BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PANEL SURYA dan APLIKASINYA

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan)

pusat tata surya pusat peredaran sumber energi untuk kehidupan berkelanjutan menghangatkan bumi dan membentuk iklim

INTENSITAS CAHAYA MATAHARI TERHADAP DAYA KELUARAN PANEL SEL SURYA

BAB II LANDASAN TEORI

JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ENERGI SURYA DAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA. TUGAS ke 5. Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Managemen Energi dan Teknologi

DASAR TEORI. Kata kunci: grid connection, hybrid, sistem photovoltaic, gardu induk. I. PENDAHULUAN

Analisis Performa Modul Solar Cell Dengan Penambahan Reflector Cermin Datar

STUDI TERHADAP UNJUK KERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA 1,9 KW DI UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN

PEMANFAATAN SEL SURYA DAN LAMPU LED UNTUK PERUMAHAN

12/18/2015 ENERGI BARU TERBARUKAN ENERGI BARU TERBARUKAN ENERGI BARU TERBARUKAN

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM ENERGI PERTANIAN PENGUKURAN TEGANGAN DAN ARUS DC PADA SOLAR CELL

BAB II DASAR TEORI. manusia untuk memperoleh energi listrik tanpa perlu membakar bahan bakar fosil

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER

PENGARUH SERAPAN SINAR MATAHARI OLEH KACA FILM TERHADAP DAYA KELUARAN PLAT SEL SURYA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI Defenisi Umum Solar Cell

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik adalah energi yang mudah dikonversikan ke dalam bentuk

Muhamad Fahri Iskandar Teknik Mesin Dr. RR. Sri Poernomo Sari, ST., MT

Available online at Website

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

NASKAH PUBLIKASI DESAIN SISTEM PARALEL ENERGI LISTRIK ANTARA SEL SURYA DAN PLN UNTUK KEBUTUHAN PENERANGAN RUMAH TANGGA

Muchammad, Eflita Yohana, Budi Heriyanto. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Phone: , FAX: ,

DAYA KELUARAN PANEL SURYA SILIKON POLI KRISTALIN PADA CUACA NORMAL DAN CUACA BERASAP DENGAN SUSUNAN ARRAY PARALEL

TINJAUAN PUSTAKA. Efek photovoltaic pertama kali ditemukan oleh ahli Fisika berkebangsaan

BAB III PERANCANGAN SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) SEBAGAI CATU DAYA PADA BTS MAKROSEL TELKOMSEL

Politeknik Negeri Sriwijaya

SOAL DAN TUGAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA. Mata Kuliah Manajemen Energi & Teknologi Dosen : Totok Herwanto

MODEL PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANGIN DAN SURYA SKALA KECIL UNTUK DAERAH PERBUKITAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1. Pendahuluan. Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN EISSN

BAB II LANDASAN TEORI

KAJIAN EKONOMIS ENERGI LISTRIK TENAGA SURYA DESA TERTINGGAL TERPENCIL

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang

ELEKTRONIKA. Bab 2. Semikonduktor

MAKALAH SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DAN SISTEM DISTRIBUSI KE PELANGGAN

Sistem PLTS OffGrid. TMLEnergy. TMLEnergy Jl Soekarno Hatta no. 541 C, Bandung, Jawa Barat. TMLEnergy. We can make a better world together CREATED

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Riau Jl. Tuanku Tambusai, Pekanbaru

PEMANFAATAN SOLAR CELL DENGAN PLN SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK RUMAH TINGGAL ABSTRAKSI

Tugas Makalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

Gambar 1. : Struktur Modul Termoelektrik

STUDI ORIENTASI PEMASANGAN PANEL SURYA POLY CRYSTALLINE SILICON DI AREA UNIVERSITAS RIAU DENGAN RANGKAIAN SERI-PARALEL

PERANCANGAN SISTEM HIBRID PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN JALA-JALA LISTRIK PLN UNTUK RUMAH PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN UMUM

OPTIMALISASI TEGANGAN KELUARAN DARI SOLAR CELL MENGGUNAKAN LENSA PEMFOKUS CAHAYA MATAHARI

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI PENGGUNAAN SEL SURYA DAN INTENSITAS CAHAYA MATAHARI PADA AREA GEDUNG K.H. MAS MANSYUR SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI PEMANFAATAN SEL SURYA UNTUK KONSUMEN RUMAH TANGGA DENGAN BEBAN DC SECARA PARALEL TERHADAP LISTRIK PLN

ENERGI TERBARUKAN DENGAN MEMANFAATKAN SINAR MATAHARI UNTUK PENYIRAMAN KEBUN SALAK. Subandi 1, Slamet Hani 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wida Lidiawati, 2014

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Perancangan Sistem Pembangkit Listrik Sepeda Hybrid Berbasis Tenaga Pedal dan Tenaga Surya

Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Secara Mandiri Untuk Rumah Tinggal

P R O P O S A L. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), LPG Generator System

PERANCANGAN SISTEM HIBRID PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN JALA-JALA LISTRIK PLN UNTUK RUMAH PEDESAAN

BAB III DESKRIPSI DAN PERENCANAAN RANCANG BANGUN SOLAR TRACKER

Listrik Tenaga Surya untuk Rumah (judul asli: Memasang Solar Home System atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya Mini untuk Rumah) Oleh: Agus Haris W

Sistem PLTS Off Grid Komunal

BAB I PENDAHULUAN. manusia.dari kebutuhan yang sifatnya mendasar seperti untuk kebutuhan rumah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboraturium Daya dan Alat Mesin Pertanian (Lab

PENGUJIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN POSISI PLAT PHOTOVOLTAIC HORIZONTAL

Uji Karakteristik Sel Surya pada Sistem 24 Volt DC sebagai Catudaya pada Sistem Pembangkit Tenaga Hybrid

BAB II LANDASAN TEORI

TEORI DASAR. 2.1 Pengertian

DAFTAR ISI. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL...

MEMBUAT SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK GABUNGAN ANGIN DAN SURYA KAPASITAS 385 WATT. Mujiburrahman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPU TENAGA SINAR MATAHARI. Tugas Projek Fisika Lingkungan. Drs. Agus Danawan, M. Si. M. Gina Nugraha, M. Pd, M. Si

Penerapan Teknologi Sel Surya dan Turbin Angin Untuk Meningkatkan Efisiensi Energi Listrik di Galangan Kapal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ALAT PRAKTIKUM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Efisiensi Sel Solar pada Mono- Crystalline Silikon Sel Solar. Abstract

Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: STUDI PENGARUH PENGGUNAAN BATERAI PADA KARAKTERISTIK PEMBANGKITAN DAYA SOLAR CELL 50 WP

BAB IV SIMULASI 4.1 Simulasi dengan Homer Software Pembangkit Listrik Solar Panel

II. Tinjauan Pustaka. A. State of the Art Review

II. TINJAUAN PUSTAKA. alternatif seperti matahari, angin, mikro/minihidro dan biomassa dengan teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Latar Belakang dan Permasalahan!

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN ALAT PENYEMPROT HAMA TANAMAN TIPE KNAPSACK BERBASIS SOLAR PANEL 20 WP

BAB II LANDASAN TEORI

SISTEM KONVERTER PADA PLTS 1000 Wp SITTING GROUND TEKNIK ELEKTRO-UNDIP

DASAR DASAR KELISTRIKAN DAIHATSU TRAINING CENTER

BAB III PRINSIP KERJA ALAT DAN RANGKAIAN PENDUKUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik

DESAIN SISTEM HIBRID PHOTOVOLTAIC-BATERAI MENGGUNAKAN BI-DIRECTIONAL SWITCH UNTUK CATU DAYA KELISTRIKAN RUMAH TANGGA 900VA, 220 VOLT, 50 HZ

PENGUJIAN PANEL FOTOVOLTAIK DENGAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN

I. PENDAHULUAN. Pengembangan energi ini di beberapa negara sudah dilakukan sejak lama.

BAB 2 TEORI DASAR. Gambar 2.1. Komponen dan diagram rangkaian PLTS. Gambar 2.2. Instalasi PLTS berdaya kecil [2]

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI PHOTOVOLTAIC PADA RUMAH TINGGAL UNTUK MENGURANGI KETERGANTUNGAN ENERGI LISTRIK KONVENSIONAL

Gambar 3.1 Struktur Dioda

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pengertian energi surya, potensi energi surya di Indonesia, teori tentang panel surya, komponen - komponen utama Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 2.2 ENERGI SURYA Energi surya adalah energi yang berupa sinar dan panas dari matahari. Energi yang membantu perkembangan nyaris semua bentuk kehidupan di Bumi melalui proses fotosintesis, mengubah iklim dan cuaca Bumi. Tanpa matahari, kehidupan di dunia tidak mungkin terjadi. Matahari terletak berjuta-juta kilometer dari bumi akan tetapi menghasilkan jumlah energi yang luar biasa banyaknya. Energi yang dipancarkan oleh matahari yang mencapai Bumi setiap menit akan cukup untuk memenuhi kebutuhan energi seluruh penduduk manusia di planet kita selama satu tahun, jika bisa ditangkap dengan benar. Vries (2011). Energi surya merupakan energi yang terbarukan, energi ini akan selalu tersedia selama matahari masih bersinar. 2.3 POTENSI ENERGI SURYA DI INDONESIA Indonesia merupakan daerah tropis yang mempunyai potensi energi surya sangat besar dengan insolasi harian rata-rata 4,8 KWh/m² per hari di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga energi surya menjadi salah satu bentuk energi terbarukan yang potensial

5 untuk dikembangkan, sedangkan di sisi lain ada sebagian wilayah di Indonesia yang belum teraliri energi listrik karena tidak terjangkau oleh jaringan listrik PLN, sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan sistemnya yang modular dan mudah dipindahkan merupakan salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan sebagai salah satu pembangkit listrik alternatif. Tabel 2.1 Intensitas Radiasi Matahari di Indonesia (Sumber: Rahardjo, 2008) Propinsi Lokasi Intensitas Radiasi (Wh/m2) NAD Pidie 4.097 Sumatera Selatan Ogan Komering Ulu 4.951 Lampung Kab. Lampung 5.234 DKI Jakarta Jakarta Utara 4.187 Banten Tangerang Selatan 4.324 Banten Lebak 4.446 Jawa Barat Bogor 2.558 Jawa Barat Bandung 4.149 Jawa Tengah Semarang 5.488 DI Yogyakarta Yogyakarta 4.500 Jawa Timur Pacitan 4.300 Kalimantan Barat Pontianak 4.552 Kalimantan Timur Kabupaten Berau 4.172 Gorontalo Gorontalo 4.911 Sulawesi Tengah Donggala 5.512 Papua Jayapura 5.720 Bali Denpasar 5.263 NTB Kabupaten Sumbawa 5.747 NTT Ngada 5.117 Tabel 2.2 Intensitas radiasi matahari di Tangerang Selatan (Sumber: NASA, 2016) Bulan Intensitas radiasi matahari Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okto Nov Des 4.25 4.24 4.72 4.76 4.67 4.58 4.82 5.21 5.5 5.2 4.67 4.45 Dengan berlimpahnya energi surya tersebut maka pengembangan listrik tenaga surya yang berbasis kepada efek fotovoltaik dari piranti sel surya sebagai salah satu sumber tenaga listrik menjadi suatu pilihan yang tepat untuk diterapkan di Indonesia. Adapun alasan yang mendukung hal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kondisi iklim Indonesia yang sangat mendukung karena intensitas radiasi

6 Matahari di Indonesia relatif tinggi serta stabil, sehingga modul fotovoltaik mendapat daya yang optimal sepanjang tahun. 2. Instalasi yang lebih sederhana dari pada pemasangan sumber energi terbarukan lainnya, sehingga memungkinkan pemanfaatan energi ini untuk kebutuhan listrik baik dalam skala kecil sampai skala besar. 3. Dapat terjangkau seluruh pelosok Indonesia dengan ketersediaan radiasi surya yang merata sepanjang tahun, dapat diinstal di lokasi terpencil sekalipun. 2.4 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) Sel surya adalah suatu komponen elektronika yang dapat mengubah energi surya menjadi energi listrik dalam bentuk arus searah DC (direct current) Sonatha (2015). yang dapat diubah menjadi energi listrik berbentuk arus AC (alternating current) apabila diperlukan. Sedangkan Panel surya (fotovoltaic) adalah sejumlah sel surya yang dirangkai secara seri atau paralel, untuk meningkatkan tegangan dan arus yang dihasilkan sehingga cukup untuk pemakaian sistem catu daya beban. PLTS pada dasarnya adalah pecatu daya yang dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar, baik secara mandiri, maupun hybrid. Meskipun biaya investasi awal cukup besar, PLTS sendiri memiliki beberapa kelebihan dibandingkan sumber energi yang lain. Diantaranya, tidak memerlukan biaya untuk bahan bakar, memiliki faktor keamanan yang tinggi, bersifat modular sehingga mudah dipasang dan dirancang sesuai kebutuhan, mudah dioperasikan dan biaya perawatan yang murah, umur teknis dapat mencapai 20 tahun serta tidak menimbulkan polusi baik berupa kebisingan atau polusi buangan seperti asap. 2. 5 JENIS JENIS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) Pembangkit Listrik Tenaga Surya dapat berupa sistem pembangkit yang terhubung dengan jaringan atau dikenal juga dengan sebutan Grid-Connected System dan sistem PLTS yang tidak terhubung dengan jaringan atau sering juga disebut dengan stand alone atau off grid System. Sistem pembangkit yang merupakan gabungan dari beberapa sumber pembangkit disebut Sistem Pembangkit Hibrid (Hybrid System).

7 Gambar 2.1 PLTS grid-connected dan off grid (Sumber : EPIA, 2011) 2.5.1 Sistem PLTS Grid-Connected PLTS grid connected merupakan sistem PLTS yang terhubung dengan jaringan sumber energi yang lain. Koneksi ke jaringan listrik lokal memungkinkan setiap kelebihan daya yang dihasilkan akan dijual ke penyedia jaringan listrik negara (PLN). Berdasarkan pola operasi sistem tenaga listrik ini dibagi menjadi dua yaitu, sistem dengan penyimpanan menggunakan baterai sebagai cadangan dan penyimpanan tenaga listrik tanpa baterai. Baterai pada PLTS grid connected berfungsi sebagai suplai tenaga listrik untuk beban listrik apabila jaringan mengalami kegagalan untuk periode tertentu. 2.5.2 Sistem PLTS Off Grid PLTS Off grid merupakan sistem yang tidak terhubung dengan jaringan, berdiri sendiri dan independen, Sistem ini biasanya merupakan sistem dengan pola pemasangan tersebar dan dengan kapasitas pembangkitan skala kecil. Biasanya dilengkapi media penyimpanan tenaga berupa baterai yang terhubung melalui charge controller. Diharapkan baterai mampu menjamin ketersediaan pasokan listrik untuk beban listrik saat kondisi cuaca mendung dan kondisi malam hari. Inverter dapat digunakan untuk menyediakan listrik berbentuk arus AC (alternating current).

8 2.5.3 Sistem PLTS Hibrid Sistem Hibrida yaitu sistem yang melibatkan 2 atau lebih sistem pembangkit listrik, umumnya sistem pembangkit yang banyak digunakan untuk Hibrida adalah PLN, genset, PLTS, Mikrohidro, dan tenaga angin. Tujuan dari Hybrid PV adalah mengkombinasikan keunggulan dari setiap pembangkit sekaligus menutupi kelemahan masing-masing pembangkit untuk kondisi-kondisi tertentu, sehingga secara keseluruhan sistem dapat beroperasi lebih ekonomis dan efisien. Baterai akan diisi oleh dua sumber, yakni PLTS pada siang hari, dan genset yang berasal dari daya berlebih pada saat genset mencatu peak load, yakni ketika peak load mulai menurun (dan genset masih menyala). Gambar 2.2 Sistem PLTS hibrida (Sumber : EPIA, 2011) 2.6 KOMPONEN PLTS Adapun komponen-komponen yang terdapat pada sistem PLTS antara lain : panel surya, kontroler cas (charge controller), baterai dan inverter. Panel surya berfungsi menangkap energi sinar matahari yang akan diteruskan untuk mengisi baterai, dan kontroler cas menjamin pengisian yang tepat kepada baterai. Baterai memberikan tegangan DC ke inverter, dan inverter mengubah tegangan DC ke tegangan AC normal.

9 2.6.1 Panel Surya Komponen utama dari PV yang dapat menghasilkan energi listrik DC disebut panel surya atau sel surya. Panel surya terbuat dari bahan semikonduktor yang apabila disinari oleh cahaya matahari dapat menghasilkan arus listrik. Konversi energi ini dihasilkan dari irradiansi cahaya pada sel surya, dan hal ini diketahui sebagai efek photovoltaic. Ketika cahaya mengenai sel surya, energi foton yang lebih besar dari energi band gap akan mengeksitasi elektron valensi, sehingga pasangan electron-hole akan tergenerasi yang kemudian pasangan electron-hole ini akan menimbulkan medan listrik. Gambar 2.3 Panel sel surya (Sumber: EPIA, 2011) Struktur sel surya yaitu berupa dioda sambungan antara dua lapisan tipis yang terbuat dari bahan semikonduktor yang masing - masing diketahui sebagai semikonduktor jenis p (positif) dan semikonduktor jenis n (negatif). Semikonduktor jenis n merupakan semikonduktor yang memiliki kelebihan elektron, sehingga kelebihan muatan negatif. Sedangkan semikonduktor jenis p memiliki kelebihan hole, sehingga kelebihan muatan positif. Proses konversi cahaya matahari menjadi listrik ini karena material sel surya memiliki struktur dioda yang tersusun atas dua jenis semikonduktor, yakni jenis n dan jenis p. Caranya, dengan menambahkan unsur lain ke dalam semkonduktor,

10 maka kita dapat mengontrol jenis semikonduktor tersebut, sebagaimana diilustrasikan pada gambar di bawah ini. Gambar 2.4 Ilustrasi pembuatan silikon p dan n (Sumber : Wibowo, 2008) Di dalam semikonduktor alami (disebut dengan semikonduktor intrinsik) ini, elektron maupun hole memiliki jumlah yang sama. Kelebihan elektron atau hole dapat meningkatkan daya hantar listrik maupun panas dari sebuah semikoduktor. Misal semikonduktor intrinsik yang dimaksud ialah silikon (Si). Semikonduktor jenis p, biasanya dibuat dengan menambahkan unsur boron (B), aluminum (Al), gallium (Ga) atau Indium (In) ke dalam Si. Unsur-unsur tambahan ini akan menambah jumlah hole. Sedangkan semikonduktor jenis n dibuat dengan menambahkan nitrogen (N), fosfor (P) atau arsen (As) ke dalam Si. Dari sini, tambahan elektron dapat diperoleh. Sedangkan, Si intrinsik sendiri tidak mengandung unsur tambahan. Usaha menambahkan unsur tambahan ini disebut dengan doping yang jumlahnya tidak lebih dari 1 % dibandingkan dengan berat Si yang hendak di-doping. Dua jenis semikonduktor n dan p ini jika disatukan akan membentuk sambungan p-n atau dioda p-n (istilah lain menyebutnya dengan sambungan metalurgi) yang dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Semikonduktor jenis p dan n sebelum disambung. Gambar 2.5 Semikonduktor p dan n sebelum disambung (Sumber : Wibowo, 2008)

11 2. Setelah dua jenis semikonduktor ini disambung, terjadi perpindahan elektronelektron dari semikonduktor n menuju semikonduktor p, dan perpindahan hole dari semikonduktor p menuju semikonduktor n. Perpindahan elektron maupun hole ini hanya sampai pada jarak tertentu dari batas sambungan awal. Gambar 2.6 Semikonduktor p dan n setelah disambung (Sumber : Wibowo, 2008) 3. Elektron dari semikonduktor n bersatu dengan hole pada semikonduktor p yang mengakibatkan jumlah hole pada semikonduktor p akan berkurang. Daerah ini akhirnya berubah menjadi lebih bermuatan negatif. Pada saat yang sama. hole dari semikonduktor p bersatu dengan elektron yang ada pada semikonduktor n yang mengakibatkan jumlah elektron di daerah ini berkurang. Daerah ini akhirnya lebih bermuatan positif. Gambar 2.7 Daerah deplesi pada sambungan semikonduktor (Sumber : Wibowo, 2008) 4. Daerah negatif dan positif ini disebut dengan daerah deplesi ditandai dengan huruf W. 5. Baik elektron maupun hole yang ada pada daerah deplesi disebut dengan pembawa muatan minoritas karena keberadaannya di jenis semikonduktor yang berbeda. 6. Dikarenakan adanya perbedaan muatan positif dan negatif di daerah deplesi, maka timbul dengan sendirinya medan listrik internal E dari sisi positif ke sisi negatif, yang mencoba menarik kembali hole ke semikonduktor p dan elektron

12 ke semikonduktor n. Medan listrik ini cenderung berlawanan dengan perpindahan hole maupun elektron pada awal terjadinya daerah deplesi. Gambar 2.8 garis medan listrik pada sambungan semikonduktor (Sumber : Wibowo, 2008) 7. Adanya medan listrik mengakibatkan sambungan pn berada pada titik setimbang, yakni saat di mana jumlah hole yang berpindah dari semikonduktor p ke n dikompensasi dengan jumlah hole yang tertarik kembali kearah semikonduktor p akibat medan listrik E. Begitu pula dengan jumlah elektron yang berpindah dari semikonduktor n ke p, dikompensasi dengan mengalirnya kembali elektron ke semikonduktor n akibat tarikan medan listrik E. Dengan kata lain, medan listrik E mencegah seluruh elektron dan hole berpindah dari semikonduktor yang satu ke semikonduktor yang lain. Pada sambungan p-n inilah proses konversi cahaya matahari menjadi listrik terjadi. Untuk keperluan sel surya, semikonduktor n berada pada lapisan atas sambungan p yang menghadap kearah datangnya cahaya matahari, dan dibuat jauh lebih tipis dari semikonduktor p, sehingga cahaya matahari yang jatuh ke permukaan sel surya dapat terus terserap dan masuk ke daerah deplesi dan semikonduktor p. Gambar 2.9 Penyerapan energi pada sel surya (Sumber : Wibowo, 2008)

13 Ketika sambungan semikonduktor ini terkena cahaya matahari, maka elektron mendapat energi dari cahaya matahari untuk melepaskan dirinya dari semikonduktor n, daerah deplesi maupun semikonduktor. Terlepasnya elektron ini meninggalkan hole pada daerah yang ditinggalkan oleh elektron yang disebut dengan fotogenerasi elektron-hole yakni, terbentuknya pasangan elektron dan hole akibat cahaya matahari. Gambar 2.10 fotogenerasi elektron-hole pada semikonduktor (Sumber : Wibowo, 2008) Cahaya matahari dengan panjang gelombang (dilambangkan dengan simbol λ lambda ) yang berbeda, membuat fotogenerasi pada sambungan pn berada pada bagian sambungan pn yang berbeda pula. Spektrum merah dari cahaya matahari yang memiliki panjang gelombang lebih panjang, mampu menembus daerah deplesi hingga terserap di semikonduktor p yang akhirnya menghasilkan proses fotogenerasi di sana. Spektrum biru dengan panjang gelombang yang jauh lebih pendek hanya terserap di daerah semikonduktor n. Selanjutnya, dikarenakan pada sambungan pn terdapat medan listrik E, elektron hasil fotogenerasi tertarik ke arah semikonduktor n, begitu pula dengan hole yang tertarik ke arah semikonduktor p. Apabila rangkaian kabel dihubungkan ke dua bagian semikonduktor, maka elektron akan mengalir melalui kabel. Jika sebuah lampu kecil dihubungkan ke kabel, lampu tersebut menyala dikarenakan mendapat arus listrik, dimana arus listrik ini timbul akibat pergerakan elektron.

14 2.6.2 Jenis jenis modul surya 1. Monokristal (mono-crystalline) Monokristal Dibuat dari silikon kristal tunggal yang didapat dari peleburan silikon dalam bentuk bujur. Monokristal dirancang untuk penggunaan yang memerlukan konsumsi listrik besar pada tempat-tempat yang beriklim ekstrim. Memiliki efisiensi sampai dengan 14% -17%. Kelemahan dari PV modul jenis ini adalah tidak akan berfungsi baik ditempat yang cahaya mataharinya kurang (teduh), sehingga efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan. Gambar 2.11 modul surya jenis Monokristal (Sumber : ABB QT10, 2010) 2. Polikristal (Poly-crystalline) Polikristal merupakan PV modul yang memiliki susunan kristal acak karena dipabrikasi dengan proses pengecoran. Tipe ini memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama. PV modul jenis ini memiliki efisiensi lebih rendah (12%-14%) dibandingkan tipe monokristal, sehingga memiliki harga yang cenderung lebih rendah.

15 Gambar 2.12 modul surya jenis Polikristal (Sumber : ABB QT10, 2010) 3. Film Tipis (Amorphous silicon) Amorphous silicon adalah solar cell yan dibentuk dengan mendoping material silikon di belakang lempeng kaca. Dinamakan amorphous atau tanpa bentuk karena material silikon yan membentuknya tidak terstruktur atau tidak mengkristal. Solar cell jenis in biasanya berwarna coklat tua pada sisi yang menghadap matahari dan keperakan pada sisi konduktifnya. Tipe yang paling maju saat ini adalah Amorphous Silicon dengan Heterojuction dengan stack atau tandem sel. Efisiensi Sel Amorphous Silicon berkisar 4% sampai dengan 6%. Gambar 2.13 modul surya jenis Amorphous Silicon (Sumber : ABB QT10, 2010)

16 Pada table 2.2 dibawah akan diperlihatkan karakteristik nilai efisiensi, berbagai jenis sel surya. Tabel 2.3 Nilai efisiensi sel surya (Sumber: ABB QT10, 2010) 2.6.3 Baterai Energi yang berasal dari matahari perlu disimpan karena ketersediaan energi matahari tergantung pada waktu, kondisi cuaca, dan garis lintang, dimana permintaan listrik bervariasi tergantung waktu. Wu (2001). Baterai adalah komponen PLTS yang berfungsi menyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh modul surya pada siang hari, untuk kemudian dipergunakan pada saat matahari tidak ada, saat malam hari atau pada saat cuaca mendung.

17 Baterai yang dipergunakan pada PLTS mengalami proses siklus mengisi (charging) dan mengosongkan (discharging), tergantung pada ada atau tidaknya matahari. Selama ada sinar matahari, modul surya akan menghasilkan energi listrik. Apabila energi listrik yang dihasilkan tersebut melebihi kebutuhan bebannya, maka energi listrik tersebut akan segera dipergunakan untuk mengisi baterai. Proses pengisian dan pengosongan disebut satu siklus baterai. Ada dua jenis baterai isi ulang yang dapat dipergunakan untuk system PLTS, yaitu baterai Asam Timbal (Lead Acid) dan baterai Nickel-Cadmium. Akan tetapi karena memiliki effisiensi yang rendah dan biaya yang lebih tinggi, membuat baterai nickel-cadmium relative lebih sedikit dipergunakan dalam sistem PLTS. Sebaliknya baterai Asam Timbal adalah baterai dengan effisiensi tinggi dengan biaya yang lebih ekonomis. Hal ini membuat baterai Asam Timbal menjadi perangkat penyimpan yang penting untuk beberapa tahun ke depan, terutama untuk system PLTS ukuran menengah dan besar. Kapasitas baterai umumnya dinyatakan dalam Ampere hour (Ah). Nilai Ah pada baterai menunjukan nilai arus yang dapat dilepaskan, dikalikan dengan nilai waktu untuk pelepasan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka secara teoritis, baterai 12 V, 200Ah harus dapat memberikan baik 200A selama satu jam, 50 A selama 4 jam, 4 A untuk 50 jam atau 1 A untuk 200 jam. Baik lead-acid baterai maupun nickelcadmium baterai secara umum mempunyai 4 bagian penting. Keempat bagian tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda yang menunjang proses penyimpanan energi maupun pengeluaran energi. Empat bagian penting tersebut terdiri dari : Elektroda Pemisah atau separator Elektrolit Wadah sel atau baterai 2.6.3 Inverter Inverter adalah alat yang mengubah arus dan tegangan DC (direct current) menjadi tegangan listrik AC (alternating current) dengan frekuensi 50Hz/60Hz. Alat ini mengubah arus DC yang dihasilkan dari panel surya menjadi arus AC untuk kebutuhan beban-beban yang menggunakan arus AC. Pemilihan inverter yang tepat untuk aplikasi tertentu, tergantung pada kebutuhan beban dan tergantung pada apakah inverter akan menjadi bagian dari system yang terhubung ke jaringan listrik atau system yang berdiri sendiri.

18 2.6.4 Solar charge controller Solar charge controller adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk mengatur pengisian arus searah dari modul surya ke baterai dan mengatur penyaluran arus dari baterai ke peralatan listrik (beban). Charge controller adalah indicator yang akan memberikan informasi mengenai kondisi baterai sehingga pengguna PLTS dapat mengendalikan konsumsi energi menurut ketersedian listrik yang terdapat dalam baterai. Charge controller mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kapasitas baterai. Bila baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian dari modul surya berhenti. Kelebihan voltase dan pengisian akan mengurangi umur baterai. Charge controller akan mengisi baterai sampai level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan telah mencapai level terendah, maka baterai akan diisi kembali. Jika Solar charge controller dilengkapi dengan sensor temperatur baterai, tegangan pengisian akan disesuaikan dengan temperatur dari baterai. Dengan sensor ini didapatkan hasil pengisian dan usia baterai yang optimum. Apabila solar charge controller tidak memiliki sensor temperatur baterai, maka tegangan saat pengisian perlu diatur, disesuaikan dengan temperatur lingkungan dan jenis baterai. 2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PLTS Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja dari PLTS, diantaranya sebagai berikut : 2.4.1 Radiasi solar matahari (insolation) Radiasi solar matahari di bumi dan berbagai lokasi bervariable, dan sangat tergantung keadaan spektrum solar ke bumi. Insolation solar matahari akan banyak berpengaruh pada current (I) sedikit pada volt. Intensitas cahaya matahari mempengaruhi karakteristik arus - tegangan pada sel surya. Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap arus yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan tegangan terminalnya. Faktor ini dapat dikatakan sebagai factor utama yang

19 mempengaruhi karakteristik listrik sebuah PV Modul. Logikanya adalah semakin rendah intensitas cahaya yang diterima oleh PV modul maka arus (Isc) akan semakin rendah. Ukuran energi radiasi surya yang mencapai bumi dapat dinyatakan dengan kepadatan daya di suatu permukaan daerah penerima pada waktu tertentu dan dinyatakan dengan satuan kwh/m 2. 2.4.2 Tempratur Modul Surya Sebuah Sel Surya dapat beroperasi secara maximum jika temperatur sel tetap normal, kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperature normal pada PV sel akan melemahkan Voltage (Voc). Setiap kenaikan temperatur Sel Surya 1 derajat akan berkurang sekitar 0.4 % pada total tenaga yang dihasilkan. Karena itu biasanya panel diletakkan di tempat yang sejuk dan banyak angin. Tabel 2.4 Tempratur udara di Tangerang Selatan (Sumber: NASA, 2016) Bulan Tempratur udara ( c) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okto Nov Des 26.14 26.1 26.33 26.95 27.44 27.51 27.28 27.15 27.04 26.85 26.69 26.47 2.4.3 Efisiensi modul surya Ketika energi matahari menimpa sel surya, tidak 100% energi tersebut terserap dan dapat dikonversikan seutuhnya menjadi energi listrik, karena dalam prosesnya terjadi beberapa kerugian. ABB QT10 (2010) seperti diterangkan dibawah ini : a. 3% rugi pantulan dan bayangan pada kontak depan (lapisan depan) b. 23% foton dengan panjang gelombang tinggi, dengan energi yang kurang untuk membebaskan elektron, sehingga menghasilkan panas c. 32% foton dengan gelombang pendek, dengan energi yang berlebih (penyebaran/transmission) d. 8,5% penggabungan ulang dari free charge carriers e. 20% peralihan elektrik pada sel, utamanya pada daerah transisi/peralihan f. 0,5% resistansi, mewakili rugi konduksi (conduction losses) g. 13% energi listrik yang dapat dicapai

20 Melihat dari peristiwa energi matahari, PV modul mengkonversikan energi matahari kurang dari 20% menjadi energi listrik. Sementara sisanya akan terbuang sebagai panas. Hal ini, dapat menurunkan efisiensi PV moduls secara segnifikan. Efisiensi PV modul ialah prosentase kemampuan PV modul dalam mengkonversikan energi matahari menjadi energi listrik. Banyakya energi matahari dalam bentuk foton yang diserap sel surya menentukan efisiensinya. 2.4.4 Kecepatan angin bertiup Kecepatan tiup angin disekitar lokasi PV array dapat membantu mendinginkan permukaan temperatur kaca-kaca PV array. 2.4.5 Keadaan atmosfir bumi Keadaan atmosfir bumi seperti berawan, mendung, jenis partikel debu udara, asap, kabut dan polusi sangat mementukan hasil maximum arus listrik yang dihasilkan oleh modul surya. Nilai konstan ini bukanlah besarnya radiasi yang sampai dipermukaan bumi. Atmosfir bumi mereduksi radiasi matahari tersebut melalui proses pemantulan, penyerapan (oleh ozon, uap air, oksigen dan karbondioksida) dan penghamburan (oleh molekul-molekul udara, partikel debu atau polusi). Untuk cuaca yang cerah pada siang hari, intensitas radiasi yang mencapai permukaan bumi adalah 1.000 W/m². Nilai ini relatif terhadap lokasi. Insolasi (energi radiasi) maksimum terjadi pada hari yang cerah namun berawan sebagian. Ini karena pemantulan radiasi matahari oleh awan sehingga insolasi (energi radiasinya) dapat mencapai 1.400 W/m² untuk periode yang singkat. 2.4.6 Orientasi panel surya PV modul hanya akan efektif bila mendapat sinar langsung dengan arah normal tegak lurus terhadap permukaan PV modul. Jika semakin jauh sudut tegak PV modul terhadap matahari maka tingkat penerimaan sinar matahari akan semakin rendah karena bila sudut PV modul semakin miring maka sebagian besar sinar matahari akan memantul dari permukaan sel surya dan hanya sedikit foton yang diserap.

21 Namun kenyataannya peristiwa dari radiasi matahari bervariasi berdasarkan pada keduanya yaitu garis lintang (latitude) dan seperti halnya deklinasi matahari selama setahun. Faktanya poros rotasi bumi adalah dengan kemiringan sekitar 23,45 terhadap bidang dari orbit bumi oleh matahari, pada garis lintang tertentu tinggi dari matahari pada langit bervariasi setiap harinya. Untuk mengetahui ketinggian maksimum (dalam derajat) ketika matahari mencapai langit (α), ABB QT10 (2010). secara mudah dengan menggunakan persamaan berikut : α = 90 lat + δ (N hemisphere); 90 + lat - δ (S hemisphere) (2.1) dimana: lat adalah garis lintang (latitude) lokasi instalasi PV modul terpasang δ adalah sudut dari deklinasi matahari (23,45 ) Apabila sudut dari ketinggian maksimum matahari (α) diketahui, maka sudut kemiringan PV modul (β) juga dapat diketahui. Namun tidak cukup hanya mengetahui α saja untuk menentukan orientasi yang optimal dari PV modul. Sedangkan sudut yang harus dibentuk oleh PV modul terhadap permukaan bumi (β), dapat diperoleh dengan : β = 90 α (2.2) Penempatan PV modul untuk mendapatkan energi maksimum, sebaiknya PV modul ditempatkan menghadap arah selatan, meskipun arah timur atau barat juga memungkinkan tetapi jumlah listrik yang dihasilkan akan lebih rendah. Selain itu sudut peletakan PV modul tidak boleh kurang dari 10 derajat atau melebihi 45 derajat. Orientasi dari rangkaian PV modul ke arah matahari adalah penting, agar PV modul dapat menghasilkan energi yang maksimum. Misalnya, untuk lokasi yang terletak di belahan bumi utara maka PV modul sebaiknya diorientasikan ke selatan. Begitu pula untuk lokasi yang terletak di belahan bumi selatan maka PV modul diorientasikan ke utara Hanif (2012).

22 2.4.7 Sudut kemiringan Modul Surya Sudut kemiringan memiliki dampak yang besar terhadap radiasi matahari dipermukaan PV modul. Untuk sudut kemiringan tetap. Daya maksimum selama satu tahun akan diperoleh ketika sudut kemiringan PV modul sama dengan lintang lokasi. Penentuan sudut pemasangan PV modul ini berguna untuk membenarkan penghadapan PV modul ke arah garis khatulistiwa. Pemasangan PV modul ke arah khatulistiwa dimaksudkan agar PV modul mendapatkan penyinaran yang optimal. PV modul yang terpasang di khatulistiwa (lintang = 0 ) yang diletakan mendatar (tilt angle =0 ), akan menghasilkan energi maksimum. Hanif (2012). Gambar 2.14 Pemasangan PV Modul dengan sudut kemiringan Sumber: (Hanif, 2012) 2.7 APLIKASI HOMER HOMER adalah singkatan dari the hybrid optimisation model for electric renewables, salah satu tool popular untuk desain sistem hibrida menggunakan energi terbarukan. HOMER mensimulasikan dan mengoptimalkan sistem pembangkit listrik baik stand alone maupun grid-connected yang dapat terdiri dari kombinasi turbin angin, photovolaic, mikrohidro, biomassa, generator (diesel/bensin), microturbine, fuel-cell, baterai, dan penyimpanan hidrogen, melayani beban listrik maupun termal. HOMER mensimulasikan operasi sistem dengan menyediakan perhitungan energy balance untuk setiap 8,760 jam dalam setahun. Jika sistem mengandung baterai dan generator diesel/bensin, HOMER juga dapat memutuskan, untuk setiap jam,

23 apakah generator diesel/bensin beroperasi dan apakah baterai diisi atau dikosongkan. Selanjutnya HOMER menentukan konfigurasi terbaik sistem dan kemudian memperkirakan biaya instalasi dan operasi sistem selama masa operasinya (life time costs) seperti biaya awal, biaya penggantian komponen-komponen, biaya bahan bakar, dan lain-lain. Saat melakukan simulasi, HOMER menentukan semua konfigurasi sistem yang mungkin, kemudian ditampilkan berurutan menurut masa operasinya. Jika analisa sensitivitas diperlukan, HOMER akan mengulangi proses simulasi untuk setiap variabel sensitivitas yang ditetapkan. error relative tahunan sekitar 3% dan error relative bulanan sekitar 10%. Kunaifi (2010). Gambar 2.15 Arsitektur simulasi dan optimasi HOMER. (Sumber : Kunaifi, 2010)