ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B II ATMOSFER DAN GPS

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

BAB II GPS DAN ATMOSFER

BAB IV PENGOLAHAN DATA

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER

BAB IV PENGOLAHAN DATA

PENENTUAN KANDUNGAN UAP AIR DI ATMOSFIR DENGAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

ANALISA PERUBAHAN KARAKTERISTIK TEC AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

BAB III SATELIT GRACE DAN VARIASI TEMPORAL GEOID. 3.1 Satelit GRACE (Gravity Recovery and Climate Experiment).

PENGARUH DATA METEOROLOGI TERHADAP NILAI KOORDINAT HASIL PENGAMATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI

PEMANTAUAN POSISI ABSOLUT STASIUN IGS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

SIMULASI PRAKIRAAN JUMLAH CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA PARAMETER CUACA (STUDY KASUS DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2012)

BAB III METODE PENELITIAN

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg

STUDI KONSTANTA TM (MEAN WEIGHT TEMPERATURE) UNTUK PENENTUAN KANDUNGAN UAP AIR DARI DATA GPS DI INDONESIA

Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I.1.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Temporal Variation Analysis From Troposphere Delay Using GPS (Study: Bandung, Indonesia)

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan

Studi Penelitian Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017)

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

ANALISA PERBANDINGAN ORBIT SATELIT GPS YANG DIPENGARUHI OLEH SPHERICALLY SYMMETRIC ELEMENT KEPLERIAN

I. INFORMASI METEOROLOGI

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara

PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

KATA PENGANTAR. Buletin ini berisi data rekaman Lightning Detector, menggunakan sistem LD-250 dan software Lightning/2000 v untuk analisa.

STUDI TENTANG CONTINUOUSLY OPERATING REFERENCE STATION GPS (Studi Kasus CORS GPS ITS) Oleh: Prasetyo Hutomo GEOMATIC ENGINEERING ITS

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang dapat kita sebut canggih adalah GPS, yaitu Global

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB 2 DATA METEOROLOGI

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

Pengaruh Waktu Pengamatan Terhadap Ketelitian Posisi dalam Survei GPS

Transkripsi:

TUGAS AKHIR - RG141536 ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) VIRDONIO FILA SETIAWAN NRP 3513 100 032 Dosen Pembimbing M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D. DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

TUGAS AKHIR - RG141536 ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) VIRDONIO FILA SETIAWAN NRP 3513 100 032 Dosen Pembimbing M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D. DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017 i

Halaman ini sengaja dikosongkan ii

FINAL ASSIGNMENT - RG141536 ANALYSIS OF WEATHER CHANGE USING PRECIPITABLE WATER VAPOR FROM GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) VIRDONIO FILA SETIAWAN NRP 3513 100 032 Supervisor M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D. GEOMATICS ENGINEERING DEPARTEMENT Faculty of Civil Engineering and Planning Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017 iii

Halaman ini sengaja dikosongkan iv

ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Nama Mahasiswa : Virdonio Fila Setiawan NRP : 3513 100 032 Departemen : Teknik Geomatika Dosen Pembimbing : M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D. Abstrak Precipitable Water Vapor (PWV) adalah campuran zat oksigen dan hydrogen yang mengalami reaksi kimia dan dengan bantuan panas matahari berubah bentuk menjadi zat cair. Kandungan uap air memainkan peranan penting dalam mengatur temperatur udara karena menyerap radiasi metahari dan radiasi termal dari permukaan bumi (Miller, 1983). Pengamatan kandungan uap air yang banyak diteliti di atmosfer masih menjadi banyak pekerjaan yang belum terselesaikan oleh para peneliti atmosfer. Dimana pengamatan yang akurat terhadap pergerakan kandungan uap air yang cepat dimana variasi temporal maupun spasial di atmosfer sangat sulit dilakukan. Global Positioning System atau lebih dikenal dengan sebutan GPS telah menawarkan metode baru untuk meneliti kandungan uap air yang ada di atmosfer secara akurat dengan cara memberikan parameter dari atmosfer di troposfer dan stratosfer melalui penyebaran sinyal gelombang mikro dari satelit GPS ke groundbased receiver GPS yang tertunda oleh uap air di atmosfer. Penundaan didapat dari parameter Zenith Delay Troposfer (ZTD), dimana ZTD adalah besarnya penyimpangan jarak akibat perlambatan waktu tempuh sinyal saat melewati lapisan troposfer. Dalam penelitian tugas akhir ini dilakukan penentuan delay troposfer dan kandungan uap air menggunakan perangkat lunak ilmiah GAMIT pada bulan Juli-September Tahun 2015. Dengan memanfaatkan 5 (lima) titik pengamatan GPS yang ada di v

Jembatan Suramadu, dan 1 (satu) titik pengamatan GPS di ITS. Serta diikatkan di 1 titik ikat stasiun IGS, diantaranya stasiun BAKO. Penelitian tugas akhir ini menghasilkan nilai Precipitable Water Vapor (PWV) berkisar 23.49 29.23 mm yang menunjukkan bahwa pada bulan juli-agustus mengalami musim kemarau, sedangkan Precipitable Water Vapor (PWV) pada bulan September 2015 berkisar 19.40 35.33 mm mengalami peningkatan dan dapat diperkirakan bahwa bulan selanjutnya akan mengalami musim penghujan. Kata kunci: Global Positioning System (GPS), Precipitable Water Vapor (PWV), Zenith Delay Troposfer (ZTD) vi

ANALYSIS OF WEATHER CHANGE USING PRECIPITABLE WATER VAPOR FROM GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Student s Name : Virdonio Fila Setiawan Reg. Number : 3513 100 032 Department : Geomatics Engineering Supervisor : M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D. Abstract Precipitable Water Vapor (PWV) is a mixture by chemical reaction of two substances (oxygen and hydrogen) and with the solar heat it changes into liquid. The content of water vapor have an important role in regulating air temperature because it absorbs sun radiation and thermal radiation from the earth surface (miller, 1983). Observations of water vapor content that is widely studied in the atmosphere is still a lot of unfinished work by the atmosphere researchers. The accurate observation of the water vapor content that movement rapidly where the variation of temporal or spatial in the atmosphere are difficult to do. Global Positioning System or better known as GPS has offered a new method to reasearch the content of water vapor in the atmospheres accurately by providing parameters of the atmosphere in the troposphere and the stratosphere through the dissemination of microwave signals from GPS satellites to ground-based GPS receivers that are delayed by water vapor in the atmosphere. The delay is obtained from the Zenith Delay Troposphere (ZTD) parameter, where ZTD is the distortion of the distance due to the slowing of signal travel as it passes through the troposphere layer. In this final task, the tropospheric delay and moisture content are determine using GAMIT scientific software in July-September 2015. By utilizing 5 (five) GPS observation points in the Suramadu vii

Bridge, and 1 (one) GPS observation point in ITS. And connect to 1 point IGS station as connective point, including BAKO stations. This thesis research produce Precipitable Water Vapor (PWV) ranging from 23.49-29.23 mm indicate that in July-August is dry season, while Precipitable Water Vapor (PWV) value in September 2015 has range from 19.40-35.33 mm that increased and it can be predicted that the next month will in the rainy season. Keyword: Global Positioning System (GPS), Precipitable Water Vapor (PWV), Zenith Delay Troposfer (ZTD) viii

LEMBAR PENGESAHAN ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada Program Studi S-1 Departemen Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Oleh: VIRDONIO FILA SETIAWAN NRP. 3513 100 032 Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir: 1. M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D. NIP. 19811223 200501 1 002 (Pembimbing I) Surabaya, Juli 2017 ix

Halaman ini sengaja dikosongkan x

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-nya sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Atas dukungan moril dan materi dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ronny Setiawan dan Trifina Fitri Lastiani selaku Orang tua penulis yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir. 2. Bapak M. Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir. 3. Mbok Supriati, Farras Aulia Majid, Okta Ferriska, Dody Pambudhi, Fakhrusy Luthfan, Rega Hangasta, Ahmad Solihuddin Ayyubi, Yoga Pradana Karra, Avicenna, Hardani Satrio, serta teman-teman Angkatan 2013 yang telah membantu penulis dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini. 4. Seluruh pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian Tugas Akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam Laporan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, penulis berharap untuk kedepannya ada perbaikan dan pengembangan terhadap tugas akhir ini. Terlepas dari itu semua, semoga Laporan Tugas Akhir yang berjudul "Analisis Perubahan Cuaca dengan menggunakan Precipitable Water Vapor dari Global Positioning System (GPS) ", dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Surabaya, 22 Juni 2017 Penulis xi

Halaman ini sengaja dikosongkan xii

DAFTAR ISI Abstrak... v Abstract... vii LEMBAR PENGESAHAN... ix KATA PENGANTAR... xi DAFTAR ISI... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR TABEL... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Batasan Masalah... 3 1.4 Tujuan... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5 2.1 Konsep Perubahan Cuaca... 5 2.2 Lapisan Atmosfer... 6 2.2.1 Lapisan Troposfer... 6 2.2.2 Uap air pada Troposfer... 7 2.3 Global Positioning System (GPS)... 8 2.3.1 Metode GPS Untuk Penentuan PWV... 9 2.3.2 Penginformasian Jarak (Code)... 11 2.3.3 Gelombang Pembawa di GPS... 13 2.3.4 Perambatan Sinyal GPS... 14 2.4 Penentuan ZTD dan PWV menggunakan GAMIT 10.6... 15 2.4.1 Zenith Troposheric Delay (ZTD)... 15 2.4.2 Zenith Path Delay (ZPD)... 17 2.4.3 Precipitable Water Vapor (PWV)... 17 2.4.4 Penentuan Precipitable Water Vapor (PWV)... 20 2.5 Penelitian Terdahulu... 20 xiii

BAB III METODOLOGI... 21 3.1 Lokasi Penelitian... 21 3.2 Data dan Peralatan... 22 3.2.1 Data... 22 3.2.2 Peralatan... 23 3.3 Metodologi Penelitian... 25 3.4 Pengolahan Data... 27 BAB IV HASIL DAN ANALISA... 29 4.1 Validasi ZTD Bulan Juli 2015... 29 4.2 Validasi ZTD Bulan Agustus 2015... 30 4.3 Validasi ZTD Bulan September 2015... 32 4.4 Hasil Validasi ZTD Stasiun Bako oleh ZPD IGS... 34 4.5 Nilai rerata PWV dari 6 Stasiun Bulan Juli 2015... 35 4.6 Nilai rerata PWV dari 6 Stasiun Bulan Agustus 2015... 36 4.7 Nilai rerata PWV dari 6 Stasiun Bulan September 2015... 37 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 41 5.1 Kesimpulan... 41 5.2 Saran... 42 DAFTAR PUSTAKA... 43 LAMPIRAN.47 xiv

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Pembentukan cuaca yang terjadi di Indonesia... 5 Gambar 2.2 Prinsip Dasar Menggunakan GPS secara absolut... 8 Gambar 2.4 Skema lapisan troposfer, stratosfer, dan tropopause.... 19 Gambar 3.1 Lokasi Penelitian... 21 Gambar 3.2 Ilustrasi Penempatan Rover pada Jembatan Suramadu... 22 Gambar 3.3 Diagram Alir Tahapan Penelitian... 25 Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Data... 27 Gambar 4.1 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Juli 2015... 29 Gambar 4.2 Uji Korelasi... 30 Gambar 4.3 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Agustus 2015... 31 Gambar 4.4 Uji Korelasi... 31 Gambar 4.5 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan September 2015... 32 Gambar 4.6 Uji Korelasi... 33 Gambar 4.7 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Juli - September 2015... 34 Gambar 4.8 Grafik Nilai PWV pada Bulan Juli 2015... 35 Gambar 4.9 Grafik Nilai PWV pada Bulan Agustus 2015... 36 Gambar 4.10 Grafik Nilai PWV pada Bulan September 2015... 38 xv

Halaman ini sengaja dikosongkan xvi

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Komponen sinyal satelit GPS... 13 Tabel 3.1 Stasiun kontinyu GPS dan IGS.... 22 Tabel 4.1 Nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Juli 2015... 29 Tabel 4.2 Nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Agustus 2015... 31 Tabel 4.3 Nilai ZTD dan ZPD pada Bulan September 2015... 32 Tabel 4.4 Nilai ZTD dan ZPD pada 3 Bulan 2015... 34 Tabel 4.5 Nilai rerata PWV dari masing-masing Stasiun GPS bulan Juli Tahun 2015... 35 Tabel 4.6 Nilai rerata PWV dari masing-masing Stasiun GPS bulan Agustus Tahun 2015... 36 Tabel 4.7 Nilai rerata PWV dari masing-masing Stasiun GPS bulan September Tahun 2015... 38 xvii

Halaman ini sengaja dikosongkan xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi suhu permukaan laut di wilayah perairan Indonesia dapat digunakan sebagai indikator banyak sedikitnya kandungan uap air di atmosfer yang erat kaitannya dengan proses pembentukan awan di atas wilayah Indonesia. Jika suhu muka laut dingin, berpotensi mengurangi kandungan uap air di atmosfer, sebaliknya panasnya suhu permukaan laut berpotensi menambah kandungan uap air di atmosfer. Uap air (Water Vapor) adalah campuran antara zat oksigen dan hydrogen yang mengalami reaksi kimia dan dengan batuan panas matahari berubah bentuk menjadi zat cair, terletak di atmosfer pada ketinggian 8000-9000 Km. Uap air pada daerah tropis akan mengisi 4% dari total volume udara, sedangkan pada daerah sedang hanya mengisi kurang dari 1% dari total volume udara. Uap air memiliki kemampuan untuk menyerap energi, sehingga tidak semua energi lolos melewati uap air tersebut. Uap air memegang peranan penting dalam proses penentuan cuaca yang mana merupakan penyerap radiasi yang mempengaruhi keseimbangan energi di atmosfer dan berperan dalam pelepasan panas dari proses kondensasi sehingga memelihara proses yang terjadi di atmosfer (Miller,et.al., 1983). Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki laut yang cukup luas, dimana laut merupakan sumber penguapan air terbesar dimuka bumi yang berpengaruh terhadap cuaca. Semakin dekat suatu tempat dengan laut maka akan semakin besar pula curah hujan akan terjadi, begitu sebaliknya. Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada Bulan Mei hingga Oktober, dengan musim penghujan pada bulan November hingga April. Namun demikian, fenomena pemanasan global yang 1

2 mengakibatkan perubahan iklim juga terjadi sehingga menyebabkan waktu perpindahan musim saat ini sulit diprediksi. Pemantauan ruang berbasis seperti Global Positioning System (GPS) adalah cara efektif untuk menilai tingkat uap air secara global dan berbagai misi terlambat dilaksanakan untuk pengukuran Precipitable Water Vapor. (Chaboureau.et.al., 1998; Randel.et.al., 1996; Mockler., 1995). Pengukuran dengan menggunakan GPS mampu memberikan pengamatan yang akurat dari parameter atmosfer di troposfer dan stratosfer melalui penyebaran sinyal gelombang mikro dari satelit GPS ke ground-based receiver GPS yang tertunda oleh uap air di atmosfer. Penundaan didapat dari parameter jumlah Zenith Path Delay (ZPD) dalam waktu yang berbeda-beda yang diambil dari pengukuran GPS. Jika suhu permukaan dan pengamatan tekanan pada penerima GPS diketahui akurasi yang cukup ZPD yang diambil dapat dikonversi menjadi perkiraan yang akurat dari total kandungan uap air, yaitu Percipitable Water Vapor (PWV) yang diterima oleh receiver. (Choy, Wang, Zhang, & Kuleshov, 2013). Dari permasalahan diatas, maka penelitian ini akan membahas mengenai penentuan uap air PWV (Precipitable Water Vapor) di atmosfer dengan menggunakan data pengamatan GPS untuk mengetahui perubahan cuaca di suatu wilayah.

3 1.2 Rumusan Masalah Adapun perumusan masalah dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah: a. Bagaimana pengaruh nilai Precipitable Water Vapor (PWV) dari Global Positioning System (GPS) terhadap perubahan cuaca? 1.3 Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Penelitian ini menggunakan data Pengamatan Global Positioning System (GPS) berupa data RINEX Observasi (.o) b. Penelitian ini menjelaskan pengaruh nilai Precipitable Water Vapor (PWV) terhadap perubahan cuaca 1.4 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui fungsi dan manfaat penggunaan Global Positioning System (GPS) dalam bidang meteorologi b. Menganalisa hasil nilai Precipitable Water Vapor (PWV) dari hasil pengamatan Global Positioning System (GPS)

4 Halaman ini sengaja dikosongkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perubahan Cuaca Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan dalam jangka waktu yang singkat. cuaca terbentuk dari gugusan unsur cuaca dan jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja. Misalnya pagi hari, siang hari, atau sore hari, dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya. Di Indonesia keadaan cuaca selalu diumumkan untuk jangka waktu sekitar 24 jam melalui prakiraan cuaca yang dikembangkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi & Geofisika (BMKG) dan Kementrian Perhubungan. Untuk negara-negara yang sudah maju perubahan cuaca sudah diumumkan setiap jam dan sangat akurat (tepat). Ilmu yang mempelajari cuaca disebut meteorologi. Keadaan atmosfer yang dinyatakan dengan nilai berbagai parameter, antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban dan berbagai fenomena hujan, disuatu tempat atau wilayah selama kurun waktu yang pendek (menit, jam, hari, bulan, musim, tahun) (Gibbs, 1987). Gambar 2.1. Pembentukan cuaca (NASA,2003) 5

6 2.2 Lapisan Atmosfer Atmosfer adalah campuran gas yang menyelubungi permukaan bumi. Campuran gas ini mengitari bumi karena ditarik oleh gaya gravitasi yang ada pada bumi, campuran gas ini disebut dengan udara. Lapisan gas tersebut mengelilingi bumi dengan ketebalan yang sulit untuk ditentukan secara teliti, namun ketebalan rata-rata dari atmosfer ini ditentukan kira-kira sebesar 500 km (Spiegel & Grubber, 1983). Udara bercampur secara baik di atmosfer. Meskipun bercampur, atmosfer mempunyai perbedaan-perbedaan yang signifikan dalam temperatur dan tekanan dalam setiap perbedaan ketinggiannya. Perbedaan ini didefinikan ke dalam sejumlah lapisan atmosfer. Atmosfer ini biasanya dibagi menjadi daerah - daerah atau lapisan-lapisan tertentu menurut suhu atau temperature, muatan listriknya, ionisasinya, medan magnetnya, perambatannya, dan lainnya sesuai dengan keperluan yang berbeda-beda (Seeber, 1993). 2.2.1 Lapisan Troposfer Lapisan yang paling bawah dari atmosfer disebut dengan troposfer dengan ketinggian antara 0 40 km (Hofmann- Wellenhof, 1992). Lapisan ini merupakan presentase terbesar dari total masa atmosfer yaitu lebih dari 75%. Sedangkan sisanya menyebar pada lapisan yang lain (Spiegel & Grubber, 1983). Troposfer tersusun atas nitrogen (78%) dan oksigen (21%) dengan hanya sedikit konsentrasi gas lainnya. Temperatur troposfer umumnya berbanding terbalik dengan ketinggiannya, kira-kira -6.5 per km.

7 Secara umum karakteristik dari lapisan troposfer antara lain (Soetriyono, 2006): - Lebih beragamnya penurunan suhu - Meningkatnya kecepatan angina berdasarkan ketinggian merupakan lapisan dimana sebagian besar pertukaran panas antara bumi dan atmosfer terjadi (Spiegel & Grubber, 1983). - Sangat berembun pada permukaan tanah. - Pergerakan udara vertical yang cukup besar. - Secara umum fenomena atmosfer yang disebut cuaca terjadi di lapisan ini. 2.2.2 Uap air pada Troposfer Uap air adalah air yang berada pada fase atau bentuk gas. Jumlahnya bervariasi secara spasial dan juga secara temporal. Namun secara umum diperkirakan jumlah atau konsentrasi uap air di atmosfer berkisar antara hamper 0% sampai dengan 4%. Perubahan yang ekstrim dari jumlah uap air disebabkan karena kemampuan air yang unik untuk berada pada tiga fase atau bentuk pada temperature yang biasanya ada di bumi (Miller, 1983) Kandungan uap air di troposfer menurun secara drastic dengan kenaikan ketinggian. Dari jumlah yang berkisar antara 0% sampai dengan 4% tersebut, hampir seluruhnya 99% berada pada lapisan troposfer. Pada troposfer, air pada bentuk cair ditemukan pada hujan, awan, kabut, dan embun. Es merupakan air bentuk padat dan ditemukan pada troposfer dalam bentuk salju, hujan es dan butiran salju (Spiegel & Grubber, 1983). Dalam meteorologi, presipitasi adalah setiap produk dari kondensasi uap air di atmosfer. Hal ini terjadi ketika atmosfer menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi lalu keluar dari larutan tersebut. Udara menjadi jenuh melalui dua proses, pendunginan atau penambahan uap air. Prespitasi yang mencapai permukaan bumi dapat menjadi beberapa bentuk, termasuk diantaranya hujan, hujan beku, hujan rintik, salju, dan hujan es.

8 2.3 Global Positioning System (GPS) (Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System) NAVSTAR GPS adalah satelit yang berbasis pada sistem navigasi radio yang menyediakan informasi posisi, navigasi, dan waktu yang teliti kepada sejumlah pengguna. Sistem ini secara terus-menerus tersedia di seluruh dunia, dan tidak bergantung pada kondisi Meteorology. GPS sudah dikembangkan di Amerika Serikat sejak tahun 1973, dengan akses yang diutamakan untuk keperluan militer, dan akses yang terbatas untuk pengguna sipil. GPS telah digunakan untuk solusi dari masalah geodesi sejak sekitar tahun 1983. Penataan satelit GPS ini telah direncanakan sedemikian rupa sehingga setidaknya empat satelit secara kontinyu terlihat di atas cakrawala, di manapun posisi di bumi selama 24 jam sehari. (Seeber, 2003). Gambar 2.2 Prinsip Dasar Menggunakan GPS secara absolut (NASA,2003) Sistem GPS dibangun oleh tiga segmen utama, yaitu segmen ruang angkasa, segmen sistem control, dan segmen penerima (Abidin, 2007). Segmen ruang angkasa adalah satelit-satelit GPS yang mengorbit bumi. Segmen sistem control GPS merupakan sistem pengontrol dan pemantau satelit secara terus menerus. Segmen ini mempunyai kedudukan di bumi, terdiri dari master

9 control station, ground control station, monitor station. Segmen penerima merupakan segmen yang dipakai dalam mengamati data yang diberikan satelit, terdiri dari: receiver, antenna, pengolah data dan penyimpanan data. Dari segmen ini dapat dihasilkan posisi tiga dimensi, informasi waktu, dan juga kecepatan secara teliti. Produk utama dari GPS adalah posisi, waktu, dan kecepatan tetapi ada beberapa parameter yang dapat diturunkan dari produk etrsebut menggunakan GPS yaitu percepatan, TEC (Total Electron Content), WVC (Water Vapor Contect), parameter pergerakan kutub, dll. Selain itu juga jika digabungkan dengan informasi lainnya maka kita biasa mendapatkan parameter lainnya untuk bermacam-macam aplikasi contohnya tinggi ortometrik, undulasi geoid, defleksi vertical (Abidin, 2007). 2.3.1 Metode GPS Untuk Penentuan PWV Pelambatan sinyal GPS, yang merupakan salah satu jenis gelombang elektromagnetik, akibat melalui lapisan troposfir dapat diestimasi dalam memproses data pengamatan GPS. Perlambatan troposfer (tropospheric delay) terdiri dari dua komponen yaitu komponen kering (hydrostatic) yang berjumlah sekitar 90% dari total pelambatan, dan komponen basah yang bergantung kepada kelembaban udara. Komponen basah memberikan komponen kesalahan yang jauh lebih besar daripada komponen kering, karena lebih bervariasi secara spatial dan temporal. Dalam rangka menentukan besarnya koreksi troposfer dalam pengolahan data GPS, biasanya digunakan model troposfir yang sudah ada misalnya Hopfield, Saastamoinen. Persamaan Saastamoinen : ZTD = ZHD + ZWD = 0.0022768 1 0.00266cos(2φ) 0.00000028H (P + (1255 T + 0.05)ρ)...(1) Dimana : P adalah tekanan udara di permukaan bumi dengan nilai 25 pascal

10 ρ adalah Tekanan uap air dalam hpa T bernilai 70.2+0.72*T s dengan T s adalah temperature di permukaan (Bevis, et.al.,1992) φ dan tinggi (H) dari model ellipsoid bumi (1-0.00266 cos2 φ 0.0028 H ) Persamaan Hopfield : ZTD = ZHD + ZWD =10-6 P 40136+148.72 (T 273.16) H x (k 1 + T 5 (273(k 2 k 1) + k 3) e 11000 H )...(2) T 2 5 Dimana : k 1 = 77.604 K/hPa k 2 = 64.79 K/hPa k 3 = 3.776 x 10 5 K 2 /hpa P adalah tekanan udara di permukaan bumi dengan nilai 25 pascal T bernilai 70.2+0.72*T s dengan T s adalah temperature di permukaan (Bevis, et.al.,1992) tinggi (H) dari model ellipsoid bumi Dalam kasus penentuan kandungan uap air, model tersebut digunakan dengan membalik parameter dan variabel yang diketahui dan mengestimasi nilai Zenith Troposheric Delay (ZTD) yaitu besaran perlambatan dari arah vertikal datangnya sinyal ke penerima. Nilai ini adalah gabungan dari nilai komponen basah dan komponen kering. Dalam prakteknya, komponen basah lebih sulit untuk ditentukan, sehingga yang sering dilakukan adalah mengestimasi nilai komponen kering yang dikenal dengan istilah Zenith Hydrostatic Delay (ZHD). Sehingga diperoleh persamaan: ZWD = ZTD ZHD...(3) Nilai ZHD sendiri diestimasi dengan formula (Elgered, et.al., 1991).

11 ZHD = (2.2779±0.0024) P s F (φ,h).(4) Dimana: P s adalah total tekanan udara di permukaan bumi dengan nilai 25 pascal F adalah variasi percepatan gravitasi bumi pada titik dengan lintang φ dan tinggi (H) dari model ellipsoid bumi (1-0.00266 cos2 φ 0.0028 H ) Selanjutnya adalah menghitung nilai integrase uap air IWV (Integrated Water Vapor) yaitu jumlah uap air yang dihitung dari sinyal GPS dalam satu kolom udara. Untuk menghitung kandungan uap air PWV (Precipitable Water Vapor) adalah dengan membagi nilai IWV dengan densitas dari air. PWV = 10 6 ρ ω R v ( K3 Tm+k2 ) ZWD...(5) Dengan: ρ ω adalah densitas air bernilai 1 g/cm 3 atau 1000 kg/m 3 R v adalah konstanta untuk gas bernilai 8.314 Joule/mol k 2 bernilai 22.1 K/hpa k 3 bernilai 3.739*10 5 K 2 /hpa T m bernilai 70.2+0.72*T s dengan T s adalah temperature di permukaan (Bevis, et.al.,1992) 2.3.2 Penginformasian Jarak (Code) Untuk komponen ini ada dua macam Code Pseudo Random Noise (PRN) yang dikirimkan oleh satelit GPS dan digunakan sebagai penginformasi jarak, yaitu Code-P (Precise atau Private Code) dan Code C/A (Clear Access atau Coarse Acquisation). Code ini merupakan rangkaian kombinasi biner 0 dan 1 yang mempunyai struktur yang unik dan tertentu yang dibangun

12 menggunakan suatu algoritma matematis tertentu. Setiap satelit GPS mempunyai struktur yang code yang berbeda dengan satelit GPS lainnya. Hal ini memungkinkan receiver GPS mengenali dan membedakan sinyal-sinyal yang datang dari satelit GPS yang berbeda. Adapun persamaan pseudorange dalam satuan jarak (meter) menurut (Wells dkk, 1999) adalah: Pi = ρ + dtrop + dion i + (dt dt) + MP i + vpi.. (6) dimana: Pi ρ dp dtrop dion i dt dt MP vp = data ukuran pseudorange = jarak geometric antara pengamat dan satelit = efek dari kesalahan orbit satelit = efek dari bias troposfer = efek dari bias ionosfer = efek dari bias waktu receiver = efek dari bias waktu satelit = efek dari multipath pseudorange = noise dari pseudorange i = frekuensi sinyal secara umum presisi pseudorange sekitar 1% Hal ini berarti untuk pseudorange yang ditentukan dengan Code-P tingkat presisinya adalah 10 kali lebih baik dibandingkan dengan Code C/A. Disamping lebih presisi, pseudorange yang ditentukan dengan Code-P lebih tahan terhadap pengaruh multipath, karena Code-P dimodulasikan pada dua frekuensi. Maka dengan Code- P akan didapatkan dua data ukuran pseudorange pada L1 dan L2 sehingga efek bias ionosfer (orde pertama) pada

13 jarak ukuran dapat dieliminasi dengan persamaan berikut ini: (Hofmann-Wellenhof, 2007). L IF = f12 f2 2 1 f1 2 f22...... (7) Dimana f 1 adalah frekuensi dari L 1, f 2 adalah frekuendi dari L 2, L 1 dan L 2 adalah gelombang pembawa dan L IF adalah phase bebas ionosfer. 2.3.3 Gelombang Pembawa di GPS Untuk komponen ini ada dua macam gelombang pembawa yang digunakan yaitu L 1 dan L 2. Dalam hal ini, gelombang L 1 membawa Code P(Y) dan C/A beserta pesan navigasi, sedangkan gelombang L 2 membawa Code P(Y) dan pesan navigasi. Sinyal satelit GPS mempunyai frekuensi yang besarnya merupakan hasil kelipatan dari frekuensi dasar ƒ0 yang dinaikkan oleh oscillator satelit sebesar 10,23 MHz. Frekuensi dari masing-masing komponen sinyal satelit GPS dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini: Tabel 2.1. Komponen sinyal satelit GPS Komponen Frekuensi (MHz) Frekuensi dasar ƒ 0 = 10,23 L1 154ƒ 0 = 1575,42 Komponen Frekuensi (MHz) L2 120ƒ 0 = 1227,60 Code-P ƒ 0 = 10,23 Code-C/A ƒ 0/10 = 1,023 Code-W ƒ 0/20 = 0,5115 Pesan Navigasi ƒ 0/204.600 = 50.10-6 Sumber : (Seeber, 2003)

14 2.3.4 Perambatan Sinyal GPS Dalam perambatannya dari satelit hingga ke pengamat di permukaan bumi, sinyal GPS harus melalui media ionosfer dan troposfer, dimana dalam kedua lapisan tersebut, sinyal akan mengalami refraksi serta perlambatan atau percepatan (atmospheric attenuation) dalam lapisan troposfer. Di samping itu, sinyal GPS juga dapat dipantulkan oleh benda-benda di sekitar pengamat sehingga dapat menyebabkan multipath, yaitu fenomenan dimana sinyal GPS yang diterima oleh antenna melalui dua atau lebih jalur yang berbeda baik langsung maupun tidak langsung (Abidin, 2007). Gambar dibawah ini menunjukkan perambatan sinyal GPS yang melalui lapisan ionosfer dan troposfer dan juga fenomena dari multipath. Gambar 2.3 Propagasi sinyal GPS Kesalahan dan bias tersebut, beserta berbagai jenis kesalahan dan bias lainnya seperti kesalah orbit dan waktu akan menyebabkan kesalahan ada jarak ukuran dengan GPS baik itu untuk jarak pseudorange, oleh karena itu kesalahan dan bias tersebut harus diperhitungkan dalam pemrosesan sinyal GPS untuk keperluan penentuan posisi ataupun parameter lainnya agar mendapatkan hasil yang baik.

15 2.4 Penentuan ZTD dan PWV menggunakan GAMIT 10.6 (GPS Analysis at MIT) GAMIT merupakan sebuah perangkat lunak yang dikembangkan oleh the Harvard Smithsonian Center for Astrophysics dan The Scripps Institution of Oceanography untuk melakukan analisis terhadap pengamatan GPS yaitu estimasi koordinat stasiun, percepatan, fungsi post-seismik deformasi, atmospheric delay, orbit satelit,dan parameter orientasi bumi. Software ini dijalankan pada sistem operasi UNIX. GAMIT menggunakan algoritma perataan kuadrat terkecil untuk menentukan estimasi dari posisi relatif stasiun, parameter orbit dan rotasi bumi, zenith delay, dan ambiguitas fase dengan menyesuaikan pengamatan fase double difference. (Tetteyfio, 2007). Untuk menguji nilai dari total delay troposfer maka delay troposfer yang telah dikonversi menjadi Zenith Delay Troposphere (ZTD) dibandingkan dan diuji korelasinya dengan Zenith Path Delay (ZPD) yang merpakan ZTD versi International GNSS Service (IGS). 2.4.1 Zenith Troposheric Delay (ZTD) (Zenith Tropospheric Delay) ZTD atau yang dikenal dengan atmospheric delay di GAMIT diestimasi dengan persamaan dasar: (King dkk, 2010 a; 2010b) ATDEL(EL)= DRYZEN * DRYMAP(EL) + WETZEN WETMAP(EL)..(8) Keterangan: ATDEL DRYZEN DRYMAP = Atmospheric delay (ZTD) = delay komponen hidrostatik = fungsi pemetaan komponen hidrostatik

16 WETZEN WETMAP EL = delay komponen non-hidrostatik = fungsi pemetaan komponen non hidrostatik = elevasi satelit Apriori ZHD dan ZNHD dihitung menggunakan persamaan (Saastamoinen 1972). Jika tidak ada data meteorologi permukaan, apriori tekanan dan suhu diperoleh dari GPT 50 (Global Pressure and Temperature) dari (Boehm dkk, 2006). Sedangkan untuk mengestimasi gradient delay, digunakan persamaan berikut: ADEL(EL,AZ) = GRADSNS * AZMAP (EL) * COS(AZ) + GRADEW * AZMAP(EL) * SIN(AZ).. (9) Keterangan: GRADSNS AZMAP GRADEW AZ = gradient horizontal pada arah utara = fungsi pemetaan pada gradient delay = gradient horizontal pada arah timur = azimuth satelit GPS nilai AZMAP ditentukan dengan persamaan berikut ini: AZMAP = 1./(SIN(EL) * TAN(EL) + C).(10) dimana C adalah konstanta dengan nilai 0.003 (Chen dkk,2002). Untuk melakukan strategi pengolahan pengamatan GPS yang digunakan untuk mendapatkan ZTD yang sesuai dengan yang diinginkan maka file sestbl harus disesuaikan dengan karakteristik penelitian. Dan karena konfigurasi jaringan satelit GPS sangat memperngaruhi hasil ZTD yang diperoleh, untuk itu diperlukan jarak antar stasiun GPS yang lebih besar dari 1000 km untuk mendapatkan nilai absolut ZTD. (Susilo,2012).

17 2.4.2 Zenith Path Delay (ZPD) Data Zenith Path Delay (ZPD) dari IGS. Data ini merupakan nilai ZTD hasil pengolahan versi IGS. Produk ZPD Sebuah jenis dari IGS yang sangat berkualitas juga signifikan dalam keuntungan operasional diusulkan. Menanggapi kekurangan dalam IGS produk dari ZPD. Nilai-nilai ZPD adalah langsung diperkirakan dari pengukuran berbagai GPS baku memposisikan titik tepat pada pendekatannya (Zumberge dkk, 1997). 2.4.3 Precipitable Water Vapor (PWV) Precipitable Water Vapor (PWV) adalah hubungan antara permukaan dan suasana di air atau siklus hidrologi. Hampir semua uap air di atmosfer berasal di permukaan bumi, di mana air menguap dari laut dan benua karena radiasi matahari, dan terjadi oleh tanaman dan dihembuskan hewan ke atmosfer. Setelah di atmosfer, uap air dapat diangkut secara horizontal dan vertikal dengan sirkulasi tiga dimensi atmosfer dan dapat mengembun untuk membentuk air atau es kristal cair di awan. Siklus ini selesai ketika air kembali ke permukaan bumi dalam berbagai bentuk presipitasi seperti hujan atau salju. Siklus ini terkait erat dengan sirkulasi dan suhu pola atmosfer. Siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh sifat dari permukaan bumi. proses hidrologi beroperasi pada rentang waktu yang berbeda di atas laut dan tanah. Atas lautan, suhu permukaan, yang bervariasi perlahan, merupakan faktor pengendali utama, sementara atas tanah, efek ditambah suhu permukaan dan air tanah yang tersedia, yang dapat mengubah relatif cepat, yang penting. Sungai membawa air dari darat ke lautan, dari mana kita menyimpulkan bahwa harus ada curah hujan lebih dari penguapan atas tanah. Untuk mencapai keseimbangan, ada maka harus lebih penguapan dari curah hujan lebih dari lautan. Uap air berlebih diangkut dari laut ke daerah benua dan endapan. Transportasi uap air merupakan faktor penting dalam penentuan iklim global. Gerakan uap air di atmosfer mewakili pergerakan energi dalam bentuk panas. Setelah proses kondensasi,

18 energi ini diubah menjadi panas yang dapat dirasakan, dan dengan demikian merupakan sumber pemanasan atmosfer. Pemanasan kondensasi ini merupakan sumber utama energi untuk sistem sirkulasi yang berhubungan dengan cuaca dan iklim. Uap air merupakan perwujudan air dalam bentuk gas. Jumlah kandungan uap air di udara dapat disebut dengan kelembaban udara yang dapat diekspresikan dalam jumlah aktualnya, atau konsentrasinya di udara, serta dari rasio jumlah aktual uap air terhadap jumlah uap air yang dapat membuat jenuh udara (kelembaban nisbi). Konsentrasi uap air di atmosfer hanya kurang dari 2% dari total volume atmosfer, biasanya diekspresikan dalam satuan gram/kilogram. Jika semua uap air di udara pada suatu waktu terkondensasi dan jatuh sebagai hujan, maka uap air tersebut dapat dinyatakan sebagai precipitable water vapor (Air Mampu Curah). Jumlah uap air yang terkandung pada massa udara merupakan indikator potensi atmosfer untuk terjadinya presipitasi (American Geophysical Union, 2002; Handoko,1995). Keberadaan uap air di atmosfer dapat dijelaskan dari siklus hidrologi yang terdiri dari proses evaporasi dari permukaan, proses kondensasi menjadi bentuk awan, kemudian jatuh ke bumi melalui presipitasi. Jumlah uap air di atmosfer dipengaruhi oleh variasi suhu dari ketinggian, dan kondisi geografi setempat. Dengan kata lain kandungan uap air di atmosfer dapat dilihat dari penyebarannya secara vertikal atau horizontal. Sebaran vertikal dari suhu udara dan uap air di atmosfer. Uap air akan menurun terhadap ketinggian atmosfer, dimana suhu udara menjadi rendah. Semakin tinggi suhu udara, maka kapasitas untuk menampung uap air semakin besar. Sebaliknya, ketika udara bertambah dingin, kapasitas untuk menampung uap air semakin rendah, gumpalan awan semakin besar, dan kemudian akan jatuh sebagai hujan (American Geophysical Union, 2002; Asdak, 2002; Handoko,1995).

19 Sebagian besar dari total uap air di atmosfer terdapat di antara permukaan laut hingga 1.5 km di atas permukaan laut, kemudian sebanyak 5-6% uap air terdapat di atas ketinggian 5 km dari permukaan laut, 1% di stratosfer sekitar 12 km di atas permukaan laut. (American Geophysical Union, 2002). Gambar 2.4 Skema lapisan troposfer, stratosfer, dan tropopause. Penyebaran suhu ( C) dan uap air (gr/kg) secara vertikal di atmosfer (American Geophysical Union, 2002).

20 2.4.4 Penentuan Precipitable Water Vapor (PWV) (Precipitable Water Vapor) PWV diekstraksi menggunakan fungsi metutil. Dimana fungsi metutil akan mengekstraksi nilai ZTD dari solusi pengolahan baseline (o-file), ZHD dan mengkonversi ZNHD menjadi PWV. Untuk mengektraksi hal tersebut dibutuhkan input data meteorologi permukaan [rinex (*.m)] dari sensor meteorologi. Untuk stasiun yang tidak dilengkapi dengan sensor meteorologi, fungsi metutil dapat dilakukan dengan memanfaatkan model (zfile). Pada GAMIT, nilai K 3 = 3,739 x 105 K 2 mbar- 1 dan K 2 = 22,1 K 5 mbar- 1 dari (Bevis dkk, 1994), sehingga diperoleh K 5 = 5,9107 x 10-5 K -1. (King dkk, 2010a; 2010b). 2.5 Penelitian Terdahulu Pengamatan kandungan uap air di atmosfer sebelumnya telah dilakukan oleh (Bamahry, F, 2013) dengan menggunakan data GPS untuk mengestimasikan kandungan uap air. Data kandungan uap air yang didapatkan dari pengamatan GPS di Surabaya memiliki korelasi yang baik dengan hasil pengamatan meteorology konvensial, yaitu balon radiosonde. Dengan nilai bias 0.761 mm dan korelasi 98.3%, perbandingan data tersebut dapat dikatakan baik. Dari hasil plotting grafik variasi temporal, didapatkan informasi bahwa rerata kandungan uap air bulanan pada musim kemarau (Mei-Oktober 2012) berada anatara 20-45 mm, sedangkan pada musim huan (November-April 2012) berada antara 45-65 mm. Hasil penggambaran variasi spasial didapatkan informasi bahwa bulan terkering pada tahun 2012 adalah bulan agustus, dan bulan terbasah pada tahun 2012 adalah bulan januari.

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Surabaya Provinsi Jawa Timur, secara geografis terletak antara 07 09" 07 21" Lintang Selatan dan 112 36" 112 54" Bujur Timur, dengan batas wilayah Kota Surabaya sebagai berikut : - Batas Utara : Selat Madura - Batas Selatan : Kabupaten Sidoarjo - Batas Timur : Selat Madura - Batas Barat : Kabupaten Gresik Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (Google earth, 2013) Lokasi titik pengamatan stasiun kontinyu GPS yang digunakan untuk penelitian adalah stasiun GPS mdr, GPS1, GPS4, GPS11 dan GPS6 yang terletak di jembatan suramadu yang berada pada koordinat geografis 7 11 3 LS dan 112 46 48 BT (titik di bentang tengah jembatan). Jembatan ini terhubung langsung 21

22 dengan Pulau Madura (Kabupaten Bangkalan) di sebelah utara dan Pulau Jawa (Kota Surabaya) di sebelah selatan. Ilutrasi penempatan rover pada jembatan Suramadu dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 3.2 Ilustrasi Penempatan Rover pada Jembatan Suramadu Letak posisi stasiun kontinyu GPS dan IGS dapat dilihat Tabel 3.1 adalah sebagai berikut: No Stasiun Northing (m) Easting (m) 1. CORS GP1 9205364.085 696565.106 2. CORS GP4 9205257.017 696591.496 3 CORS GP6 9205465.802 696604.661 4. CORS GP11 9205049.775 696543.706 5. CORS MDR 9208678.422 696781.421 6. CORS ITSS 9194904.093 698129.560 7. Stasiun IGS BAKO 9280628.986 40634.890 3.2 Data dan Peralatan Tabel 3.1 Stasiun kontinyu GPS dan IGS. 3.2.1 Data Data dalam penelitian ini diperoleh melalui survei langsung dan dari situs web resmi penyedia data. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

23 a. Data Rinex Observasi Stasiun GPS mdr, GPS1, GPS4, GPS6, GPS11 pada bulan Juli, Agustus, dan September tahun 2015 dengan interval waktu pengamatan 30 detik b. Data Rinex Observasi Stasiun CORS ITS Surabaya pada bulan Juli, Agustus, dan September tahun 2015 dengan interval waktu pengamatan 15 detik. c. Data Rinex Observasi Stasiun IGS BIG pada bulan Juli, Agustus, dan September tahun 2015 d. Data Orbit satelit GPS, yaitu data final ephemeris dari IGS (*.sp3) e. Data tables GAMIT yang meliputi lfile, sestbl, sittbl, otcmc, antmod.dat, autcln.cmd, dcb.dat, station.info, gdetic.dat, dan lain-lain. 3.2.2 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Perangkat Keras (Hardware) a. Stasiun GPS Online atau CORS b. Laptop Asus 2. Perangkat Lunak (Software) a. GAMIT untuk pengolahan Data GPS b. Microsoft Office Setiap data dalam proses pengolahan data merupakan komponen utama yang berpengaruh terhadap hasil dan analisis data. Komponen komponen data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Data RINEX adalah data yang berisi informasi tentang waktu pengamatan, interval epok pengamatan, nomor satelit, nomor antenna, nomor receiver, koordinat estimasi titik pengamatan dan informasi pendukung lainnya. Format data observasi dalam bentuk format RINEX (*.o) yang merupakan hasil observasi receiver satelit GPS. Raw rinex yang digunakan sebagai berikut:

24 - Raw data pengukuran GPS CORS pada bulan Juli, Agustus, dan September 2015 dan 2016 dengan interval waktu pengamatan 30 detik. Data GPS bersumber dari BIG (Badan Informasi Geospasial). - Data pengukuran CORS ITS dengan interval pengamatan 15 detik. b) Data orbit satelit GPS, yaitu data final ephemeris dari IGS (*.sp3) yang bersisi informasi posisi satelit dan ketelitian posisi satelit dan dapat didownload melalui pusat data SOPAC. c) Data navigasi global berupa data broadcast ephemeris yang berekstensi (*.n) dan berisi informasi orbit/waktu orbit GPS. d) Data tables GAMIT. Data ini meliputi lfile, sestbl, sittbl, otcmc, antmod.dat, autcln.cmd, dcb.dat, station.info, gdetic.dat, dan lain-lain. Data ini dapat didownload di ftp://garner.ucsd.edu/pub/gamit/tables/

25 3.3 Metodologi Penelitian Adapun tahap penelitian digambarkan dengan bagan sebagai berikut: MULAI IDENTIFIKASI MASALAH STUDI LITERATUR PENGUMPULAN DATA DATA STASIUN GPS PENGOLAHAN DATA GPS DENGAN GAMIT ANALISA HASIL PENYUSUNAN LAPORAN SELESAI Gambar 3.3 Diagram Alir Tahapan Penelitian Berikut adalah penjelasan diagram alir pelaksanaan penelitian: 1. Tahap Persiapan Identifikasi Masalah Identifikasi permasalahan dilakukan berdasarkan latar belakang permasalahan dalam penelitian. Permasalahannya adalah bagaimana cara mengetahui nilai variasi temporal kandungan uap air (PWV), di atmosfer melalui GPS yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan cuaca.

26 Studi Literatur Kegiatan ini bertujuan mendapatkan tinjauan teoritis yang mendukung penelitian. Tinjauan teoritis yang berhubungan dengan penelitian ini berupa tinjauan teori tentang PWV dan GPS serta literature lain yang mendukung dapat diperoleh dari buku, jurnal, majalah, media masa, website, dan lain-lain. Pengumpulan Data Pengumpulan data GPS seperti data observasi GPS berupa data RINEX, data broadcast ephemeris, data orbit satelit final ephemeris dalam format sp3 yang sesuai dengan waktu pengamatan. 2. Tahap Pengolahan dan Analisa Pengolahan Data Pada tahap ini dilakukan pengolahan dari data stasiun GPS diolah dengan progam pengolahan data GPS GAMIT untuk memperoleh nilai PWV. Analisa Data Dari tahap pengolahan data, maka didapatkan hasil kandungan uap air (PWV) di atmosfer kemudian dari hasil tersebut dianalisa nilai pengukuran PWV yang diukur dengan pengamatan GPS Penyusunan Laporan Pada tahap akhir ini pekerjaan yang dilakukan adalah membuat dokumentasi berupa laporan untuk setiap tahapan proses diatas sebagai kebutuhan laporan dalam penulisan penelitian ini

27 3.4 Pengolahan Data Dalam melakukan pemrosesan data dalam tugas akhir ini, terdapat tiga bagian pemrosesan data. Data Zenit Path Delay (ZPD) Data GPS (*,o), (*,sp3), (*,n) Proses GAMIT (edit file tables) rms eror < 0.30 m Tidak Ya Z~file O~file Validasi ZTD dan ZPD Zenit Troposheric Delay (ZTD) Ekstraksi Metutil Precipitable Water Vapor (PWV) dari GPS Analisa Data Nilai Precipitable Water Vapor Selesai Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Data Penjelasan diagram alir pengolahan data adalah sebagai berikut:

28 1. Pengolahan data GPS Penentuan ZTD dilakukan untuk mengestimasian nilai ZTD dengan cara membuat direktori kerja, kemudian membuat direktori rinex, brdc untuk data broadcast ephemeris, igs untuk data final ephemeris didalam direktori kerja. Membuat direktori tables pada direktori kerja yang diisi oleh file-file dari gamit. Kemudian memulai proses pengolahan GAMIT sehingga menghasilkan beberapa bentuk file o-file, z-file, dan file-file lainnya. Pada penelitian ini yang digunakan adalah o-file dan z-file. 2. Tahap Validasi dan Perbandingan ZTD dan ZPD Untuk menguji nilai kebenaran dari total delat troposfer, maka delay troposfer yang telah dikonversi menjadi zenith delay troposphere (ZTD) dibandingkan dengan Zenith path delay (ZPD) yang merupakan ZTD versi International GNSS Service (IGS). 3. Ektraksi Precipitable Water Vapor (PWV) Ekstraksi PWV diambil o-file dan z-file. Setelah itu, dilakukan ektraksi fungsi metutil di GAMIT dengan aturan: stasiun yang memiliki sensor meteorology menggunakan input data o-file dan m-file (RINEX dari sensor meteorology permukaan). Sedangkan stasiun yang tidak ada sensor meteorology menggunakan input data o-file dan z-file (model dari tropospheric delay dari GPT50). Data yang dihasilkan dari ekstraksi sh_metutil tersebuxzt itu berupa nilai tabular dari PWV.

BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Validasi ZTD Stasiun Bako oleh ZPD IGS Bulan Juli 2015 Seperti yang dijelaskan pada penelitian, bawah validasi ini bertujuan utnuk mengetahui tingkat kebenaran ZTD yang diperoleh dari data pengolahan data pengamatan GPS. Berikut gambar 4.1 dapat dilihat kemiripan hasil plotting antara ZTD hasil pengamatan hasil GPS di stasiun Bako dengan data ZPD dari IGS. Pengamatan GPS ini dilakukan selama 31 hari. Gambar 4.1 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Juli 2015 Tabel 4.1 Nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Juli 2015 NILAI ZPD (mm) ZTD (mm) Standar deviasi 33.36 32.84 Rerata 2507 2500.5 Rerata (mm) 32.991 2503.7 29

30 Didapatkan nilai standar deviasi rata-rata sebesar 32.991 dan rata-rata nilainya sebesar 2503.7. Gambar 4.2 Uji Korelasi Dari hasil uji mempresentasikan perhitungan menggunakan regression linier didapatkan nilai koefisien determinasi sebesar 0.5605. Hubungan variabel tersebut termasuk kategori kuat. (Sugiono, 2007). Hal ini menunjukkan kemampuan variabel nilai ZTD dan ZPD sebesar 56.05%. Nilai konstanta dari persamaan tersebut sebesar 0.737 menunjukkan besarnya variabel ZTD dan ZPD memiliki hubungan yang kuat karena hubungan keduanya bernilai positif. 4.2 Validasi ZTD Stasiun Bako oleh ZPD IGS Bulan Agustus 2015 Berikut gambar dapat dilihat kemiripan hasil plotting antara ZTD hasil pengamatan GPS dengan data ZPD dari IGS. Pengamatan GPS pada bulan agustus selama 28 hari.

31 Gambar 4.3 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Agustus 2015 Tabel 4.2 Nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Agustus 2015 NILAI ZPD (mm) ZTD (mm) Standar deviasi 37.679 37.908 Rerata 2495.4 2489.5 Rerata (mm) 37.565 2492.4 Didapatkan nilai standar deviasi rata-rata sebesar 37.565 dan rata-rata nilainya sebesar 2492.4. Gambar 4.4 Uji Korelasi

32 Dari hasil uji mempresentasikan perhitungan menggunakan regression linier didapatkan nilai koefisien determinasi sebesar 0.8779. Hubungan variabel tersebut termasuk kategori kuat. (Sugiono, 2007). Hal ini menunjukkan kemampuan variabel nilai ZTD dan ZPD sebesar 87.79%. Nilai konstanta dari persamaan tersebut sebesar 0.9427 menunjukkan besarnya variabel ZTD dan ZPD memiliki hubungan yang kuat karena hubungan keduanya bernilai positif. 4.3 Validasi ZTD Stasiun Bako oleh ZPD IGS Bulan September 2015 Berikut gambar dapat dilihat kemiripan hasil plotting antara ZTD hasil pengamatan GPS dengan data ZPD dari IGS. Pengamatan GPS pada bulan september selama 25 hari. Gambar 4.5 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan September 2015 Tabel 4.3 Nilai ZTD dan ZPD pada Bulan September 2015 NILAI ZPD (mm) ZTD (mm) Standar deviasi 26.943 31.196 Rerata 2513 2501.4 Rerata (mm) 29.437 2507.2

33 Didapatkan nilai standar deviasi rata-rata sebesar 29.437 dan rata-rata nilainya sebesar 2507.2. Gambar 4.6 Uji Korelasi Dari hasil uji mempresentasikan perhitungan menggunakan regression linier didapatkan nilai koefisien determinasi sebesar 0.773. Hubungan variabel tersebut termasuk kategori kuat. (Sugiono, 2007). Hal ini menunjukkan kemampuan variabel nilai ZTD dan ZPD sebesar 77.3%. Nilai konstanta dari persamaan tersebut sebesar 1.018 menunjukkan besarnya variabel ZTD dan ZPD memiliki hubungan yang kuat karena hubungan keduanya bernilai positif.

34 4.4 Hasil Validasi ZTD Stasiun Bako oleh ZPD IGS Berikut gambar untuk plotting hasil validasi dari bulan juli hingga September 2015: RMSE 0.0976 Gambar 4.7 Grafik Perbandingan nilai ZTD dan ZPD pada Bulan Juli - September 2015 Serta dilakukan Uji T (T Test) untuk membandingkan rata-rata dua sampel. Kriteria uji adalah t hitung < t table maka H0 diterima dan jika t hitung > t table maka H 0 ditolak. Untuk menghitung t table menggunakan ketentuan = 0.05. (Sarwono, 2005). Tabel 4.4 Nilai ZTD dan ZPD pada 3 Bulan 2015 Nilai Std (mm) Rerata (mm) ZPD IGS 33.1 2501.4 ZTD Bako 35.0 2500.5 Berdasarkan Uji T didapatkan nilai sebesar 0.865 yang mana gagal tolak H 0 karena P-Value > yaitu 0.865 > 0.05 dengan kesimpulan rata-rata ZPD IGS sama dengan rata-rata ZTD Stasiun Bako. Dan nilai pengolahan ZTD pada tugas akhir ini dirasa sudah optimal.

35 4.5 Nilai rerata PWV dari 6 Stasiun Bulan Juli 2015 Precipitable water vapor (PWV) merupakan parameter atmosfer yang biasa dipakai menunjukkan besarnya kandungan uap air dalam suatu kolom vertical massa udara yang potensial dapat diendapkan sekaligus diturunkan sebagai curah hujan. (Harijono, 2008) Hasil Precipitable water vapor (PWV) yang diperoleh dari pengolahan data GPS dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 4.8 Grafik Nilai PWV pada Bulan Juli 2015 Tabel 4.5 Nilai rerata PWV dari masing-masing Stasiun GPS bulan Juli Tahun 2015 Stasiun ITS GP1 GP4 GP6 MDR GP11 Suhu min 24.74 24.25 23.49 23.39 26.19 25.25 26.5 max 27.69 27.36 27.06 26.45 27.98 27.71 29.1 rerata 26.13 26.06 25.49 25.27 27.15 26.24 27.45 std 0.764 0.826 0.903 0.852 0.545 0.820 0.795 Nilai PWV dari pengolahan GPS berkisar 23.49 mm 27.98 mm. Maka dari nilai-nilai tersebut diperlukan validasi nilai PWV

36 untuk bulan berikutnya untuk melihat kesesuaian dan kuatnya hubungan nilai PWV dari GPS ini. Pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.5. Nilai Precipitable water vapor (PWV) bulan juli Tahun 2015 yang diperoleh dari pengolahan data GPS untuk masing-masing stasiun mencapai nilai terendah dengan kisaran 23.39-26.45 mm dan untuk tertinggi pada stasiun MDR berkisar 26.19-27.98 mm. Disimpulkan pada bulan juli ini memiliki kondisi iklim kering. 4.6 Nilai rerata PWV dari 6 Stasiun Bulan Agustus 2015 Hasil Precipitable water vapor (PWV) pada bulan agustus Tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 4.6. Dimana pengamatan data GPS pada bulan Agustus ini dilakukan 31 hari pada tanggal 1 31 Agustus 2015. Gambar 4.9 Grafik Nilai PWV pada Bulan Agustus 2015 Tabel 4.6 Nilai rerata PWV dari masing-masing Stasiun GPS bulan Agustus Tahun 2015 Stasiun ITS GP1 GP4 GP6 MDR GP11 Suhu min 24.06 24.16 21.45 23.56 25.62 24.26 26.9 max 27.39 28.44 26.81 27.08 29.23 27.54 28.9

37 rerata 25.99 27.42 25.09 25.44 27.51 25.74 27.74 std 0.828 0.945 1.181 0.892 1.086 0.958 0.680 Nilai PWV dari pengolahan GPS berkisar 21.45 mm 29.23 mm. Maka dari nilai-nilai tersebut diperlukan validasi nilai PWV untuk bulan berikutnya untuk melihat kesesuaian dan kuatnya hubungan nilai PWV dari GPS ini. Pada Gambar 4.6 dan Tabel 4.6. Nilai Precipitable water vapor (PWV) bulan agustus Tahun 2015 yang diperoleh dari pengolahan data GPS untuk masing-masing stasiun mencapai nilai terendah dengan kisaran 21.45-26.81 mm pada stasiun GP4, dan untuk nilai tertinggi pada stasiun MDR berkisar 25.62-29.23 mm. Disimpulkan pada bulan agustus ini memiliki kondisi iklim kering. Untuk suhu juga terhitung konstan dan tidak ada kenaikan dan penurunan yang signifikan. Dan didapatkan nilai yang mengalami penurunan paling signifikan pada stasiun GP4 tepatnya pada hari ke 218 dikarenakan belum dilakukan pembersihan pada sinyal satelit serta data pada hari tersebut tidak lengkap 24 jam. 4.7 Nilai rerata PWV dari 6 Stasiun Bulan September 2015 Hasil Precipitable water vapor (PWV) pada bulan agustus Tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 4.7. Dimana pengamatan data GPS pada bulan Agustus ini dilakukan hanya 15 hari pada tanggal 15-30 September 2015.