BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab utama kematian dan gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, 2011). Dalam 3 dekade terakhir, di India penyakit jantung mempengaruhi perubahan pola hidup yang cukup cepat dan memiliki konsekuensi terhadap perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011). Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara maju maupun berkembang. Penyakit ini menjadi penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunnya. Pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak 17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi sebelum usia 60 tahun. Terjadinya kematian dini yang disebabkan oleh penyakit jantung berkisar sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi, dan 42% terjadi di negara berpenghasilan rendah. Kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung pembuluh darah, terutama penyakit jantung koroner dan strok diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030 (Riskesdas, 2014). Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah ini terus meningkat dan akan memberikan beban kesakitan, kecacatan dan beban sosial ekonomi bagi keluarga penderita, masyarakat, dan negara. Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter sebesar 0,5%. Sementara itu, 1
prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter sebesar 0.13% (Riskesdas, 2014). Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang disebabkan penyempitan lumen arteri koroner akibat aterosklerosis pada dinding arteri koroner sehingga terjadi penurunan aliran darah dan gangguan suplai oksigen ke miokardium (Gersh et al., 2001; Pearlman, 2007; Selwyn dan Braunwald, 2005). Pada perjalanan penyakitnya, PJK dapat progresif dan sering terjadi perubahan secara mendadak dari keadaan stabil menjadi keadaan akut yang dikenal sebagai Sindrom Koroner Akut (SKA). Sindrom ini terdiri dari angina pektoris tidak stabil, Infark Miokard Akut Non Elevasi Segmen ST (IMA-NEST), serta Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST (IMA-EST). Diagnosis SKA ditegakkan berdasarkan gejala klinis (berupa nyeri dada yang dijalarkan ke leher, bahu dan lengan, sesak nafas dan berkeringat), adanya riwayat PJK, gambaran elektrokardiogram (EKG), diagnosis IMA-EST ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Diagnosis IMA-NEST dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan, rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan, (Irmalita et al., 2015) dan penanda biokimia jantung, yaitu Creatine Kinase (CK), Creatine Kinase isoenzym MB (CK-MB), dan Troponin I atau T. Pada angina pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada SKA, nilai ambang untuk 2
peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (Irmalita et al., 2015). Troponin I atau T merupakan penanda biologis terpilih untuk memprediksi hasil akhir klinis jangka pendek (30 hari) terkait SKA dan kematian (Anderson et al., 2007; Bassand et al., 2007). Aterosklerosis merupakan penyebab PJK dengan angka kematian dan kecacatan terbanyak di negara maju. Beberapa faktor risiko seperti merokok, dislipidemia dan hipertensi menjadi predisposisi aterosklerosis (Libby, 2005). Proses aterosklerosis dimulai dengan adanya disfungsi endotel. Endotel berfungsi untuk menjaga keseimbangan antara vasodilatasi dan vasokonstriksi, inhibisi dan stimulasi, proliferasi dan migrasi sel otot polos, serta antara trombogenesis dan fibrinolisis. Inflamasi berperan dalam disfungsi endotel (Davignon dan Ganz, 2004). Salah satu kemajuan di bidang kedokteran yang cukup penting adalah identifikasi faktor risiko mayor kejadian penyakit kardiovaskular. Lipoprotein berperan penting dalam aterogenesis. Low Density Lipoproteins-Cholesterol (LDL- C) adalah target utama dalam guideline preventif penyakit jantung koroner. Bagaimanapun, kadar plasma LDL-C saja tidak cukup untuk identifikasi individual dengan kejadian kardiovaskular, karena rata-rata 50% dari kejadian kardiovaskular terjadi pada individu dengan kadar LDL normal bahkan rendah (Renjith dan Jayakumari, 2011). Low Density Lipoprotein terdiri dari partikel heterogen yang berbeda dalam hal densitas, ukuran dan komposisi kimia. Individu dengan predominan small dense LDL (sdldl) memiliki 3 kali lipat peningkatan risiko penyakit kardiovaskular 3
(Rizzo dan Berneis, 2006). Akhir-akhir ini, sdldl telah digarisbawahi sebagai penanda baru risiko penyakit kardiovaskular yang potensial pada populasi barat dan Jepang, yang memiliki kadar LDL-C relatif rendah (Rizzo dan Berneis, 2006). Pada pasien SKA, pasien dengan kadar sdldl tinggi lebih banyak terjadi kejadian kardiovaskular mayor karena makrofag yang mengandung banyak sdldl aktifitas kemotaktik dan proteolitiknya lebih tinggi sehingga kondisi plaknya menjadi lebih tidak stabil (Jenny, 2006). B. Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut maka dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut : Kejadian kardiovaskular mayor (KKM) selama perawatan di rumah sakit masih menjadi masalah yang dihadapi dalam tatalaksana pada pasien dengan SKA. Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian buruk selama perawatan di rumah sakit. Small dense Low Density Lipoprotein telah diketahui sebagai salah satu faktor risiko penyakit arteri koroner, apakah dapat digunakan untuk menilai KKM selama perawatan di rumah sakit pada sindroma koroner akut masih belum sepenuhnya diketahui, tambahan pula penelitian mengenai sdldl pada fase akut SKA masih sangat terbatas. C. Pertanyaan Penelitian Apakah sdldl mempunyai hubungan dengan terjadinya KKM dalam perawatan di rumah sakit pada pasien SKA? 4
D. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan menyelidiki apakah tingginya kadar sdldl mempunyai hubungan dengan KKM selama perawatan di rumah sakit pada pasien dengan SKA. E. Manfaat Penelitian E.1. Manfaat Akademik Apabila pada penelitian ini kadar sdldl mempunyai hubungan dengan KKM selama perawatan di rumah sakit pada pasien dengan SKA, maka penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan pemeriksaan kadar sdldl rutin pada pasien SKA, dan selanjutnya dapat menjadi target terapi pada pasien SKA. E.2. Manfaat Klinis Dengan mengetahui bahwa kadar sdldl mempunyai hubungan dengan KKM selama perawatan di rumah sakit pada pasien dengan SKA, maka pemantauan dan pengontrolan dislipidemia berdasarkan indeks ini akan lebih baik sehingga pasien dapat menurunkan angka KKM dapat diturunkan di masa datang, khususnya saat perawatan di rumah sakit. F. Keaslian Penelitian Penelitian ini berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Goswami et al. (2012) yang meneliti pada 100 pasien dengan infark miokard dan dilakukan 5
matching usia dan jenis kelamin pada 100 orang kontrol yang sehat. Luaran yang diharapkan adalah kadar sdldl yang dapat sebagai biomarker risiko terjadinya KKM pada penyakit jantung koroner. Sepengetahuan penulis belum ada penelitian mengenai hubungan kadar sdldl dengan terjadinya KKM pasca infark miokard khususnya selama perawatan di rumah sakit. 6