BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

1. Pengertian. 2. Peraturan Pembiayaan Konsumen. 3. Manfaat Pembiayaan Konsumen. PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) 30-Oct-16

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka

BAB I PENDAHULUAN. sehingga meningkatkan pula pendapatan perkapita masyarakat, walaupun. pemerintah untuk bersungguh sungguh mengatasinya agar tidak

DENY TATAK SETIAJI C

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk.

PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang. menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari,

RAKA PRAMUDYA BEKTI

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan

TINJAUAN YURIDIS PENDAFTARAN FIDUSIA BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN (PERATURAN MENTERI KEUANGAN NO. 130/PMK.010/2012)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut SK Menkeu No / KMK.013 / 1988 Lembaga Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. yang memproduksi dapat tetap berproduksi. Pada dasarnya kebutuhan

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan kemajuan jaman yang semakin pesat, gaya hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung.

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA PADA LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran

BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN DALAM INDUSTRI JASA KEUANGAN DAN PRANATA HUKUM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan?

ASPEK HUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahap permulaan usaha maupun pada tahap pengembangan. usaha yang dilakukan oleh perusahaan, permodalan merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. digencar-gencarkan adalah ekonomi kreatif dalam kata lain adalah Usaha

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA PADA PT SEMESTA FINANCE CABANG SEMARANG OLEH VILLYA SANDRA DEWI, SH B4B006248

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. lembaga pembiayaan melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau

BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana pokok kebutuhan utama pengembangan usaha. Sesuai dengan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN,

TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RUSDI / D

BAB I PENDAHULUAN. Analisis yuridis..., Liana Maria Fatikhatun, FH UI., 2009.

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN Pengertian Lembaga Pembiayaan. dibutuhkan masyarakat perlu diperluas.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh:

NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN COVER ASURANSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) CABANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rangkaian pembahasan sebelumnya mengenai perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. tiga macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya 1. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh para perusahaan finansial, disamping kegiatan seperti leasing, factoring, kartu kredit dan sebagainya. Target pasar dari model pembiayaan konsumen ini sudah jelas para konsumen. Suatu istilah yang dipakai sebagai lawan dari kata produsen. 11 Disamping itu, besarnya biaya yang diperlukan para konsumen relatif kecil, mengingat barang yang dibidik untuk dibiayai secara pembiayaan konsumen adalah barang-barang keperluan konsumen yang akan dipakai oleh konsumen untuk keperluan hidupnya. Misalnya barang-barang keperluan rumah tangga seperti televisi, lemari es, mobil, dan sebagainya. Karena itu, risiko dari bisnis pembiayaan konsumen ini juga menyebar, berhubung akan terlibat banyak konsumen dengan pemberian biaya yang relatif kecil. Ini lebih aman bagi pihak pemberi biaya. Namun demikian, tidak berarti bahwa bisnis pembiayaan konsumen ini tidak punya risiko sama sekali. Sebagai perusahaan pemberian pinjaman secara angsuran, risiko tetap ada. Macetnya pembayaran tunggakan oleh konsumen merupakan hal yang sering terjadi. Karena itu, banyak ketentuan dan 11 Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan Konsumen (dalam teori dan praktek), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal 161

kebijaksanaan perbankan sebenarnya layak diperhatikan, khususnya dalam hal pemberian kredit, secara yuridis formal ketentuan perbankan tersebut tidak berlaku bagi transaksi pembiayaan konsumen, berhubung pembiayaan dengan sistem ini tidak dilakukan oleh bank, tetapi oleh lembaga finansial. Bahwa bisnis pembiayaan konsumen akan menarik minat banyak masyarakat tidak diragukan lagi. Sebab, biasanya para konsumen akan sulit mendapatkan atau mempunyai akses untuk mendapat kredit bank. Tentunya diharapkan bisnis pembiayaan konsumen ini akan terus berkembang, disamping pranata hukum yang lain yang mempunyai sasaran bidik yang sama, seperti kredit konsumsi oleh bank, kredit dari Perum Pergadaian, Koperasi, atau bahkan sewa beli atau jual beli dengan cicilan yang marak dilakukan oleh para penjual barang itu sendiri. Aturan hukum yang baik sangat diperlukan agar bisnis pembiayaan konsumen ini dapat berkembang dengan baik dan tertib. Pembiayaan konsumen dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah consumer finance. Pembiayaan konsumen ini pada hakikatnya sama saja dengan kredit konsumen (consumer credit). Bedanya hanya terletak pada lembaga yang membiayainya. Pembiayaan konsumen biaya diberikan oleh perusahaan pembiayaan (financing company). Sedangkan kredit konsumen (consumer credit) biayanya diberikan oleh bank. 12 Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2009, Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Selain itu 12 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Garafika, Jakarta, 2009, hal. 95

pengertian lainnya, pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa yang akan langsung dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi atau distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan diatas, disebut perusahaan pembiayaan konsumen (Customer Finance Company). 13 Pranata Hukum Pembiayaan Konsumen dipakai sebagai terjemahan dari istilah Consumer Finance. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit konsumsi (Consumer credit). Hanya saja, jika pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sementara kredit konsumsi diberikan oleh bank. Namun demikian pengertian kredit konsumsi sebenarnya secara substansi sama saja dengan pembiayaan konsumen, yaitu: Kredit yang diberikan kepada konsumen-konsumen guna pembelian barang-barang konsumsi dan jasa-jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman-pinjaman yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif atau dagang. Kredit yang demikian itu dapat mengandung risiko yang lebih besar daripada kredit dagang biasa: maka dari itu, biasanya kredit itu diberikan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi. 14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan sebagaimana yang telah diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan memberikan pengertian kepada pembiayaan konsumen yaitu sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen. 13 Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Rajawali Pers, Jakarta, 2008. hal.23

Dari defenisi-defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sebenarnya antara kredit konsumsi dengan pembiayaan konsumen sama saja. Hanya pihak pemberi kreditnya yang berbeda. Dalam sistem pembiayaan konsumen ini, dapat saja suatu perusahaan pembiayaan memberikan bantuan dana untuk pembelian barang-barang produk dari perusahaan dalam kelompoknya. Jadi marketnya sudah tertentu. Perusahaan pembiayaan seperti ini disebut Captive Finance Company. Misalnya seperti yang dilakukan oleh General Motors Acceptance Corporation yang menyediakan pembiayaan konsumen terhadap penjualan produk-produk General Motors. Sebenarnya kredit itu sendiri dapat dibagi ke dalam dua macam, yaitu Sale Credit dan Loan Credit. Yang dimaksud dengan Sale Credit adalah pemberian kredit untuk pembelian sesuatu barang, dan nasabah akan menerima barang tersebut. Sementara dengan Loan Credit, nasabah akan menerima cash dan berkewajiban pula mengembalikan hutangnya secara cash juga dikemudian hari. Dengan begitu, pembiayaan konsumen sebenarnya tergolong ke dalam Sale Credit, karena memang konsumen tidak menerima cash, tetapi hanya menerima barang yang dibeli dengan kredit tersebut. Lahirnya pemberian kredit dengan sistem pembiayaan konsumen ini sebenarnya sebagai jawaban atas kenyataankenyataan sebagai berikut: 1. Bank-bank kurang tertarik/tidak cukup banyak dalam menyediakan kredit kepada konsumen, yang umumnya merupakan kredit-kredit berukuran kecil. 14 Munir Fuady, Op.Cit, hal 162

2. Sumber dana yang formal lainnya banyak keterbatasan atau sistemnya yang kurang fleksibel atau tidak sesuai kebutuhan. Misalnya apa yang dilakukan oleh Perum Pegadaian, yang di samping daya jangkauannya yang terbatas, tetapi juga mengharuskan penyerahan sesuatu sebagai jaminan. Ini sangat memberatkan bagi masyarakat. 3. Sistem pembayaran informasi seperti yang dilakukan oleh para lintah darat atau tengkulak dirasakan sangat mencekam masyarakat dan sangat usury oriented. Sehingga sistem seperti ini sangat dibenci dan dianggap sebagai riba, dan banyak negara maupun agama melarangnya. 4. Sistem pembiayaan formal lewat koperasi, seperti Koperasi Unit Desa ternyata juga tidak berkembang seperti yang diharapkan. Mengingat akan faktor-faktor seperti tersebut diatas, maka dalam praktek mulailah dicari suatu sistem pendanaan yang mempunyai terms and conditions yang lebih businesslike dan tidak jauh berbeda dengan sistem perkreditan biasa, tetapi menjangkau masyarakat luas selaku konsumen. Maka mulailah kemudian dikembangkan sistem yang disebut pembiayaan konsumen. 2. Dasar Hukum Perjanjian Pembiayaan Konsumen a. Dalam Kodifikasi Perdata Ada 2 (dua) sumber hukum perdata untuk kegiatan perjanjian pembiayaan konsumen, yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan di bidang hukum perdata. Dalam asas kebebasan berkontrak hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan pembiayaan konsumen selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty).

Perjanjian pembiayaan konsumen ini dibuat berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak para pihak yang memuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan pembiayaan konsumen sebagai pihak penyedia dana (fund lender),dan konsumen sebagai pihak pengguna dana (fund user). Perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance agreement) merupakan dokumen hukum utama (main legal document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka akan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yaitu perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Konsekuensi yuridis selanjutnya, perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak (unilateral unvoidable).perjanjian pembiayaan konsumen berfungsi sebagai dokumen bukti yang sah bagi perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen. 15 Perundang-undangan di bidang hukum perdata, perjanjian pembiayaan konsumen merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III KUHPerdata. Di Indonesia, lembaga pembiayaan ini merupakan salah satu lembaga formal yang masih relatif baru. Sumber hukum utama pembiayaan konsumen adalah ketentuan mengenai perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian jual beli bersyarat yang diatur dalam KUHPerdata. Kedua sumber hukum utama tersebut dibahas dalam konteksnya dengan pembiayaan konsumen. 15 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 256.

Perjanjian pembiyaan konsumen yang terjadi antara perusahaan pembiayaan kosumen dan konsumen digolongkan dalam perjanjian pinjam pakai habis yang diatur dalam Pasal 1754-1773 KUHPerdata. Pasal 1754 KUHPerdata menyatakan bahwa pinjam pakai habis adalah perjanjian, dengan mana pemberi pinjaman menyerahkan sejumlah barang pakai habis kepada pihak peminjam dengan syarat bahwa peminjam akan mengembalikan barang tersebut kepada pemberi pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perjanjian pembiayaan konsumen tergolong perjanjian khusus yang objeknya adalah barang habis pakai yang diatur dalam Pasal 1754-1773 KUHPerdata. Dengan demikian ketentuan pasal-pasal tersebut berlaku terhadap perjanjian pembiayaan konsumen dan sudah relevan, kecuali apabila dalam perjanjian diatur secara khusus menyimpang. 16 Sedangkan perjanjian jual beli bersyarat adalah perjanjian yang terjadi antara konsumen sebagai pembeli, dan produsen sebagai penjual, dengan syarat bahwa yang melakukan pembayaran secara tunai kepada penjual adalah perusahaan pembiayaan konsumen. Perjanjian jual beli ini merupakan perjanjian accessoir dari perjanjian pembiayaan konsumen sebagai perjanjian pokok. Perjanjian ini digolongkan ke dalam perjanjian jual beli yang diatur dalam Pasal 1457-1518 KUHPerdata, tetapi pelaksanaan pembayaran digantungkan pada syarat yang disepakati dalam perjanjian pokok, yaitu perjanjian pembiayaan konsumen. Menurut Pasal 1513 KUHPerdata bahwa pembeli wajib membayar 16 Sunaryo,Op.Cit, hal. 99

harga pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan menurut perjanjian. Syarat waktu dan tempat pembayaran ditetapkan dalam perjanjian pokok, yaitu pembayaran secara tunai oleh perusahaan pembiayaan konsumen ketika penjual menyerahkan nota pembelian yang ditandatangani oleh pembeli. 17 b. Di luar KUHPerdata Selain dari ketentuan dalam Buku III KUHPerdata yang relevan dengan perjanjian pembiayaan konsumen, ada juga ketentuan-ketentuan dalam berbagai undang-undang di luar KUHPerdata yang mengatur aspek perdata pembiayaan konsumen. Undang-undang dimaksud adalah sebagai berikut : 1) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila perusahaan pembiayaan konsumen itu mempunyai bentuk hukum berupa perseroan terbatas. 2) Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila perusahaan pembiayaan konsumen sebagai produsen melakukan pelanggaran atas kewajiban dan larangan undang-undang yang secara perdata merugikan konsumen. 18 3) Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila perusahaan pembiayaan konsumen berurusan dengan pendaftaran 17 Ibid 18 Herman-notary.blogspot.com/2009/06/dasar-hukum-perjanjian-pembiayaankosumen. Html, diakses tanggal 1 Maret 2016.

perusahaan pada waktu pendirian, pendaftaran ulang dan pendaftaran likuidasi perusahaan. 4) Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia ini mengatur tentang jenis-jenis lembaga pembiayaan, kegiatan usaha dan pengawasannya. 19 5) Peraturan Menteri Keuangan No. 84 /PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini mengatur tentang kegiatan perusahaan pembiayaan konsumen, izin usaha, modal, kepemilikan dan kepengurusan, pembukaan kantor cabang, perubahan nama perusahaan pembiayaan konsumen dan pengawasan ; 6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. 7) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan. B. Bentuk dan Karakteristik Perjanjian Pembiayaan Konsumen 1. Bentuk Perjanjian Pembiayaan Konsumen Bentuk perjanjian pembiayaan konsumen yaitu perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris yaitu standart contract. Standar kontrak

merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Penyusunan perjanjian baku telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerima isinya perjanjian tersebut, ia menandatangani perjanjian, tetapi apabila menolak, perjanjian itu dianggap tidak ada karena debitur tidak menandatangani perjanjian tersebut. Dari subyek yang akan melakukan perjanjian, dalam membuat asas kebebasan berkontrak para pihak bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan apa dan dengan siapa perjanjian itu diadakan dan bebas menentukan isi dari perjanjian. Bentuk perjanjian baku yang telah baku dapat mengurangi implementasi kebebasan berkontrak, karena isi perjanjian telah disusun oleh perusahaan. Apabila permintaan pembiayaan disetujui oleh perusahaan maka pihak konsumen tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk memahami isi perjanjian. Ini disebabkan setelah permohonan disetujui pihak perusahaan langsung menyodorkan berkas perjanjian baku dan konsumen tidak disediakan waktu untuk memahami isi perjanjian. Munir Fuady mengartikan kontrak baku yaitu: Suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali sudah tercetak dalam bentuk formulirformulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya, dimana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk menegoisasi atau mengubah klausulklausul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak, sehingga kontrak baku sangat berat sebelah 20 19 http://one.indoskripsi.com/node/9359/ 09/0209.html diakses tanggal 21 Februari 2016 20 Munir Fuady, Op.Cit, hal 209.

Penggunaan perjanjian baku dalam kontrak-kontrak yang biasanya dilakukan oleh pihak yang banyak melakukan perjanjian yang sama terhadap pihak lain, didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersebut sangat ideal jika para pihak yang terlibat dalam suatu kontrak posisi tawarnya seimbang antara satu dengan yang lain. 2. Karakteristik hukum perjanjian pembiayaan konsumen Lembaga pembiayaan muncul karena adanya pemenuhan pembiayaan dan dalam menjalankan kegiataannya dilaksanakan oleh perusahaan pembiayaan. Menurut Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka (2), Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit. Dikenal sebagai pembiayaan karena menawarkan model-model formulasi baru terhadap pemberi dana, seperti dalam bentuk pembiayaan, factoring, dan sebagainya. Mengenai bentuk hukum badan usaha yang diberi wewenang berusaha di bidang lembaga pembiayaan yang meliputi Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Perusahaan Pembiayaan, ditentukan bahwa untuk Perusahaan Pembiayaan tersebut berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi yang telah disebutkan pada Pasal 6 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Definisi dari Perseroan Terbatas menurut Bab I Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan

perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanannya. Menurut Pasal 7 ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk Perseroan Terbatas tersebut dapat dimiliki oleh : 1. Warga Negara Indonesia atau Badan Usaha Indonesia. 2. Badan Usaha Asing dan Warga Negara Indonesia sebagai Usaha Patungan. 3. Pemilikan saham oleh Badan Usaha Asing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (b) ditentukan sebesar-besarnya adalah 85% dari modal disetor Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 2 sampai 4 menyebutkan jenis Lembaga Pembiayaan meliputi : a. Perusahaan Pembiayaan Adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit. b. Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang meneriman bantuan pembiayaan (Investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.

c. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur. d. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur. 21 Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009, untuk kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi : a. Sewa Guna Usaha (Leasing) b. Anjak Piutang (Factoring) c. Usaha Kartu Kredit (Credit Card) d. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) C. Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Ada tiga pihak yang terlibat dalam suatu transaksi pembiayaan konsumen, yaitu pihak perusahaan pembiayaan, pihak konsumen dan pihak supplier. Hubungan satu sama lainnya dapat dilihat dalam skema berikut ini: Para Pihak dalam Pembiayaan Konsumen Perusahaan konsumen (kreditur) (harga barang) Supplier

Perjanjian pembiayaan (konsumen) (Perjanjian jual beli) Konsumen (debitur) Sumber : Munir Fuady (2002) 1. Hubungan Pihak Kreditur dengan Konsumen Hubungan antara pihak kreditur dengan konsumen adalah hubungan kontraktual dalam hal ini kontrak pembiayaan konsumen. Dimana pihak pemberi biaya sebagai kreditur dan pihak penerima biaya (konsumen) sebagai pihak debitur. Pihak pemberi biaya berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang untuk pembelian sesuatu barang konsumsi, sementara pihak penerima biaya (konsumen) berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut secara cicilan kepada pihak pemberi biaya. Jadi hubungan kontraktual antara pihak penyedia dana dengan pihak konsumen adalah sejenis perjanjian kredit. Sehingga ketentuan-ketentuan tentang perjanjian kredit (dalam KUHPerdata) berlaku, sementara ketentuan perkreditan yang diatur dalam peraturan perbankan secara yuridis formal tidak berlaku berhubung pihak pemberi biaya bukan pihak bank sehingga tidak tunduk kepada peraturan perbankan. 22 Dengan demikian, sebagai konsekuensi yuridis dari perjanjian kredit tersebut, maka setelah seluruh kontrak ditandatangani, dan dana sudah dicairkan serta barang sudah diserahkan oleh supplier kepada konsumen, maka barang yang 21 Sunaryo, Op.Cit, hal.4 22 Ibid, hal 130

bersangkutan sudah langsung menjadi miliknya konsumen, walaupun kemudian biasanya barang tersebut dijadikan jaminan hutang lewat perjanjian fidusia. 23 Dalam hal ini berbeda dengan kontrak leasing, dimana secara yuridis barang leasing tetap menjadi miliknya pihak kreditur (lessor) untuk selamalamanya atau sampai hak opsi dijalankan oleh pihak lessee. 24 2. Hubungan Pihak Konsumen dengan Supplier Antara pihak konsumen dengan pihak supplier terdapat suatu hubungan jual beli, dalam hal ini jual beli bersyarat, dimana pihak supplier selaku penjual menjual barang kepada pihak konsumen selaku pembeli, dengan syarat bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga yaitu pihak pemberi biaya. Syarat tersebut mempunyai arti bahwa apabila karena alasan apa pun pihak pemberi biaya tidak dapat menyediakan dananya, maka jual beli antara pihak supplier dengan pihak konsumen sebagai pembeli akan batal. Karena adanya perjanjian jual beli, maka seluruh ketentuan tentang jual beli yang relevan akan berlaku. Misalnya tentang adanya kewajiban menanggung dari pihak penjual, kewajiban purna jual (garansi) dan sebagainya. 3. Hubungan Penyedia Dana dengan Supplier Dalam hal ini antara pihak penyedia dana (pemberi biaya) dengan pihak supplier (penyedia barang) tidak mempunyai sesuatu hubungan hukum yang khusus, kecuali pihak penyedia dana hanya pihak ketiga yang disyaratkan, yaitu disyaratkan untuk menyediakan dana untuk digunakan dalam perjanjian jual beli antara pihak supplier dengan pihak konsumen. 23 Ibid., hal 231 24 Ibid

Karena itu, jika pihak penyedia dana wanprestasi dalam menyediakan dananya, sementara kontrak jual beli maupun kontrak pembiayaan konsumen telah selesai dilakukan, jual beli bersyarat antara pihak supplier dengan konsumen akan batal, sementara pihak konsumen dapat gugat pihak pemberi dana karena wanprestasi tersebut.