Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Ketenagakerjaan dan pelaksanaannya di dalam kehidupan nyata.

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hadi Setia Tunggul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta, Harvarindo, 2009, hal. 503

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB IV PENUTUP. atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Perlindungan hukum yang diberikan oleh PT. Wahyu Septyan dan PT

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

A. MAKNA DAN HAKIKAT PENYEDIAAN TENAGA KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING

BAB III PENUTUP. Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam. negosiasi terhadap atasan atau pengusaha PT. Vidya Rejeki Tama.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Jasa

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat demikian pula halnya penggunaan teknologi di berbagai

BAB III PENUTUP. Swalayan 24 Jam tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang, pelaksanaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG BEKERJA MELEBIHI WAKTU JAM KERJA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. tentulah sangat dipengaruhi oleh penghasilan yang diperoleh dalam kurun waktu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil setelah dilakukannya penelitian maka dapat disimpulkan, antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. namanya menjadi BPJS Ketenagakerjaan. 1 Jaminan Sosial adalah salah satu

DAFTAR PUSTAKA. Asikin, Zainal (ed), 1993, Dasar-Dasar Huku Perburuhan, Raja Grafindo. Tenaga Kerja, Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. organisasi pekerja melalui serikat pekerja/serikat buruh. Peran serikat

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN

BAB II KAJIAN TEORI. manajemen, outsourcing diberikan pengertian sebagai pendelegasian operasi dan

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

BAB III PENUTUP. kesehatan kerja bagi pekerja yang dipekerjakan di Basement Galeria Mall

BAB I PENDAHULUAN. yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam

BAB I PENDAHULUAN pada alinea keempat yang berbunyi Kemudian dari pada itu untuk

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan produksi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas buruh, dan peningkatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM KETENAGAKERJAAN TENAGA KERJA, JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan

BAB III PENUTUP. 1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai Pelaksanaan. Hotel Poncowinatan, dapat disimpulkan bahwa pihak pemberi

BAB II STATUS HUKUM TENAGA KERJA OUTSOURCING. A. Latar Belakang dan Pelaksanaan Outsourcing dalam Perspektif Hukum Ketenagakerjaan

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang giat dilaksanakan oleh

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016. Kata kunci: Perlindungan hukum, tenaga kerja, penyandang cacat,

A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. sumber daya dan dana yang ada. Faktor manusia atau tenaga kerja sebagai penggerak utama

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan. dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENUTUP. formal maupun non formal diantaranya: a. Faktor dalam diri penyandang cacat. b. Keterbatasan lapangan pekerjaan

IMAM MUCHTAROM C

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum dapat diartikan sebagai norma hukum yakni norma yang dibuat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB II PEKERJA (WAITRESS), DAN KECELAKAAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) Telkom Cabang Solo merupakan salah satu badan

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Setelah kemerdekaan, Bangsa Indonesia telah menyadari bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. Bagi negara-negara yang sedang berkembang khususnya di Indonesia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

SALINAN PERATURAN REKTOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR Nomor : 17/I3/KP/2011 Tentang PENGELOLAAN PEGAWAI BERSTATUS BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

PENERAPAN SISTEM OUTSOURCING DI PERUSAHAAN SWASTA DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK PEKERJA KONTRAK

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

BAB I PENDAHULUAN. jasa tenaga kerja atau sering disebut dengan perusahaan outsourcing.

BAB III PENUTUP. dapat diperoleh kesimpulan bahwa : bekerja selama 12 (dua belas). ini berhak untuk mendapatkan cuti tahunan.

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai

BAB III PENUTUP. Yogyakarta terdapat beberapa penyimpangan yang telah dilakukan owner

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-IX/2011 TENTANG HAK-HAK PEKERJA OUTSOURCING DI INDONESIA PENULISAN HUKUM

Kata kunci: Tanggung jawab, perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena buruh merupakan permasalahan yang menarik dari dahulu.

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap

Transkripsi:

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA OUTSOURCING MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 1 Oleh: Merisa Beatriex Uthami Item 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Kerja Outsourcing dan bagaimana Aspek Hukum terhadap Tenaga Kerja Outsourcing. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha. Permasalahan ketenagkerjaan di Indonesia terkait mengenai hubungan kerja tidak seimbang antara pengusaha dengan buruh dalam pembuatan perjanjian kerja. Bukan hanya tidak seimbang dalam membuat perjanjian, akan tetapi iklim persaingan usaha yang makin ketat yang menyebabkan perusahan melakukan efisiensi biaya produksi (Cost of production). 2. Pengaturan tentang Outsourcing tidak dapat ditemukan secara langsung dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 hanya disebutkan perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Ketentuan tersebut kemudian dijadikan dasar hukum diberlakukannya outsourcing di Indonesia. Kata kunci: Perlindungan hukum, tenaga kerja, outsourcing PENDAHULUAN A. latar Belakang Landasan konstitusional yang mengatur ketenagakerjaan telah dituangkan pada 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Dr. Ronny A. Maramis, SH, MH; Dr. Anna S. Wahongan, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101607 pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Perihal isi ketentuan dalam batang tubuh yang ada relevansinya dengan masalah ketenagakerjaan, terutama ditentukan dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 3 Sampai saat ini, sudah banyak peraturanperaturan yang memuat tentang berbagai aturan dalam melaksanakan Hak dan Kewajiban sebagaimana yang telah dimuat dalam UUD NRI 1945. Dalam lingkup pekerjaan telah dituangkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada Pasal 64-66 yang memuat berbagai aturan Hak dan Kewajiban antara pekerja/buruh dan majikan/pemberi pekerjaan. Bentuk kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja dilakukan melalui pelaksanaan dan penerapan perjanjian kerja. Karena dengan adanya perjanjian kerja diharapkan para pengusaha atau majikan tidak lagi memperlakukan para pekerja dengan sewenang-wenang, memutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa memperhatikan kebutuhan para pekerja serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Problema outsourcing di Indonesia semakin parah seiring dilegalkannya praktik outsourcing dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang banyak menuai kontroversi. Ditengah kekhawatiran masyarakat akan lahirnya kembali bahaya kapitalisme, pemerintah justru melegalkan praktik outsourcing yang secara ekonomi dan moral merugikan pekerja/buruh. Kontroversi itu berdasarkan kepentingan yang melatarbelakangi konsep pemikiran dari masing-masing subjek. Bagi yang setuju berdalih bahwa outsourcing bermanfaat dalam pengembangan usaha, memacu tumbuhnya bentuk-bentuk usaha baru (kontraktor) yang secara tidak langsung membuka lapangan pekerjaan bagi para pencari kerja dan bahkan di berbagai negara praktik seperti ini bermanfaat dalam hal peningkatan pajak, pertumbuhan dunia usaha, pengetasan 3 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) 64

pengangguran dan kemiskinan serta meningkatkan daya beli masyarakat, sedangkan bagi pengusaha sudah pasti, karena setiap kebijakan bisnis tetap berorientasi pada keuntungan. Aksi menolak legalisasi sistem outsourcing dilatar belakangi pemikiran bahwa sistem ini merupakan corak kapitalisme modern yang akan membawah kesengsaraan bagi pekerja/buruh, dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi pengusaha mendominasi hubungan industrial dengan perlakuan-perlakuan kapitalis mengeksploitasi pekerja/buruh. dalam konteks yang sangat parodak inilah perlu dilakukan kajian mendasar dalam tataran implementasi hak-hak dasar buruh kemudian dikritisi bahkan dicarikan solusinya. Bukankah kapitalisme financial, neo liberalisasi, globalisasi ekonomi dan pasar bebas disatu sisi akan berhadap-hadapan secara diametral dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia disisi lain 4 Kompleksitas outsourcing memerlukan perhatian yang seimbang antara kebutuhan akan investor dan perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh, karena fungsi intervensi pemerintah dalam masalah ketenagakerjaan bukan sebagai instrument nilai otonom dan independen saja, melainkan harus tampil dalam sosoknya sebagai bagian dari upaya rekayasa sosial (law is a tool of social engineering). Penulis percaya bahwa, hasil dari penelitian ini akan bermanfaat bagi pengambilan kebijakan publik untuk meninjau kembali atau bahkan mereformasi sistem hukum ketenagakerjaan yang ada, karena kepincangan-kepincangan dalam komponen substansi, struktur dan kulturalnya menimbulkan dampak yang cukup luas bagi masyarakat khususnya masyarakat pekerja dan dunia usaha serta upaya penegakan hukum ketenagakerjaan itu sendiri. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Kerja Outsourcing? 4 Rachmad Syafa at, Gerakan Buruh Dan Pemenuhan Hak Dasarnya, Strategi Buruh Dalam Melakukan Advokasi, Penerbit: In-TRANS Publising, Malang, 2008, Hal 3. 2. Bagaimana Aspek Hukum terhadap Tenaga Kerja Outsourcing? C. Metode Penelitian Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian Normatif atau penelitian hukum kepustakaan. PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Outsourcing Secara yuridis Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat. Sedangkan Pasal 6 mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit dan aliran politik. 5 Adapun syarat-syarat keselamatan kerja antara lain: 1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan 2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran 3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan 4. Memberikan kesempatan atau jalan penyelamatan diri waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya 5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan 6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja 7. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai 8. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik 9. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban Perlindungan tenaga kerja dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu: 5 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Hal. 60 65

1. Perlindungan Secara Ekonomis atau Jaminan Sosial Yaitu perlindungan pekerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak bekerja diluar kehendaknya. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan negara, Indonesia seperti halnya berbagai negera berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang di danai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja disektor formal. Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Dari pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang (jaminan kecelakaan kerja, kematian dan tabungan hari tua) dan pelayanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan. Merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban dari majikan. Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja dimaksud untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga yang sebagian hilang. Disamping itu program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek antara lain: - Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja bersama keluarganya; - Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika dalam hubungan kerja terjadi resikoresiko seperti kecelakaan kerja, sakit, hari tua dan lainnya. 2. Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi. Kesehatan kerja sebagaimana telah dikemukakan diatas termasuk jenis perlindungan sosial karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yaitu aturanaturan yang bermaksud mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan pekerja/buruh semaunya tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja/buruh sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai hak asasi. Karena sifatnya yang hendak mengadakan pembatasan ketentuanketentuan perlindungan sosial dalam UU No. 13 Tahun 2003, Bab X Pasal 68 dan seterusnya bersifat memaksa, bukan mengatur. Akibat adanya sifat memaksa dalam ketentuan perlindungan sosial UU No. 13 Tahun 2003 ini, pembentuk undang-undang memandang perlu untuk menjelaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan sosial ini merupakan hukum umum (publiekrechtelijk) dengan sanksi pidana. Hal ini disebabkan bebarapa alasan berikut: - Aturan-aturan yang memuat di dalamnya bukan bermaksud melindungi kepentingan seorang saja, melainkan bersifat aturan bermasyarakat. - Pekerja/buruh Indonesia umumnya belum mempunyai pengertian atau kemampuan untuk melindungi hakhak sendiri. Jadi, jelasnya kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga pekerja/buruh dari kejadian/keadaan hubungan kerja 66

yang merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Adanya penekanan dalam suatu hubungan kerja menunjukan bahwa semua tenaga kerja yang tidak melakukan hubungan kerja dengan pengusaha tidak mendapatkan perlindungan sosial sebagaimana ditentukan dalam Bab X UU No. 13 Tahun 2003. 3. Perlindungan Teknis atau Keselamatan Kerja Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan. Keselamatan kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahaya yang dikerjakan. Berbeda dengan perlindungan kerja lain yang umumnya ditentukan untuk kepentingan pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi kepada pengusaha dan pemerintah. - Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat memusatkan perhatian pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja. - Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja didalam perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial. - Bagi pemerintah dan masyarakat, dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitas. 6 Selain perlindungan tenaga kerja diatas, terdapat norma perlindungan lain terhadap pekerja yaitu: 1. Norma Keselamatan Kerja, meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, alat-alat kerja bahan dan proses pengerjaan, keadaan tempat kerja, lingkungan serta cara melakukan pekerjaan. 2. Norma Kesehatan Kerja dan Higiene Kesehatan Perusahaan, yang meliputi pemeliharaan dan peningkatan keselamatan pekerja, penyediaan perawatan medis bagi pekerja dan penetapan standar kesehatan kerja. 3. Norma Kerja, berupa perlindungan hak tenaga kerja secara umum baik sistem pengupahan, cuti, kesusilaan dan religius dalam rangka memelihara kinerja pekerja. 4. Norma Kecelakaan Kerja, berupa pemberian ganti rugi perawatan atau rehabilitasi akibat kecelakaan kerja dan/atau menderita penyakit akibat pekerjaan, dalam hal ini ahli waris berhak untuk menerima ganti rugi. Selain perlindungan terhadap pekerjanya, terdapat beberapa jenis perlindungan, antara lain: a. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) Program Jamsostek pengaturannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 yang menurut Pasal 1 ayat (1) Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Program Jamsostek 6 Asikin Zaenal, Op.Cit., Hal. 76 67

merupakan kelanjutan program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yang didirikan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977. b. Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Perlindungan keselamatan dan kesehatan terhadap tenaga kerja diatur dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilainilai agama. c. Perlindungan Upah Perlindungan upah merupakan aspek perlindungan yang paling penting bagi tenaga kerja. Bentuk perlindungan pengupahan merupakan tujuan dari pekerja/buruh dalam melakukan pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupannya besama dengan keluarganya, yaitu penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selama pekerja/buruh melakukan pekerjaannya, ia berhak atas pengupahan yang menjamin kehidupannya bersama dengan keluarganya. Selama itu memang majikan wajib membayar upah. 7 Pengupahan merupakan aspek penting dari perlindungan pekerja/buruh sebagaimana ditegaskan pada Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. B. Aspek Hukum Terhadap Tenaga Kerja Outsourcing 7 Iman Soepomo, Op.Cit., Hal.12 Praktik sehari-hari outsourcing selama ini diakui lebih banyak merugikan pekerja/buruh, karena hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak tetap/kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu), upah lebih rendah, jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal, tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan pengembangan karir dan lain-lain. Dengan demikian memang benar kalau dalam keadaan seperti itu dikatakan praktik outsourcing akan menyengsarakan pekerja/buruh dan kaburnya hubungan industrial. Hal tersebut dapat terjadi karena sebelum adanya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan terhadap pekerja/buruh dalam melaksanakan outsourcing. Kalaupun ada, barangkali Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. KEP- 100/MEN/VI/2004 tentang ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, yang hanya merupakan salah satu aspek dari outsourcing. Dalam sistem kerja outsourcing buruh menjadi komoditas karena ia dijual oleh para penyedia tenaga kerja kepada pembeli tenaga kerja (perusahaan pemberi kerja) dengan ditutupi oleh perjanjian yang sejak awal memang tidak berpihak kepada buruh. Dalam sistem kerja ini keadaan buruh jauh lebih sulit dari pada biasanya karena ia tidak memiliki kepastian kerja, sewaktu-waktu ia dapat diberhentikan dari pekerjaanya tanpa pesangon meskipun ia telah bekerja cukup lama. Selain itu, ia juga tidak mendapatkan tunjangan kesehatan dan cuti atau libur dengan alasan apapun, tidak masuk maka berarti potongan gaji. Dampak sistem kerja outsourcing ini memang sangat buruk. Dalam sistem ini juga buruh tidak akan pernah mendapat kesempatan untuk promosi jabatan karena ia bekerja dalam waktu yang dibutuhkan perusahaan pembeli kerja, misalnya suatu perusahaan perlu buruh outsourcing untuk pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu, ketika pekerjaan selesai maka dengan mudah buruh tersebut akan dipecat dan suatu saat akan direkrut kembali bila dibutuhkan. Bahkan banyak perusahaan nakal yang pada dasarnya 68

memang memerlukan pekerja untuk mengerjakan pekerjaan tertentu untuk seterusnya menggunakan sistem tersebut karena tidak ingin kehilangan banyak modal untuk tunjangan tenaga kerja atau buruh. Hal ini berarti buruh tidak akan pernah berkesempatan untuk menaikkan taraf kesejahteraan hidup. Walaupun diakui bahwa pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum dapat menjawab semua permasalahan outsourcing yang begitu luas dan kompleks. Namun, setidak-tidaknya dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh terutama yang menyangkut syarat-syarat kerja, kondisi kerja serta jaminan sosial dan perlindungan kerja lainnya dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan apabila terjadi permasalahan. Sistem kerja kontrak itu ada baiknya yaitu merangsang para karyawan pekerja agar sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaannya dan senantiasa berlaku disiplin dalam arti selalu mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan oleh perusahaan baik itu yang tertera dalam kontrak kerja maupun aturan lain yang dikeluarkan oleh perusahaan. Disisi lain dengan sistem ini terkadang perusahaan bersikap tidak menghargai prestasi orang, misalnya begitu masa kontrak selesai maka perusahaan merekrut lagi pekerja yang baru tanpa memberikan prioritas kepada pekerjapekerja yang berprestasi untuk bekerja lagi di perusahaan itu. Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib dilaksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang memperkerjakan orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus sangat diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha. Permasalahan ketenagkerjaan di Indonesia terkait mengenai hubungan kerja tidak seimbang antara pengusaha dengan buruh dalam pembuatan perjanjian kerja. Bukan hanya tidak seimbang dalam membuat perjanjian, akan tetapi iklim persaingan usaha yang makin ketat yang menyebabkan perusahan melakukan efisiensi biaya produksi (Cost of production). 2. Pengaturan tentang Outsourcing tidak dapat ditemukan secara langsung dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 hanya disebutkan perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Ketentuan tersebut kemudian dijadikan dasar hukum diberlakukannya outsourcing di Indonesia. B. Saran 1. Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib dilaksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang memperkerjakan orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus sangat diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan dimaksud diselenggarakan dalam bentuk jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat umum untuk dilaksanakan atau bersifat dasar, dengan berdasarkan usaha bersama, kekeluargaan dan kegotongroyongan sebagai mana yang tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hendaknya pemerintah lebih memperhatikan pengaturan tentang praktik outsourcing di Indonesia karena sejauh ini belum ada suatu ketentuan yang mengatur tentang sistem outsourcing di Indonesia. Apabila hal ini terus berlanjut dikhawatirkan akan terjadi hambatan dan 69

permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan ketentuanketentuan yang ada tersebut. Pemerintah juga sebaiknya melakukan beberapa revisi mengenai undangundang ketenagakerjaan agar tenaga kerja outsourcing lebih memiliki kekuatan hukum dalam menuntut haknya. 2. Kebijakan perusahaan outsourcing yang tidak memberikan tunjangan kesehatan dan tunjangan pensiun sesuai dengan jenis pekerjaan lain hendaknya perlu ditindaklanjuti dan dipertimbangkan kembali mengingat tujuan pemberian pekerjaan adalah untuk mensejahterakan pekerja/buruh, oleh karena itu perusahaan outsourcing harus dapat lebih memperhatikan kesejahteraan tenaga kerjanya. Bentuk perjanjian outsourcing juga hendaknya dapat disesuaikan dengan kepentingan tenaga kerja dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Jadi harus berdasarkan atas keinginan para pihak, bukan untuk kepentingan perusahaan semata. DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Abdul Khakim, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Penerbit: PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Penerbit: Sinar Grafika, Jakarta Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Penerbit: Sinar Grafika, Jakarta Asikin Zaenal, 2002, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Djoko Triyanto, 2004, Hubungan Kerja di Perusahaan Jasa Konstruksi, Penerbit: Mandar Maju, Bandung F.Winarni, 2006, Administrasi Gaji dan Upah, Penerbit: Pustaka Widyatama, Yogyakarta Fx. Djumialdji, 1987, Pemutusan Hubungan Kerja (Perselisihan Perburuhan Perorangan), Penerbit: PT. Bina Aksara, Jakarta G.Kartasaputra, 1988, Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Penerbit: Bina Aksara, Jakarta George Ritzer, 2007, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Penerjemah, Alimanda, Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta H.Zainal Asikin, SH, 2004, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Heri Aryanto, SH, 2013, Aturan Tentang Pekerja Harian Lepas, Hukum Online.com Iman Soepomo, 2001, Hukum Perburuhan, Penerbit: Djambatan, Jakarta James A.F Stoner, 1990, Manajemen, Edisi Kedua (Revisi) Jilid I, Alih Bahasa Alfonsus Sirait, Penerbit: Erlangga, Cetakan Kedua Myra M. Hanartani dkk, 2010, Pengantar Hukum Perburuhan, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Cetakan Kedua, Jakarta N. L. M. Mahendrawati, 2009, Perjanjian Outsourcing Dalam Kegiatan Bisnis, Penerbit: Kertha Wicaksana, Jakarta Rachmad Syafa at, 2008, Gerakan Buruh dan Pemenuhan Hak Dasarnya, Strategi Buruh Dalam Melakukan Advokasi, Penerbit: In-TRANS Publising, Malang Redaksi Ras, SH, 2010, Hak dan Kewajiban Karyawan, Penerbit: Raih Asa Sukses, Cetakan Pertama, Jakarta Rukiah L, Undang-Undang Ketenagakerjaan & Aplikasinya, Penerbit: Dunia Cerdas, Jakarta 2013 Sehat Damanik, 2006, Outsourcing & Perjanjian Kerja Menurut UU. No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Penerbit: DSS Publising Tim Visi Yustisia, 2016, Hak dan Kewajiban Pekerja Kontrak, Penerbit: Transmedia Pustaka, Cetakan Pertama, Jakarta PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya Undang- 70

Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per- 03/Men/1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per- 04/Men/1993 Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per- 01/Men/1999 Tentang Upah Minimum Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per- 02/Men/I/2011 Tentang Pembinaan dan Koordinasi Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kepmenakertrans Nomor Kep-150/Men/1999 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas Kepmenakertrans Nomor: Kep-232/Men/2003 Tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah Kepmenakertrans Nomor: Kep- 100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Kepmenakertrans Nomor: Kep- 101/Men/VI/2004 Tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/buruh Kepmenakertrans Nomor: Kep- 102/Men/VI/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur Kepmenakertrans Nomor: Kep- 220/Men/X/2004 Tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain Peraturan Akademik dan Pedoman Penyusunan Tesis Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, 2008 Majalah Hukum Nasional, Nomor 1 Tahun 2008, BPHN Departemen Hukum dan HAM RI Majalah Hukum Nasional, Nomor 2 Tahun 2008, BPHN Departemen Hukum dan HAM RI 71