BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

PERNYATAAN. Yang bertanda tangan di bawah ini: NIM :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tempat 1m-1.000m dari permukaan laut dan pada suhu udara 22 C- 26 C.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.

PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH EKSTRAK KACANG PANJANG

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH EKSTRAK DAUN KENARI


5 KINERJA REPRODUKSI

Anatomi/organ reproduksi wanita

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya, L.) TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM DAN KADAR HEMOGLOBIN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HORMON REPRODUKSI JANTAN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

... Tugas Milik kelompok 8...

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus) TERHADAP BERAT UTERUS DAN TEBAL ENDOMETRIUM PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) MENOPAUSE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

Lampiran 1. Pembuatan Suspensi Zat Uji

BAB 1 PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN


BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah. perkembangan, sedangkan pada akhirnya perubahan itu menjadi kearah

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol

Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Kadar Estrogen

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP STRUKTUR LAPISAN ENDOMETRIUM PADA MENCIT (Mus musculus L.

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Pembuatan Infusa Kulit Batang Angsana : Dosis Loperamid

Jika Ho ditolak berarti ada minimal satu mean yang berbeda nyata dengan yang lain :

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979).

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BROTOWALI (Tinospora crispa, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut : 1. Hasil Uji Definitif Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji pepaya Terhadap Jumlah Kelenjar Endometrium Tikus Putih Betina Parameter pertama yang dihitung adalah jumlah kelenjar endometrium dengan membandingan kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan yaitu pada perlakuan 1 (300 mg/tikus/hari ekstrak biji pepaya), perlakuan 2 (350 mg/tikus/hari esktrak biji pepya), perlakuan 3 (400 mg/tikus/hari ekstrak biji pepaya). Data hasil jumlah kelenjar endometrium di amati di Laboratorium Mikroskopi FMIPA UNY. Data ini diambil dengan cara mengamati preparat per satuan lapang pandang pada struktur penampang melintang uterus dengan perbesaran lensa objektif 10x (dilihat pada layar monitor), dan menghitung semua jumlah kelenjar endometrium di lapisan endometrium, menggunakan counter sebagai alat bantu hitung. Hasil perhitungan uji definitif dari jumlah kelenjar endometrium ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini, yaitu: Tabel 3. Rata-Rata Jumlah Kelenjar Endometrium Uterus Tikus Putih Betina Per Satuan Lapang Pandang dengan Perbesaran Lensa Objektif 10x (Dilihat pada Layar Monitor) Sebelah Kanan Sesudah Pemberian Ekstrak Biji Pepaya. Ulangan K P1 P2 P3 Rata-rata 18 24,2 18,8 24,6 53

Tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok kontrol memiliki ratarata sebesar 18, lalu terjadi kenaikan jumlah rata-rata sebesar 24,2 pada P1. Pada P2 mengalami penurunan jumlah kelenjar endometrium menjadi 18,8. Terjadi peningkatan jumlah kelenjar endometrium pada kelompok P3 sebesar 24,6. Dari hasil data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kelenjar endometrium sebelah kanan paling besar ditunjukkan pada kelompok perlakuan 3 (P3). Tabel 4. Rata-Rata Jumlah Kelenjar Endometrium Uterus Tikus Putih Betina Per Satuan Lapang Pandang dengan Perbesaran Lensa Objektif 10x (Dilihat pada Layar Monitor) Sebelah Kiri Sesudah Pemberian Ekstrak Biji Pepaya. Ulangan K P1 P2 P3 Rata-rata 13,6 13 23,6 18,4 jumlah kelenjar endometrium uterus sebelah kiri terjadi penurunan jumlah pada P1 yaitu 13 dari pada perlakuan kontrol yaitu 13,6, pada P2 terjadi peningkatan yaitu 23,6, dan terjadi penurunan pada P3 dengan jumlah 18,4. Hasil data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kelenjar endometrium sebelah kiri paling besar ditunjukkan pada kelompok perlakuan 2 (P2). Pengaruh perlakuan terhadap jumlah kelenjar endometrium dapat diketahui dengan analisis menggunakan uji nonparametrik Kruskal wallis karena data tersebut berupa data cacah (dapat dihitung) yang didapatkan dari perhitungan jumlah. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada tabel, sebagai berikut: 54

Tabel 5. Hasil Uji Kruskal wallis Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya terhadap Jumlah Kelenjar Endometrium Uterus Tikus Putih Betina Per Satuan Lapang Pandang dengan Perbesaran Lensa Objektif 10x (Dilihat pada Layar Monitor) Sebelah Kanan. Jumlah kelenjar kanan Chi-Square 1.907 df 3 Asymp. Sig..592 a. Kruskal wallis Test b. Grouping Variable: dosis Tabel 6. Hasil Uji Kruskal wallis Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya terhadap Jumlah Kelenjar Endometrium Uterus Tikus Putih Betina Per Satuan Lapang Pandang dengan Perbesaran Lensa Objektif 10x (Dilihat pada Layar Monitor) Sebelah Kiri. Jumlah kelenjar kiri Chi-Square 6.510 df 3 Asymp. Sig..089 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: dosis Berdasarkan hasil uji Kruskal wallis pada tabel 5, didapatkan hasil bahwa nilai Chi-Square sebesar 1.907 dan nilai derajat kebebasan adalah 3, sedangkan nilai signifikansinya sebesar 0.592, sedangkan untuk tabel 6 nilai signifikansinya sebesar 0.089. Data tersebut menunjukkan bahwa kedua nilai signifikansinya lebih besar dari taraf signifikansi 0.05 (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya tidak memberikan 55

pengaruh yang nyata terhadap jumlah kelenjar endometrium tikus putih betina. 2. Hasil Uji Definitif Jumlah Eritrosit dan Lekosit Tikus Putih Betina (1ml/ Tikus) Tabel 7 di bawah menunjukkan jumlah eritrosit dan lekosit yang diambil dari 20 ekor tikus putih betina yang diberikan ekstrak biji pepaya dengan dosis ( 0 mg, 300 mg, 350 mg, dan 400 mg/tikus/hari). Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan One Way Anova untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya terhadap jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih. jika terdapat beda nyata (taraf signifikan 0,05 ), maka perlu dilakukan uji lanjut menggunakan analisis Duncan s Multiple Range Test (DMRT) dengan SPSS untuk mengetahui beda nyata jumlah eritrosit dari adanya perlakuan pemberian ekstrak biji pepaya dengan taraf uji 5 %. 56

Tabel 7. Rata-Rata Jumlah Eritrosit Dan Lekosit Tikus Putih Betina (1ml/tikus) Sesudah Pemberian Ekstrak Biji Pepaya. Variabel Ulangan Rata-Rata Jumlah Eritrosit (mm 3 ) Dan Lekosit (mm 3 ) Tikus Putih kontrol (0 mg) Perlakuan 1 (300 Perlakuan 2 (350 Perlakuan 3 (400 mg/tikus/hari) mg/tikus/hari) mg/tikus/hari) Eritrosit 1(merah) 6.710.000 5.580.000 5.930.000 5.740.000 (/ml) 2 (hijau) 5.300.000 5.520.000 5.930.000 6.560.000 3 (merah 2 ) 3.870.000 5.860.000 5.930.000 5.900.000 4(hijau 2 ) 6.430.000 5.810.000 5.930.000 6.420.000 5 (M-H) 5.080.000 5.590.000 5.930.000 6.330.000 Rerata 5.478.000 5.672.000 6.050.000 6.190.000 Lekosit 1(merah) 7.200 8.200 10.400 11.250 (/ml) 2 (hijau) 8.600 7.550 9.250 15.200 3 (merah 2 ) 8.900 7.900 7.350 10.350 4(hijau 2 ) 10.900 12.250 9.800 14.600 5 (M-H) 8.000 8.450 10.450 14.850 Rerata 8.720 8.870 9.450 13.250 a. Eritrosit Jumlah eritrosit merupakan salah satu parameter yang penting untuk menilai kesehatan, karena perannya yang sangat besar untuk mengangkut O2 ke seluruh tubuh. Sirkulasi darah menggambarkan mekanisme dasar dibawanya zat kimia ke seluruh tubuh. (Muhamad, 2008: 6). Tabel 8. Data Hasil Analisis Jumlah Eritrosit Tikus Putih Dengan Analisis One Way Anova. Jumlah ERITROSIT Between Groups Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1.628E12 3 5.427E11 1.268.319 Within Groups 6.850E12 16 4.281E11 Total 8.478E12 19 57

Dari hasil analis One Way Anova di atas, dapat dibaca bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata dari pemberian berbagai dosis ekstrak biji pepaya yang diberikan kepada tikus putih terhadap jumlah eritrosit, (Ha ditolak) dengan nilai signifikan 0,319. Nilai ini lebih besar bila dibandingkan dengan batas nilai kritis yaitu 0,05. Meskipun hasil uji One Way Anova menyatakan demikian, tetapi jika dilihat dari diagram, rata-rata jumlah eritrosit menunjukkan hasil yang berbeda. Jumlah eritrosit cenderung mengalami kenaikan dari tiap-tiap perlakuan. Diagram tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: 6,400,000 6,200,000 6,000,000 6,050,000 6,190,000 5,800,000 5,672,000 5,600,000 5,400,000 5,478,000 Jumlah Eritrosit Tikus putih (mm3) 5,200,000 5,000,000 Kontrol P1 P2 P3 Perlakuan Gambar 11. Grafik Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya Terhadap Jumlah Eritrosit Tikus Putih. 58

Keterangan : 0 mg : kelompok kontrol tanpa diberi ekstrak biji pepaya 300 mg : kelompok 1 dengan di berikan ekstrak bijii pepaya sebanyak 300 mg / 1,5 ml ekstrak encer biji pepaya 200 mg : kelompok 2 dengan di berikan ekstrak bijii pepaya sebanyak 350 mg / 1,75 ml ekstrak encer biji pepaya 300 mg : kelompok 3 dengan di berikan ekstrak bijii pepaya sebanyak 400 mg / 2 ml ekstrak encer biji pepaya Pengambilan sampel darah dilakukan setelah tikus putih mendapat perlakuan selama 21 hari. Darah diambil melalui mata tikus dengan alat pipa Hematokrit. Tikus dibagi dalam 4 kandang, di mana kandang kontrol, yaitu tikus tidak di beri ekstrak, kandang 1 tikus diberi ekstrak biji pepaya dengan dosis 300 mg/tikus/hari, kandang 2 tikus diberi ekstrak biji pepaya dengan dosis 350 mg/tikus/hari dan kandang 3 tikus diberi ekstrak biji pepaya dengan dosis 400 mg/tikus/hari. Grafik yang disajikan di atas, dapat disimpulkan bawa pemberian ekstrak biji pepaya dengan dosis yang berbeda, berpengaruh terhadap jumlah eritrosit tikus putih. Tabel di atas terlihat bahwa terus terjadi kenaikan pada tiap perlakuan. kelompok (kontrol) jumlah eritrosit tikus berada pada kadar yang masih normal, yaitu 5.478.000/mm3 namun angka ini adalah angka yang paling rendah diantara angka perlakuan lainnya, pada perlakuan 1, jumlah eritrosit mengalami peningkatan menjadi 5.672.000/mm3. Perlakuan 2 yaitu 6.050.000/mm3 sel darah merah, sedangkan jumlah eritrosit pada perlakuan 3 memiliki jumlah eritrosit yang tertinggi diantarakelompok perlakuan lainnya, yaitu hingga mencapai 6.190.000/mm3. 59

a. Lekosit Tabel 9. Data Hasil Analisis Jumlah Lekosit Tikus Putih Dengan Analisis One Way Anova. Jumlah LEKOSIT Between Groups Sum of Squares df Mean Square F Sig. 6.880E7 3 2.293E7 7.423.002 Within Groups 4.943E7 16 3089437.500 Total 1.182E8 19 Tabel di atas menunjukkan hasil analisis One Way Anova terhadap jumlah lekosit tikus putih yang diberi ekstrak biji pepaya dengan dosis (0, 300, 350 dan 400 (mg/150bb tikus/hari), Ha diterima dengan nilai signifikan yang tertera adalah 0,002 yang artinya lebih rendah/lebih kecil dari nilai standar signifikan yaitu 0,05. Hal tersebut terdapat pengaruh yang nyata dari pemberian ekstrak biji pepaya terhadap jumlah lekosit tikus putih. Oleh karena adanya pengaruh yang nyata dari pemberian ekstrak biji pepaya, maka perlu dilakukan uji lanjut Duncan s Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui nilai beda nyata dari perlakuan. Tabel 10. Hasil uji lanjut Duncan s Multiple Range Test (DMRT) Lekosit Tikus Putih Dengan Pemberian Ekstrak Biji Pepaya. Perlakuan/Dosis N Subset for alpha = 0.05 1 2 Notasi Ducan a Kontrol (a) 5 8720.0000 A,D 300 (b) 5 8870.0000 B,D 350 (c) 5 9450.0000 C,D 400 (d) 5 13250.0000 D,A,B,C Sig..543 1.000 Keterangan : Notasi huruf yang bertaunan berarti signifikan. 60

Tabel 10 merupakan analisis uji lanjut analisis Duncan s Multiple Range Test (DMRT) setelah dilakukan analisis One Way Anova yang terdapat beda nyata (p 0,05). Nilai signifikan kelompok perlakuan menunjukkan 0,05, yaitu dengan nilai signifikasi 0,002 maka dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% pemberian ekstrak biji pepaya dengan dosis yang berbeda memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah lekosit tikus putih dengan dosis yang berbeda. Dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan 3 (400 mg/tikus/hari) signifikan dengan semua perlakuan (kontrol, perlakuan 1, dan perlakuan 2). Antara kelompok kontrol, perlakuan 1 dan perlakuan 2 tidak saling signifikan. 14,000 13,250 12,000 10,000 8,000 8,720 8,870 9,450 6,000 4,000 2,000 Jumlah Leukosit (mm) 0 Kontrol P1 P2 P3 Perlakuan Gambar 12. Grafik Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya Terhadap Jumlah Lekosit Tikus Putih. 61

Keterangan : 0 mg : kelompok kontrol tanpa diberi ekstrak biji pepaya 100 mg : kelompok 1 dengan di berikan ekstrak bijii pepaya sebanyak 300 mg /0,5 ml ekstrak encer biji pepaya 200 mg : kelompok 2 dengan di berikan ekstrak bijii pepaya sebanyak 350 mg /1 ml ekstrak encer biji pepaya 300 mg : kelompok 3 dengan di berikan ekstrak bijii pepaya sebanyak 400 mg /1 ½ ml ekstrak encer biji pepaya Gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa ekstrak biji pepaya yang diberikan selama 21 hari kepada tikus putih memberikan respon yang berbeda-beda terhadap jumlah lekositnya. Kelompok (kontrol) jumlah lekosit mencapai rerata 8.720/mm3. Perlakuan 1 (tikus diberi ekstrak biji pepaya dengan dosis 300 mg/tikus/hari), jumlah lekosit tikus mengalami kenaikan hingga 8.870/mm3. Pemberian dosis ekstrak biji pepaya dengan dosis 350 mg/tikus/hari (perlakuan 2) mengalami peningkatan/kenaikan yaitu mencapai rerata 9.450/mm 3 dan dosis 400 mg/tikus/hari (perlakuan 3) mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari pada perlakuan sebelumnya, yaitu menjadi 13.250/mm3. Kelompok perlakuan 3 ini termasuk jumlah lekosit yang tertinggi diantara kelompok lainnya. 3. Hasil Ulas Vagina Periode estrus merupakan periode birahi dan kopulasi dimungkinkan hanya pada saat ini. Setiap siklusnya berlangsung selama 12 jam (Yatim, 1982: 104). Estrus merupakan fase yang terpenting dalam siklus estrus, karena dalam fase ini hewan betina menunjukkan perilaku mau menerima hewan jantan untuk melakukan kopulasi. Foto hasil dari gambaran ulas 62

vagina dengan melakukan pengamatan menggunakan mikroskop, pada fase ini ditandai dengan ditemukannya banyak sel-sel epitel yang menanduk. A Gambar 13. Ulas Vagina (Fase Estrus). A; epitel bertanduk (Dellman dan Brown, 1992: 524). 4. Gambaran Struktur Histologik Uterus Tikus Putih Betina Hasil gambaran histologik dari uterus tikus putih betina dengan melakukan pengamatan menggunakan mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 4x. Struktur histologik uterus tikus putih betina dapat dilihat pada gambar dibawah ini, sebagai berikut: 63

A C E D B Gambar 14. Mikrofotograf Uterus Tikus Putih Betina per satuan lapang pandang dengan perbesaran lensa objektif 4x (dilihat pada layar monitor) Sesudah Pemberian Perlakuan Ekstrak Bij pepaya. A. Lumen, B. Kelenjar endometrium, C.Endometrium, D. Miometrium, E. Perimetrium. Foto hasil pengamatan tersebut struktur histologik dari uterus tersusun atas tiga lapisan. Lapisan paling dalam adalah lapisan perimetrium (e) atau tunika serosa, terdiri dari jaringan ikat yang longgar yang dibalut dengan mesotel atau peritoneum, kemudian lapisan tengah miometrium (d) terdiri dari lapis otot dalam yang tebal umumnya tersusun secara melingkar, dan lapis luar dapat memanjang terdiri dari sel-sel otot polos. Lapisan yang paling luar adalah lapisan endometrium (c), lapisan ini diakhiri oleh epitel kolumnar yang bersinggungan langsung dengan lumen uterus. Di bagian lapisan endometrium terdapat banyak kelenjar endometrium. 64

B. Pembahasan 1. Jumlah kelenjar endometrium Salah satu dasar dilakukannya penelitian ini dikarenakan kandungan flavonoid didalam biji pepaya, di mana golongan flavonoid merupakan salah satu dari fitoestrogen. Estrogen alami tidak hanya ditemukan pada hewan ataupun manusia, akan tetapi senyawa yang mirip dengan estrogen juga ditemukan pada beberapa tanaman yang biasanya disebut fitoestrogen. Fitoestrogen memiliki dua gugus hidroksil (OH), sama persis dengan estrogen. Gugus OH inilah yang menjadi struktur pokok suatu substrat agar mempunyai efek estrogenik, sehingga mampu berikatan dengan reseptor estrogen (Achadiat, 2003). Menurut Biben (2012: 2) gugus OH merupakan salah satu faktor pendukung adanya akifitas fitoesterogen seperti yang terdapat pada estradiol sehingga memiliki aktifitas estrogenik. Uterus merupakan salah satu organ reproduksi yang memiliki reseptor estrogen sehingga perubahan yang terjadi pada lapisan penyusun dinding uterus merupakan hasil regulasi hormon reproduksi dalam plasma. Perkembangan yang ditunjukkan endometrium uterus dengan perubahan ukuran tebal endometrium, yang dibedakan menjadi dua fase utama yaitu fase proliferasi dan fase sekresi. Fase proliferasi ditandai dengan adanya pertambahan ukuran tebal endometrium seiring dengan kenaikan hormon estradiol dalam plasma dan fase ini terjadi pada fase diestrus sampai fase estrus. Fase sekresi merupakan fase yang terjadi dari fase metestrus sampai fase diestrus, fase ini ditandai dengan adanya aktivitas sekresi kelenjar 65

endometrium uterus sebagai hasil regulasi hormon progesteron dalam plasma. Salah satu faktor untuk kenaikan ukuran tebal endometrium uterus adalah proliferasi dan diferensiasi kelenjar endometrium. Kelenjar uterus di dalam endometrium merupakan kelenjar tubular sederhana yang mengalami perubahan sepanjang siklus estrus (Soewolo, dkk, 2005: 348). Hasil penelitian yang telah didapatkan, pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya terhadap jumlah kelenjar endometrium menunjukkan bahwa baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan. Hasil dari uji Kruskal wallis terhadap jumlah kelenjar endometrium diperoleh data bahwa nilai signifikansi kelenjar endometrium bagian kanan sebesar 0.592, dan bagian kiri nilai signifikasinya sebesar 0,089 ini menunjukkan bahwa nilai tersebut lebih besar dari taraf signifikansi 0.05 (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah kelenjar endometrium tikus putih betina. Hasil uji Kruskal wallis menyatakan demikian, tetapi jika dilihat dari diagram rata-rata jumlah kelenjar endometrium menunjukkan hasil yang berbeda. Diagram tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: 66

25 21.2 21.5 20 18.6 15.8 15 10 Jumlah Kelenjar Endometrium 5 0 Kontrol P1 P2 P3 Perlakuan Gambar 15. Grafik Jumlah Kelenjar Endometrium Uterus Tikus Putih Betina per satuan lapang pandang dengan perbesaran lensa objektif 10x (dilihat pada layar monitor) Sesudah Mendapat Perlakuan Ekstrak Biji Pepaya. Diagram tersebut menunjukkan perhitungan rata-rata dari jumlah kelenjar endometrium per satuan lapang pandang pada struktur penampang melintang uterus dengan perbesaran lensa objektif 10x (dilihat pada layar monitor), dari data tersebut terlihat bahwa kenaikan jumlah kelenjar endometrium terus terjadi pada tiap kelompok perlakuan. Kelompok kontrol jumlah rata-rata kelenjar endometrium sebesar 15,8, pada perlakuan 1 dengan dosis 300 mg/tikus/hari dengan jumlah rata-rata sebesar 18,6. Jumlah kelenjar endometrium pada perlakuan 2 dengan dosis 350 mg/tikus/hari dengan jumlah 21,2, dan pada perlakuan ke 3 dengan dosis 400 mg/tikus/hari dengan jumlah tertinggi yaitu sebanyak 21,5. 67

Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara nyata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, tetapi berdasarkan grafik jumlah kelenjar endometrium menunjukkan bahwa adanya perbedaan jumlah kelenjar endometrium, hal ini dikarenakan adanya fitoestrogen didalam ekstrak biji pepaya dalam bentuk flavonoid. Fitoestrogen merupakan suatu senyawa yang bersifat estrogenik yang berasal dari tumbuhan. Fitoestrogen juga memiliki gugus OH yang menjadi struktur pokok suatu substrat agar mempunyai efek estrogenik, sehingga mampu berikatan dengan reseptor estrogen, selain itu fotoestrogen juga juga memiliki struktur yang ringan, sehingga dapat menembus membran sel dengan mudah (Biben, 2012: 2). Hormon estrogen bekerja dalam merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Peningkatan dalam sintesis reseptor progesteron didalam endometrium dipengaruhi oleh hormon estrogen sehingga progesteron mampu merangsang endometrium tetapi setelah endometrium tersebut dirangsang oleh estrogen. Adanya rangsangan hormon yang disekresikan oleh hipotalamus sehinngga dalam proses tersebut menghasilkan hormon-hormon, yaitu FSH-RF dan LH-RF. FSH-RF (Follicle Stimulating Hormone-Releasing Factor) bertugas untuk merangsang hipofisa dalam mensekresi FSH (Follicle Stimulating Hormon), sedangkan LH-RF (Luteinizing Hormone-Releasing Factor) bertugas untuk merangsang pengeluaran dari LH (Luteinizing Hormon) (Koes Irianto, 2014: 129). 68

FSH dari kelenjar pituitary anterior akan bekerja merangsang perkembangan folikel, folikel yang berkembang ini akan mengeluarkan hormon estrogen, yaitu hormon yang akan merangsang penebalan endometrium (Wiwi Isnaeni, 2006: 270). Sedangkan LH berpengaruh pada sisa folikel yang ada di ovarium yang akan diubah menjadi korpus luteum, yang akan menghasilkan hormon progesteron, dimana hormon ini akan bertugas untuk mempertahankan ketebalan dari endometrium (Wiwi Isnaeni, 2006: 271). Selain itu hormon progesteron juga dapat merangsang perkembangan dari kelenjar endometrium. Pemberian ekstrak biji pepaya dengan dosis 300 mg/tikus/hari, 350 mg/tikus/hari, dan 400 mg/tikus/hari ini telah mampu mengurangi kadar dari hormon FSH, sehingga sekresi estrogen tidak dapat dilakukan karena tidak adanya rangsangan pada folikel ovarium. Hal ini menyebabkan tidak adanya peningkatan pada kadar estrogen dan tidak ada rangsangan endometrium untuk menebal sehingga jumlah kelenjar endometrium tidak ada peningkatan. Ekstrak biji pepaya dengan dosis 300 mg/tikus/hari, 350 mg/tikus/hari, dan 400 mg/tikus/hari ternyata juga belum mampu menghasilkan atau mempengaruhi kadar homon LH. Sehingga korpus luteum tidak terangsang dalam mensekresi hormon progesteron, sehingga endometrium tidak mampu mempertahankan ketebalan lapisannya dan juga perkembangan kelenjarnya tidak terangsang. Hasil tersebut ternyata sesuai dengan penelitian Purwoistri (2010: 12) bahwa ekstrak biji pepaya mengandung bahan aktif steroid, triterpenoid, 69

alkaloid, dan hormon estradiol maupun hormon progesteron yang dapat menyebabkan terganggunya sekresi FSH dan LH. Estradiol menyebabkan penekanan hipotalamus dan hipofisis anterior sehingga menyebabkan GnRH dan hormon gonadotropin (FSH dan LH) terhambat. 2. Jumlah Eritrosil Dan Lekosit a. Jumlah Eritrosit Jumlah eritrosit yang sudah dianalisis dengan One Way Anova tidak menunjukkan adanya pengaruh dari perlakuan pemberian ekstrak biji pepaya terhadap jumlah eritrosit tikus putih dengan nilai signifikan lebih dari 0,05 sehingga tidak dilakukannya uji lanjut DMRT. Menurut Niken N. Paramesti (2014: 5), bahwa papain dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dari pepaya kecuali akarnya. Enzim protease (pengurai protein) yaitu papain dan kimopapain. Enzim proteolitik merupakan kelompok hidrolase yang berperan pada hidrolisa sekelompok protein menjadi protein protein tunggal. Papain akan memecah protein dari makanan yang dicerna di dalam sistem pencernaan menjadi asam amino, kemudian usus halus akan menyerap asam amino tersebut yang selanjutnya akan digunakan untuk sintesis sel darah dan lain sebagainya (Dongoran dan Daniel S, 2004: 31). Hasil uji One Way Anova menunjukan tidak adanya pengaruh nyata pada pemberian ekstrak biji pepaya terhadap jumlah eritrosit tikus putih, tetapi jika dilihat dari hasil grafik pada gambar 11 di atas bahwa pemberian ekstrak biji pepaya yang mengandung enzim protease berupa papain yang 70

dapat mempercepat pemecahan protein menjadi asam amino kepada tikus putih (hewan uji coba) mampu meningkatkan kadar eritrositnya. b. Jumlah Lekosit Jumlah lekosit yang dianalisis menggunakan One Way Anova menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan pemberian ekstrak biji pepaya yang diberikan kepada tikus putih, nilai signifikannya adalah 0,002. Uji lanjut DMRT, perlakuan tersebut menunjukkan adanya beda nyata, nilai signifikannya adalah 0,002 lebih kecil dibanding taraf uji 0,05. Beda nyata tersebut ditunjukkan pula pada grafik gambar 12, yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan antara sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Jumlah lekosit pada kelompok 2 dan 3 mengalami peningkatan jumlah lekosit dibanding dengan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan 1(P1). Kenaikan grafik yang fluktuatif pada kelompok perlakuan 3, tikus putih yang di beri ekstrak biji pepaya dengan dosis 400 mg/tikus dimungkinkan karena beberapa faktor, salah satunya mungkin karena pada beberapa tikus kelompok 4 (perlakuan 3) adanya infeksi alami dalam sistem metabolisme dalam tubuhnya, sehingga produksi sel darah putih tikus dapat meningkat. Lekosit atau sel darah putih adalah sel darah yang berperan khusus sebagai sistem imunitas. Lekosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asing (Effendi, 2003: 1). 71