BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan kesehatan, namun penggunaan obat tradisional tetap mendapat tempat yang penting bahkan terus berkembang (Depkes, 2000). Menurut perkiraan badan kesehatan dunia (WHO), 80% penduduk dunia masih tergantung pada pengobatan tradisional untuk mempertahankan kesehatan masyarakat (Iwuanyanwu, et al., 2012). Obat tradisional yang berasal dari tanaman telah banyak diteliti kandungan kimia dan khasiatnya, namun masih banyak tanaman yang belum diketahui efek toksisitasnya sehingga perlu diteliti lebih lanjut (Hyeronimus, 2006). Obat tradisional agar dapat diterima di masyarakat maupun pelayanan kesehatan, maka harus didukung secara ilmiah adanya khasiat dan keamanan penggunaannya pada manusia. Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka adalah sebagai berikut: seleksi, uji preklinik (uji toksisitas dan farmakodinamika), pembuatan sediaan terstandar dan uji klinik (Dewoto, 2007). Salah satu tumbuhan berkhasiat yang dapat dimanfaatkan sebagai obat dan makanan adalah bunga pepaya jantan (Carica papaya L.), famili Caricaceae, yang dikenal dengan nama kates (Sumatera), ketela gantung (Jawa), sampain (Papua) (Iman, 2009). Bunga pepaya jantan mengandung 55
senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, triterpenoid/steroid, dan karbohidrat (Indrawati, dkk., 2002). Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap tumbuhan tersebut adalah bunganya, yaitu ekstrak etanolnya sebagai antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Iman, 2009), sebagai antimutagenik dan hasil karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan diperoleh untuk kadar air 7,32%, kadar sari larut dalam air 19,25%, kadar sari larut dalam etanol 10,61%, kadar abu total 2,52% dan kadar abu tidak larut asam 0,22% (Sitorus, 2012), fraksi etilasetat bunga pepaya jantan sebagai antimutagenik (Francisca, 2012), sediaan gel ekstrak etanol bunga pepaya jantan sebagai antioksidan (Henova, 2012), ekstrak etanol fraksi n-heksan dan fraksi etilasetat bunga pepaya jantan sebagai antioksidan (Sianipar, 2013) dan ekstrak etanol sebagai antikanker payudara (Suwarso, dkk., 2013). Uji toksisitas akut adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian sediaan uji secara oral dalam dosis tunggal yang diberikan dalam waktu 24 jam (Lu, 1995). Prinsip uji toksisitas akut oral yaitu, sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis yang diberikan pada beberapa kelompok hewan uji dengan satu dosis per kelompok, kemudian dilakukan pengamatan terhadap adanya efek toksik dan kematian (Darmansjah dan Wiria, 1995). Tujuan dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan potensi ketoksikan akut dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejala yang timbul pada hewan coba (Priyanto, 2009). 56
Tolak ukur kuantitatif yang paling sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis toksik adalah lethal dose (LD 50 ). LD 50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang diperkirakan akan membunuh 50% hewan percobaan. Penentuan nilai LD 50 merupakan tahap awal untuk mengetahui tingkat toksisitas (Loomis, 1978). Pengamatan dilakukan selama 24 jam pertama sejak diberikan perlakuan sampai hari ke-14. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perubahan gejala yang terjadi setelah diberi perlakuan. Kriteria pengamatan dilakukan terhadap gejala gejala toksik, perubahan berat badan, jumlah hewan yang mati pada masing masing kelompok uji (Donatus, 1996). Oleh karena itu, harus dilakukan serangkaian uji yaitu selain uji khasiat, juga pengujian toksisitas dan uji klinik agar dapat dijadikan sebagai obat fitofarmaka (Depkes, 2000). Penelitian ini menggunakan dosis 1000, 2000, 4000, 8000 dan 16000 mg/kg bb berdasarkan metode Thomson dan Weil dengan menggunakan kelipatan dosis. Dari uraian di atas, maka dilakukan uji toksisitas akut terhadap ekstrak etanol bunga pepaya jantan (EEBPJ) yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk dijadikan sebagai bahan obat. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. apakah EEBPJ memberikan efek terhadap gejala toksik mencit jantan? b. apakah EEBPJ termasuk kategori toksik terhadap mencit jantan? c. apakah EEBPJ berpengaruh terhadap berat badan mencit jantan? 57
d. apakah EEBPJ berpengaruh terhadap berat organ hati dan ginjal mencit jantan? e. apakah EEBPJ memberikan efek toksik pada organ hati dan ginjal mencit jantan? 1.3 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis: a. EEBPJ memberikan efek terhadap gejala toksik mencit jantan. b. EEBPJ termasuk kategori toksik ringan terhadap mencit jantan. c. EEBPJ tidak berpengaruh terhadap berat badan mencit jantan. d. EEBPJ berpengaruh terhadap berat organ hati dan ginjal mencit jantan. e. EEBPJ memberikan efek toksik pada organ hati dan ginjal mencit jantan. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: a. pengaruh EEBPJ terhadap gejala toksik mencit jantan. b. kategori toksisitas EEBPJ terhadap mencit jantan. c. pengaruh EEBPJ terhadap berat badan mencit jantan. d. pengaruh EEBPJ terhadap berat organ hati dan ginjal mencit jantan. e. pengaruh EEBPJ terhadap organ hati dan ginjal mencit jantan. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang keamanan dan informasi tentang dosis yang dapat menimbulkan toksik dari EEBPJ. 58
1.6 Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut terdapat gambar 1.1 Variabel bebas Variabel Terikat Parameter EEBPJ dosis 1000 mg/kg bb 2000 mg/kg bb 4000 mg/kg bb 8000 mg/kg bb 16000 mg/kg bb Mencit jantan Potensi ketoksikan akut Gejala toksik Kematian LD 50 Berat badan Berat organ relatif Makropatologi Aquadest 1% bb (kontrol) Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian 59