI TUNANETRA Irham Hosni

BAB I BINA DIRI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) Oleh: Drs. Mamad Widya, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sri Hani Widiyanty, 2013

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LAYANAN TERPADU LOW VISION DALAM MENDUKUNG INKLUSI

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, moral,

BAB I PENDAHULUAN. Ita Witasari, 2013

BAB I. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses. karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak.

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI BAGI TUNANETRA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

PELAYANAN SOSIAL BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH

ISTILAH LAIN PERILAKU ADAPTIF

POLA ASUH DAN PENDAMPINGAN ORANGTUA BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Aini Mahabbati, M.A PLB FIP UNY HP:

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang

IRMA MUSTIKA SARI J

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Triyanto Pristiwaluyo, Tri Wahyuni. Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negerti Makassar

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, jumlah penyandang cacat di dunia sangat banyak dan berbedabeda

PENJELASAN TENTANG PENELITIAN:

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 1. Arah atau Sasaran Kurikulum PAUD Kurikulum diarahkan pada pencapaian perkembangan sesuai dengan tingkatan

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA MENYIAPKAN TEMPAT TIDUR (TEMPAT TIDUR TERBUKA)

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah sekumpulan orang-orang yang hidup bersama di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut organisasi kesehatan dunia (WH O), ada empat tahapan batasan-batasan

BAB 1 PENDAHULUAN. tiap tahunnya, hal ini ditandai dengan prestasi anak bangsa yang sudah mampu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani (Penjas) merupakan salah satu mata pelajaran yang harus

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah bagian dari masyarakat indonesia yang tidak dapat dipisahkan dan mempunyai kedudukan yang sama seperti halnya masyarakat yang lainnya. Persamaan tersebut diantaranya hak, kewajiban dan peran yang sama dengan masyrakat lainnya dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan upaya sarana dan prasarana yang lebih memadai, terpadu, dan berkesinambungan yang pada akhirnya akan tercipta kemandirian dan kesejahteraan Tunanetra secara umum. Dalam penyelenggaraan serta pelayanan sosial ABK di Indonesia diselenggarakan melalui sistem yang dinamakan sistem panti dan di luar panti. Dua sistem ini diarahkan pada berbagai upaya pelayanan dan reahbilitasi yang terdiri dari beberapa aspek, yaitu: rehabilitasi medis, rehabilitasi pendidikan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi vokasional. Dari aspek rehabilitasi tersebut mempunyai program yaitu program pelayanan dan rehabilitasi sosial yang merupakan inti dari sistem pelayanan bagi ABK di dalam panti. Rehabilitasi sosial ini dilaksanakan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kemandirian ABK sehingga pada akhirnya mereka dapat melaksanakan fungsinya sebagai mahluk sosial di dalam kehidupan bermasyarakat. 1

2 Keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang dalam melakukan kegiatan sehari-hari seyogyanya dapat dilakukan secara cepat, tepat, mudah dan layak apapun kondisi manusianya baik itu manusia yang normal maupun yang memiliki keterbatasan, baik mental maupun fisik. Kegiatan yang dimaksud meliputi seluruh kegiatan yang biasa di lakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari, seperti merawat diri, mengenal mata uang, mandi, mencuci, memasak, bahkan merawat perkakas rumah tangga, dan lain sebagainya. Lain halnya bagi seseorang yang mempunyai keterbatasan visual, ia belum tentu dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti orang pada umumnya. Salah satu aktivitas yang harus juga dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai hambatan yaitu keterampilan kegiatan kehidupan sehari-hari atau yang lebih sering dikenal dengan istilah Activities of Daily Living (ADL). Beberapa bidang kegiatan kehidupan sehari-hari itu di antaranya adalah community survival skill, personal care skill, interpersonal competence skill, keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan DEPSOS RI (2003:34). Menurut Purwanto Hadikasmo terdapat tiga hal dalam keterampilan kegiatan keidupan sehari-hari Purwaka Hadi (2005:160) : 1. Keterampilan merawat dan menolong diri sendiri 2. Keterampilan kerumahtanggaan 3. Keterampilan bergaul dan berkomunikasi Untuk melakukan semua kegiatan yang biasa dilakukan setiap hari dengan mudah, cepat, tepat, dan layak. Dalam melakukan hal ini ABK harus dilatih secara

3 bertahap, kontinyu, dan sungguh-sungguh, serta pelaksanaan program yang tepat dari pembimbing akan membuat ABK menjadi mandri. Yang harus dipahami pada kata tepat disini bahwa di dalam kebenaran fundamental tersebut di atas merupakan konsep operatif. Pendidikan atau latihan secara tepat yaitu kombinasi antara berbagai teknik pendidikan atau pelatihan yang memperdayakan-pendidikan atau pelatihan dan memungkinkan orang yang mempunyai hambatan dalam penglihatan pada umumnya untuk menjadi benarbenar mandiri dan swasembada Omvig (1999). Sehingga dapat dikatakan, orang yang memiliki hambatan dapat berhasil mencapai kemandirian bila dia memperoleh pendidikan dan latihan yang tepat. Kemandirian seseorang sangat diperlukan dalam dirinya masing-masing, sehingga tidak bergantung pada orang lain. Terdapat beberapa ciri kemandirian yang dimiliki seseorang. Seseorang dikatakan mandiri menurut Damsiar (Ade Juju Juarsih) (2005:11) jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Dapat mengenal diri dan lingkungan secara objektif 2. Dapat menerima diri dan lingkungan secara positif dan dinamis 3. Mampu membuat keputusan tentang dirinya sendiri dan lingkungannya secara tepat 4. Dapat mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya 5. Dapat mewujudkan dirinya sendiri Menurut Didi Tarsidi terdapat empat resep dasar yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang tunanetra agar dapat mencapai tujuan kemandirian sejati dan swasembada. Dan oleh karenanya keempat resep tersebut sangat dibutuhkan oleh

4 setiap orang tunanetra untuk menjadi benar-benar mandiri, maka sekolah dan/ pusat reahbilitasi (panti) bagi tunanetra harus dapat berusaha memasukkan keempat resep tersebut ke bagian integral dari program pendidikan/pelatihanya. Dari keempat resep tersebut adalah: 1. Orang tunanetra harus menyadari, baik secara intelektual maupun emosional, bahwa dia benar-benar dapat mandiri dan swasemabada. 2. Orang tunanetra harus benar-benar belajar untuk menguasai keterampilanketerampilan khusus (teknik-teknik alternatif) yang akan memungkinkannya untuk benar-benar mandiri dan swasmebada. 3. Orang tunanetra harus belajar mengatasi sikap negatif masyarakat terhadap ketunanetraan, hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin dikatakan atau dilakukan orang terhadap dirinya akibat kesalahfahaman dan miskonsepsi mereka mengenai ketunanetraan. 4. Orang tunanetra harus belajar tampil wajar di dalam pergaulan sosial. Merapikan kamar merupakan salah satu aktivitas yang umum di lakukan setiap hari oleh setiap orang. Bagi orang yang dapat melihat, aktivitas merapikan kamar merupakan hal yang mungkin dianggap mudah. Melalui proses pengamatan visual, mereka dapat mengetahui bagaimana orang lain melakukan aktivitas tersebut sehingga dapat dengan mudah melakukan aktivitas yang sama dengan kualitas yang juga tergolong cukup baik. Bagi orang-orang yang mengalami gangguan penglihatan baik yang buta total maupun low vision, keterampilan semacam ini tidak dapat diperolehnya melalui proses pengamatan visual sebagaimana yang dilakukan oleh orang pada

5 umumnya. Dalam konteks peniruan terhadap perilaku-perilaku sosial dan keterampilan sehari-hari, fungsi indera-indera non-visual tidak dapat sepenuhnya mengkompensasi fungsi indera penglihatan. Oleh karena itu sangat penting bagi para tunanetra mempunyai keterampilan yang tersusun secara terencana dan sistematis agar dapat melakukan kegiatan yang sama melalui pemanfaatan indera-inderanya yang lain dengan menggunakan prosedur atau langkah-langkah yang dimodifikasi sesuai dengan kapasitasnya. Kegiatan ini diawali dari pengamatan penulis terhadap anak-anak tunanetra di Asrama Panti Guna Silih Asih YPPLB CIAMIS. Penulis beranggapan bahwa dengan adanya gangguan penglihatan yang dialami olehnya tidak harus berbeda secara sosial. Artinya, dalam konteks sosial dan hubungan interpersonal, kerapihan kamar tidur terutama tempat tidur setiap orang dituntut untuk selalu bersih, rapi sehingga nyaman untuk dipandang. Walaupun anak-anak tunanetra tidak dapat melihat kerapihan kamar tidur orang lain dan kerapihan kamar tidur sendiri akan tetapi lingkungannya adalah lingkungan melihat yang tentunya dapat melihat dan menilai kepribadiannya karena kerapihan kamar dapat mencerminkan pribadi orang tersebut. Sehingga melalui kerapihan kamar tersebut, orang lain dapat menilai baik atau kurang baik bagi orang yang bersangkutan. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mengetahui seberapa besar peningkatan keterampilan kegiatan kehidupan sehari-hari bagi anak

6 tunanetra khususnya keterampilan dalam menata tempat tidur melalui teknik orientasi dan tactual modelling. B. Identifikasi masalah Dari latar belakang tersebut, maka dapat ditemukan beberapa permasalahan antara lain: 1. Bagaimanakah cara melepas sprei dengan baik? 2. Bagaimanakah cara memasang sprei dengan baik? 3. Bagaimanaka cara membuka sarung bantal? 4. Bagamanakah cara memasang sarung bantal? 5. Bagaimanakah cara menyimpan bantal yang rapi? 6. Bagaimanakah cara melipat selimut dengan baik? 7. Bagaimanakah cara menyimpan selimut yang rapi? C. Batasan masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu dibatasi pada keterampilan menata tempat tidur anak tunanetra melalui teknik orientasi dan tactual modelling. Menata tempat tidur mencakup memasang sprei, memasang sarung bantal, melipat selimut, menempatkan bantal, dan selimut di atas tempat tidur. D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Teknik orientasi dan tactual modeling dapat meningkatkan keterampilan anak tunanetra dalam menata tempat tidurnya.

7 E. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah teknik orientasi dan tactual modeling. 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan kehidupan sehari-hari anak tunanetra dalam menata tempat tidur. Yang mencakup: memasang sprei, memasang sarung bantal, melipat selimut, dan menempatkan bantal serta selimut di atas tempat tidur. F. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Untuk mengetahui peningkatan kemampuan keterampilan menata tempat tidur pada anak tunanetra melalui teknik orientasi dan tactual modelling. 2. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan kegiatan kehidupan sehari-hari dalam hal menata tempat tidur anak tunanetra. Sehingga tidak ada lagi diskriminasi yang dialami oleh tunanetra. Bagi penulis sendiri penelitian ini dapat dijadikan wawasan baru tentang bagaimana penulis harus membimbing atau melatih keterampilan kegiatan kehidupan sehari-hari

8 khususnya dalam menata tempat tidur ketika terjun di lapangan. Selain itu manfaat bagi anak tunanetra itu sendiri yaitu anak menjadi mandiri tidak bergantung kepada orang lain. G. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimen, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan melihat hasil ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan (treatment). Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan subjek tunggal (Single Subjek Research) dengan desain A-B-A.