BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahannya berbentuk Republik dengan kehadiran berbagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN. perubahan organisasi baik yang terencana maupun tidak terencana, aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. kepemimpinannya. Pembahasan tentang kepuasan kerja karyawan tidak bisa

I. PENDAHULUAN. organisasi (Hasibuan, 2011:10). Walaupun suatu organisasi telah memiliki visi,

LAKIP 2015 BALAI PELATIHAN KESEHATAN BATAM LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

13. Untuk pencapaian kinerja program yang terbagi dalam 2 (dua) program, terlihat nilai pencapaian kinerjanya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pelayan masyarakat yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik sesuai

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peran utama dalam menentukan dinamika dari semua sumber yang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pendidikan saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan pendidikan di

BAB 1 PENDAHULUAN. muka bumi, manusia juga merupakan makhluk yang penuh dengan rencana,

BAB I PENDAHULUAN. pimpinan perusahaan untuk menjaga eksistensi dan kelangsungan perusahaannya.

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. utama roda pemerintahan. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur pemerintah dan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efektivitas Kinerja. sesuatu yang tepat ( Stoner, 1996). Menurut Yukl (1994) efektivitas diartikan

PENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS APARATUR DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM APARATUR DALAM RANGKA REFORMASI BIROKRASI BIRO KEPEGAWAIAN

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang ada di setiap kegiatan organisasi. Organisasi atau perusahaan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. : Gaya Kepemimpinan Transformasional. B. Definisi Operasional

I. PENDAHULUAN. UUD 1945 memberikan posisi yang sangat tinggi pada Badan Pemeriksa

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut azas. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan

profesional, bersih dan berwibawa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

REFORMASI BIROKRASI DALAM UPAYA PENINGKATAN KINERJA DAN PELAYANAN PUBLIK RRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGADILAN NEGERI BANTUL KELAS I B MANUAL MUTU PENJAMINAN MUTU PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. Banyak negara menerapkan prinsip good governance dengan mengadopsi

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen sumber daya manusia hanya akan terselenggara dengan efisien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGADILAN NEGERI BANTUL KELAS I B

KATA PENGANTAR. Inspektorat Daerah Kabupaten Barru

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) yang mengarah pada

KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

PROSES PENCAPAIAN TUJUAN DAN SASARAN REFORMASI BIROKRASI

KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN AKUNTABILITAS APARATUR

BAB I PENDAHULUAN. Di era reformasi yang telah berjalan sejak beberapa tahun yang lalu,

BAB I PENDAHULUAN. Ketercapaian tujuan organisasi sangat ditentukan oleh manajemen sumber

BAB I PENDAHULUAN. dengan ditempatkannya sumber daya manusia pada urutan pertama unsur-unsur

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang berdayaguna, berhasil guna, bersih dan. bertanggungjawab, telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 29

BAB I PENDAHULUAN. publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan

BAB III TUJUAN DAN SASARAN KERJA

I. PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BABV SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Berdasarkan basil analisis data dan pengujian hipotesis, maka ditarik

PENGARUH KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT DAN LIRIS DI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan

TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

Dinas Tata Ruang Dan Cipta Karya Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Profil Perusahaan PT. Bravo Satria Perkasa

I. PENDAHULUAN. rangka meningkatkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing di

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran atau serangkaian sasaran bersama (Robbins, 2006:4). Akibat

PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WBK DAN WBBM

I. PENDAHULUAN. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAHUN 2013

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dengan seefektif mungkin. suatu tujuan perusahaan. Pengertian kepemimpinan adalah kemampuan yang

1

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. "Terwujudnya peningkatan kualitas kinerja Biro Pemerintahan Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. atau instansi sering mengalami kendala yang meliputi perubahan informasi,

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan organisasi mengatasi berbagai tantangan dan berhasil

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kondisi yang diinginkan, yaitu menuju arah kinerja yang lebih baik. pembenahan sistem penyelenggaraan negara, agar kinerja Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya sehingga harus benar-benar dapat digunakan secara efektif dan efisien

RENCANA KERJA PEMBAGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WBK / WBBM DI KEMENTERIAN AGAMA KOTA DENPASAR

SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL PADA RAPAT KOORDINASI PERCEPATAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH REGIONAL II RIAU

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

BAB II KAJIAN TEORITIS

(IKU) BADAN KEPEGAWAIAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH PROVINSI RIAU INDIKATOR KINERJA UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (RPJMN) tahun , program reformasi birokrasi dan tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam suatu organisasi. Pemanfaatan sumber daya manusia

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan. Pelayanan keperawatan sering dijadikan tolok ukur citra sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Dinas pendidikan pemuda dan olahraga memiliki kebijakan mutu yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk seluruh masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan suatu faktor pendukung yang sangat


BAB I PENDAHULUAN. daya sekolah untuk dapat menjalankan tugas secara profesional.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Lamba dan Choudary (2013) menyebutkan bahwa komitmen adalah

Laporan Akuntabilitas Kinerja Kantor Camat Tualang Kabupaten Siak Tahun 2016

PENDAHULUAN. Sumber daya manusia dalam organisasi merupakan modal penting yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kementerian Kesehatan mulai melaksanakan reformasi birokrasi pada tahun 2011. Tujuan dari reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kesehatan adalah menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bebas dan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Hal ini berdampak pada perubahan pada aspek manajemen dan pemerintahan, diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata pada capaian kinerja pemerintahan dan pembangunan nasional dan daerah (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Salah satu area perubahan tersebut adalah bidang sumber daya manusia aparatur dengan hasil yang diharapkan meliputi antara lain: SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera. Hal ini didukung pula perubahan didalam tatalaksana melalui sistem, proses, prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Sumber daya manusia merupakan tokoh sentral dalam sebuah organisasi maupun institusi pemerintah dalam mewujudkan good governance. Agar aktivitas tersebut dapat berjalan dengan baik, maka organisasi tersebut harus memiliki pegawai yang berpengetahuan dan berketrampilan tinggi serta usaha untuk mengelola organisasi seoptimal mungkin sehingga kinerja karyawan meningkat. Menurut Robbin (2001) kinerja merupakan hasil yang dicapai oleh pegawai secara optimal dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan. Berbagai cara ditempuh oleh suatu organisasi dalam meningkatkan kinerja pegawainya. Menurut Gibson (2008) kinerja adalah suatu hasil pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, seperti kualitas, efisiensi dan kriteria efektivitas kerja lainnya. 1

2 Menurut Gibson (2008) terdapat tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan, pertama adalah faktor individu dimana faktor ini mencakup ketrampilan dan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan untuk melakukan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Kedua adalah faktor psikologi yang didalamnya termasuk sikap, kepribadian, persepsi, dan motivasi. Faktor ketiga adalah organisasi yang didalamnya termasuk, struktur, sistem kompensasi dan desain pekerjaan. Pemimpin dengan nya memegang peran yang strategis dan menentukan berjalannya roda dalam organisasi, menentukan kinerja suatu lembaga. Pemimpin merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat diabaikan dalam suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Istianto (2011) pada sebuah organisasi pemerintahan, kegagalan ataupun kesuksesan penyelenggaraan pemerintahan ataupun pelaksanaan tugas-tugas dipengaruhi oleh, melalui dan juga didukung oleh kapasitas dari sebuah organisasi yang memadai. Bapelkes Semarang sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat di lingkungan Kementrian Kesehatan RI bertanggung jawab kepada Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Sesuai dengan Permenkes Nomor 2361/MENKES/PER/XI/2011, struktur organisasi Bapelkes Semarang terdiri atas Kepala, Sub Bag Tata Usaha, seksi Pengkajian dan Pengembangan, seksi Pengendalian Mutu, seksi Penyelenggaraan Pelatihan dan kelompok jabatan fungsional. Berikut adalah tabel keadaan kepegawaian Bapelkes Semarang tahun 2015 (Profil Bapelkes Semarang, 2013). Tabel 1. Keadaan kepegawaian Bapelkes Semarang tahun 2015 JABATAN JUMLAH Kepala 1 orang Struktural 4 orang Staf Penyelenggara Pelatihan 5 orang Staf Tata Usaha 50 orang Staf Pengendalian Mutu 5 orang Staf Pengkajian & Pengembangan 3 orang Fungsional Widyaiswara 13 orang JUMLAH 77 orang Sumber : Data Kepegawaian Bapelkes Semarang,2015

3 Dari tabel diatas dapat dipaparkan bahwa seksi penyelenggaraan pelatihan adalah ujung tombak dari pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) di Bapelkes Semarang. Dalam kedudukannya Bapelkes mempunyai tugas pokok melaksanakan pelatihan di bidang kesehatan bagi pegawai/tenaga kesehatan dan masyarakat, serta pelayanan informasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bapelkes Semarang menyelenggarakan fungsi diantaranya penyusunan rencana program dan kegiatan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia kesehatan dan masyarakat; pelaksanaan kerjasama nasional maupun internasional di bidang pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia kesehatan dan masyarakat; pelaksanaan advokasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia kesehatan dan masyarakat; pengembangan metode dan teknologi pelatihan, informasi, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia kesehatan dan masyarakat; penyiapan pengembangan kemitraan; pengkajian dan pengendalian mutu pelatihan; dan pelaksanaan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan. Bapelkes Semarang awalnya bernama Bapelkes Salaman dan memiliki dua gedung perkantoran yaitu di Salaman - Magelang sebagai kantor utama dan di Semarang sebagai kantor kedua. Dengan adanya Permenkes Nomor 2361/MENKES/PER/XI/2011 Bapelkes Salaman berubah nama menjadi Bapelkes Semarang dan kantor utama yang semula berada di Salaman berpindah di Semarang. Kantor utama yang berada di Semarang mulai difungsikan sebagai tempat pelatihan bagi program-program pelatihan dari Kementerian Kesehatan dan sebagai Assessment Center bagi calon pimpinan di lingkungan Kementerian Kesehatan. Dari hasil survey pendahuluan melalui angket terhadap 23 pegawai Bapelkes Semarang yang dilakukan secara random ditemukan bahwa perubahan terhadap kantor Bapelkes Semarang tersebut yang menjadi permasalahan bagi pegawai. Sebagian besar pegawai memiliki keluarga dan menetap di Magelang, sedangkan kegiatan kediklatan sudah mulai aktif dilaksanakan di Semarang. Hal ini mengharuskan pegawai untuk melaksanakan kegiatan kediklatan di dua tempat dengan SDM yang terbatas. Fenomena tersebut dirasakan sangat menyulitkan

4 pegawai sehingga kinerja juga dirasakan tidak optimal. Kinerja pegawai selama ini dinilai hanya berdasarkan absensi. Hal ini tentu menjadi hambatan bagi pegawai yang harus melakukan pejalanan Salaman - Semarang. Sehingga target pencapaian sasaran kerja pegawai belum berjalan dengan optimal yang mengakibatkan motivasi pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan rendah. Hal ini berdampak pada output kegiatan berupa dokumen, laporan kegiatan, surat keputusan dan sebagainya sering tertunggak dan tidak tepat waktu. Perbandingan tingkat capaian kinerja (target dan realisasi) kegiatan pelatihan di Bapelkes Semarang dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 1. Serapan indikator kinerja kegiatan pelatihan (jumlah peserta pelatihan) tahun 2011-2014 2000 1500 1000 500 16391569 1357 1270 1306 1174 617 414 Target Realisasi 0 2011 2012 2013 2014 Sumber: LAKIP Bapelkes Semarang, 2015 Dari gambar 1 diatas dapat diketahui bahwa terjadi penurunan realisasi kegiatan pelatihan. Pada tahun 2011 realisasi kegiatan pelatihan sebesar 95,72% dan mengalami penurunan pada tahun 2012 yaitu sebesar 93,59% dan pada tahun 2013 sebesar 77,95%. Pada tahun 2014 mengalami peningkatan dikarenakan limpahan kegiatan dari DIPA Kementerian Kesehatan dan bukan dari DIPA Bapelkes Semarang (LAKIP Bapelkes Semarang, 2015). Hasil pengamatan di lapangan juga ditemukan permasalahan yang terjadi adalah masih rendahnya ketaatan terhadap waktu jam kerja. Beberapa pegawai sering datang terlambat, pulang sebelum waktunya, tidak hadir di kantor, sering

Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des 5 meninggalkan kantor, duduk mengobrol di tempat satpam, menonton televisi dan membaca koran pada jam-jam kerja. Gambar 2. Tingkat kehadiran pegawai Bapelkes Semarang tahun 2014 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% Tingkat keterlambatang (1 sd >90 menit/ tdk absen datang) Tingkat pulang sebelum waktunya (1 sd >90 menit/tdk absen pulang) Tidak hadir (hari) Sumber : SIMKA Bapelkes Semarang, 2015 Dari gambar 2 diatas dapat diketahui bahwa prosentase pegawai yang terlambat datang (1-90 menit/tidak absen datang) sebesar 1,32% - 19,44%. Prosentase pegawai yang pulang sebelum waktunya (1-90 menit/tidak absen pulang) sebesar 3,95% - 18,42%. Sedangkan untuk pegawai yang tidak hadir sekitar 1,33% - 10,53%. Hal ini menunjukkan bahwa kedisiplinan pegawai masih rendah sehingga dapat menyebabkan terlambatnya penyelesaian pekerjaan yang berdampak pada pelayanan kegiatan kediklatan. Hal inilah yang banyak dikeluhkan oleh pelanggan. Selain itu berdasarkan data yang diambil dari buku keluhan pelanggan dan evaluasi penyelenggaraan diklat juga didapatkan bahwa sekitar 45% peserta pelatihan tidak puas terhadap responsivitas pegawai Bapelkes Semarang dalam menanggapi keluhan-keluhan mereka. Pelanggan menilai pegawai kurang tanggap dalam merespon keluhan yang ada, seperti misalnya apabila ada sarana dan prasarana yang digunakan pada saat berlangsungnya kegiatan diklat rusak, maka tidak segera dilakukan penggantian yang dapat berdampak terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan. Setelah dilakukan wawancara awal dengan beberapa orang dari perwakilan masing-masing seksi/ bagian, ditemukan bahwa beberapa pegawai menganggap permasalah tersebut muncul salah satunya karena faktor pimpinan. Bapelkes Semarang mengalami pergantian pada akhir tahun 2012. Pergantian meliputi pergantian kepala Bapelkes, kepala seksi

6 penyelenggaraan diklat dan kepala seksi pengkajian dan pengembangan. Pada awal tahun 2014, kepala seksi penyelenggaraan diklat dan kepala seksi pengkajian dan pengembangan mengundurkan diri. Jabatan yang kosong digantikan oleh bawahan sedangkan atasan yang sebelumnya menjabat turun menjadi staf biasa. Beberapa pegawai menganggap pimpinan belum mampu untuk melakukan pengelolaan pegawai dengan baik, misalnya bagaimana mengatur pegawai dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan di dua tempat. Beberapa hambatan sering muncul, salah satunya adalah kurangnya koordinasi antara satu pimpinan dengan pimpinan yang lain atau antara pimpinan dengan staf. Komunikasi yang tidak baik akan mengakibatkan salah persepsi sehingga terkadang kegiatan belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Reward and punishment belum diterapkan dengan baik. Pegawai merasa belum ada reward dari pimpinan apabila mereka bisa menyelesaikan pekerjaan melebihi target, sehingga lama-kelamaan pegawai yang awalnya rajin menjadi malas dan tidak bersemangat dalam bekerja. Komitmen dari pimpinan juga dirasa masih rendah. Untuk mengatasi kondisi tersebut diatas perlu merumuskan ke arah perbaikan serta memikirkan solusi yang tepat. Gaya transformasional adalah pendekatan yang banyak dilakukan dalam mengkaji. Kepemimpinan transformasional, digambarkan sebagai gaya yang dapat membangkitkan atau memotivasi karyawan, sehingga dapat berkembang dan mencapai kinerja pada tingkat yang tinggi, melebihi dari apa yang mereka perkirakan sebelumnya. (Bass:1985,1996 dalam Yukl, 2010). Kepemimpinan transformasional didasarkan pada kekayaan konseptual, konsideran individu, kharisma, dan stimulasi intelektual. Hal inilah yang diyakini akan mampu melahirkan pemikiran-pemikiran untuk jangkauan ke depan, azas ketransparansian dan kedemokrasian (Yukl, 2010). Oleh karena itu perlu diadopsi ke dalam organisasi pemerintah. Bapelkes Semarang merupakan organisasi publik yang bergerak di bidang kesehatan dimana tujuan utama organisasi publik adalah memberikan pelayanan dan mencapai tingkat kepuasan masyarakat seoptimal mungkin dengan mewujudkan pelayanan prima. Bapelkes

7 Semarang memiliki visi menjadi lembaga diklat percontohan, berstandar nasional,terpercaya dan pilihan utama. Oleh karena itu agar dapat mewujudkan visi tersebut dan mencapai good governance, Bapelkes Semarang memerlukan pimpinan yang memiliki sifat-sifat transformasional. Menurut Bass (1999) ada empat aspek yang tercakup di dalam transformasional, antara lain : tersebut perlu dilihat/ digambarkan dari sudut pandang transformasional, dimana seorang pemimpin harus memiliki: individuallized consideration (kepekaan individual) yakni seorang pemimpin yang memiliki perasaan empati terhadap bawahannya, intellectual stimulation (stimulasi intelektual) dimana pemimpin menstimulasi bawahan agar kreatif dan inovatif, inspirational motivation (motivasi inspirational) dimana seorang pemimpin optimis akan terwujudnya tujuan organisasi dengan mendorong anggotanya meningkatkan harapan dan mengikat diri pada visi, dan yang terakhir adalah idealized influence (kharisma), yaitu pemimpin harus dapat sebagai role model atau panutan dan menciptakan lingkungan yang harmonis. Pemimpin menunjukkan keteguhan dan ketetapan hati dalam mencapai tujuan, mengambil tanggungjawab sepenuhnya untuk tindakannya dan menunjukkan percaya diri yang tinggi untuk mencapai visi, misi dan tujuan organisasi. Gaya transformasional tersebut diharapkan membuahkan kinerja yang optimal, dapat memotivasi pegawai untuk bekerja secara profesional dalam penyelenggaraan kegiatan diklat. Maka dari itu transformasional diharapkan dapat menuju ke arah perubahan yang akhirnya dapat meningkatkan kualitas pelayanan diklat kepada pengguna dan masyarakat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara transformasional dengan kinerja pegawai di Bapelkes Semarang.

8 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk menguji hubungan transformasional dengan kinerja pegawai di Bapelkes Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Menggambarkan transformasional di Bapelkes Semarang. b. Mengukur kinerja pegawai di Bapelkes Semarang. c. Mengukur hubungan transformasional dengan kinerja pegawai di Bapelkes Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Bapelkes Semarang Menambah informasi bagi para pimpinan di Bapelkes Semarang yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja pegawai melalui transformasional. 2. Bagi Peneliti lain Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan acuan dan pengetahuan untuk penelitian- penelitian di bidang sumber daya manusia terutama yang berkenaan dengan gaya yang efektif. 3. Bagi Peneliti Dalam penelitian ini diharapkan peneliti dapat mengetahui lebih mendalam gaya seorang pemimpin dalam sebuah organisasi yang dapat mengefektifkan organisasi tersebut. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan dan berhubungan dengan transformasional dan kinerja pegawai antara lain sebagai berikut :

9 Peneliti Tahun Asda (2008) Sriani (2011) Chen, Bian & Hou (2015) Katou (2015) Tabel 2. Penelitian yang berhubungan dengan transformasional dan kinerja pegawai Judul Penelitian Tujuan Penelitian Kesimpulan Hubungan Kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi dengan kinerja perawat pelaksana di instalasi inap RSUD Kota Yogyakarta. Kepemimpinan dan kinerja dosen di Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Padang. Impact of transformational leadership on subordinate s EI and work performance Transformational leadership and organisational performance Mengetahui hubungan transformasional, komitmen organisasi terhadap kinerja perawat Menganalisis hubungan transformasional, perilaku sebagai warga organisasi dan kepercayaan terhadap kinerja dosen Melihat hubungan antara transformasional terhadap kecerdasan emosi dan kinerja karyawan Melihat hubungan antara transformasional dengan kinerja organisasi yang dimediasi oleh keadilan organisasi, kepercayaan dan komitmen organisasi Adanya hubungan positif yang signifikan antara transformasional dengan kinerja perawat pelaksana Adanya hubungan yang bermakna antara transformasional dan kepercayaan dosen dengan kinerja dosen Kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang pisitif terhadap kinerja karyawan, sedangkan Kecerdasan emosi memiliki hubungan yang positif dengan kinerja karyawan yang dimediasi oleh transformasional Kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang positif terhadap organizational outcome yang dimediasi yang dimediasi oleh keadilan organisasi, kepercayaan dan komitmen organisasi Tabel 2 diatas menunjukkan beberapa penelitian terkait dengan transformasional dan kinerja, sebagai referensi keaslian penelitian yeng telah dilakukan peneliti. Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya adalah pada kerangka konsep dan indikator pengukuran kinerja. Persamaan dengan penelitian sekarang adalah mengukur hubungan antara transformasional dengan kinerja.