BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. memberikan pemaparan hasil-hasil yang ditemukan dalam penelitian ini. Penelitian yang

ANALISIS PUISI CINTAKU JAUH DI PULAU KARYA CHAIRIL ANWAR DENGAN PENDEKATAN STRATA NORMA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah

BAB I PENDAHULUAN. sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta

STRATA NORMA PUISI-PUISI W.S RENDRA DALAM KUMPULAN PUISI DOA UNTUK ANAK CUCU SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA DAN MODEL PEMBELAJARANNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MAJAS DALAM PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 GUNUNG TULEH PASAMAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. sastra merupakan penjelasan ilham, perasaan, pikiran, dan angan-angan (cita-cita)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii. HALAMAN PENETAPAN UJIAN...iii. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...iv. KATA PENGANTAR...

Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Puisi lama, (2) Puisi baru, dan (3) Puisi modern (Badudu, 1984).

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hasil Penelitian yang Relevan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. karya sastra penggunaan bahasa dihadapkan pada usaha sepenuhnya untuk

ANALISIS LAPIS UNSUR PUISI KUCARI JAWAB KARYA J.E. TATENGKENG

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

ESAI KRITIK SUDAH LARUT SEKALI, CHAIRIL ANWAR: KAWANKU DAN AKU ANALISIS ESAI

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya. Dalam sebuah karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Oleh karena itu, puisi selalu

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE NATURE LEARNING DI KELAS X-1 SMAN 2 CIKARANG PUSAT TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas krisis nilai-nilai, norma-norma, etika dan estetika, sopansantun

KEMAMPUAN MEMPROSAKAN PUISI KEPADA ADIK-ADIKKU KARYA ARIFIN C. NOOR SISWA SMA. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin

bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna.

Strukturalisme Genetik

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka.

BAB I PENDAHULUAN. yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588), konsep adalah

BAB I PENDAHULUAN. sastra diciptakan oleh para sastrawan untuk dapat dinikmati, dipahami, dan

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

PEMBELAJARAN MENULIS KREATIF PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SHOW NOT TELL DI MTs CAHAYA HARAPAN

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sebagai hasil seni,

BAB I PENDAHULUAN. merekam kehidupan yang ada di sekitarnya. Karya sastra sebagai karya

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMAHAMI PUISI DENGAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 35 PADANG E- JURNAL ILMIAH YELCHI AMNUR NPM

Bahasa Indonesia merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus. dipelajari dan diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. warisan leluhur nenek moyang kita sangat beragam dan banyak. menarik perhatian para ilmuwan, salah satunya berupa hikayat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. sendiri mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Salah

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal

Transkripsi:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah (1) rancangan atau buram surat dan sebagainya; (2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:457). Analisis ini menggunakan konsep makna semiotik untuk mencari makna yang terdapat di dalam puisi-puisi kumpulan puisi Renungan Kloset. Sesuai yang dikatakan oleh Preminger bahwa studi sastra yang bersifat semiotik itu adalah usaha untuk menganalisis karya sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Untuk menentukan makna puisi secara semiotik, terlebih dahulu dilakukan analisis secara struktural. Menurut teori struktural, karya sastra merupakan sebuah struktur yang unsur-unsurnya saling berkaitan. 2.1.2 Landasan Teori Dalam penelitian ini, penulis memilih teori struktural dan teori semiotik. Pada intinya, teori strukturalisme dalam sastra sebagai berikut: karya sastra merupakan sebuah struktur yang unsur-unsurnya saling berkaitan (Jabrohim, 2003:93). Hawkes (dalam Jabrohim, 2003:93) mengatakan bahwa

dalam struktur itu unsur-unsur tidak mempunyai makna dengan sendirinya, maknanya ditentukan oleh keterkaitan dengan unsur-unsur lainnya dan keseluruhan atau totalitasnya bahwa makna unsur-unsur karya sastra itu hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuh-penuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra. Antara unsur itu ada koherensi atau pertautan erat; unsur-unsur itu tidak otonom, tetapi merupakan bagian dari situasi yang rumit dari hubungannya dengan bagian lain unsur-unsur itu mendapatkan maknanya (Culler dalam Jabrohim, 2003:93). Struktur fisik dan struktur batin puisi ditelaah unsurunsurnya. Kedua struktur itu harus mempunyai kepaduan dalam mendukung totalitas puisi. Telaah ini menyangkut telaah unsur-unsur puisi dan berusaha membedah puisi sampai ke unsur-unsur yang sekecil-kecilnya. Ditelaah bagaimana struktur fisik digunakan untuk mengungkapkan struktur batin dan bagaimana struktur batin dikemukakan. Telaah yang demikian menghasilkan pembahasan puisi secara lebih mendalam (Waluyo, 1991:147). Struktur fisik puisi itu meliputi susunan kata, frase, kalimat, kiasan, pengimajian, dan bagaimana penyair menyusun tata wajah puisi. Telaah struktur batin puisi untuk mengungkapkan tema dan amanat yang hendak disampaikan penyair (Waluyo, 1991:147). Analisis struktural sukar dihindari, sebab dengan demikian analisis itu baru akan memungkinkan tercapainya pemahaman yang optimal. Selanjutnya analisis struktural ini merupakan perioritas utama sebelum yang lain-lain (Teew, 1983:61). Tanpa itu kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri tidak akan tertangkap. Makna unsur-unsur karya sastra hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya satra.

Dalam hal ini, dipilih teori analisis strata norma yang dikemukan oleh Roman Ingarden, seorang filsuf Polandia, yang menganalisis puisi berdasarkan norma-normanya. Tiap-tiap norma menimbulkanlapis norma di bawahnya. Norma-norma itu bersusun sebagai berikut: Lapis norma pertama adalah lapis bunyi (sound Stratum). Dalam membaca puisi akan terdengar rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Suara disesuaikan dengan konvensi bahasa, disusun begitu rupa hingga menimbulkan arti. Maka, lapis bunyi menjadi dasar timbulnya lapis kedua yaitu lapis arti. Lapis arti (units of meaning) berupa rangkaian fonem, suku kata, frase, dan kalimat yang merupakan satuan-satuan arti. Rangkaian kalimat menjadi alinea, bab, dan keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak. Rangkaian satuansatuan arti ini menimbulkan lapis ketiga, yaitu berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan. Roman Ingarden masih menambahkan dua lapis norma lagi yang menurut Wellek merupakan lapis keempat dan kelima, yaitu: 1. Lapis dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tidak perlu dinyatakan, tetapi terkandung di dalamnya (implied). Sebuah peristiwa dalam sastra dapat dikemukakan atau dinyatakan terdengar atau terlihat, bahkan peristiwa yang sama, misalnya suara jederan pintu, dapat memperlihatkan aspek luar atau dalam watak. 2. Lapis metafisis, berupa sifat-sifat metafisis (yang sublim, yang tragis, mengerikan atau menakutkan, dan yang suci), dengan sifat-sifat ini seni dapat memberikan renungan (kontemplasi) kepada pembaca. Akan tetapi, tidak semua karya sastra terdapat lapis metafisis tersebut.

Penulis menggunakan teori srtuktural karena untuk memahami makna puisi perlu dianalisis puisi tersebut secara struktural sebab pendekatan struktural merupakan tugas prioritas (Teew, 1983:61), yaitu dengan menganalisis unsurunsur intrinsik puisi tersebut. Unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun sebuah puisi dari dalam puisi tersebut, berupa: (1) bait dan baris, (2) unsur musikalitas puisi, (3) hubungan antara kesatuan dalam puisi, (4) bahasa puisi, (5) struktur penceritaan puisi, (6) suasana puisi, dan (7) makna puisi (Atmazaki, 1990:64). Teew mengatakan (1984:139-140) bahwa struktural yang hanya menekankan otonomi karya sastra mempunyai kelemahan. Kelemahan itu terutama berpangkal pada empat hal yaitu: (1) New Critism secara khusus, dan analisis struktur karya sastra secara umum belum merupakan teori sastra, malahan tidak berdasarkan teori sastra yang tepat dan lengkap, bahkan ternyata merupakan bahaya untuk mengembangkan teori sastra yang sangat perlu; (2) karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing, tetapi harus dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah; (3) adanya struktur yang objektif pada karya sastra makin disangsikan; peranan pembaca selaku pemberi makna dalam interpretasi karya sastra makin ditonjolkan dengan segala konsekuensi untuk analisis struktural; (4) analisis yang menekankan otonomi karya sastra juga menghilangkan konteks dan fungsinya sehingga karya itu dimenaragadingkandan kehilangan relevansi sosialnya. Kenyataan ini menyebabkan penulis melanjutkan penganalisisan ke pendekatan semiotik. Unsur-unsur karya sastra itu mempunyai makna dalam hubungannya dengan unsur lain secara keseluruhan. Oleh karena itu, strukturnya harus

dianalisis dan bagian-bagiannya yang merupakan tanda-tanda bermakna, harus dijelaskan (Pradopo, 2007:143). Teori sastra yang memahami karya sastra sebagai tanda itu adalah semiotik. Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (Pradopo dalam Jabrohim, 2003:67). Tanda itu mempunyai arti dan makna, yang ditentukan oleh konvensinya, karya sastra merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Karya sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya yang merupakan sistem tanda yang mempunyai arti. Sebagai medium sastra, bahasa disesuaikan dengan konvensi sastra yaitu makna (significanse). Oleh Preminger (Jabrohim, 2003:94) konvensi sastra itu sebagai konvensi tambahan. Dalam analisis semiotik ini, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Zoest. Zoest (1996:6) mendefinisikan semiotik sebagai studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya; cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Secara khusus semiotik dibagi atas tiga bagian utama, yaitu (1) sintaksis semiotik, (2) semantik semiotik, (3) pragmatik semiotik. Sintaksis semiotik merupakan studi tentang tanda yang berpusat pada penggolongannya, pada hubungannya dengan tanda-tanda lain, cara bekerja sama, dan menjalankan fungsinya (Zoest, 1996:6). Kaidah sintaksis sering diabaikan dalam puisi, tetapi untuk menafsirkan makna puisi hendaknya menafsirkan lariklarik puisi itu sebagai suatu kesatuan sintaksis (Waluyo, 1991:69). Kesatuan sintaksis dapat dibicarakan dalam larik dan bait. Sebuah larik mewakili kesatuan gagasan penyair dan jika dibangun bersama-sama larik-larik lain akan membangun kesatuan gagasan yang lebih besar. Bait-bait puisi pada

hakikatnya mirip dengan sebuah paragraf prosa, di dalam bait itu terdapat satu larik yang merupakan kunci gagasan (Waluyo, 1991:70). Hasil penelitian akan kurang baik apabila membatasinya hanya pada tingkat sintaksis semiotik karena penelitian semiotik pada akhirnya harus berlanjut hingga ke tingkat semantik dan pragmatik (Zoest, 1996:6). Oleh karena itu, penelitian ini akan berlanjut ke tingkat semantik semiotik dan pragmatik semiotik. Semantik semiotik adalah studi yang menonjolkan hubungan tandatanda dengan acuannya dan dengan interpretasi yang dihasilkannya. (Zoest, 1996:6). Dalam puisi, kata-kata, frase, dan kalimat mengandung makna tambahan atau konotatif. Bahasa kiasan yang digunakan menyebabkan makna dalam barisbaris puisi itu tersembunyi dan harus ditafsirkan (Waluyo, 1991:103). Menelaah puisi perlu ditafsirkan makna dari ungkapan penyair, baik yang lugas maupun yang kias, baik yang menggunakan bahasa maupun nonbahasa. Pragmatik semiotik merupakan studi tentang tanda yang mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim dan penerima (Zoest, 1996:6). Hubungan antara tanda dengan pengirim dan penerima dalam hal ini dikaitkan dengan hubungan antara sastra, penyair, dan masyarakat. Masalah ini berkaitan dengan latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. Kemudian masalah ini juga berkaitan dengan isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang terlihat dalam karya sastra itu sendiri dan hubungannya dengan masalah sosial dalam masyarakat (Wellek, 1995:111).

2.2 Tinjauan Pustaka Sepanjang pengetahuan penulis, kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka ini belum pernah dilakukan analisis terhadap maknanya hanya tanggapan dan apresiasi pembaca (dalam kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka) yaitu sebagai berikut: Seno Gumirah Ajidarma, seorang penulis, yang mengatakan bahwa Setiap kali ada orang Indonesia menulis puisi, kita harus bersyukur karena kalau toh ia tidak berhasil menyelamatkan jiwa orang lain, setidaknya ia telah menyelamatkan jiwanya sendiri. Puisi memang tidak bisa menunda kematian manusia yang sampai kepada akhir hayatnya, tetapi puisi jelas menunda kematian jiwa dalam diri manusia yang hidup. Hal ini dimungkinkan karena dari sifatnya, puisi membebaskan diri dari kematian budaya. Seno Gumirah Ajidarma hanya mengapresiasi para penyair Indonesia sedangkan mengenai struktural dan semiotik tidak ada. Wilmar Witoelar, mantan juru bicara mantan presiden RI Abdurrahman Wahid, juga mengatakan, Puisi Rieke merupakan potret kepedihan, ketegaran, kepongahan dalam cinta, angan-angan dan keniscayaan politik semua dalam paket yang nikmat untuk orang biasa, walaupun penuh ketajaman yang tidak biasa. Wilmar Witoelar hanya berbicara mengenai tema dari puisi-puisi Pitaloka ini sedangkan mengenai struktural dan semiotik tidak ada. Menurut Gus Muh, anggota Paguyuban Perempuan El-Shadawi Yogyakarta sekarang masih nyantri di IAIN Sunan Kalijaga, bahwa dengan membaca puisi-puisi Rieke, khususnya posisi perempuan di hadapan wacana kelelakian, sepertinya kita dipapah ke dalam sikap-sikap yang tegas, lugas, dan

terus terang. Gus Muh juga berbicara mengenai bahasa penulisan Pitaloka dan tentang perempuan sedangkan mengenai struktural dan semiotik tidak ada. Adessita, aktivis persma tinggal di Yogyakarta, berpendapat, Tidak sepuitis puisi yang lain, tetapi puisi Rieke ini mudah dimengerti dan akhir puisinya jelas. Selanjutnya dikatakan oleh Vero, seorang mahasiswa perguruan tinggi negeri di Yogyakarta, berpendapat, Bagaimanapun, puisi ini sungguh lugas, lugu, dan apa adanya. Adessita juga masih berbicara mengenai bahasa penulisan Pitaloka sedangkan mengenai struktural dan semiotik tidak ada. Dari semua pendapat dan apresiasi pembaca di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belum ada orang yang membicarakan kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka dari segi struktural dan semiotik.