BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tsunami 26 Desember 2004 yang disebabkan oleh gempa 9.1 SR di dasar laut Samudera Hindia (sebelah barat Aceh) telah 10 tahun berlalu. Bencana tsunami itu mengakibatkan ratusan ribu manusia tewas dan hilang, menghancurkan ribuan rumah, sekolah, gedung perkantoran dan segala sesuatu yang ada dihadapan tsunami tersebut. Pasca bencana terjadi, berbagai upaya penanggulangan dilakukan, mulai masa tanggap darurat hingga masa rehabilitasi serta rekonstruksi dengan segala kemampuan. Upaya tersebut melibatkan banyak pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. 3,3 km Gambar 1. 1 : Citra satelit Kota Banda Aceh 28 Desember 2004 (Sumber: Digital Globe, 2004) 1
2 Sebagian besar wilayah Indonesia berada di jalur cincin api (ring of fire) Pasifik. Keberadaan Indonesia di jalur tersebut berakibat rentan terjadinya gempa dan tsunami, termasuk Kota Banda Aceh. Bagi kota-kota pesisir yang berada pada zona rawan bencana tsunami seperti Kota Banda Aceh, suatu keharusan untuk memikirkan bagaimana menyelamatkan kota dengan penduduk yang padat. Kota Banda Aceh dimasa mendatang harus mampu melakukan upaya pencegahan dan menjadi model dalam upaya mitigasi terhadap bencana tsunami. Pengalaman yang dirasakan langsung maupun tidak langsung, telah melahirkan banyak permasalahan yang menjadi tantangan untuk dicarikan formula yang tepat. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir korban bencana tsunami dimasa yang akan datang.. Pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa dan tsunami 2004, selama rentang waktu antara tahun 2005 hingga saat ini telah dilakukan berbagai upaya mitigasi. Salah satu upaya mitigasi terhadap bahaya tsunami tersebut adalah dengan membangun bangunan penyelamat tsunami (tsunami evacuation buildings). Alasan tersebut berdasar, mengingat kondisi topografi Banda Aceh yang relatif datar yang secara rata-rata hanya 80 cm ketinggiannya dari muka laut. Bangunan bangunan penyelamat telah dibangun di beberapa titik yang berada pada zona-zona rawan tsunami pasca 2004 di Banda Aceh. Kenapa dibangun di zona rawan lagi? Hal ini dikarenakan zona tersebut telah dihuni kembali
3 baik oleh penduduk yang dulunya bertempat tinggal disana maupun pendatang baru yang dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Bangunan penyelamat di Kota Banda Aceh dapat ditemui masing masing di Gampong Alue Deah Tengoh, Gampong Deah Glumpang dan Gampong Lambung di Kecamatan Meuraxa. Ketiga bangunan tersebut ditujukan untuk penyelamatan bila tsunami terjadi. Selain dengan tujuan utama penyelamatan/ evakuasi, bangunan bangunan tersebut juga dimaksudkan menjadi community building di gampong (desa) setempat. Bangunan-bangunan itu dalam skenario awal akan dimanfaatkan sepenuhnya bagi masyarakat setempat. Community building ini diberi nama Escape Building. Tiga Escape Building seperti disebutkan diatas adalah bantuan dari Jepang. Bantuan bangunan escape building/commnunity building tersebut sebagai wujud dukungan dan keperdulian kemanusiaan dari rakyat Jepang yang juga berada pada zona rentan terhadap bencana gempa dan tsunami. Ketiga bangunan tersebut di bangun oleh konsultan Nippon Koei dan kontraktor pelaksana Waskita Karya melalui program JICS. Bangunan penyelamat lainnya yaitu pusat riset milik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Pusat riset tersebut adalah Tsunami Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah yang berada di Gampong Ulee Lheu masih dalam Kecamatan Meuraxa. Bangunan penyelamat TDMRC Unsyiah difungsikan sebagai pusat riset mitigasi bencana tsunami.
4 1 3 3 2 Gambar 1. 2 : Bangunan-bangunan penyelamat di Banda Aceh: [1] Community Building/Escape Building bantuan Jepang di Gampong Alue Deah Tengoh dan 2 unit bangunan tipikal di gampong lainnya, [2] Musem Tsunami Aceh, dan [3] Kantor TDMRC Universitas Syiah Kuala (Sumber: [2] dan [3] http://www.tdmrc.org/en/wpcontent/uploads/2008/07/tdmrc_ul30.jpg ) Berikutnya bangunan penyelamat berupa museum yaitu Museum Tsunami Aceh bantuan multi donor bersama Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi ( BRR) Aceh berlokasi di dekat lapangan Blang Padang. Selain bangunan bangunan tersebut, telah dipetakan pula bangunan-
5 bangunan publik lain yang ditetapkan sebagai bangunan penyelamat seperti sekolah, kantor, masjid maupun menara. Kehadiran bangunan-bangunan penyelamat di Kota Banda Aceh, telah mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap mitigasi tsunami sendiri. Terdapat pengalaman baru yang hadir ditengah-tengah masyarakat. Bila dibandingkan dengan pengalaman masyarakat yang menjadi korban di tahun 2004, bangunan penyelamat tsunami tidak pernah dikenal bahkan bencana tsunami dan tanda-tanda bahayanya pun banyak masyarakat yang masih awam. Kota Banda Aceh termasuk salah satu kota di Indonesia yang memiliki fasilitas vertikal evakuasi tsunami seperti escape building (bangunan penyelamatan) dan escape road (jalur penyelamatan). Walaupun masih belum memenuhi standar ketersediaan yang diharapkan, namun dapat disebut langkah awal yang tepat bagi Kota Banda Aceh dalam menghadapi bencana tsunami di masa datang. Keberadaannya akan sia-sia bila tidak dimanfaatkan oleh masyarakat secara maksimal didalam aktivitas sehari-hari. Perlu pembelajaran terhadap masyarakat dalam upaya mitigasi bencana seperti pelaksanaan tsunami drill di tahun 2008 serta yang terakhir di bulan Oktober 2014 dan upaya-upaya lain secara berkesinambungan. Seperti yang tampak pada gambar 1.3 berdasarkan temuan awal menggambarkan kondisi salah satu bangunan tersebut saat ini. Bangunan ini direncanakan untuk bangunan penyelamat berupa community building
6 yang berfungsi sebagai fasilitas publik baik saat pra bencana maupun saat bencana terjadi, namun kemungkinan efektivitasnya dipertanyakan. Ram 120 cm Entrance atap gampong Dapur Umum di Lt. 2 Gudang di Lt. 1 Gambar 1.3: Salah satu bangunan penyelamat di Alue Deah Tengoh, Banda Aceh. 1.2. Pertanyaan Penelitian Penelitian ini ingin mengemukakan permasalahan yang didasari terhadap keberadaan bangunan-bangunan penyelamat diantaranya adalah: Seberapa efektifkah bangunan-bangunan penyelamat pada daerah bahaya tsunami di Kota Banda Aceh dalam upaya mitigasi?
7 Sejauh mana bangunan-bangunan penyelamat yang ada saat ini bisa berfungsi setiap saat? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian berdasarkan lokalisir permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, diantaranya: Mengungkap efektivitas bangunan-bangunan penyelamat sebagai salah satu upaya mitigasi bencana tsunami di Banda Aceh. Memaksimalkan fungsi bangunan-bangunan penyelamat yang menjadi bagian integral ditengah-tengah masyarakat, baik saat terjadi tsunami maupun pada kondisi normal di Banda Aceh. 1.4. Keaslian Penelitian Dalam penelitian ini fokus penelitian ini sendiri ditujukan untuk menemukan efektivitas bangunan penyelamat serta fungsinya dalam mitigasi bencana tsunami di Kota Banda Aceh. Untuk itu penelitian ini akan mengkaji keberadaan bangunan-bangunan penyelamat yang ada di Kota Banda Aceh, baik yang dibangun dengan pendekatan khusus penyelamatan maupun bangunan publik yang difungsikan sebagai tempat penyelamatan. Efektivitas tersebut berkaitan dengan keberadaan
8 bangunan penyelamat baik saat pra bencana maupun saat terjadi bencana. Lokasi (lokus) penelitian berada di Kota Banda Aceh. Terutama yang berada di zona-zona dengan tingkat resiko tinggi berkaitan dengan keberadaan bangunan-bangunan penyelamat. Bangunan-bangunan penyelamat tersebut telah diinventarisir oleh Sea Defence Consultant (2008), data data itu akan digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan fokus dan lokus yang disampaikan diatas serta hasil penelusuran terhadap penelitian-penelitian sebelumnya, sejauh ini belum ditemukan kesamaan terhadap penelitian ini. Walaupun terdapat kesamaan lokus namun substansi fokus penelitian berbeda. Berikut beberapa penelitian yang dijadikan pembanding. Tabel 1.1. Perbandingan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini Peneliti Judul Subtansi Jenis Donny Arief Sumarto (2011) Ferdinan Sitinjak (2011) Ahmad Pratama Putra (2011) Konsep Penataan Kawasan Meuraxa di Kota Banda Aceh Berbasis Mitigasi Tsunami Adaptasi dan Antisipasi Bencana Gempa Berdasarkan Persepsi Masyarakat (Studi Kasus Kota Tarutung) Penataan Ruang Berbasis Mitigasi Bencana Kabupaten Mentawai Menemukan konsep penataan kawasan Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh sebagai upaya mitigasi tsunami Persepsi masyarakat terhadap adaptasi dan antisipasi bencana gempa Tata ruang untuk mengurangi resiko bencana tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tesis Tesis Jurnal
9 Respati Wikantiyoso (2010) Muhammad Haiqal Mitigasi Bencana di Perkotaan; Adaptasi atau Antisipasi Perencanaan dan Perancangan Kota?: Potensi Kearifan dalam Perencanaan dan Perancangan Kota untuk Upaya Mitigasi Bencana State of the art Bangunan Penyelamat Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Tsunami dikota Banda Aceh Penataan ruang melalui penataan konfigurasi ruang kota yang direncanakan dan dirancang dengan baik untuk mengurangi jumlah korban akibat gempa. Penggalian potensi kearifan lokal dalam upaya mitigasi. Menemukan efektivitas bangunan penyelamat serta fungsinya dalam mitigasi bencana tsunami di Kota Banda Aceh Jurnal Tesis,