BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tanggung jawab, kejujuran, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI SMA PADA ERA MEA

KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas mengikuti proses pembelajaran meliputi mendengarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam

BAB II KAJIAN TEORI. Sehubungan dengan keberhasilan belajar, Slameto (1991: 62) berpendapat. bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi belajar siswa.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya model pembelajaran kooperatif. Secara bahasa kooperatif berasal dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Oleh: Naftalia Palimbong Alumni Prodi PPKn FKIP Universitas Tadulako Palu. Kata kunci: Model Pembelajaran, TGT, Hasil Belajar

SKRIPSI OLEH NURUL FITRI A1D PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2014

I. PENDAHULUAN. proses tersebut diperlukan guru yang memberikaan keteladanan, membangun

PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA SISWA KELAS V SDN 07 SUMBERPUCUNG MALANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan. Akibat pengaruh itu pendidikan semakin mengalami. telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat.

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TGT PADA STANDAR KOMPETENSI PERBAIKAN SISTEM PENGAPIAN SISWA KELAS XI TKR 3 SMK NEGERI 6 PURWOREJO TAHUN AJARAN

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. motivation. Motif adalah dorongan atau stimulus yang datang dari dalam batin

BAB I PENDAHULUAN. hlm Teacher centered merupakan sebuah pendekatan yang menggunakan pola komunikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Cooperative Learning

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di sekolah dasar. Dalam mengajarkan mata pelajaran Ilmu

MAKALAH SIMPOSIUM GURU 2015

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS III SMA SRIJAYA NEGARA PALEMBANG MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN TEAM GAMES TOURNAMENTS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional :

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar dari kegiatan

ARTIKEL. untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. oleh : Nur Aeni Ratna Dewi

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI PERKEMBANGAN NEGARA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

Charlina Ribut Dwi Anggraini

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. pengetahuan yang terbentuk ter internalisasi dalam diri peserta pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. proses pendidikan pada umumnya yang bertujuan membawa anak didik atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN SISWA KELAS V SDN JEJANGKIT MUARA 2

COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM GAME TOURNAMENTS (TGT) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARAN BIOLOGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari alam dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. nasional, pasal 1 ayat (1) dikemukakan bahwa :

Kata kunci: Aktivitas, Hasil belajar Matematika, dan Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya, karena kualitas pendidikan merupakan. tingkat kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan alam sekitar. Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Sri Irawati Program Studi Pendidikan Biologi JPMIPA FKIP UNIB

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Sudjana (2008: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

BAB II KAJIAN TEORI. A. Konsep Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di MI

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran adalah suatu proses membelajarkan subjek. belajar secara aktif, yang menekan pada penyediaan sumber belajar.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan belajar itu sendiri berasal dari suku kata ajar. Makna dan hakikat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahkluk belajar (learning human). Sejak lahir manusia. mengenal lingkungannya, memahami dirinya sendiri, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan dewasa ini bukan hanya untuk memenuhi target kurikulum semata, namun menuntut adanya pemahaman kepada

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang umumnya dihadapi oleh guru adalah bagaimana

BAB II KAJIAN TEORI. yang terjadi baik fisik manpun non fisik, merupakan suatu aktifitas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan keterampilan. Menurut Suharjo (2006: 1), pendidikan memainkan peranan. emosi, pengetahuan dan pengalaman peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. keluarga serta lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Siswa yang belajar akan mengalami perubahan baik dalam pengetahuan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengalamannya kepada siswa pada setiap mata pelajaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan, dan upaya lain yang dilakukan oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Media,2003), hlm 6. 1 UU RI No.20 th 2003 Bab II pasal 3 tentang SISDIKNAS, (Bandung: Fokus

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Kooperatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Tinjauan Pustaka 1.1.1 Hakekat Pembelajaran IPA 1.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal, Gagne dan Briggs (1979: 3). Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik, Kunandar (2007: 265). Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20). Berdasarkan uraian di atas pembelajaran adalah suatu proses belajar siswa yang terjadi hubungan antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku yang lebih baik yang mempunyai sifat permanen atau relatif lama, dan di dalam proses pembelajaran melibatkan beberapa komponen yaitu antara siswa, guru, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode pembelajaran, media, dan evaluasi pembelajaran. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha. 1.1.1.2 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Hakikat ilmu pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di alam. IPA merupakan pengetahuan yang ilmiah, yaitu pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah. Hal ini sebagaimana

yang dikemukakan oleh Powler (Khalimah, 2010). Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah, Usman Samatowa (2006). Pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA di sekolah di harapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan, Agus. S. (Khalimah, 2014). Secara sistematis, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA dapat dimasukkan dalam klasifikasi ilmu pendidikan karena dimensi pendidikan IPA sangat luas dan sekurang-kurangnya meliputi unsurunsur (nilai-nilai) sosial budaya, etika, moral dan agama. Oleh sebab itu, belajar IPA bukan hanya sekedar memahami konsep ilmiah dan aplikasi dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengembangkan berbagai nilai yang terkandung dalam dimensi Pendidikan IPA. Dan dari penjelasan di atas dapat disimpulkan Pengertian IPA, IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam, baik itu zat yang terkandung atau gejala yang terdapat di alam. IPA merupakan pengetahuan mempunyai kebenaran melalui metode ilmiah baik secara induktif ataupun deduktif, dengan ciri: objektif, metodik, sistimatis, universal, dan tentatif.

1.1.1.3 Pembelajaran IPA Pendidikan IPA adalah IPA lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA di sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan, KTSP (2006). Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan, bahwa anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, (Abruscato, 1999). Ide pokoknya adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri, otak siswa sebagai mediator, yaitu memproses masukan dari dunia luar dan menentukan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran merupakan kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari guru secara pasif. Dalam kerja mental siswa, guru memegang peranan penting dengan cara memberikan dukungan, tantangan berfikir, melayani sebagai pelatih atau model, namun siswa tetap merupakan kunci pembelajaran Von Glaserfelt (Paul Suparno, 1997: 67) Dari uraian di atas, satu prinsip paling penting dalam pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa agar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa atau peserta didik pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendirilah yang harus membangun pengetahuan mereka sendiri. Tugas guru bukan lagi sebagai pentransfer pengetahuan dari otaknya kepada otak siswa. Tugas guru berubah menjadi lebih sebagai fasilitator yang membantu agar siswa sendiri belajar dan menekuni bahan yaitu dengan menggunakan ketrampilan proses.

1.1.2 Hakikat Hasil Belajar 1.1.2.1 Pengertian hasil belajar Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Menurut Anni (2004) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Sedangkan hasil belajar menurut Sudjana (2003) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar ini diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar siswa atau kemampuan siswa dalam suatu pokok bahasan guru biasanya mengadakan tes hasil belajar. Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh siwa setelah mengikuti suatu tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai program pengajaran. Menurut Hamalik (2006), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Perubahan perilaku akibat kegiatan belajar mengakibatkan siswa memiliki penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran. Pemberian tekanan penguasaan materi akibat perubahan dalam diri siswa setelah belajar dan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh mahasiswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. 1.1.2.2 Hasil Belajar IPA Setiap kegiatan yang berlangsung pada akhirnya ingin mengetahui hasilnya. Demikian pula dalam setiap pembelajaran. Untuk mengetahui hasil kegiatan pembelajaran harus dilakukan pengukuran dan penilaian. Menurut Mujiono (Halijah, 2008:10) hasil dan bukti belajar ialah adanya perubahan tingkah laku orang yang belajar. Hal ini sejalan dengan pengertian menurut Haling (Halijah, 2008: 10) yang mengemukakan bahwa hasil dan bukti belajar ialah adanya perubahan tingkah laku orang yang belajar karena proses kematangan dan hasil belajar bersifat relative menetap, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dari tidak mengerti menjadi mengerti. Jadi hasil atau bukti seseorang telah melalui proses belajar dapat dilihat dari adanya perubahan seperti perubahan tingkah laku. Hasil belajar adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan yang dicapai oleh sesorang setelah melakukan suatu usaha tertentu. Hasil belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi yang disebut tes hasil belajar. Jadi hasil belajar IPA adalah tingkat keberhasilan atau

penguasaan siswa terhadap bidang studi IPA setelah menempuh proses belajar mengajar yang terlihat pada nilai yang diperoleh dari hasil tes hasil belajar. 1.1.3 Belajar dan Pembelajaran 1.1.3.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Menurut Arifin (2003) belajar merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsep-konsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar, baik individual maupun kelompok, baik mandiri maupun dibimbing. Dorongan untuk belajar ini bisa berasal dari dirinya sendiri yang disebut motivasi instrinsik dan dorongan yang datang dari luar dirinya yaitu disebut dengan motivasi ekstrinsik. Menurut Dimyati & Mudjiono (2002) belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleks belajar ini dapat dipandang dari dua aspek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Dari segi guru proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku tentang suatu hal. Belajar merupakan proses internal yang kompleks yang meliputi seluruh ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam belajar siswa akan mengalami proses perubahan tingkah laku baik itu perubahan kognitif, afektif, maupun psikomotor. Slameto (1995) mengemukakan belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dalam hal ini banyak sekali, dan tentunya tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program pembelajaran tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut Djamarah (2002) belajar yaitu serangkaian kegiatan jiwa pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Menurut Winkel (2004) belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pengetahuan, ketrampilan dan nilai sikap. Seorang guru mengetahui dari pengalaman bahwa kehadiran siswa dalam kelas belum berarti siswa sedang belajar, selama siswa tidak melibatkan diri, siswa tidak akan belajar. Sehingga supaya terjadi belajar dituntut siswa melibatkan diri dan harus ada interaksi aktif. 1.1.3.2 Ciri- Ciri Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang sesuatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar (Adrianus: 2010). Pada pendidikan formal, guru adalah praktisi yang paling bertanggung jawab atas berhasil tidaknya program pembelajaran di sekolah/madrasah, sebab guru merupakan ujung tombak atau memiliki peran sentral dalam kegiatan pembelajaran di ruang kelas. Sebagai seorang praktisi yang berhadapan langsung dengan siswa seharihari, guru pasti pernah menghadapi masalah berkaitan dengan pekerjaannya. Sebagai seorang pendidik guru berkeinginan akan apa yang akan diajarkannya atau sedang dibahas dengan siswa dapat dipahami atau diserap oleh siswa seoptimal mungkin, namun seringkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Pada saat ini kebanyakan strategi yang digunakan oleh guru dalam kelas-kelas tradisional pada umumnya meliputi: penggunaan ceramah, tanya jawab, penjelasan, pemberian ilustrasi, pendemonstrasian, atau mengarahkan siswa secara langsung ke sumber informasi selama pembelajaran berlangsung, atau menggunakan buku teks untuk pemberian tugas-tugas rumah. Semua itu dirancang dan seringkali dijalankan

oleh guru, sementara siswa hanya melihat. Model pembelajaran seperti itu terbukti gagal mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal, sehingga pada saat ini banyak sekali beberapa konsep pembelajaran yang diperkenalkan untuk mendongkrak keterpurukan mutu pembelajaran. Beberapa konsep pembelajaran tersebut antara lain: Active Learning, Contekstual Teaching Learning dan lain sebagainya, yang pada intinya menawarkan strategi pembelajaran yang mengutamakan aktivitas siswa dari pada aktivitas guru. Untuk tujuan inilah guru seharusnya memiliki keberanian untuk melakukan berbagai uji coba terhadap suatu metode mengajar, membuat suatu media murah, atau penerapan suatu strategi mengajar tertentu yang secara teoritis dapat dipertanggungjawabkan untuk memecahkan permasalahan pembelajaran. 1.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) 1.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Model ini dikembangkan oleh De Vries dan Slavin pada tahun 1978 di John Hopkins University. Aktivitas dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) memungkinkan siswa dapat belajar lebih semangat di samping dapat menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat serta keterlibatan belajar. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama dan membantu dalam memahami bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai materi pembelajaran. TGT (Teams Games Tournament) merupakan bentuk pembelajaran kooperatif dimana setelah siswa belajar secara individu untuk selanjutnya dalam kelompok masingmasing anggota kelompok mengadakan turnamen atau lomba dengan kelompok lainnya sesuai dengan tingkat kemampuannya. Menurut Sasmito (2005) pembelajaran kooperatif tipe TGT ini sangat mudah diterapkan, karena dalam pelaksanaannya tidak memerlukan fasilitas pendukung yang harus tersedia seperti peralatan khusus. Selain mudah diterapkannya dalam penerapannya TGT juga melibatkan aktivitas seluruh siswa untuk memperoleh konsep yang diinginkan. Misalnya, kegiatan tutor sebaya terlihat ketika siswa

melaksanakan turnamen yaitu setelah masing-masing anggota kelompok menjawab pertanyaan, untuk selanjutnya saling mengajukan pertanyaan dan saling belajar bersama. Siswa yang mempunyai kemampuan dan jenis kelamin yang berbeda akan dijadikan dalam sebuah kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa. Dari masingmasing anggota kelompok tersebut diperbandingkan dengan anggota kelompok lainnya yang berkemampuan homogen dalam meja turnamen. Materi yang dilombakan adalah masalah yang berkaitan dengan konsep atau prinsip yang dipelajari. Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula sebagai review materi pembelajaran. Melalui pengertian dari para ahli tersebut, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran tipe TGT adalah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Dalam aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. 1.1.4.2 Langkah- Langkah Pembelajaran Kooperatif Model TGT

Menurut Slavin (2005) pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langka tahapan yaitu: tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (game), pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompok (team recognition). Langkah-langkah pembelajaran (sintaks) model pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai berikut : 1) Tahap penyajian kelas (class precentation) Bahan ajar dalam TGT mula-mula diperkenalkan melalui presentasi kelas. Presentasi ini paling sering menggunakan pengajaran langsung atau suatu ceramahdiskusi yang dilakukan oleh guru, Namun presentasi dapat meliputi presentasi audiovisual atau kegiatan penemuan kelompok. Pada kegiatan ini siswa bekerja lebih dahulu untuk menemukan informasi atau mempelajari konsep-konsep atas upaya mereka sendiri. Presentasi kelas dalam TGT berbeda dari pengajaran biasa, dalam presentasi tersebut harus jelas-jelas fokus pada unit TGT tersebut. Dengan cara ini, siswa menyadari bahwa siswa harus sungguh-sungguh memperhatikan presentasi kelas tersebut, karena dengan begitu akan membantu siswa dalam turnamen/pertandingan dengan baik dan skor turnamen siswa menentukan skor timnya. 2) Belajar dalam kelompok (teams) Siswa ditempatkan dalam kelompok kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotifasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Fungsi utama tim adalah untuk memastikan bahwa semua anggota tim itu belajar. Secara lebih spesifik untuk mempersiapkan semua anggota tim agar dapat mengerjakan kuis dengan baik.

Setelah guru mempresentasikan bahan ajar, tim tersebut berkumpul untuk mempelajari LKS atau bahan lain. LKS dapat diperoleh dari hasil penelitian dan pengembangan sebuah pusat, lembaga atau proyek yang telah punya LKS siap pakai atau dapat dibuat sendiri oleh guru. Ketika siswa mendiskusikan masalah bersama dan membandingkan jawaban, kerja tim yang paling sering dilakukan adalah membetulkan setiap kekeliruan atau miskonsepsi apabila teman sesama tim membuat kesalahan. Kerja tim tersebut merupakan ciri terpenting TGT. Pada setiap saat, penekanan diberikan kepada anggota tim agar melakukan yang terbaik untuk timnya, dan pada tim sendiri agar melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. Tim tersebut menyediakan dukungan teman sebaya untuk kinerja akademik yang memiliki pengaruh berarti pada pembelajaran, dan tim yang menunjukkan saling peduli dan hormat, hal itulah yang memiliki pengaruh yang berarti pada hasil-hasil belajar. 3) Permainan (games) Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok. Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing masing ditempatkan dalam meja meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 4 sampai 6 orang peserta dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). 4) Pertandingan (tournament) Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh

pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar. Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal. Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya. 5) Penghargaan Kelompok (team recognition) Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok dibagi dengan banyaknya anggota kelompok. Pemberian penghargaan

didasarkan atas rata-rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh. 1.1.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Model TGT Seperti halnya model pembelajaran yang lain TGT juga mempunyai kelebihan dan kekurangan, kelebihan TGT antara lain: 1. Keterlibatan siswa dalam belajar mengajar 2. Siswa menjadi semangat dalam belajar 3. Pengetahuan yang diperoleh siswa bukan semata-mata dari guru, tetapi juga melalui konstruksi oleh siswa itu sendiri 4. Dapat menumbuhkan sikap positif dalam diri sendiri seperti: kerjasama, toleransi, dan bisa menerima pendapat orang lain. Sedangkan kekurangan TGT diantaranya adalah: 1. Bagi para pengajar pemula, model ini menumbuhkan waktu yang banyak 2. Membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai seperti persiapan soal turnamen 3. Siswa terbiasa belajar dengan adanya hadiah. 2.2 Kajian Penelitian 2.2.1 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk memecahkan masalah pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Penelitian tersebut antara lain: Penelitian yang dilakukan oleh Luh Juwita Purwati (2010) yang berjudul Meningkatkan hasil Belajar IPA Melalui Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Berbantu Lembar Kerja Siswa, dalam mata pelajar IPA dengan materi Energi

dan Perubahannya pada siswa kelas V Semesterr II di Sekolah Dasar No 3 Anturan Kecamatan Buleleng, Tahun Ajaran 2009/2010. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar IPA setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) berbantuan LKS dengan nilai ketuntasan belajar siswa secara klasikal pada siklus I 76,66% berada pada kategori tinggi (23 orang siswa yang dapat mencapai KKM) dan pada siklus II 93,3% berada pada kategori sangat tinggi (28 orang siswa yang dapat mencapai KKM). Ini berarti bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) berbantuan LKS sebesar 16,64%. Berdasarkan analisis data dan pembahasan disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) berbantuan LKS sangat efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD No.3 Anturan tahun ajaran 2009/2010. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Fahroh Universitas Negeri Malang Program Studi S1 PGSD (2010) yang berjudul Pendekatan Kooperatif Model TGT untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA siswa kelas V MI Nurul Ulum Sebalong Nguling Pasuruan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pelaksanaan model TGT pada pembelajaran IPA siswa kelas V MI Nurul Ulum Sebalong Nguling dalam meningkatkan aktivitas belajar dilakukan melalui kegiatan turnamen. Pembelajaran dengan model TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata- rata pada pratindakan adalah 59,9 siklus I adalah 69,1 dan siklus II adalah 85,2. Dapat disimpulkan bahwa memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpran aktif dalam pembelajaran dapat mencapai hasil yang maksimal. 2.3 Kerangka Berpikir Berdasarkan latar belakang, pada pembelajaran matematika dikelas IV SD Negeri 2 Ngropoh Kranggan, Temanggung masih bersifat konvensional dengan dominan menggunakan ceramah, guru belum memberikan kegiatan yang bisa

membuat siswa berinteraksi dalam pembelajaran sehingga menyebabkan siswa bosan dan tidak fokus dalam pembelajaran. Pembelajaran tersebut cenderung terkesan teacher centered. Hal ini mengakibatkan rendahnya kualitas pembelajaran matematika dikelas tersebut yang ditunjukkan dengan sangat jauh dari KKM untuk mata pelajaran IPA yaitu 70. Keaktifan belajar siswa sangat penting untuk ditingkatkan karena keaktifan belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Siswa kelas IV SD Negeri 2 Ngropoh Kranggan, Temanggung memiliki keaktifan belajar IPA yang masih rendah. Hal ini terlihat dari kurangnya respon siswa saat guru memberikan pertanyaan/instruksi, siswa takut untuk bertanya atau berpendapat, kurangnya interaksi siswa dengan siswa lain berkaitan dengan pembelajaran matematika serta kurang diikutsertakannya siswa dalam membuat kesimpulan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran masih didominasi oleh guru sehingga siswa cenderung pasif. Oleh karena itu, diperlukan usaha perbaikan yang dapat meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa. Dalam mengatasi hal tersebut, peneliti melakukan perbaikan proses pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Games Tournament). Manfaat model TGT ini menurut Slavin (dalam Nur, 2006) "menimbulkan motivasi siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas". Salah satu kebutuhan yang menyebabkan seseorang mempunyai motivasi mengaktualisasikan dirinya adalah kebutuhan untuk diterima dalam suatu masyarakat atau kelompok. Demikian juga dengan siswa, mereka akan berusaha untuk mengaktualisasikan dirinya, misalnya melakukan kerja keras yang hasilnya dapat memberikan sumbangan bagi kelompoknya. Sehingga, dengan upaya tersebut maka siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran, kemampuan dalam menyelesaikan masalah dapat meningkat sehingga hasil belajar siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan, serta keterampilan guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat meningkat. Dengan demikian kualitas pembelajaran dikelas IV SD Negeri 2 Ngropoh Kranggan,

Temanggung dapat dikatakan meningkat. Dari uraian di atas dapat digambarkan melalui bagan berikut. Kondisi Awal Diadakan Tindakan Kondisi Akhir - Teacher centered - Hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA masih rendah. Penggunaan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) pada pembelajaran IPA, materi energi. Hasil belajar belajar siswa meningkat. 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: Jika dalam proses belajar mengajar guru menggunakan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA.