BAB I PENDAHULUAN Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembang biak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang, dan formasi paraprotein. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus. Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q. 8 Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari 100.000 populasi. Usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan 35% kasus terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya ada 32.000 kasus baru yang dilaporkan dan 20.000 kematian setiap tahunnya. 5,6 Gambaran klinis di temukan pucat yang disebabkan oleh anemia, ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni, gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori, lemah, atau carpal tunnel syndrome dan amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan. 1,2,3,4 Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomi. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah atau air kemih. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang, dan formasi paraprotein. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obatobatan lain seperti bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan. 1,2,3,4 II.2 Insiden dan Epidemiologi Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari 100.000 populasi. Pada tahun 2004, diperkirakan ada 15.000 kasus baru multiple myelosis di Amerika Serikat. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro Amerika dan pada pria. Meskipun penyakit ini biasanya ditemukan pada lanjut usia, usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan 35% kasus terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya ada 32.000 kasus baru yang dilaporkan dan 20.000 kematian setiap tahunnya. 5,6 II.3 Etiologi Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran. Multiple myeloma telah dilaporkan pada anggota keluarga dari dua atau lebih 2
keluarga inti dan pada kembar identik. 7 Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q. 8 ANATOMI Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti vertebra, tulang iga, tengkorak, pelvis, dan femur. 9 Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang. Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder. 10 Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut: 1. Diafisis Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat penulangan primer, dan merup akan korpus dari tulang. 2. Metafisis Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang (diafisis). 3. Lempeng epifisis Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anakanak, yang akan menghilang pada tulang dewasa. 4. Epifisis Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder. 3
Gambar 1. Bagian dari tulang panjang matur. 10 Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa (jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat). Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak. II. 4 Patofisiologi Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah munculnya sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS (monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1% resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan. 6 4
Patogenesis dan gambaran klinis pada multiple myeloma 8 Temuan Penyebab yang mendasari Patomekanisme Hipercalsemia, fraktur Destruksi tulang Ekspansi tumor; produksi patologi, kompresi osteoclast activating saraf, lesi litik tulang, factors OAF) oleh sel-sel osteoporosis, nyeri tumor tulang Gagal ginjal Light chain proteinuria, Efek toksik produk tumor, hiperkalsemia, urate light chain, OAF, akibat nephropathy, glomerulopati amiolodi kerusakan DNA (jarang) Pielonefritis hipogammaglobulinemia Infeksi Hipogammaglobulinemia, Penurunan produksi yang penurunan migrasi berkaitan dengan tumor neutrofil induced suppression, peningkatan katabolisme IgG Gejala neurologic Hiperviskositas, Produk tumor ; sifat krioglobulin, deposit protein M ; light chain amiloid, hiperkalsemia, OAF kompresi saraf Perdarahan Berhubungan dengan Produk tumor ; antibody factor pembekuan, terhadap factor kerusakan amiloid pembekuan ; light chain, endothelium, disfungsi lapisan antibody platelet platelet Massa lesi Ekspansi tumor Tabel 1. patomekanisme dan gambaran klinis pada multiple myeloma 8. 5
II.5 DIAGNOSIS Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomi. a. Gejala klinis Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada tulang, dan infeksi yang berulang. Anemia terjadi pada sekitar 70% pasien yang terdiagnosis. Nyeri pada tulang merupakan gambaran paling sering pada multiple myeloma dengan persentasi sekitar 70%. Lokasi yang paling sering terjadi pada tulang vertebra lumbalis. 13 Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma. Kompresi tulang belakang terjadi pada 10-20% pasien. Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan kompresi tulang belakang berupa nyeri punggung, kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas. Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen, nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus dapat ditemukan pada 30% pasien. Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang melibatkan infeksi pneumococcus, shingles dan Haemophilus 11 Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan : 14 Pucat yang disebabkan oleh anemia Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori, lemah, atau carpal tunnel syndrome. Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma. b. Laboratorium Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus.jumlah leukosit umumnya normal. Thrombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang ; proporsi plasma sel jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. 6
Hiperkalsemia ditemukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi. 6,8 c. Gambaran radiologi 1) Foto polos x-ray Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi multiple, berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla, mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. 6,8,11,15,16 Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan : Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan myeloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda radiologis satu-satunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai. 11 Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis senilis. Lesi-lesi litik punch ou: yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping. Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan massa jaringan lunak. Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%. 15 7
Gambar 2. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang khas pada myeloma. 9 Gambar 3. Foto lumbal lateral menggambarkan deformitas pada CV lumbal 4 akibat plasmacytoma. 9 8
Gambar 4. Gambaran radiologi pada os femur dekstra. Tampak gambaran khas suatu lesi myeloma tunggal berupa gambaran lusen berbatas tegas pada regio interocanter. Lesi-lesi lebih kecil tampak pada trocanter mayor. 9 Gambar 5. Foto skull lateral dan frontal yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang khas pada myeloma. 9
Gambar 6. Foto skull frontal yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang khas pada myeloma. Gambar 7. Foto Os humerus dextra, tampak lesi litik yang khas pada myeloma. 10
Gambar 8. Foto Os femur-proximal, tampak lesi litik yang khas pada myeloma. Gambar 9. Foto Panoramic. Tampak klasik litik litik yang khas pada myeloma. 11
Gambar 10. Foto Os pelvis, tampak lesi litik pada regio iliac yang khas pada myeloma. Gambar 11. Foto Os femur, tampak lesi litik yang khas pada myeloma. 12
Gambar 11. Foto Os Humerus sinistra. tampak lesi litik yang khas pada myeloma. Gambar 12. Foto Os Humerus sinistra. tampak lesi litik yang khas pada myeloma. 13
Gambar 13. Foto Os Humerus sinistra, tampak plasmacytoma yang khas pada myeloma.. Gambar 14. Foto Os occipital, tampak lesi litik yang khas pada myeloma. 14
Gambar 15. Foto Os pelvis, tampak lesi litik regio iliaka sinistra yang khas pada myeloma. Gambar 16. Foto Os humerus dextra dan sinistra, tampak lesi litik regio yang khas pada myeloma. 15
Gambar 17. Foto Os fibula, proximal dan distal femur tampak plasmacytoma yang khas pada myeloma. 2) CT-Scan CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma. Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi. 9 Gambar 18. CT Scan axial pada plenoid yang menggambarkan lesi berbatas tegas, gambaran khas myeloma pada CT scan. Korteks tampak intak. 9 16
Gambar 19. CT Scan sagital pada vertebrae yang menggambarkan lesi berbatas tegas, gambaran khas myeloma pada CT scan. Gambar 20. CT Scan kepala axial yang menggambarkan lesi berbatas tegas, gambaran khas myeloma pada CT scan. 17
3) MRI MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. 8,9,15 Sayangnya, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang. 9 Gambar 21. Foto potongan koronal T1 weighted-mri pada suatu lesi myeloma di humerus. Gambaran ini menunjukkan lesi dengan intensitas rendah. Batas korteks luar terkikis tetapi intak ; namun, lesi telah melewati korteks bagian dalam. 9 18
Gambar 22. Foto spine, tampak myeloma pada T1 weighted-mri. tampak hypointense to marrow on T1, hyperintense. Gambar 23. T1 weighted-mri dari humerus. Gambaran ini memperlihatkan lesi myelomatosa yang predominan hipointens hingga isointens pada medulla dari diafisis. Lesi tampak pada aspek anterior korteks. 9 19
Gambar 24. T2 weighted-mri dari humerus. Gambaran ini memperlihatkan lesi myelomatosa yang predominan hiperintens. Gambar 25. T1 weighted-mri dari proximal humerus. Gambaran ini memperlihatkan lesi myelomatosa yang predominan hipointens hingga isointens pada medulla dari diafisis. 20
Gambar 26. T1 weighted-mri dari shoulder. Myelomatous dari proses glenoid dan coracoid. Gambar 27. T2 weighted-mri dari shoulder. Gambaran ini memperlihatkan lesi myelomatosa yang predominan hiperintens. 21
4) Radiologi Nuklir 9 Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi. Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada pasien yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan konektif, metastasis kanker, limfoma, leukemia, dan infeksi kronis telah dieksklusi adalah sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma dengan salah satu dari kriteria berikut : 6 - Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL) - Protein monoclonal urine - Lesi litik pada tulang. Sistem derajat multiple myeloma 6-8,14 Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon Durie system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan diperkenalkan pada tahun 2005. Salmon Durie staging : a) Stadium I Level hemoglobin lebih dari 10 g/dl Level kalsium kurang dari 12 mg/dl Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dl, IgA < 3 g/dl, urine < 4g/24 jam) b) Stadium II Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III c) Stadium III Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dl Level kalsium lebih dari 12 g/dl 22
Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dl, IgA > 5 g/dl, urine > 12 g/24 jam) d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dl e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl International Staging System untuk multiple myeloma a) Stadium I β2 mikroglobulin 3,5 g/dl dan albumin 3,5 g/dl CRP 4,0 mg/dl Plasma cell labeling index < 1% Tidak ditemukan delesi kromosom 13 Serum Il-6 reseptor rendah durasi yang panjang dari awal fase plateau b) Stadium II Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dl, atau Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dl c) Stadium III Beta-2 microglobulin >5.5 g/dl II. 6 PENGOBATAN Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan lenalidomide sedang diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk intravena merupakan inhibitor proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna pada myeloma. Lenalidomide, dengan pemberian oral merupakan turunan dari thalidomide. 4,6,8 Setelah pemberian terapi awal (terapi induksi) terapi konsolidasi yang optimal untuk pasien berusia kurang dari 70 tahun adalah transplantasi stem sel autolog. Transplantasi ini secara potensial menyembuhkan myeloma, namun peranannya terbatas karena tingkat mortalitas yang tinggi sekitar 30 50%. 6,9 23
Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. bifosfonat mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang. 6 Meskipun rerata pasien multiple myeloma bertahan kira-kira 3 tahun, beberapa pasien yang mengidap multiple myeloma dapat bertahan hingga 10 tahun tergantung pada tingkatan penyakit. 13 Berdasarkan derajat stadium menurut Salmon Durie System, angka rerata pasien bertahan hidup sebagai berikut : 6 Stadium I > 60 bulan Stadium II, 41 bulan Stadium III, 23 bulan Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk. Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut the International staging system maka rerata angka bertahan hidup pasien dengan multiple myeloma sebagai berikut : 6 stadium I, 62 bulan - Stadium III, 29 bulan. stadium II, 44 bulan 24
BAB III KESIMPULAN Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah atau air kemih. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus. Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q. Gejala yang sering timbul pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada tulang, dan infeksi yang berulang, %. Lokasi yang paling sering terjadi pada tulang vertebra lumbalis. Diagnosis Multiple didasarkan pada pemeriksaan fisik dan dilakukan pemeriksaan tambahan salah satunya pemeriksaan radiologi berupa foto sinar-x sebagai penunjang diagnosis. Gambaran yang ditemukan pada foto sinar-x dengan multiple myeloma adalah lesi multiple, berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis serta lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla, mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Gambaran MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. Terapi yang sudah ada bertujuan untuk mengurangi lemah, nyeri pada tulang, dan infeksi yang berulang serta meminimalisasi fraktur patologis. Hal ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara membantu pasien agar bisa melakukan aktivitas sehari-hari. 25
DAFTAR PUSTAKA 1. Mieloma Multipel (multiple myeloma)[online]. Available from http://medicastore.com/penyakit_subkategori/12/index.html. Diakses tanggal 4 Maret 2014 2. McPhee,Stephen J., Maxine A. Papadakis, Lawrence M. Tierney,Jr.2008. Multiple Myeloma in 2008 Current Medical and Treatment. San Fransisco : Mc Graw Hill-Lange 3. Dugdale,David C. Yi-Bin Chen, David Zieve. 2009. Multiple Myeloma [online]. Available from http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000583.htm. Diakses tanggal 4 Maret 2014 4. Kyle,Robert A., S. Vincent Rajkumar. 2004. Drug Therapy : Multiple Myeloma [online]. Available from http://www.nejm.com.diakses tanggal 3 Maret 2014 5. Glass,Jonathan, Reinhold Munker. Multiple Myeloma and Other Paraproteinemias in : Modern Hematology Biology and Clinical Management 2 nd ed. New Jersey : Humana Press. Hlm 271-294 6. Richardson,Paul, Teru Hideshima, Kenneth C. Anderson. Multiple Myeloma and Related Disorders in : Clinical Oncology 3 rd ed. Philadelpia : Elsevier Churcill Livingstone. Hlm. 2955-2970 7. Kyle, Robert K. 2000. Plasma Cell Disorders in Cecil Textbook of Medicine 21 th ed. New York : Elsevier Churcill Livingstone. Hlm 977-982. 8. Longo, Dan L., Kenneth C. Anderson,Dennis L. Kasper,dkk.2005. Plasma Cell Discrasia in Harrison s Principles of Internal Medicine 16 th ed. New York : McGraw Hill Medical Publishing Division 9. Sorenson, Steven M., Amilcare Gentili, Sulabha Masih. Multiple Myeloma [online]. available from http://emedicine.medscape.com/article/391742- overview. Diakses tanggal 3 Maret 2014 10. Waugh,Anne, Allison Grant. 2001. Anatomi and Physiology in Health and Illness. New York : Churcill Livingstone. p. 388-392 26
11. Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga. p. 205-206 12. Herring, William. 2007. Learning Radiology : recognizing the basic / William Harring 1 th ed [online]. Available from http://www.learningradiology.com. Diakses tanggal 4 Maret 2014 13. Rajkumar, S. Vincent, Robert A. Kyle. 2005. Multiple Myeloma : Diagnosis and Treatment [online]. Mayo Clin Proc. 2005;80(10):1371-1382 14. Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma [online]. Available from http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview. Diakses tanggal 3 Maret 2014 15. Kumar,Vinay, Ramzi S. Cotran, Stanley R. Robbin. 2008. Robbins Buku Ajar Patologi edisi 7. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hlm. 481-484 16. Eisenberg, Ronal L., Nancy M. Johnson. 2000. Comprehensive Radiographic Pathology. New York : Mosby Elsevier. Hlm135-136 27