BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan lele lokal (Bachtiar, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)

TINJAUAN PUSTAKA Identifikasi dan Klasifikasi Lele Dumbo ( Clarias gariepinus )

BAB I PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan ikan konsumsi air

BAB I PENDAHULUAN. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan budidaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB I PENDAHULUAN. relatif mudah, dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan sebagai makanannya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias mossambicus dan lele lokal Taiwan spesies Clarias fuscus. Perkawinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika atau klasifikasi lele dumbo menurut Saanin (1984/1995)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Potensi budidaya ikan air tawar di Indonesia sangat baik, mengingat

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya lele dumbo tergolong mudah dan pertumbuhannya relatif cepat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis penting yang banyak dibudidayakan oleh petani. Beternak lele

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin (1968,1984) sebagai berikut.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Conqruist (1981), teh diklasifikasikan sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin (1984; 1995) adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara induk betina C. fuscus Taiwan dengan induk jantan C. mossambicus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai ekonomis adalah ikan Nila (Orcochromis niloticus). Budidaya ikan

IMUNOGENISITAS Aeromonas hydrophila STRAIN GK 01 DAN GB 01 TERHADAP LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

APLIKASI VAKSIN POLIVALEN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo (C. gariepinus). Ikan ini memiliki pertumbuhan yang cepat,

I. PENDAHULUAN. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan air tawar yang

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ikan Gurami ( Osphronemus gouramy) Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Budidaya Lele (Clarias gariepinus) di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BUDIDAYA IKAN LELE. TUGAS E-BISNIS ( Electronic Business ) disusun oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Sistematika dan Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus).

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas.

I. PENDAHULUAN. dumbo (Clarias gariepinus) ke Indonesia pada tahun Keunggulan lele

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Widyastuti, et.al.,2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio L)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari Afrika dengan lele lokal yang berasal dari Taiwan (Clarias. beradaptasi terhadap lingkungan (Pamunjtak, 2010).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

I. PENDAHULUAN. tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan memiliki panjang batang mencapai 30 cm. Eceng gondok memiliki daun bergaris

Oleh: Ary Andini. Lokasi: Desa Kedung Banteng, Tanggulangin, Sidoarjo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin (1984/1995) adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. lele salah satunya adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo Taksonomi Dan Morfologi. Klasifikasi lele menurut Saanin (1984) adalah :

Gambar 2. Ikan Lele Dumbo

Uji Organoleptik Ikan Mujair

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) hasil rekayasa genetik lele dumbo melalui cara silang balik (backcross)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. benih dan untuk membina usaha budidaya ikan rakyat dalam rangka

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

Transkripsi:

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili Genus Spesies : Chordata : Pisces : Teleostei : Ostariophysi : Siluroidae : Clariidae : Clarias : Clarias gariepinus 2.1.2. Morfologi Ikan lele dumbo memiliki bentuk tubuh yang berbeda dengan jenis ikan lainnya. Ikan lele dumbo memiliki bentuk tubuh yang memanjang, kepala pipih memanjang hampir mencapai seperempat dari panjang tubuhnya, tidak memiliki sisik, kulit tubuhnya licin dan berlendir, terdapat 4 pasang kumis yang digunakan sebagai alat peraba serta memiliki alat pernapasan tambahan yang disebut arborescent organ. Ikan lele juga memiliki 5 jenis sirip, yaitu sirip dada, sirip punggung, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor. Sirip dada berbentuk bulat agak 7

8 memanjang serta dilengkapi dengan sepasang duri yang disebut patil. Patil pada ikan lele dumbo tidak terlalu berbahaya, karena patilnya tidak terlalu kuat dan tidak begitu beracun. Menurut Hernowo & Suyanto (2007) lele dumbo memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (1) apabila terkejut atau menderita stres, warna badannya berubah menjadi bercak-bercak hitam atau putih; (2) gerakannya lebih agresif; (3) memiliki patil yang tidak beracun. Lele dumbo memiliki keistimewaan yaitu dapat bereproduksi sepanjang tahun dan frekuenditasnya tinggi (Angka, 2001). 2.2. Bakteri Aeromonas hydrophila Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang dan bersifat motil (Irianto, 2005). Bakteri A. hydrophila memiliki ukuran 2-3 µm. Bakteri ini termasuk ke dalam genus Aeromonas yang berarti dapat memproduksi gas dan spesies hydrophila yang berarti senang terhadap air. Bakteri ini dapat menyerang hampir semua jenis ikan air tawar (Sarono et al., 1993). Bakteri A. hydrophila berada di perairan sebagai sel tunggal, berpasangan atau membentuk rantai pendek. Bakteri ini bersifat motil dengan flagella polar tunggal (Austin & Adams, 1996). A. hydrophila merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit hemoragik septikemia (Bakterial Hemorrhagic Septicemia, BHS) atau Motile Aeromonas Septicemia (MAS) yang hampir selalu ada di air (Irianto, 2005). Bakteri ini dapat ditemukan di mana-mana, terutama di perairan yang mengandung bahan organik yang tinggi dan dapat hidup optimal pada suhu antara 25-30 0 C sehingga memiliki kemampuan untuk menyebabkan penyakit pada ikan.

9 Bakteri ini lebih menyukai lingkungan dengan ph 5,5 sampai 9 (Irwan, 2000). Bakteri A. hydrophila sulit dikendalikan karena memiliki banyak strain dan dapat menjadi resisten terhadap obat-obatan (Kamiso & Triyanto, 1996). Gejala klinis yang dapat terlihat pada ikan yang terserang penyakit akibat bakteri A. hydrophila yaitu: adanya pendarahan pada tubuh ikan baik pada pangkal sirip, ekor, dan bagian tubuh lain serta terdapat luka pada bagian kulit yang akhirnya luka tersebut dapat menjadi borok. Selanjutnya ikan akan mati karena lemas yang biasa dijumpai di permukaan maupun di dasar kolam. Bercak merah sering terjadi pada saat perubahan musim kemarau ke musim hujan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu kualitas air yang buruk, terutama bahan organik tinggi yang merupakan media pertumbuhan jenis bakteri A. hydrophila (Anonim, 2002). 2.3. Vaksin Vaksin adalah organisme patogen yang telah dilemahkan atau dimatikan sehingga dapat merangsang sistem tanggap kebal inang untuk memproduksi antibodi yang spesifik yang dapat melawan penyakit yang disebabkan oleh organisme yang sama. Ada dua jenis vaksin berdasarkan penyediaannya, yaitu vaksin hidup dan vaksin mati. Kedua jenis vaksin tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Vaksin hidup memiliki kelebihan yaitu dapat menyebabkan imunitas yang kuat dan seumur hidup, tidak perlu penambahan adjuvant, mengurangi resiko hipersensitivitas dan memiliki kelemahan yaitu dapat membahayakan karena virulensinya residual. Keunggulan vaksin mati yaitu tidak mungkin menyebabkan penyakit karena sifat virulensinya sudah mati, akan tetapi

10 vaksin mati juga mempunyai kelemahan yaitu bersifat imunogenik lemah (Tizard, 1982). Vaksinasi merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit pada ikan dengan merangsang kekebalan ikan terhadap penyakit tertentu. Vaksinasi sangat praktis dan efisien. Namun, dalam pembuatan vaksin harus memperhatikan beberapa hal, antara lain antigen yang heterogen, imunitas yang relatif rendah, dan cara aplikasinya di lapangan. Menurut Kamiso (1990) ada beberapa keuntungan dalam penggunaan vaksin untuk mengendalikan penyakit pada ikan, yaitu : 1. Efek samping vaksinasi bagi ikan maupun lingkungan hidupnya sangat kecil atau bahkan tidak ada; 2. Tingkat perlindungannya sangat tinggi; 3. Perlindungan terhadap ikan cukup lama, sehingga dapat dilakukan hanya dengan satu kali vaksinasi dapat melindungi ikan terhadap infeksi selama pemeliharaan kira-kira 3 sampai 4 bulan. Selain keuntungan ada pula kelemahan dalam vaksinasi, menurut Kamiso (1990) kelemahan tersebut adalah : (1) diperlukan alat dan cara penyimpanan khusus karena vaksin mudah rusak; (2) tidak semua bakteri patogen dapat dikembangkan menjadi vaksin. 2.4. Adjuvant Adjuvant berasal dari bahasa latin adjuvare yang berarti untuk menolong (Vogel, 2000). Adjuvant adalah suatu unsur yang ditambahkan ke suatu vaksin untuk meningkatkan reaksi kebal. Adjuvant yang paling sederhana adalah

11 senyawa yang berfungsi untuk memperlambat pengeluaran antigen ke dalam tubuh (Tizard, 1982). Adjuvant merupakan substansi yang apabila disuntikkan pada suatu organisme bersama-sama dengan antigen maka akan menambah produksi antibodi (Pelezar, 2005). Sistem kebal merupakan antigen terkendali. Sistem tersebut akan bereaksi terhadap kehadiran antigen dan berhenti bereaksi segera sesudah antigen disingkirkan. Memperlambat derajat penyingkiran antigen mungkin saja dengan cara pertama-tama mencampurkannya dengan antigen yang tidak terlarut sehingga terbentuk depo. Contoh adjuvant pembentuk depo yaitu garam alumunium yang tidak larut seperti alumunium hidroksida, alumunium fosfat, dan alumunium kalium sulfat (alum). Bila antigen dicampurkan dengan salah satu garam ini dan disuntikkan pada hewan, maka akan terbentuk granuloma yang kaya akan makrofag di dalam jaringan. Antigen yang berada di dalam granuloma perlahanlahan bocor keluar ke dalam tubuh sehingga akan menyediakan rangsangan antigenik yang lama. Antigen yang biasanya bertahan hanya untuk beberapa hari dapat dipertahankan dalam tubuh untuk beberapa minggu dengan cara ini. Adjuvant tersebut hanya mempengaruhi tanggap kebal primer dan sedikit pengaruhnya terhadap tanggap kebal sekunder (Tizard, 1982). Komponen adjuvant jika berada di dalam tubuh tidak bersifat imunogenik. Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari penambahan adjuvant di dalam tubuh, yaitu : meningkatkan respons imun terhadap imunogen, meningkatkan imunogenitas substansi yang memiliki berat molekul rendah, memiliki kecenderungan menyeleksi pengaruh salah satu cabang respons imun, dan menonjolkan salah satu

12 kelas dan bahkan sub kelas imunoglobulin. Aluminium pottasium sulfat dan aluminium hidroksida telah digunakan sebagai adjuvant dalam vaksin sejak tahun 1926. Keduanya merupakan bahan yang cukup baik dan sudah banyak digunakan pada vaksin hewan maupun manusia (Ellis, 1988 dalam Aprila, 2008). Retmonojati (2007) menyatakan bahwa dosis optimal adjuvant alumunium potassium sulfat pada vaksin polivalen vibrio adalah 2 ppm, sedangkan dosis optimal adjuvant alumunium hidroksida adalah 6 ppm. 2.5. Kualitas Air Hal yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan yaitu kualitas dari air yang digunakan untuk budidaya ikan. Kondisi air seharusnya disesuaikan dengan kondisi optimal dari kebutuhan ikan yang dipelihara. Kualitas air yang baik adalah air yang dapat diterima ikan dan tidak berpengaruh negatif terhadap sasaran, antara lain : pertumbuhan ikan, penetasan telur, dan kelulushidupan ikan (Zonneveld et al., 1991). 2.5.1. Suhu Suhu memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan ikan. Ikan merupakan hewan berdarah dingin (poikilothermal) sehingga suhu akan sangat berpengaruh pada proses metabolisme di dalam tubuhnya. Imunitas (kekebalan tubuh) ikan akan berkurang apabila ikan berada pada suhu yang rendah, sedangkan ikan akan mudah terserang penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri apabila berada pada suhu yang tinggi. Hal tersebut terjadi karena pada suhu rendah proses metabolisme pada tubuh ikan diperlambat, sedangkan pada

13 suhu tinggi proses metabolisme akan dipacu (Lesmana, 2001). Menurut Bachtiar (2007) suhu air minimum yang masih bisa diterima oleh ikan yaitu 20 0 C, dan suhu maksimalnya yaitu 30 0 C, sedangkan suhu air yang optimal untuk pemeliharaan ikan yaitu pada kisaran suhu antara 24-27 0 C. 2.5.2. Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu parameter kualitas air dalam budidaya ikan lele dumbo yang perlu diperhatikan, karena akan berpengaruh terhadap proses kimiawi di dalam air. Aktivitas ikan yang memproduksi asam di dalam air dapat menyebabkan ph pada air budidaya menurun, selain itu air kolam yang tidak pernah diganti juga dapat menyebabkan penurunan ph. Adanya ph yang rendah dapat menyebabkan daya racun dan amoniak menjadi lebih tajam (Lesmana, 2001). Sebagian besar ikan air tawar yang dibudidayakan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan dengan ph antara 6,5-7,5, sedangkan untuk ikan laut yaitu ph 8,3. Pada ph antara 4-5 ikan tidak dapat bereproduksi dan bahkan dapat mengalami kematian (Afrianto & Liviawaty, 1994). Bachtiar (2007) menyatakan bahwa ph yang baik untuk budidaya lele dumbo yaitu pada kisaran 6,5-8. 2.5.3. Dissolved Oxygen (DO) Setiap organisme memiliki kebutuhan oksigen yang bervariasi. Dalam kehidupan ikan, oksigen memegang peranan penting untuk pembakaran makanan dan energi yang dihasilkan digunakan untuk aktivitas ikan seperti berenang,

14 pertumbuhan, dan reproduksi. Oleh karena itu, ketersediaan oksigen dalam kehidupan ikan dapat menentukan aktivitas hidup ikan (Zonneveld et al., 1991). Menurut Afrianto & Liviawaty (1994) konsentrasi oksigen minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian besar spesies ikan untuk dapat bertahan hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada air dengan konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm ikan masih dapat bertahan, namun nafsu makan cenderung rendah atau bahkan tidak memiliki nafsu makan, sehingga pertumbuhan ikan dapat terhambat. Mulyanto (1992), menyatakan bahwa konsentrasi oksigen yang optimal untuk lele dumbo yaitu 5 ppm dan akan lebih baik jika konsentrasinya 7 ppm, sedangkan untuk benih lele dumbo konsentrasi oksigen minimal yaitu 2 ppm.