BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State of The Art Review Hanif M., M.Ramzam, dan M. Rahman dalam tulisannya yang berjudul Studying Power Output of PV Solar Panels at Different Temperatures and Tilt Angles di Pakistan. Percobaan dilakukan terhadap panel surya untuk mencapai maksimum output daya, kekuatan output panel surya PV diperiksa dengan kemiringan yang berbeda, sudut (0, 20, 35, 50 dan 90 ) dan temperatur yang berbeda (15 C hingga 45 C) dari panel surya PV. Panel surya PV menunjukkan output daya yang maksimum pada sudut kemiringan 35 dan pada suhu 15 C. Output daya PV surya panel akan menurun ketika sudut kemiringan meningkat dari 35 sampai 90 atau ketika sudut kemiringan menurun dari 35 sampai 0. Disimpulkan bahwa panel surya harus dipasang di sudut kemiringan 35 (sama dengan lintang Jamrud, Khyber Agency, Pakistan) untuk mendapatkan hasil output daya yang maksimal. Panel surya juga harus di pasang di tempat-tempat yang memiliki ruang udara agar proses pendinginan solar panel terjadi melalui konveksi alami (Hanif, 2012). Muchammad, Eflita Yohana, dan Budi Heriyanto dalam tulisannya tentang Pengaruh Suhu Permukaan Photovoltaic Module 50 Watt Peak Terhadap Daya Keluaran Yang Dihasilkan Menggunakan Reflektor Dengan Variasi Sudut Reflektor 0, 50, 60, 70, 80. Energi matahari dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yang potensial karena energinya yang sangat besar serta ramah lingkungan. Alat yang dapat dapat digunakan untuk mengkonversi secara langsung cahaya matahari menjadi listrik disebut photovoltaic. Pada penelitian ini diujikan Photovoltaic module tanpa reflektor pada posisi yang tetap/horizontal terhadap bumi, dan pengukuran terhadap Photovoltaic module yang diberi reflector dengan variasi sudut 50, 60, 70, 80. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kenaikan suhu diikuti dengan kenaikan daya dan efisiensi. Daya maksimal 5

2 6 yang dicapai yaitu pada pengujian menggunakan reflektor sudut 70 derajat sebesar 53,67 Watt dengan Efisiensi 15,66% pada pukul 11:45 WIB (Muchammad, 2010). J Zorrilla Casanova, M. Piliougin, dkk dalam tulisannya mengenai Akumulasi debu pada permukaan modul fotovoltaik mengurangi radiasi mencapai sel surya dan menghasilkan kerugian daya di Universitas of Malaga. Dengan mengukur kerugian yang disebapkan oleh akumulasi debu pada permukaan fotovoltaik. Debu tidak hanya mengurangi radiasi pada sel surya, tetapi juga perubahan ketergantungan pada sudut datang radiasi tersebut. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kehilangan energi harian sepanjang tahun yang disebabkan oleh debu diendapkan pada permukaan modul PV sekitar 4,4 %. Dalam waktu yang lama tanpa hujan, kehilangan energi harian bisa lebih tinggi dari 20%. Selain itu, kerugian radiasi tidak konstan sepanjang hari dan sangat tergantung pada sudut sinar matahari insiden dan rasio antara difus dan radiasi langsung. Ketika dipelajari sebagai fungsi waktu surya, kerugian radiasi yang simetris terhadap siang, di mana mereka mencapai nilai minimum. Kami juga mengusulkan sebuah model teoritis sederhana yang, dengan mempertimbangkan persentase permukaan kotor dan diffuse / rasio radiasi langsung, menyumbang perilaku kualitatif dari kerugian radiasi siang hari (Casanova, 2011). Md. Mizanur Rahman dkk dalam tulisannya dengan judul Effects of Natural Dust on the Performance of PV Panels in Bangladesh. Melakukan percobaan dengan menggunakan dua modul surya 1 Wp di Banglades. Percobaan tersebut dilakukan dengan cara membandingkan dua modul. Modul pertama dibiarkan terkena debu alami dan modul kedua dibersihkan secara berkala. setelah hasil pengukuran dari kedua modul tersebut didapat, data tersebut ditampilkan berupa grafik dibuat dalam Matlab. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan Isc dari modul surya bersih lebih besar dari pada Isc modul surya kotor. Pada pukul penurunan ISC pada modul surya kotor sebesar 35%, dan pada siang hari penurunan Isc pada modul surya kotor sebesar 20% (Rahman, 2012).

3 7 A.Benatiallah dkk dalam tulisannya yang berjudul Experimental Study of Dust Effect in Mult-Crystal PV Solar Module. Melakukan percobaan pengaruh debu terhadap modul surya di daerah Sahara. Pengukuran dilakukan selama tiga bulan, dengan sudut kemiringan dari modul surya sebesar 30. Didapatkan output energy dari modul surya berkurang sebesar 69% - 93% dan efisiensi turun sebesar 66% - 93% dikarenakan debu menempel pada permukaan modul surya sangat tebal yang terbawa oleh badai pasir gurun Sahara dan pengurangan output energi modul surya sebesar 17,5% dan efisiensi sebesar 1.5% dengan keadaan cuaca normal. Dan dijabarkan berupa grafik yang dibuat dengan matlab (Benatiallah, 2012). Dayal Singh Rajput dkk dalam tulisannya dengan judul Effect Of Dust On The Performance Of Solar PV Panel. Percobaan dilakukan dengan menggunakan dua modul surya fotovoltaic 36 Wp, penelitan di Bhopal, India. Modul surya tersebut dilakukan percobaan dengan cara panel pertama di biarkan kotor terkena debu, dan panel kedua dibersihkan secara berkala. Tegangan dan arus keluaran dari kedua modul surya tersebut di ukur untuk mempelajari efek dari debu terhadap modul surya. Pengaruh debu diukur dengan membandingkan efisiensi panel kotor terkena debu dan tanpa debu. Penelitian ini dilakukan dalam wilayah India dengan koordinat garis lintang dan garis bujur yaitu 23 25N dan E6,7. Suhu dari modul berfluktuasi dalam kisaran 5-48 C selama satu tahun di Bhopal. Modul surya fotovoltaic juga dilakukan pengujian Voc, Isc, radiasi matahari, dan suhu lingkungan dll untuk evaluasi. Pengukuran dilakukan pada selang waktu satu jam antara dan Pengukuran suhu lingkungan dan intensitas radiasi matahari diukur menggunakan termometer dan portabel Solar Power Meter. Dari hasil pengukuran didapatkan efisiensi maksimum modul surya bersih 6,38% dan minimum 2,29%, dan efisiensi maksimal modul surya kotor 0,64%, dan minimum 0,33%. Dari hasil menunjukan bahwa debu sangat mengurangi daya produksi sebesar 92,11% dan efisiensi 89% (Rajput, 2013).

4 8 2.2 Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia Indonesia merupakan negara tropis mempunyai potensi energi surya yang tinggi. Dari data penyinaran matahari di Indonesia dapat diklasikfikasikan berturut turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kwh/m 2 /hari dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kwh/m 2 /hari. Dengan demikian, potensi matahari rata rata Indonesia yaitu sebesar 4,8 kwh/m 2 /hari. Berarti prospek penggunaan fotovoltaik di masa mendatang cukup cerah. Dengan berlimpahnya energi surya tersebut maka pengembangan listrik tenaga surya yang berbasis kepada efek fotovoltaik dari piranti sel surya sebagai salah satu sumber tenaga listrik yang bebas polusi dan alami menjadi suatu pilihan yang tepat untuk diterapkan di Indonesia. Adapun alasan yang mendukung hal tersebut yakni: 1. Kondisi iklim di Indonesia yang sangat mendukung karena intensitas radiasi matahari di Indonesia relatif tinggi serta stabil, sehingga modul surya mendapat daya yang optimal sepanjang tahun. 2. Instalasi yang lebih sederhana dari pada pemasangan sumber energi terbarukan lainnya, sehingga memungkinkan pemanfaatan energi ini untuk kebutuhan listrik baik dalam skala kecil sampai skala besar. 3. Indonesia merupakan Negara kepulauan terdiri dari 13 ribu pulau sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyediakan jaringan pembangkit listrik pada setiap daerahnya hingga sampai ke tiap pelosok. 4. Dapat terjangkau seluruh pelosok Indonesia dengan ketersediaan radiasi surya yang merata sepanjang tahun. Energi matahari sistem dapat diinstal di lokasi terpencil sehingga lebih praktis dan hemat biaya.

5 9 Tabel 2.1 Potensi Sumber Daya Energi Surya di Beberapa Kota di Indonesia No. Provinsi Lokasi Intensitas Radiasi (Wh/m 2 ) 1. NAD Pidie SumSel Ogan Komering Ulu Lampung Kab. Lampung Selatan DKI Jakarta Jakarta Utara Tanggerang Jawa Barat Bogor Bandung Jawa Tengah Semarang DI. Yogyakarta Yogyakarta Jawa Timur Pacitan KalBar Pontianak KalTim Kabupaten Berau KalSel Kota Baru Gorontalo Gorontalo SulTeng Donggala Papua Jaya Pura Bali Denpasar NTB Kabupaten Sumbawa NTT Ngada Sumber: Rahardjo, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) PLTS adalah suatu pembangkit listrik yang menggunakan sinar matahari melalui sel surya (fotovoltaik) untuk mengkoversikan radiasi sinar foton matahari menjadi energi listrik. Sel surya merupakan lapisan-lapisan tipis dari bahan semi konduktor lainnya. PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan listrik DC, yang dapat diubah menjadi listrik AC apabila diperlukan. Oleh karena itu meskipun cuaca mendung, selama masih terdapat cahaya, maka PLTS tetap dapat menghasilkan listrik. PLTS pada dasarnya adalah pencatu daya, dan dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar, baik secara mandiri, maupun hibird (dikombinsikan dengan sumber energy lain), baik dengan metode desetralisasi (satu rumah satu pembangkit) maupun dengan metode sentralisasi (listrik didistribusikan dengan jaringan kabel). Berikut merupakan gambar dari PLTS:

6 10 Gambar 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kayubihi PLTS pada dasarnya adalah pencatu daya, dan dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar, baik secara mandiri, maupun hibird (dikombinsikan dengan sumber energy lain), baik dengan metode desetralisasi (satu rumah satu pembangkit) maupun dengan metode sentralisasi (listrik didistribusikan dengan jaringan kabel). PLTS merupakan bagian dari sumber energi terbarukan, dimana sinar matahari sebagai sumber energi tidak ada habisnya, selain itu PLTS merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan tanpa ada bagian yang berputar, tidak menimbulkan kebisingan, dan tanpa mengeluarkan gas buang /limbah. PLTS merupakan suatu kesatuan sistem yang terdiri dari komponen-komponen, baik komponen pendukung, diantaranya adalah: Modul Surya Komponen utama sistem surya photovoltaic adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk membuat modul photovoltaic secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul photovoltaic dapat dibuat dengan teknologi yang relative sederhana. Sedangkan untuk membuat sel photovoltaic diperlukan teknologi tinggi. Modul photovoltaic tersusun dari beberapa sel photovoltaic mempunyai ukuran 10 cm x 10 cm yang dihubungkan secara seri atau pararel. Biaya yang dikeluarkan untuk

7 11 membuat modul sel surya sekitar 60% dari biaya total. Jadi, bila modul sel surya bisa dibuat didalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan sel-sel yang masih di inport. Berikut merupakan gambar hubungan sel surya, modul surya dan array Gambar 2.2 Hubungan Sel Surya, Modul Surya dan Array (Sumber: Patel, 2006) Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar. Untuk mendapatkan kapasitas yang lebih besar maka beberapa modul digabung akan membentuk array Sel Surya Sel surya (solar cell) mengubah intensitas sinar matahari menjadi energi listrik. Sel surya tersusun dari dua lapisan semikonduktor dengan muatan yang berbeda. Lapisan atas sel surya bermuatan negatif sedangkan lapisan bawahnya bermuatan positif. Silicon adalah bahan semikonduktor yang paling umum digunakan untuk sel surya. Apabila permukaan sel surya dikenai cahaya maka dihasilkan pasangan elektron dan hole. Elektron akan meninggalkan sel surya dan akan mengalir pada rangkaian luar sehingga timbul arus listrik. Arus listrik yang dihasilkan oleh sel surya dapat dimanfaatkan langsung atau disimpan dulu dalam baterai untuk digunakan kemudian. Besarnya pasangan elektron dan hole yang dihasilkan, atau besarnya arus yang dihasilkan tergantung pada intensitas cahaya maupun panjang gelombang cahaya yang jatuh pada sel surya. Intensitas cahaya

8 12 menentukan jumlah foton, makin besar intensitas cahaya yang mengenai permukaan sel surya makin besar pula foton yang dimiliki sehingga makin banyak pasangan elektron dan hole yang dihasilkan yang akan mengakibatkan besarnya arus yang mengalir. Makin pendek panjang gelombang cahaya maka makin tinggi energi fotonnya sehingga makin besar energi elektron yang dihasilkan, dan juga berimplikasi pada makin besarnya arus yang mengalir. Sel surya menghasilkan arus yang digunakan untuk mengisi baterai. Sel surya terdiri dari fotovoltaik, yang menghasilkan listrik dari intensitas cahaya, saat intensitas cahaya berkurang (berawan, hujan, mendung) arus listrik yang dihasilkan juga akan berkurang. Dengan menambah modul surya (memperluas) berarti menambah konversi tenaga surya. Umumnya modul surya dengan ukuran tertentu memberikan hasil tertentu pula. Contohnya ukuran a cm x b cm menghasilkan listrik DC (Direct Current) sebesar x Watt per hour/ jam. Berdasarkan jenis dan bentuk susunan atom-atom penyusunnya, solar cell dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu (Patel, 2006): 1. Monokristal (Mono-crystalline) Merupakan modul yang paling efisien yang dihasilkan dengan teknologi terkini dan menghasilkan daya listrik persatuan luas yang paling tinggi. Monokristal dirancang untuk penggunaan yang memerlukan konsumsi listrik besar pada tempat-tempat yang beriklim ekstrim dan dengan kondisi alam yang sangat ganas. Memiliki efisiensi sampai dengan 14-18%. Kelemahan dari modul jenis ini adalah tidak akan berfungsi baik ditempat yang cahaya mataharinya kurang (teduh), sehingga efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan. Berikut merupakan gambar dari modul surya monokristal: Gambar 2.3 Modul Monocrystalline Silicon Sel (Sumber: ABB QT10, 2010)

9 13 2. Polikristal (Poly-crystalline) Merupakan modul surya yang memiliki susunan kristal acak karena dipabrikasi dengan proses pengecoran. Tipe ini memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama. Modul surya jenis ini memiliki efisiensi lebih rendah (12%-14%) dibandingkan tipe monokristal, sehingga memiliki harga yang cenderung lebih rendah. Saat ini pasar didominasi oleh kristal silikon teknologi, yang mewakili sekitar 90%. Teknologi yang sudah matang baik dari segi efisiensi telah diperoleh dan biaya produksi akan terus mendominasi pasar dalam jangka pendek dan menengah. Hanya beberapa perbaikan sedikit diharapkan dalam hal efisiensi (produk industri baru menyatakan 18%, dengan catatan laboratorium 24,7%, yang dianggap praktis dapat diatasi) dan pengurangan kemungkinan biaya terkait baik pengenalan dalam industry proses pembuatan yang lebih besar dan lebih tipis serta ke skala ekonomi. Selain itu, industri PV berdasarkan teknologi tersebut menggunakan surplus silikon ditujukan untuk industri elektronik tetapi karena pembangunan yang terakhir dan pertumbuhan eksponensial dari PV produksi pada tingkat rata-rata 40% dalam enam tahun terakhir, ketersediaan di pasar bahan baku yang akan digunakan di sektor fotovoltaik menjadi lebih terbatas. Berikut merupakan modul surya Polycrysttaline : Gambar 2.4 Modul Polycrystalline Silicon Sel

10 14 3. Amorphous "Amorf" mengacu pada objek memiliki bentuk yang pasti dan tidak ada didefinisikan sebagai bahan non-kristal. Tidak seperti silikon kristal, di mana susunan atom yang teratur. Sehingga, aktivitas timbal balik antara foton dan atom silikon lebih sering terjadi pada silikon amorf dibandingkan kristal silikon, memungkinkan lebih banyak cahaya yang dapat diserap. Dengan demikian, sebuah film silikon amorf yang sangat tipis yang kurang dari 1μm dapat diproduksi dan digunakan untuk pembangkit listrik. Selain itu, dengan memanfaatkan logam atau plastik untuk substrat, sel surya fleksibel juga dapat diproduksi. Solar cell jenis amorphous adalah solar cell yang dibentuk dengan mendoping material silikon di belakang lempeng kaca. Dinamakan amorphous atau tanpa bentuk karena material silikon yang membentuknya tidak terstruktur atau tidak mengkristal. Solar cell jenis ini biasanya berwarna coklat tua pada sisi yang menghadap matahari dan keperakan pada sisi konduktifnya. Tipe yang paling maju saat ini adalah Amorphous Silicon dengan Heterojuction dengan stack atau tandem sel. Efisiensi Sel Amorphous Silicon berkisar 6% sampai dengan 9%. Berikut merupakan modul surya amorphous: Gambar 2.5 Amorphous Silicon Sel (Sumber: ABB QT10, 2010)

11 15 Besarnya pasangan elektron dan hole yang dihasilkan, atau besarnya arus yang dihasilkan tergantung pada intensitas cahaya maupun panjang gelombang cahaya yang jatuh pada sel surya. Intensitas cahaya menentukan jumlah foton, makin besar intensitas cahaya yang mengenai permukaan sel surya makin besar pula foton yang dimiliki sehingga makin banyak pasangan elektron dan hole yang dihasilkan yang akan mengakibatkan besarnya arus yang mengalir. Makin pendek panjang gelombang cahaya maka makin tinggi energi fotonnya sehingga makin besar energi elektron yang dihasilkan, dan juga berimplikasi pada makin besarnya arus yang mengalir Charge Controller Baterai charger regulator atau charge controller mempunyai tiga fungsi utama. Fungsi utama sebagai titik pusat sambungan ke beban, modul sel surya dan baterai. Fungsi ke dua adalah selain juga sebagai pengatur sistem agar penggunaan listriknya aman dan efektif, sehingga semua komponen-komponen aman dari bahaya perubahan level tegangan. Fungsi ke tiga adalah sebagai inverter untuk merubah tegangan DC dari baterai menjadi AC yang disambungkan ke beban. Sistem PLTS menggunakan charge regulator, maka waktu pengisian ke baterai penyimpanan akan berlangsung lebih cepat dan arus serta tegangan yang dihasilkan PV Array akan distabilkan terlebih dahulu sebelum memasuki baterai penyimpanan. Dari kelebihan yang dimiliki system charge ini, maka umumnya PLTS dengan charge regulator yang dapat ditempatkan pada kotak modul kontrolnya. Charge Controller adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk mengatur pengisian arus searah dari modul surya ke baterai dan mengatur penyaluran arus dari baterai ke peralatan listrik (beban). Charge controller mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kapasitas baterai. Bila baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian dari modul surya berhenti. Solar charge controller adalah komponen penting dalam Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Solar charge controller berfungsi untuk charging mode ialah mengisi baterai (kapan baterai diisi, menjaga pengisian kalau baterai penuh). Operation mode ialah penggunaan baterai ke beban (pelayanan baterai ke beban

12 16 diputus kalau baterai sudah mulai kosong). Berikut merupakan cara kerja charge controller : 1. Charging Mode Solar Charge Controller Dalam charging mode, umumnya baterai diisi dengan metode three stage charging: Fase bulk: baterai akan di-charge sesuai dengan tegangan setup (bulk antara Volt) dan arus diambil secara maksimum dari modul surya. Pada saat baterai sudah pada tegangan setup (bulk) dimulailah fase absortion. Fase absortion: pada fase ini, tegangan baterai akan dijaga sesuai dengan tegangan bulk, sampai solar charge controller timer (umumnya satu jam) tercapai, arus yang dialirkan menurun sampai tercapai kapasitas dari baterai. Fase float: baterai akan dijaga pada tegangan float setting (umumnya Volt). Beban yang terhubung ke baterai dapat menggunakan arus maksimum dari modul surya pada stage ini. 2. Sensor Temperatur Baterai Charge Controller Untuk solar charge controller yang dilengkapi dengan sensor temperatur baterai. Tegangan charging disesuaikan dengan temperatur dari baterai. Dengan sensor ini didapatkan optimum dari charging dan juga optimum dari usia baterai. Apabila solar charge controller tidak memiliki sensor temperatur baterai, maka tegangan charging perlu diatur, disesuaikan dengan temperatur lingkungan dan jenis baterai. 3. Mode Operation Solar Charge Controller Pada metode ini, baterai akan melayani beban. Apabila ada over-discharge atau over-load, maka baterai akan dilepaskan dari beban. Hal ini berguna untuk mencegah kerusakan dari baterai. Bila baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian arus dari modul surya berhenti. Cara deteksi adalah melalui monitor level tegangan baterai. Charge controller akan mengisi baterai sampai level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan telah mencapai level terendah, maka baterai akan diisi kembali. Charge controller adalah indicator yang akan memberikan informasi mengenai kondisi baterai sehingga pengguna

13 17 PLTS dapat mengendalikan konsumsi energi menurut ketersedian listrik yang terdapat dalam baterai Baterai Baterai adalah komponen PLTS yang berfungsi menyimpan energy listrik yang dihasilkan oleh modul surya pada siang hari, untuk kemudian dipergunakan pada malam hari dan pada saat cuaca mendung. Baterai yang dipergunakan pada PLTS mengalami proses siklus mengisi (charging) dan mengosongkan (discharging), tergantung pada ada atau tidaknya matahari. Selama ada sinar matahari, modul surya akan menghasilkan energy listrik. Apabila energi listrik yang dihasilkan tersebut melebihi kebutuhan bebannya, maka energy listrik tersebut akan segera dipergunakan untuk mengisi baterai. Proses pengisian dan pengosongan disebut satu siklus baterai. Ada dua jenis baterai isi ulang yang dapat dipergunakan untuk system PLTS, yaitu baterai Asam Timbal (Lead Acid) dan baterai Nickel-Cadmium. Akan tetapi karena memiliki effisiensi yang rendah dan biaya yang lebih tinggi, membuat baterai nickel-cadmium relative lebih sedikit dipergunakan dalam system PLTS. Sebaliknya baterai Asam Timbal adalah baterai dengan effisiensi tinggi dengan biaya yang lebih ekonomis. Hal ini membuat baterai Asam Timbal menjadi perangkat penyimpan yang penting untuk beberapa tahun ke depan, terutama untuk system PLTS ukuran menengah dan besar. Kapasitas baterai umumnya dinyatakan dalam Ampere hour (Ah). Nilai Ah pada baterai menunjukan nilai arus yang dapat dilepaskan, dikalikan dengan nilai waktu untuk pelepasan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka secara teoritis, baterai 12 V, 200Ah harus dapat memberikan baik 200A selama satu jam, 50 A selama 4 jam, 4 A untuk 50 jam atau 1 A untuk 200 jam. Baik lead-acid baterai maupun nickelcadmium baterai secara umum mempunyai 4 bagian penting. Keempat bagian tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda yang menunjang proses penyimpanan energi maupun pengeluaran energi. Empat bagian penting tersebut terdiri dari :

14 18 1. Elektroda 2. Pemisah atau separator 3. Elektrolit 4. Wadah sel atau baterai Inverter Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct current) yang dihasilkan array PV menjadi arus dan tegangan listrik AC (alternating current) dengan frekuensi 50Hz/60Hz. Pemilihan inverter yang tepat untuk aplikasi tertentu, tergantung pada kebutuhan beban dan tergantung pada apakah unverter akan menjadi bagian dari system yang terhubung ke jaringan listrik atau system yang berdiri sendiri. Berdasarkan bentuk gelombang yang dihasilkan, inverter di kelompokan menjadi tiga (ABB, 2010) yaitu: a. Square wave (gelombang kotak) Pada beban-beban listrik yang menggunakan kumparan / motor square wave inverter tidak dapat bekerja sama sekali. b. Modified sine wave Inverter Modified sine wave (gelombang sinus modifikasi), menghasilkan daya listrik yang cukup memadai untuk sebagian peralatan elektronik tetapi memiliki kelemahan karena kekuatan daya listrik yang dihasilkan tidak sama persis dengan daya listrik dari PLN. c. True sine wave Inverter true sine wave (gelombang sinus murni) menghasilkan gelombang listrik yang sama dengan listrik PLN. Bahkan lebih baik dari segi kestabilan daya listrik dibandingkan daya listrik dari PLN. True sine wave inverter diperlukan terutama untuk beban-beban yang masih menggunakan motor agar bekerja lebih mudah, lancer dan tidak cepat panas. Modified sine wave inverter ataupun square wave inverter bila dipaksakan untuk beban-beban induktif maka effisiensinya akan jauh berkurang dibandingkan dengan True sine wave inverter. Inverter yang terbaik adalah yang mampu menghasilkan gelombang sinosuidal murni atau true sine wave yaitu bentuk

15 19 gelombang yang sama dengan bentuk gelombang dari jaringan listrik (grid utility). 2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja PLTS Untuk mendapatkan output maksimal dari PLTS, ada beberapa faktor sangat mempengaruhi yaitu : Iradiasi Matahari Iradiasi matahari yang diterima bumi terdistribusi pada beberapa range panjang gelombang, mulai dari 300 nm sampai dengan 4 mikron. Sebagian radiasi mengalami refleksi di atmosfer (diffuse radiation) dan sisanya dapat sampai ke permukaan bumi (direct radiation). Kedua radiasi ini yang dipakai untuk mengukur besaran radiasi yang diterima sel surya. Besaran-besaran penting untuk mengukurnya adalah (Diputra. 2008) : Spectral irradiance Iλ Daya yang diterima oleh satu unit area dalam bentuk differensial panjang gelombang dλ, satuan : W/m 2 µm. Irradiance Integral dari spectral irradiance untuk keseluruhan panjang gelombang, satuan : W/m 2 Radiansi Integral waktu dari irradiance untuk jangka waktu tertentu. Oleh sebab itu, satuannya sama dengan satuan energi, yaitu J/m 2 hari, J/m 2 bulan atau J/m 2 tahun. Diantara ketiga besaran tersebut, yang akan digunakan dalam analisa adalah W/m 2 karena satuan ini yang biasa dipakai dalam data sheet, sedangkan besaran radiasi biasanya digunakan untuk menghitung estimasi daya keluaran pada instalasi system. Irradiance merupakan sumber energi bagi sel surya, sehingga keluarannya sangat bergantung oleh perubahan irradiance. Gambar 2.7 memberikan contoh perubahan irradiance terhadap kurva daya modul surya. Dilihat dari Gambar 2.6, keluaran daya berbanding lurus dengan irradiance. Isc lebih terpengaruh oleh perubahan irradiance dari pada Voc. Hal ini sesuai dengan penjelasan cahaya sebagai paket-paket foton. Pada saat irradiance tinggi, yaitu pada saat jumlah foton banyak, arus yang dihasilkan juga

16 20 besar. Demikian pula sebaliknya, sehingga arus yang dihasilkan berbanding lurus terhadap jumlah foton. Berikut merupakan gambar karakteristik kurva I-V Terhadap perubahan irradiance: Gambar 2.6 Karakteristik Kurva I-V Terhadap Perubahan Irradiance (Sumber: ABB QT10, 2010) Pengujian modul surya pada data sheet umumnya dilakukan pada standard test condition (STC), yaitu Air Mass (AM) 1,5 ; irradiance 1000 W/m 2 dan temperature 25 0 C. dalam kondisi nyata, nilai irradiance tidak mencapai nilai tersebut, bergantung dari posisi lintang, posisi matahari dan kondisi cuaca. Nilai irradiance pada lokasi tertentu juga bervariasi dari bulan ke bulan. Radiasi matahari merupakan pancaran energi yang berasal dari proses thermonuklir yang terjadi di matahari, atau dapat dikatakan sumber utama untuk proses-proses fisika atmosfer yang menentukan keadaan cuaca dan iklim di atmosfer bumi. Radiasi surya memegang peranan penting dari berbagai sumber energi lain yang dimanfaatkan manusia. Cahaya bisa dikatakan sebagai suatu bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Untuk mendukung teknik pencahayaan buatan yang benar, tentu saja perlu diketahui seberapa besar intensitas cahaya yang dibutuhkan pada suatu tempat. Maka, untuk mengetahui

17 21 seberapa besar intensitas cahaya tersebut dibuthkan suatu alat ukur cahaya yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya cahaya dalam satuan lux. Untuk mengukur intensitas cahaya digunakan sebuah alat yang bernama lux meter. Lux meter adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya atau tingkat pencahayaan. Biasanya digunakan dalam ruangan. Kebutuhan pencahayaan setiap ruangan terkadang berbeda. Semuanya tergantung dan disesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan. Untuk mengukur tingkat pencahayaan di butuhkan sebuah alat yang bisa bekerja secara otomatis mampu mengukur intensitas cahaya dan menyesuaikannya dengan cahaya yang dibutuhkan.. Pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter yang menghasilkan nilai intensitas cahaya dengan satuan lux. Tidak ada konversi langsung antara lux dan W/m 2 itu tergantung pada panjang gelombang atau warna cahaya. Sehingga untuk mendapatkan konversi antara lux dan W/m 2 perlu dilakukan percobaan. Namun, ada perkiraan konversi 0,0079 W/m 2 per Lux (Hossain. 2011). Jadi dapat dirumuskan sebagai berikut: 1lux = W/m 2 (2.1) Penggunaan konversi antara lux dan W/m 2 diatas juga telah digunakan oleh M. A. Hossain dkk pada penelitiannya yang berjudul Performance evaluation of 1.68 kwp DC operated Solar pump With Auto Tracker Using Microcontroller Based Data Acquisition System, Steven Chua dengan judul Light VS. DISTANCE dan Anies Ma rufatin pada penelitiannya yang berjudul Respon pertumbuhan Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Atlantis dan Super Jhon Dalam Sistem Aeroponik Terhadap periode Pencahayaan. Mereka semua menggunakan konversi 0,0079 W/m 2 per Lux Temperatur Modul Surya Intensitas cahaya bukanlah satu-satunya parameter eksternal yang memiliki pengaruh penting pada kurva I-V, ada juga pengaruh suhu. Suhu memiliki peranan

18 22 penting untuk memprediksi karakteristik I-V. Komponen semikonduktor seperti diode sensitif terhadap perubahan suhu, begitu pula dengan sel surya. Secara umum, sebuah modul surya dapat beroperasi secara maksimum jika temperatur yang diterimanya tetap normal pada temperatur 25 o C. Kecepatan tiupan angin disekitar lokasi sel surya akan sangat membantu terhadap pendinginan temperatur permukaan sel surya sehingga temperatur dapat terjaga dikisaran 25 o C. Kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperatur normal pada modul surya akan melemahkan tegangan (Voc) yang dihasilkan. Setiap kenaikan temperatur modul surya 1 o C (dari 25 o C) akan mengakibatkan berkurang sekitar 0,5% pada total tenaga (daya) yang dihasilkan. Untuk menghitung besarnya daya yang berkurang pada saat temperatur di sekitar modul surya mengalami kenaikan o C dari temperatur standarnya, dipergunakan rumus sebagai berikut (Solarex, 1998): Pengaruh suhu terhadap output sel surya dapat dilihat dalam rumus dibawah ini (Solarex, 1998) : Psaat t naik o C = 0,5% / o C x PMPP x kenaikan temperatur ( o C) (2.2) Dimana : Psaat t naik o C = Daya pada saat temperatur naik o C dari temperatur standarnya. PMPP = Daya keluaran maksimum modul surya. Daya keluaran modul surya pada saat temperaturnya naik menjadi t o C dari temperatur standarnya diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut : PMPP saat naik menjadi t o C = PMPP Psaat t naik o C (2.3) Dimana : PMPP saat naik menjadi o C adalah daya keluaran modul surya pada saat temperatur disekitar modul surya naik menjadi t o C dari temperatur standarnya.

19 23 modul surya: Berikut merupakan gambar pengaruh temperatur modul terhadap energi Gambar 2.7 Pengaruh temperature modul terhadap energi modul surya (Sumber: ABB QT10, 2010) Orientasi Modul Surya Efisiensi maksimum modul surya akan meningkat jika sudutnya saat terjadi sinar matahari selalu berada pada 90. Namun kenyataannya peristiwa dari radiasi matahari bervariasi berdasarkan pada keduanya yaitu garis lintang (latitude), dan seperti halnya deklenasi matahari selama setahun. Faktanya poros rotasi bumi adalah dengan kemiringan 23,45 terhadap bidang dari orbit bumi oleh matahari, pada garis lintang tertentu tinggi dari matahari pada langit bervariasi setiap harinya. Untuk mengetahui ketinggian maksimum (dalam derajat) ketika matahari mencapai langit (α), secara mudah dengan menggunakan rumus berikut: α = 90 - lat + δ (N hemisphere); 90 + lat δ (S hemisphere) (2.4) Sedangkan sudut yang harus dibentuk oleh modul surya terhadap permukaan bumi (β), dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:

20 24 β=90 α (2.5) Dimana: lat adalah garis lintang (latitude) lokasi intalasi panel surya terpasang (dalam satuan derajat) δ adalah sudut dari deklinasi matahari [23,34 ] Apabila sudut dari ketinggian maksimum matahari (α) diketahui, maka sudut kemiringan dari panel surya (β) juga dapat diketahui. Namun tidak cukup hanya mengetahui α saja untuk menentukan orientasi yang optimal dari panel surya. Orientasi dari pael surya dapat diindikasikan dengan sudut asimut (azimuth angle) dalam notasi γ, pada devasi terhadap arah optimum dari selatan (untuk lokasi di belahan bumi utara), atau dari utara (untuk lokasi di belahan bumi selatan). Nilai positif dari sudut asimut menunjukan orientasi ke barat, sebaliknya nilai negatif menunjukan orientasi ke timur. Gambar inklinasi dan orientasi ditunjukan pada gambar 2.8. Gambar 2.8 Kombinasi inklinasi dan orientasi menentukan eksposisi panel (Sumber: ABBQT10,2010) Berdasarkan dengan orientasi dan inklinasi dari panel surya, potensi dari radiasi radiasi matahari dapat diketahui pada suatu tempat. Dari perbandingan inklinasi dan orientasi dapat diketahui nilai koefisien (c) dari potensi energi yang akan diterima oleh panel surya pada suatu tempat, nilai c ini biasanya didapat dari

21 25 tabel yang dikeluarkan oleh negara berdasarkan data pengamatan inklinasi dan orientasi panel surya pada suatu tempat (latitude). Berikut ditampilkan contoh tabel nilai c pada negara italia : Tabel 2.2 Italia bagian utara 44 N Latitude Inklinasi 0 (Selatan) ±15 ±30 ±45 ±90 (Timur; Barat) 0 1,00 1,00 1,00 1,00 1, ,07 1,06 1,06 1,04 0, ,09 1,09 1,07 1,06 0, ,11 1,10 1,09 1,07 0, ,13 1,12 1,10 1,07 0, ,12 1,11 1,09 1,05 0, ,09 1,08 1,05 1,02 0, ,03 0,99 0,96 0,93 0, ,95 0,95 0,93 0,89 0, ,74 0,74 0,73 0,72 0,57 Berdasarkan data nilai c dari tabel, maka prediksi kapasitas produksi energi rata-rata per tahun (E) adalah: E = Ep c [kwh] (2.6) Sudut Kemiringan Modul Surya Sudut kemiringan memiliki dampak yang besar terhadap radiasi matahari dipermukaan modul surya. Untuk sudut kemiringan tetap. Daya maksimum selama satu tahun akan diperoleh ketika sudut kemiringan modul surya sama dengan lintang lokasi. Sistem pengaturan berfungsi memberikan pengaturan dan pengamanan dalam suatu PLTS sedemikian rupa sehingga sistem pembangkit tersebut dapat bekerja secara efisien dan handal. Peralatan pengaturan di dalam sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya ini dapat dibuat secara manual, yaitu dengan cara selalu menempatkan kearah matahari, atau dapat juga dibuat secara otomatis, mengingat sistem ini banyak dipergunakan untuk daerah terpencil. Gerakan Modul secara otomatis dapat dilakukan dengan menggunakan rangkaian elektronik. Namun dalam segi kepraktisan dan memudahkan perawatan pemasangan modul surya yang mudah dan murah adalah dengan memasang modul surya dengan posisi tetap dengan sudut kemiringan tertentu. Untuk

22 26 menentukan arah sudut kemiringan modul surya harus disesuaikan dengan letak geografis lokasi pemasangan modul tersebut. Penentuan sudut pemasangan modul surya ini berguna untuk membenarkan penghadapan modul surya ke arah garis khatulistiwa. Pemasangan modul surya ke arah khatulistiwa dimaksudkan agar modul surya mendapatkan penyinaran yang optimal. Modul surya yang terpasang di khatulistiwa (lintang = 0 o ) yang diletakan mendatar (tilt angle = 0 o ), akan menghasilkan energy maksimum (Hanif, 2012). Gambar 2.9 Pemasangan Modul Surya Dengan Sudut Kemiringan (Sumber: Hanif M, 2012) 2.5 Kebersihan Modul Surya Menurut penelitian yang telah dilakukan Serbot Swiss Innovation. Kebersihan modul surya sangat mempengaruhi daya output maksimum modul surya. Pembersihan secara berkala modul surya sangat penting untuk menghasilkan dan memberikan jumlah maksimum iradisasi matahari yang diterima oleh permukaan modul surya. Pengaruh kotoran dan debu pada kinerja modul surya tergatung pada berbagai faktor dan selalu perlu diperkirakan. Dari penelitian yang telah dilakukan Serbot Swiss Innovation di Eropa dan Amerika dapat diasumsikan pengurangan daya output modul surya beriksar 10% - 20%. Jika instalasi dilakukan di tempat yang kering dan daerah yang berdebu, efek nya dapat menigkat sampai 40%. ( 2014). Perusahaan White Glove menggunakan air ultra-murni untuk membersihkan permukaan modul surya tanpa meninggalkan residu kimia atau

23 27 senyawa anorganik lain meningkatkan kinerja puncak. Selain debu, daun yang jatuh, kotoran binatang, Cuaca yang berkabut juga dapat menyebabkan permukaan modul surya menjadi kotor, hal ini telah terbukti mengurangi daya output yang dibangkitakan oleh modul surya. Semua perusahaan modul surya merekomendasikan pembersihan secara berkala terhadap permukaan modul surya. Tingkat kebersihan permukaan modul surya mempengaruhi efisiensi dari modul surya. Dengan membersihkan permukaan modul surya secara berkala dapat mengoptimlakan produksi energi yang diabangkitkan. Menurut Solar Electric Power Association (SEPA), output listrik modul surya akan menurun sekitar 10% karena tingkat kotoran, debu, dan residu lainnya. Penelitian yang dikutip oleh SEPA menunjukkan bahwa daya yang dibangkitkan oleh modul surya akan menurun 15-20% di daerah perkotaan atau debu dari kegiatan pembangunan, kotoran burung dan juga serangga. ( 2012). Google melakukan percobaan inovatif pada PLTS 1,6 MW mereka di Mountain View, California. Mereka menemukan bahwa membersihkan surya adalah "nomor satu cara untuk memaksimalkan energi yang modul surya hasilkan." Membersihkan modul surya yang telah beroperasi selama 15 bulan, menghasilkan dua kali lipat output dari modul surya yang dibiarkan. Penelitian yang sama juga menemukan bahwa hujan bukanlah suatu cara untuk membersihkan modul surya. Solar panel yang dibersihkan secara profesional memiliki output 12% lebih tinggi dibandingkan dibersihkan oleh hujan. Di wilayah barat daya AS, di mana curah hujan terbatas selama beberapa bulan, maka jumlah kotoran yang menupuk pada permukaan modul surya jauh lebih besar. Modul surya yang dipasang di dekat sumber polusi seperti jalan raya, pabrik-pabrik dan bandara perlu dibersihkan lebih sering. Kasus lain yang perlu dipertimbangkan termasuk musim gugur dan musim dingin, di mana pembersihan daun dan salju penting untuk kinerja yang optimal. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa air hujan mudah membersihkan panel surya yang miring. Membersihkan panel surya tidak benar-

24 28 benar jauh berbeda dari membersihkan jendela khas. Hal ini tidak terlalu memakan waktu yang begitu banyak (Maehlum, 2014) Menurut Academy Wolrd of Science, Enginering & Technology yang di kutip oleh Perusahaan pembersih modul surya Araya Clean menyatakan bahwa salah satu faktor yang berperan dalam peurunan efisiensi dalam modul surya adalah penumpukan debu pada permukaan modul surya. Dalam prakteknya, debu harus di hilangkan dari permukaan modul surya untuk memastikan kinerja optimal dari modul surya. Berikut merupakan pengaruh yang dapat menyebabkan kotornya modul surya: Arah/ Orientasi : Sebagian besar panel surya berada di atap dan dipasang pada sudut horizontal, modul surya memiliki array sel surya yang terindungi oleh penutup kaca. Tergantung pada arah angin, panel dapat ditutupi oleh debu, kotoran, serbuk sari, daun jatuh, dan kotoran burung. Seiring dengan berjalannya waktu kotoran tersebut dapat mengeras pada perukaan modul surya. Hal ini dapat menyebabkan penurunan yang besar dalam paparan sinar matahari ke sel surya. Pemilik Modul Surya yang tidak pernah membersihkan modul suryanya melaporkan kerugian output pada modul surya bervariasi dari 20% menjadi 50% dari waktu ke waktu. Air hujan tidak cukup untuk membersihkan modul surya : Sebuah asumsi bahwa debu, serbuk sari, daun jatuh yang menumpuk pada modul surya pada musim panas akan di bersihkan oleh air hujan pada musim hujan. Itu benar berpengaruh pada tumpukan debu yang tidak mengeras. Akan tetapi tidak efektif pada kotoran burung dan tumpukan kotoran yang mengeras pada permukaan modul surya. Terkadang air hujan juga membawa lumpur serta tanah yang mengeras pada permukaan modul surya dalam hitungan minggu. Lokasi pemasangan modul surya : Pemasangan modul surya pada lokasi dekat dengan jalan raya, pusat industri, dan pepohonan. Dapat menyebabkan semakin cepatnya penumpukan kotoran pada modul surya.

25 29 Suatu organisasi seperti Solar Energy Power Association dan The National Renewable Energy Laboratory menyatakan bahwa kerugian efisiensi bervariasi dari 20% sampai 25% untuk modul surya kotor dibandingkan dengan modul surya yang dibersihkan. ( 2014). Menurut Solar Facts and Advice. Polusi, debu, daun dan bahkan kotoran burung yang mengendap dipermukaan modul surya mencegah dapat sinar matahari dapat mencapai sel surya pada panel surya. Semakin banyak jumlah kotoran yang menumpuk maka akan mengurangi listrik yang dihasilkan modul surya. Dari beberapa faktor terbesar yang dapat mempengaruhi modul surya, faktor kotoranlah yang paling mudah untuk diatasi. Para ahli sepakat bahwa modul surya kotor tidak menghasilkan energi sebanyak modul surya bersih. Pada penelitian laboratorium National Renewable Energy didapatkan kerugian output modul surya sebesar 25% pada beberapa daerah. Produsen modul surya sendiri telah melaporkan kerugian setinggi 30% untuk beberapa pelanggan yang tidak pernah membersihkan panel mereka. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk melihat apakah modul surya perlu dibersihkan: 1. Pemeriksaan Fisik: Periksa panel surya secara berkala untuk menghilangkan kotoran. Khusus di daerah berdebu pemeriksaan dan pembersihan dilakukan lebih sering. 2. Gunakan Layanan Monitoring: Cara lain untuk mengetahui potensi solar maksimal dari sistem modul surya adalah melalui sistem pemantauan dan layanan. ( nel-cleaning.html, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pengertian energi surya, potensi energi surya di Indonesia, teori tentang panel surya, komponen - komponen utama Pembangkit Listrik

Lebih terperinci

STUDI TERHADAP UNJUK KERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA 1,9 KW DI UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN

STUDI TERHADAP UNJUK KERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA 1,9 KW DI UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN STUDI TERHADAP UNJUK KERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA 1,9 KW DI UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN I.W.G.A Anggara 1, I.N.S. Kumara 2, I.A.D Giriantari 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

pusat tata surya pusat peredaran sumber energi untuk kehidupan berkelanjutan menghangatkan bumi dan membentuk iklim

pusat tata surya pusat peredaran sumber energi untuk kehidupan berkelanjutan menghangatkan bumi dan membentuk iklim Ari Susanti Restu Mulya Dewa 2310100069 2310100116 pusat peredaran pusat tata surya sumber energi untuk kehidupan berkelanjutan menghangatkan bumi dan membentuk iklim Tanpa matahari, tidak akan ada kehidupan

Lebih terperinci

PENGARUH KEBERSIHAN MODUL SURYA TERHADAP UNJUK KERJA PLTS

PENGARUH KEBERSIHAN MODUL SURYA TERHADAP UNJUK KERJA PLTS E-Journal SPEKTRUM Vol. 2, E-JournalSPEKTRUM PENGARUH KEBERSIHAN MODUL SURYA TERHADAP UNJUK KERJA PLTS P.A. Sujana 1, I.N.S. Kumara 2, I.A.D Giriantari 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PENGARUH SERAPAN SINAR MATAHARI OLEH KACA FILM TERHADAP DAYA KELUARAN PLAT SEL SURYA

PENGARUH SERAPAN SINAR MATAHARI OLEH KACA FILM TERHADAP DAYA KELUARAN PLAT SEL SURYA PENGARUH SERAPAN SINAR MATAHARI OLEH KACA FILM TERHADAP DAYA KELUARAN PLAT SEL SURYA Ricko Mahindra*, Awitdrus, Usman Malik Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sel Surya Sel surya di definisikan sebagai teknologi yang menghasilkan listrik dc dari suatu bahan semikonduktor ketika dipaparkan oleh cahaya. Selama bahan semikonduktor tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Energi Surya Energi surya atau matahari telah dimanfaatkan di banyak belahan dunia dan jika dieksplotasi dengan tepat, energi ini berpotensi mampu menyediakan kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Solar Cell Solar Cell atau panel surya adalah suatu komponen pembangkit listrik yang mampu mengkonversi sinar matahari menjadi arus listrik atas dasar efek fotovoltaik. untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Pada peneliatian ini langkah-langkah yang dilakukan mengacu pada diagram alir di bawah ini: Mulai Persiapan Alat dan Bahan Menentukan Sudut Deklinasi,

Lebih terperinci

JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL)

JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL) JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL) A. TUJUAN 1. Merancang sensor sel surya terhadap besaran fisis. 2. Menguji sensor sel surya terhadap besaran fisis. 3. Menganalisis karakteristik sel surya. B. DASAR

Lebih terperinci

12/18/2015 ENERGI BARU TERBARUKAN ENERGI BARU TERBARUKAN ENERGI BARU TERBARUKAN

12/18/2015 ENERGI BARU TERBARUKAN ENERGI BARU TERBARUKAN ENERGI BARU TERBARUKAN Demi matahari dan cahaya siangnya. (QS Asy Syams :1) Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-nya manzilah-manzilah (tempattempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perkembangan era globalisasi saat ini berdampak pada kebutuhan konsumsi energi listrik yang semakin meningkat. Saat ini energi listrik menjadi energi yang sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI MODUL SURYA 50 WP DENGAN PENAMBAHAN REFLEKTOR

PENINGKATAN EFISIENSI MODUL SURYA 50 WP DENGAN PENAMBAHAN REFLEKTOR PENINGKATAN EFISIENSI MODUL SURYA 50 WP DENGAN PENAMBAHAN REFLEKTOR Muchammad dan Hendri Setiawan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Kampus Undip Tembalang, Semarang 50275, Indonesia

Lebih terperinci

Muhamad Fahri Iskandar Teknik Mesin Dr. RR. Sri Poernomo Sari, ST., MT

Muhamad Fahri Iskandar Teknik Mesin Dr. RR. Sri Poernomo Sari, ST., MT ANALISIS INTENSITAS CAHAYA MATAHARI DENGAN SUDUT KEMIRINGAN PANEL SURYA PADA SOLAR WATER PUMP Muhamad Fahri Iskandar 24411654 Teknik Mesin Dr. RR. Sri Poernomo Sari, ST., MT Latar Belakang Konversi energi

Lebih terperinci

Muchammad, Eflita Yohana, Budi Heriyanto. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Phone: , FAX: ,

Muchammad, Eflita Yohana, Budi Heriyanto. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Phone: , FAX: , Pengaruh Suhu Permukaan Photovoltaic Module 50 Watt Peak Terhadap Daya Keluaran yang Dihasilkan Menggunakan Reflektor Dengan Variasi Sudut Reflektor 0 0, 50 0, 60 0, 70 0, 80 0. Muchammad, Eflita Yohana,

Lebih terperinci

Available online at Website

Available online at Website Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi PENGARUH SUHU PERMUKAAN PHOTOVOLTAIC MODULE 50 WATT PEAK TERHADAP DAYA KELUARAN YANG DIHASILKAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR DENGAN VARIASI

Lebih terperinci

Analisis Performa Modul Solar Cell Dengan Penambahan Reflector Cermin Datar

Analisis Performa Modul Solar Cell Dengan Penambahan Reflector Cermin Datar Analisis Performa Modul Solar Cell Dengan Penambahan Reflector Cermin Datar Made Sucipta1,a*, Faizal Ahmad2,b dan Ketut Astawa3,c 1,2,3 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Udayana,

Lebih terperinci

DASAR TEORI. Kata kunci: grid connection, hybrid, sistem photovoltaic, gardu induk. I. PENDAHULUAN

DASAR TEORI. Kata kunci: grid connection, hybrid, sistem photovoltaic, gardu induk. I. PENDAHULUAN PERANCANGAN HYBRID SISTEM PHOTOVOLTAIC DI GARDU INDUK BLIMBING-MALANG Irwan Yulistiono 1, Teguh Utomo, Ir., MT. 2, Unggul Wibawa, Ir., M.Sc. 3 ¹Mahasiswa Teknik Elektro, ² ³Dosen Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

DAYA KELUARAN PANEL SURYA SILIKON POLI KRISTALIN PADA CUACA NORMAL DAN CUACA BERASAP DENGAN SUSUNAN ARRAY PARALEL

DAYA KELUARAN PANEL SURYA SILIKON POLI KRISTALIN PADA CUACA NORMAL DAN CUACA BERASAP DENGAN SUSUNAN ARRAY PARALEL DAYA KELUARAN PANEL SURYA SILIKON POLI KRISTALIN PADA CUACA NORMAL DAN CUACA BERASAP DENGAN SUSUNAN ARRAY PARALEL 1 Andrian Budi Pratomo, 2 Erwin, 3 Awitdrus 1 Mahasiswa Jurusan Fisika 2 Bidang Medan Elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Terdapat beberapa penelitian yang mendukung dari tugas akhir ini, dimana pada penelitian tersebut dijadikan dasar acuan pada penelitian pada tugas akhir ini.

Lebih terperinci

STUDI ORIENTASI PEMASANGAN PANEL SURYA POLY CRYSTALLINE SILICON DI AREA UNIVERSITAS RIAU DENGAN RANGKAIAN SERI-PARALEL

STUDI ORIENTASI PEMASANGAN PANEL SURYA POLY CRYSTALLINE SILICON DI AREA UNIVERSITAS RIAU DENGAN RANGKAIAN SERI-PARALEL STUDI ORIENTASI PEMASANGAN PANEL SURYA POLY CRYSTALLINE SILICON DI AREA UNIVERSITAS RIAU DENGAN RANGKAIAN SERI-PARALEL Ridho Ravita Wardy, Krisman, Cahyo Budi Nugroho Mahasiswa Program Studi S1 Fisika

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN Studi Eksperimental Pengaruh Sudut Kemiringan... (Nabilah dkk.) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN Inas Nabilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Agropolitan Provinsi Gorontalo Agropolitan terdiri dari kata Agro (Pertanian) dan Politan (Polis = Kota), sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota pertanian

Lebih terperinci

INTENSITAS CAHAYA MATAHARI TERHADAP DAYA KELUARAN PANEL SEL SURYA

INTENSITAS CAHAYA MATAHARI TERHADAP DAYA KELUARAN PANEL SEL SURYA INTENSITAS CAHAYA MATAHARI TERHADAP DAYA KELUARAN PANEL SEL SURYA Hasyim Asy ari 1, Jatmiko 2, Angga 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol

Lebih terperinci

ENERGI TERBARUKAN DENGAN MEMANFAATKAN SINAR MATAHARI UNTUK PENYIRAMAN KEBUN SALAK. Subandi 1, Slamet Hani 2

ENERGI TERBARUKAN DENGAN MEMANFAATKAN SINAR MATAHARI UNTUK PENYIRAMAN KEBUN SALAK. Subandi 1, Slamet Hani 2 ENERGI TERBARUKAN DENGAN MEMANFAATKAN SINAR MATAHARI UNTUK PENYIRAMAN KEBUN SALAK Subandi 1, Slamet Hani 2 1,2 Jurusan Teknik Elektro Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Kampus ISTA Jl. Kalisahak

Lebih terperinci

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh filter warna kuning terhadap efesiensi Sel surya. Dalam penelitian ini menggunakan metode

Lebih terperinci

Gambar 1. : Struktur Modul Termoelektrik

Gambar 1. : Struktur Modul Termoelektrik dengan mengkonversi energi panas, maka diperlukan kolektor atau pengumpul energi dari radiasi matahari. Melalui berbagai studi literatur maka pada penelitian ini dipilih bahan aspal sebagai kolektor radiasi

Lebih terperinci

BAB II SEL SURYA. Simulator algoritma..., Wibeng Diputra, FT UI., 2008.

BAB II SEL SURYA. Simulator algoritma..., Wibeng Diputra, FT UI., 2008. BAB II SEL SURYA 2.1 PRINSIP KERJA SEL SURYA Sel surya bekerja berdasarkan efek fotoelektrik pada material semikonduktor untuk mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Berdasarkan teori Maxwell tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari teknologi yang terus berkembang [1]. seperti halnya teknologi mobil

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari teknologi yang terus berkembang [1]. seperti halnya teknologi mobil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Ketergantungan dunia terhadap energi listrik sangat besar. Hal ini bisa dilihat dari teknologi yang terus berkembang [1]. seperti halnya teknologi mobil yang saat

Lebih terperinci

Sistem PLTS OffGrid. TMLEnergy. TMLEnergy Jl Soekarno Hatta no. 541 C, Bandung, Jawa Barat. TMLEnergy. We can make a better world together CREATED

Sistem PLTS OffGrid. TMLEnergy. TMLEnergy Jl Soekarno Hatta no. 541 C, Bandung, Jawa Barat. TMLEnergy. We can make a better world together CREATED TMLEnergy TMLEnergy Jl Soekarno Hatta no. 541 C, Bandung, Jawa Barat Jl Soekarno Hatta no. W: 541 www.tmlenergy.co.id C, Bandung, Jawa Barat W: www.tmlenergy.co.id E: marketing@tmlenergy.co.id E: marketing@tmlenergy.co.id

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PEMANFAATAN SEL SURYA UNTUK KONSUMEN RUMAH TANGGA DENGAN BEBAN DC SECARA PARALEL TERHADAP LISTRIK PLN

NASKAH PUBLIKASI PEMANFAATAN SEL SURYA UNTUK KONSUMEN RUMAH TANGGA DENGAN BEBAN DC SECARA PARALEL TERHADAP LISTRIK PLN NASKAH PUBLIKASI PEMANFAATAN SEL SURYA UNTUK KONSUMEN RUMAH TANGGA DENGAN BEBAN DC SECARA PARALEL TERHADAP LISTRIK PLN Diajukan Oleh: ABDUR ROZAQ D 400 100 051 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ENERGI PERTANIAN PENGUKURAN TEGANGAN DAN ARUS DC PADA SOLAR CELL

LAPORAN PRAKTIKUM ENERGI PERTANIAN PENGUKURAN TEGANGAN DAN ARUS DC PADA SOLAR CELL LAPORAN PRAKTIKUM ENERGI PERTANIAN PENGUKURAN TEGANGAN DAN ARUS DC PADA SOLAR CELL Kelompok 4: 1. Andi Hermawan (05021381419085) 2. Debora Geovanni (05021381419072) 3. Ruby Hermawan (05021381419073) 4.

Lebih terperinci

Tugas Makalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

Tugas Makalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Tugas Makalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) DI SUSUN OLEH KELOMPOK IV 1. AHMAD 102504014 2. ACHMAD RIFAI 102504005 3. NURSI 102504022 4. RENRA RIANDA H. 102504034 5. MUKHLIS 092504015 JURUSAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SEL SURYA DAN LAMPU LED UNTUK PERUMAHAN

PEMANFAATAN SEL SURYA DAN LAMPU LED UNTUK PERUMAHAN PEMANFAATAN SEL SURYA DAN LAMPU LED UNTUK PERUMAHAN Jatmiko, Hasyim Asy ari, Mahir Purnama Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura,

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI DAN PERENCANAAN RANCANG BANGUN SOLAR TRACKER

BAB III DESKRIPSI DAN PERENCANAAN RANCANG BANGUN SOLAR TRACKER BAB III DESKRIPSI DAN PERENCANAAN RANCANG BANGUN SOLAR TRACKER 3.1 Deskripsi Plant Sistem solar tracker yang penulis buat adalah sistem yang bertujuan untuk mengoptimalkan penyerapan cahaya matahari pada

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI DESAIN SISTEM PARALEL ENERGI LISTRIK ANTARA SEL SURYA DAN PLN UNTUK KEBUTUHAN PENERANGAN RUMAH TANGGA

NASKAH PUBLIKASI DESAIN SISTEM PARALEL ENERGI LISTRIK ANTARA SEL SURYA DAN PLN UNTUK KEBUTUHAN PENERANGAN RUMAH TANGGA NASKAH PUBLIKASI DESAIN SISTEM PARALEL ENERGI LISTRIK ANTARA SEL SURYA DAN PLN UNTUK KEBUTUHAN PENERANGAN RUMAH TANGGA Diajukan oleh: FERI SETIA PUTRA D 400 100 058 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik adalah energi yang mudah dikonversikan ke dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik adalah energi yang mudah dikonversikan ke dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik adalah energi yang mudah dikonversikan ke dalam bentuk energi yang lain. Saat ini kebutuhan energi, khususnya energi listrik terus meningkat dengan pesat,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Balai Rakyat Arti balai dari KBBI merupakan gedung. Balai rakyat merupakan gedung pertemuan untuk kegiatan warga (seperti rapat, pesta dsb). Berikut beberapa perbandingan balai

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) SEBAGAI CATU DAYA PADA BTS MAKROSEL TELKOMSEL

BAB III PERANCANGAN SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) SEBAGAI CATU DAYA PADA BTS MAKROSEL TELKOMSEL BAB III PERANCANGAN SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) SEBAGAI CATU DAYA PADA BTS MAKROSEL TELKOMSEL 3.1 Survey Lokasi Langkah awal untuk merancang dan membuat Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Lebih terperinci

Sistem PLTS Off Grid Komunal

Sistem PLTS Off Grid Komunal PT. REKASURYA PRIMA DAYA Jl. Terusan Jakarta, Komp Ruko Puri Dago no 342 kav.31, Arcamanik, Bandung 022-205-222-79 Sistem PLTS Off Grid Komunal PREPARED FOR: CREATED VALID UNTIL 2 2 mengapa menggunakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMIS ENERGI LISTRIK TENAGA SURYA DESA TERTINGGAL TERPENCIL

KAJIAN EKONOMIS ENERGI LISTRIK TENAGA SURYA DESA TERTINGGAL TERPENCIL KAJIAN EKONOMIS ENERGI LISTRIK TENAGA SURYA DESA TERTINGGAL TERPENCIL Oleh Aditya Dewantoro P (1) Hendro Priyatman (2) Universitas Muhammadiyah Pontianak Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin Tel/Fax 0561

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER Oleh: Muhammad Anwar Widyaiswara BDK Manado ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan meningkatnya kebutuhan akan energi listrik yang terus meningkat dan semakin menipisnya cadangan minyak bumi maka dibutuhkan pula sumber-sumber energi listrik

Lebih terperinci

BAB III PRINSIP KERJA ALAT DAN RANGKAIAN PENDUKUNG

BAB III PRINSIP KERJA ALAT DAN RANGKAIAN PENDUKUNG BAB III PRINSIP KERJA ALAT DAN RANGKAIAN PENDUKUNG 3.1 RANGKAIAN SOLAR HOME SISTEM Secara umum sistem pemabangkit daya listrik fotovoltaik dapat dibedakan atas 2 (dua) jenis[2]: a. Sistem langsung, yaitu

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Rangkaian Elektronik Lampu Navigasi Energi Surya Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya mempunyai tiga komponen utama, yaitu input, storage, dan output. Komponen input

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. A. State of the Art Review

II. Tinjauan Pustaka. A. State of the Art Review Perbandingan Penggunaan Motor DC Dengan AC Sebagai Penggerak Pompa Air Yang Disuplai Oleh Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Agus Teja Ariawan* Tjok. Indra. P, I. W. Arta. Wijaya. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Secara Mandiri Untuk Rumah Tinggal

Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Secara Mandiri Untuk Rumah Tinggal Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Secara Mandiri Untuk Rumah Tinggal Sandro Putra 1) ; Ch. Rangkuti 2) 1), 2) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti E-mail: xsandroputra@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai penjelasan dari sel surya, struktur, dan cara kerjanya, membahas mengenai fitur dan fungsi Arduino, LDR, Motor servo, Battery Charge Regulator (BCR),

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboraturium Daya dan Alat Mesin Pertanian (Lab

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboraturium Daya dan Alat Mesin Pertanian (Lab 18 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboraturium Daya dan Alat Mesin Pertanian (Lab DAMP) Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap aspek kehidupan tidak lepas dari sarana-sarana penunjang kegiatan manusia, dimana setiap sarana membutuhkan energi untuk dapat bekerja. Pemanfaatan energi ini

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. manusia untuk memperoleh energi listrik tanpa perlu membakar bahan bakar fosil

BAB II DASAR TEORI. manusia untuk memperoleh energi listrik tanpa perlu membakar bahan bakar fosil BAB II DASAR TEORI 2.1. Pengenalan Tentang Sel surya Sel surya, solar cell, photovoltaic, atau fotovoltaik sejak tahun 1970-an telah mengubah cara pandang kita tentang energi dan memberi jalan baru bagi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Solar Cell, Media pembelajaran berbasis web, Intensitas Cahaya, Beban, Sensor Arus dan Tegangan PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Solar Cell, Media pembelajaran berbasis web, Intensitas Cahaya, Beban, Sensor Arus dan Tegangan PENDAHULUAN Rancang Bangun Sistem Kontrol dan Monitoring Sel Surya dengan Raspberry Pi Berbasis Web Sebagai Sarana Pembelajaran di Akademi Teknik dan Penerbangan Surabaya Hartono Indah Masluchah Program Studi Diploma

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini di bahas mengenai teori-teori dasar yang digunakan untuk menunjang perencanaan dan pembuatan alat. 2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Surya Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Lebih terperinci

PANEL SURYA dan APLIKASINYA

PANEL SURYA dan APLIKASINYA PANEL SURYA dan APLIKASINYA Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi sebenarnya sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x 10 24 joule pertahun. Jumlah energi sebesar

Lebih terperinci

OPTIMALISASI TEGANGAN KELUARAN DARI SOLAR CELL MENGGUNAKAN LENSA PEMFOKUS CAHAYA MATAHARI

OPTIMALISASI TEGANGAN KELUARAN DARI SOLAR CELL MENGGUNAKAN LENSA PEMFOKUS CAHAYA MATAHARI OPTIMALISASI TEGANGAN KELUARAN DARI SOLAR CELL MENGGUNAKAN LENSA PEMFOKUS CAHAYA MATAHARI Oleh: Faslucky Afifudin 1, Farid Samsu Hananto 2 ABSTRAK: Studi optimalisasi tegangan keluaran dari solar sel menggunakan

Lebih terperinci

Sistem Pembangkit Listrik Alternative Menggunakan Panel Surya Untuk Penyiraman Kebun Salak Di Musim Kemarau

Sistem Pembangkit Listrik Alternative Menggunakan Panel Surya Untuk Penyiraman Kebun Salak Di Musim Kemarau Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015 209 Sistem Pembangkit Listrik Alternative Menggunakan Panel Surya Untuk Penyiraman Kebun Salak Di Musim Kemarau Muhammad Suyanto*

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT PENYEMPROT HAMA TANAMAN TIPE KNAPSACK BERBASIS SOLAR PANEL 20 WP

PERANCANGAN ALAT PENYEMPROT HAMA TANAMAN TIPE KNAPSACK BERBASIS SOLAR PANEL 20 WP PERANCANGAN ALAT PENYEMPROT HAMA TANAMAN TIPE KNAPSACK BERBASIS SOLAR PANEL 20 WP Efrizal, Johan Sainima Program Studi Teknik mesin, Fakultas teknik, Universitas Muhammadiyah Tangerang, Jl. Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: STUDI PENGARUH PENGGUNAAN BATERAI PADA KARAKTERISTIK PEMBANGKITAN DAYA SOLAR CELL 50 WP

Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: STUDI PENGARUH PENGGUNAAN BATERAI PADA KARAKTERISTIK PEMBANGKITAN DAYA SOLAR CELL 50 WP Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: 2355-3553 STUDI PENGARUH PENGGUNAAN BATERAI PADA KARAKTERISTIK PEMBANGKITAN DAYA SOLAR CELL 50 WP Ambo Intang Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tamansiswa,

Lebih terperinci

Listrik Tenaga Surya untuk Rumah (judul asli: Memasang Solar Home System atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya Mini untuk Rumah) Oleh: Agus Haris W

Listrik Tenaga Surya untuk Rumah (judul asli: Memasang Solar Home System atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya Mini untuk Rumah) Oleh: Agus Haris W Listrik Tenaga Surya untuk Rumah (judul asli: Memasang Solar Home System atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya Mini untuk Rumah) Oleh: Agus Haris W Catatan: SHS (Solar Home System) yang saya rangkai dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Terdapat beberapa penelitian yang mendukung dari tugas akhir ini, dimana pada penelitian tersebut dijadikan dasar acuan pada penelitian pada tugas akhir ini.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Terdapat beberapa penelitian yang mendukung Tugas Akhir ini, dimana pada penelitian tersebut dijadikan dasar acuan pada penelitian pada tugas akhir ini. Jurnal

Lebih terperinci

Diajukan untuk memenuh salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro OLEH :

Diajukan untuk memenuh salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro OLEH : PERENCANAAN SISTEM PENERANGAN JALAN UMUM DAN TAMAN DI AREAL KAMPUS USU DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TENAGA SURYA (APLIKASI PENDOPO DAN LAPANGAN PARKIR) Diajukan untuk memenuh salah satu persyaratan dalam

Lebih terperinci

Materi Sesi Info Listrik Tenaga Surya. Politeknik Negeri Malang, Sabtu 12 November 2016 Presenter: Azhar Kamal

Materi Sesi Info Listrik Tenaga Surya. Politeknik Negeri Malang, Sabtu 12 November 2016 Presenter: Azhar Kamal Materi Sesi Info Listrik Tenaga Surya Politeknik Negeri Malang, Sabtu 12 November 2016 Presenter: Azhar Kamal Pengantar Presentasi ini dipersiapkan oleh Azhar Kamal untuk acara Sesi Info Listrik Tenaga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ALAT PRAKTIKUM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ALAT PRAKTIKUM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ALAT PRAKTIKUM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA Sesuai pembahasan pada bab sebelumnya, dan dengan mengikuti tahapantahapan yang telah dicantumkan hasil akhir alat yang di

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN PANEL SURYA

BAB IV PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN PANEL SURYA 61 BAB IV PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN PANEL SURYA Sebuah sel PV terhubung dengan sel lain membentuk sebuah modul PV dan beberapa modul PV digabungkan membentuk sebuah satu kesatuan (array) PV, seperti terlihat

Lebih terperinci

Deskripsi LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM YANG DITINGKATKAN

Deskripsi LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM YANG DITINGKATKAN 1 Deskripsi LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM YANG DITINGKATKAN Bidang Teknik Invensi Invensi ini berkenaan dengan suatu lampu penerangan jalan umum atau dikenal dengan lampu PJU, khususnya lampu PJU yang dilengkapi

Lebih terperinci

MEMBUAT SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK GABUNGAN ANGIN DAN SURYA KAPASITAS 385 WATT. Mujiburrahman

MEMBUAT SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK GABUNGAN ANGIN DAN SURYA KAPASITAS 385 WATT. Mujiburrahman MEMBUAT SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK GABUNGAN ANGIN DAN SURYA KAPASITAS 385 WATT Mujiburrahman Fakultas Teknik Universitas Islam Kalimantan MAAB Jl. Adhyaksa No 2 Kayu Tangi Banjarmasin Email : Mujiburrahman.4646@gmail.com

Lebih terperinci

Uji Karakteristik Sel Surya pada Sistem 24 Volt DC sebagai Catudaya pada Sistem Pembangkit Tenaga Hybrid

Uji Karakteristik Sel Surya pada Sistem 24 Volt DC sebagai Catudaya pada Sistem Pembangkit Tenaga Hybrid 208 Satwiko S / Uji Karakteristik Sel Surya Pada Sistem 24 Volt Dc Sebagai Catudaya Pada Sistem Pembangkit Tenaga Uji Karakteristik Sel Surya pada Sistem 24 Volt DC sebagai Catudaya pada Sistem Pembangkit

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN LAPISAN AIR PENDINGIN TERHADAP DAYA KELUARAN MODUL PHOTOVOLTAIC MONOCRYSTALLINE

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN LAPISAN AIR PENDINGIN TERHADAP DAYA KELUARAN MODUL PHOTOVOLTAIC MONOCRYSTALLINE Studi Eksperimen Pengaruh Ketebalan Lapisan Air Pendingin... (Baihaqi dkk.) STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN LAPISAN AIR PENDINGIN TERHADAP DAYA KELUARAN MODUL PHOTOVOLTAIC MONOCRYSTALLINE Ikhsan Baihaqi

Lebih terperinci

ENERGI SURYA DAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA. TUGAS ke 5. Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Managemen Energi dan Teknologi

ENERGI SURYA DAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA. TUGAS ke 5. Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Managemen Energi dan Teknologi ENERGI SURYA DAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA TUGAS ke 5 Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Managemen Energi dan Teknologi Oleh : ZUMRODI NPM. : 250120150017 MAGISTER ILMU LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PENGUJIAN SUDUT KEMIRINGAN OPTIMAL PHOTOVOLTAIC DI WILAYAH PURWOKERTO HALAMAN JUDUL

PENGUJIAN SUDUT KEMIRINGAN OPTIMAL PHOTOVOLTAIC DI WILAYAH PURWOKERTO HALAMAN JUDUL PENGUJIAN SUDUT KEMIRINGAN OPTIMAL PHOTOVOLTAIC DI WILAYAH PURWOKERTO HALAMAN JUDUL SKRIPSI Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro Disusun Oleh : MAULDIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wida Lidiawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wida Lidiawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan ekonomi menyebabkan kebutuhan energi listrik saat ini terus mengalami peningkatan. Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik tersebut eksploitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangkit-pembangkit tenaga listrik yang ada saat ini sebagian besar masih mengandalkan kepada sumber energi yang tidak terbarukan dalam arti untuk mendapatkannya

Lebih terperinci

Kata Kunci : Solar Cell, Modul Surya, Baterai Charger, Controller, Lampu LED, Lampu Penerangan Jalan Umum. 1. Pendahuluan. 2.

Kata Kunci : Solar Cell, Modul Surya, Baterai Charger, Controller, Lampu LED, Lampu Penerangan Jalan Umum. 1. Pendahuluan. 2. PERENCANAAN SISTEM PENERANGAN JALAN UMUM DAN TAMAN DI AREAL KAMPUS USU DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TENAGA SURYA (APLIKASI DI AREAL PENDOPO DAN LAPANGAN PARKIR) Donny T B Sihombing, Ir. Surya Tarmizi Kasim

Lebih terperinci

PENINGKATAN SUHU MODUL DAN DAYA KELUARAN PANEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR

PENINGKATAN SUHU MODUL DAN DAYA KELUARAN PANEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR PENINGKATAN SUHU MODUL DAN DAYA KELUARAN PANEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR I h s a n Dosen pada Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar Email: ihsan_physics@ymail.com Abstract.

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN EISSN

1. Pendahuluan. Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN EISSN Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 EISSN 2303-2480 STUDI PERENCANAAN SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) SKALA RUMAH SEDERHANA DI DAERAH PEDESAAN SEBAGAI PEMBANGKIT

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Faktor-faktor dominan adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh

BAB V PEMBAHASAN. Faktor-faktor dominan adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh 118 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Faktor Faktor-faktor dominan adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap peningkatan nilai arus dan tegangan sel surya. Kondisi hubung singkat mengakibatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN OUTPUT DAYA LISTRIK PANEL SURYA SISTEM TRACKING DENGAN SOLAR REFLECTOR

ANALISIS PERBANDINGAN OUTPUT DAYA LISTRIK PANEL SURYA SISTEM TRACKING DENGAN SOLAR REFLECTOR ANALISIS PERBANDINGAN OUTPUT DAYA LISTRIK PANEL SURYA SISTEM TRACKING DENGAN SOLAR REFLECTOR I B Kd Surya Negara 1, I Wayan Arta Wijaya 2, A A Gd Maharta Pemayun 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

PENERANGAN JALAN UMUM MENGGUNAKAN PHOTOVOLTAIC ( PV)

PENERANGAN JALAN UMUM MENGGUNAKAN PHOTOVOLTAIC ( PV) PENERANGAN JALAN UMUM MENGGUNAKAN PHOTOVOLTAIC ( PV) Muamar Mahasiswa Program Studi D3 Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Bengkalis E-mail : - Jefri Lianda Dosen Jurusan Teknik Elektro Jurusan Teknik

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI DESAIN PENYIRAM TAMAN OTOMATIS TENAGA SURYA MENGACU PADA KELEMBABAN TANAH

NASKAH PUBLIKASI DESAIN PENYIRAM TAMAN OTOMATIS TENAGA SURYA MENGACU PADA KELEMBABAN TANAH NASKAH PUBLIKASI DESAIN PENYIRAM TAMAN OTOMATIS TENAGA SURYA MENGACU PADA KELEMBABAN TANAH Disusun untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi tenaga angin, sumber energi tenaga air, hingga sumber energi tenaga

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi tenaga angin, sumber energi tenaga air, hingga sumber energi tenaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, penelitian mengenai sumber energi terbarukan sangat gencar dilakukan. Sumber-sumber energi terbarukan yang banyak dikembangkan antara lain sumber energi tenaga

Lebih terperinci

Teknologi Plasma. dalam Industri Manufaktur Semikonduktor dan Divais Elektronik. (Bagian II) Prof. Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA.

Teknologi Plasma. dalam Industri Manufaktur Semikonduktor dan Divais Elektronik. (Bagian II) Prof. Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA. Teknologi Plasma dalam Industri Manufaktur Semikonduktor dan Divais Elektronik (Bagian II) Prof. Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia Monday, 12 October

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Pengangkatan Air Menggunakan Motor AC dengan Sumber Listrik Tenaga Surya

Rancang Bangun Sistem Pengangkatan Air Menggunakan Motor AC dengan Sumber Listrik Tenaga Surya Rancang Bangun Sistem Pengangkatan Air Menggunakan Motor dengan Sumber Listrik Tenaga Surya Cok. Gede Indra Partha, I Wayan Arta Wijaya, dan I Nyoman Setiawan Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkantoran, maupun industrisangat bergantung pada listrik. Listrik

BAB I PENDAHULUAN. perkantoran, maupun industrisangat bergantung pada listrik. Listrik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Listrik telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat modern. Hampir semua aktivitas manusia, baik di rumah tangga, perkantoran,

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Global direct normal solar radiation (Sumber : NASA)

Gambar 1.1 Global direct normal solar radiation (Sumber : NASA) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber Energi atau power saat ini menjadi suatu topik menarik sebagai kajian fokus utama dibahas peneliti-peneliti setiap negara. Kebutuhan energi pasti mengalami

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Efek photovoltaic pertama kali ditemukan oleh ahli Fisika berkebangsaan

TINJAUAN PUSTAKA. Efek photovoltaic pertama kali ditemukan oleh ahli Fisika berkebangsaan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Sel Surya Efek photovoltaic pertama kali ditemukan oleh ahli Fisika berkebangsaan Perancis Alexandre Edmond Becquerel pada tahun 1839. Tahun 1876, William Grylls

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Penelitian. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan

1.1 Latar Belakang Penelitian. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, energi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan terhadap

Lebih terperinci

SOAL DAN TUGAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA. Mata Kuliah Manajemen Energi & Teknologi Dosen : Totok Herwanto

SOAL DAN TUGAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA. Mata Kuliah Manajemen Energi & Teknologi Dosen : Totok Herwanto SOAL DAN TUGAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA Mata Kuliah Manajemen Energi & Teknologi Dosen : Totok Herwanto DISUSUN OLEH : IID MOH. ABDUL WAHID 250120140017 MAGISTER ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS PADJAJARAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini meliputi waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan, rancangan alat, metode penelitian, dan prosedur penelitian. Pada prosedur penelitian akan dilakukan beberapa

Lebih terperinci

PENGUJIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN POSISI PLAT PHOTOVOLTAIC HORIZONTAL

PENGUJIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN POSISI PLAT PHOTOVOLTAIC HORIZONTAL TUGAS AKHIR PENGUJIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN POSISI PLAT PHOTOVOLTAIC HORIZONTAL Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Mesin Fakultas

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM HIBRID PHOTOVOLTAIC-BATERAI MENGGUNAKAN BI-DIRECTIONAL SWITCH UNTUK CATU DAYA KELISTRIKAN RUMAH TANGGA 900VA, 220 VOLT, 50 HZ

DESAIN SISTEM HIBRID PHOTOVOLTAIC-BATERAI MENGGUNAKAN BI-DIRECTIONAL SWITCH UNTUK CATU DAYA KELISTRIKAN RUMAH TANGGA 900VA, 220 VOLT, 50 HZ G.17 DESAIN SISTEM HIBRID PHOTOVOLTAICBATERAI MENGGUNAKAN BIDIRECTIONAL SWITCH UNTUK CATU DAYA KELISTRIKAN RUMAH TANGGA 900VA, 220 VOLT, 50 HZ Soedibyo 1*, Dwiana Hendrawati 2 1 Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

P R O P O S A L. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), LPG Generator System

P R O P O S A L. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), LPG Generator System P R O P O S A L CV. SURYA SUMUNAR adalah perusahaan swasta yang bergerak dibidang pengadaan dan penjualan energi listrik dengan menggunakan tenaga surya (matahari) sebagai sumber energi utamanya. Kami

Lebih terperinci

Rooftop Solar PV System

Rooftop Solar PV System TMLEnergy Jl Soekarno Hatta no. 541 C, Bandung, Jawa Barat W : www.tmlenergy.co.id E : marketing@tmlenergy.co.id T : TMLEnergy We can make a better world together PREPARED FOR: Rooftop Solar PV System

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Perancangan Sistem Pembangkit Listrik Sepeda Hybrid Berbasis Tenaga Pedal dan Tenaga Surya

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Perancangan Sistem Pembangkit Listrik Sepeda Hybrid Berbasis Tenaga Pedal dan Tenaga Surya BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Perancangan Sistem Pembangkit Listrik Sepeda Hybrid Berbasis Tenaga Pedal dan Tenaga Surya 4.1.1. Analisis Radiasi Matahari Analisis dilakukan dengan menggunakan data yang

Lebih terperinci

MODEL PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANGIN DAN SURYA SKALA KECIL UNTUK DAERAH PERBUKITAN

MODEL PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANGIN DAN SURYA SKALA KECIL UNTUK DAERAH PERBUKITAN MODEL PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANGIN DAN SURYA SKALA KECIL UNTUK DAERAH PERBUKITAN Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Email: isdiyarto@yahoo.co.id Abstrak. Energi terbarukan

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI 4.1 Simulasi dengan Homer Software Pembangkit Listrik Solar Panel

BAB IV SIMULASI 4.1 Simulasi dengan Homer Software Pembangkit Listrik Solar Panel BAB IV SIMULASI Pada bab ini simulasi serta analisa dilakukan melihat penghematan yang ada akibat penerapan sistem pembangkit listrik energi matahari untuk rumah penduduk ini. Simulasi dilakukan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN INTENSITAS MATAHARI TERHADAP DAYA KELUARAN PANEL SURYA

PENGARUH PERUBAHAN INTENSITAS MATAHARI TERHADAP DAYA KELUARAN PANEL SURYA Jurnal Pengabdian LPPM Untag Surabaya Nopember 2015, Vol. 01, No. 02, hal 193-202 PENGARUH PERUBAHAN INTENSITAS MATAHARI TERHADAP DAYA KELUARAN PANEL SURYA Subekti Yuliananda 1, Gede Sarya 2, RA Retno

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI PENGGUNAAN SEL SURYA DAN INTENSITAS CAHAYA MATAHARI PADA AREA GEDUNG K.H. MAS MANSYUR SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI PENGGUNAAN SEL SURYA DAN INTENSITAS CAHAYA MATAHARI PADA AREA GEDUNG K.H. MAS MANSYUR SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI EVALUASI PENGGUNAAN SEL SURYA DAN INTENSITAS CAHAYA MATAHARI PADA AREA GEDUNG K.H. MAS MANSYUR SURAKARTA Diajukan oleh : ANGGA AGUNG PRIHARTOMO D 400 060 067 JURUSAN ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek PROSES PENYIMPANAN ENERGI PADA PLTS 1000 Wp SITTING GROUND TEKNIK ELEKTRO-UNDIP

Makalah Seminar Kerja Praktek PROSES PENYIMPANAN ENERGI PADA PLTS 1000 Wp SITTING GROUND TEKNIK ELEKTRO-UNDIP Makalah Seminar Kerja Praktek PROSES PENYIMPANAN ENERGI PADA PLTS 1000 Wp SITTING GROUND TEKNIK ELEKTRO-UNDIP Mira Erviana 1, Dr.Ir. Joko Windarto, M.T 2 1 Mahasiswa dan 2 Dosen Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci