BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

dokumen-dokumen yang mirip
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

I. UMUM

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL I. UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XII/2014 Tindak Pidana Dalam Kedokteran

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 155)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem hukum yang berkembang di Indonesia merupakan sistem

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat (2)). Selain itu ditegaskan pula bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3)). Selaras dengan prinsip ketatanegaraan yang demikian, maka salah satu poin penting setelah empat kali amandemen UUD 1945 adalah terbentuknya Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi. Mahkamah Konstitusi sendiri merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, di samping Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Sebagaimana tertuang di dalam Pasal 24C UUD 1945, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; memutus perselisihan hasil pemilihan umum; dan 1

2 memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Sejalan dengan prinsip kepastian hukum (legal certainity), masa jabatan dan proses pemberhentian Hakim Konstitusi diatur secara terperinci di dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi serta pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemberhentian Hakim Konstitusi dengan mekanisme pemberhentian dan alasanalasan yang sah menurut hukum setelah melalui tata cara pembuktian oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Namun demikian dalam ketentuan yang berkaitan dengan alasan pemberhentian hakim konstitusi masih terdapat kekaburan norma mengenai kriteria perbuatan tercela yang digunakan sebagai alasan pemberhentian hakim konstitusi. Kriteria perbuatan tercela yang dijadikan sebagai alasan pemberhentian hakim konstitusi perlu diperjelas guna memberikan kepastian hukum dalam rangka menegakkan ajaran negara hukum di Indonesia. Selain itu ketentuan pelanggaran di dalam pemberhentian Hakim Konstitusi tidak secara jelas diatur di dalam undang undang yang perlu untuk ditelaah lebih lanjut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut:

3 1. Bagaimana mekanisme pemberhentian Hakim Konstitusi dalam masa jabatannya di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia? 2. Bagaimana kriteria pelanggaran dan perbuatan tercela yang dijadikan alasan pemberhentian hakim konstitusi di Indonesia? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif Sesuai dengan permasalahan yang diteliti maka tujuan objektif dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui, menelaah dan menganalisis mekanisme pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi dalam masa jabatannya di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. 2) Untuk mengetahui dan menganalisis kriteria pelanggaran hukum dan perbuatan tercela yang dijadikan alasan pemberhentian hakim konstitusi di Indonesia. 2. Tujuan Subjektif Tujuan penulisan penelitian ini adalah sebagai pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Selain itu dengan dibuatnya penelitian ini penulis berharap dapat menguasai dan memahami mekanisme pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi dalam masa jabatannya di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia serta kriteria pelanggaran hukum dan perbuatan tercela yang dijadikan sebagai alasan pemberhentian hakim Mahkamah Konstitusi Indonesia.

4 D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, sepanjang pengetahuan peneliti, belum pernah ada penelitian-penelitian maupun karya ilmiah sejenis yang membahas dan menganalisis permasalahan yang sama persis dengan penelitian ini. Namun demikian ada beberapa penelitian yang membahas hal yang hampir sama dengan penelitian ini yaitu penelitian mengenai Hakim Mahkamah Konstitusi serta penelitian mengenai pemberhentian sementara pejabat publik. Penelitian tersebut adalah: 1. Abraham Adi Atmawinugraha, 2014, judul penelitian Mekanisme Pemilihan Calon Hakim Konstitusi oleh Mahkamah Agung, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini membahas mengenai pelaksanaan pemilihan calon Hakim Konstitusi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung serta konsekuensi yuridis atas pelaksanaan mekanisme pemilihan calon Hakim Konstitusi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. 1 2. Dinoroy Marganda, 2011, judul penelitian Konstitusionalitas Pemberhentian Sementara Pejabat Publik yang Diduga atau Didakwa Melakukan Tindak Pidana Korupsi, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini membahas mengenai kesesuaian prinsip-prinsip konstitusi dan ketatanegaraan terhadap syarat dan ketentuan pemberhentian sementara pejabat publik yang dipersangkakan (diduga) atau didakwa melakukan tindak 1 Abraham Adi Atmawinugraha, 2014, Mekanisme Pemilihan Calon Hakim Konstitusi oleh Mahkamah Agung, Skripsi, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 10.

5 pidana korupsi dan terhadap mekanisme pemberhentian sementara pejabat publik yang dipersangkakan (diduga) atau didakwa melakukan tindak pidana korupsi. Penelitian ini juga membahas mengenai interpretasi konstitusional dari Mahkamah Konstitusi mengenai pemberhentian sementara pejabat publik yang diduga atau didakwa melakukan tindak pidana korupsi. 2 Hal yang membedakan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya di atas adalah bahwa pokok bahasan pada penelitian pertama adalah pelaksanaan pemilihan calon Hakim Konstitusi oleh Mahkamah Agung sedangkan penelitian penulis membahas mengenai mekanisme pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi di dalam masa jabatannya. Adapun penelitian kedua membahas mengenai kesesuaian prinsip-prinsip konstitusi dan ketatanegaraan terhadap syarat dan ketentuan pemberhentian sementara pejabat publik yang dipersangkakan (diduga) atau didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan mekanisme pemberhentian sementara bagi pejabat publik tersebut yang pada dasarnya memiliki perbedaan dengan penelitian penulis yang secara khusus membahas mengenai pemberhentian Hakim Konstitusi dan tidak secara khusus mengangkat korupsi sebagai musabab pemberhentiannya. Dengan demikian penulisan hukum ini dilakukan dengan itikad baik. Jika terdapat penelitian yang serupa di luar pengetahuan penulis, ini bukan merupakan suatu kesengajaan tetapi diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi dari penelitian yang telah ada sebelumnya sehingga dapat memperkaya khasanah pengetahuan serta penulisan hukum yang bersifat akademis. 2 Dinoroy Marganda, 2011, Konstitusionalitas Pemberhentian Sementara Pejabat Publik yang Diduga atau Didakwa Melakukan Tindak Pidana Korupsi, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 8.

6 E. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Mengembangkan pengetahuan dan menambah wawasan mengenai mekanisme pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi dalam masa jabatannya di dalam konsep Negara Hukum Indonesia. b. Membandingkan mekanisme pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi di Indonesia dengan negara lain sehingga dapat melihat persamaan dan berbedaan yang mengarah pada kelebihan dan kekurangan di masing-masing negara untuk dijadikan saran untuk model pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi di Indonesia. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis Selain untuk memenuhi persyaratan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana, hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam menambah pengetahuan penulis akan mekanisme pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi Indonesia dalam masa jabatannya di dalam Konsep Negara Hukum Indonesia dan dapat menumbuhkan pendapat maupun masukan kritis atas ketentuan-ketentuan yang diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. b. Bagi Pemerintah

7 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan solusi bagi pemerintah dalam mengambil langkah untuk menangani permasalahan-permasalahan yang akan ditemui kemudian dengan merevisi atau membuat suatu peraturan baru yang dapat lebih memberikan kepastian hukum mengenai mekanisme pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi Indonesia dalam masa jabatannya di dalam Negara Hukum Indonesia. c. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat terhadap dinamika hukum tata Negara pada umumnya dan terhadap pemberhentian Hakim Konstitusi pada khususnya. d. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan tambahan pemikiran yang berguna bagi ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu hukum pada khususnya, terutama mengenai mengenai mekanisme pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi Indonesia dalam masa jabatannya di dalam konsep Negara Hukum Indonesia. Di samping itu, hasil penelitian ini akan semakin memperkaya khasanah informasi dan wawasan pemikiran dalam bidang ilmu hukum tata negara serta bermanfaat bagi penelitian ilmu hukum di masa yang akan datang.