BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra merupakan salah satu media yang penting bagi manusia untuk memperoleh informasi. Seiring dengan perkembangan teknologi citra digital maka setiap orang dapat dengan mudah melakukan pengambilan citra dimanapun dan kapanpun. Namun, ketidaksempurnaan dalam pengambilan citra, proses pencitraan, kompresi, dan transmisi citra mengakibatkan berkurang bahkan hilangnya informasi penting dari citra tersebut. Di bidang kesehatan, citra banyak digunakan untuk pendeteksian dan diagnosis penyakit. Salah satunya yaitu citra retina yang digunakan untuk mendeteksi berbagai penyakit seperti diabetic retinopathy, glaucoma, age-related macular degeneration, cardiovascular, dan hypertensive retinopathy [1-3]. Citra retina diambil dengan menggunakan kamera fundus dan kemudian dilakukan diagnosis oleh oftalmologis atau disebut juga diagnosis secara konvensional. Beberapa tahun terakhir ini tengah dikembangkan sistem pendeteksian otomatis penyakit pada retina mengingat diagnosis secara konvensional memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal. otomatis penyakit pada retina dilakukan dengan mendeteksi microaneurysms, haemorrhages, retinal exudates, cotton wool spot, dan macular edema. Secara umum langkah-langkah pendeteksiannya meliputi image capture, image processing yang terdiri dari enhancement, restorasi, segmentasi, image registration dan klasifikasi [4]. Sistem pendeteksian otomatis penyakit pada retina terus dikembangkan untuk mendapatkan akurasi pendeteksian yang lebih baik. Kualitas citra retina yang digunakan merupakan bagian yang sangat penting dan sebagai faktor yang mendasari keberhasilan dalam pendeteksian otomatis tersebut [5]. Citra retina dengan kualitas yang buruk dapat menyebabkan kesalahan dalam pendeteksian penyakit. Sebagai contoh, citra retina dengan contrast yang rendah dapat menyembunyikan kelainan kecil sehingga menyebabkan sistem pendeteksian citra 1
tersebut sebagai keadaan normal. Penilaian kualitas citra retina merupakan tahap prescreening sistem pendeteksian otomatis penyakit seperti terlihat pada Gambar 1.1. Adanya penilaian kualitas citra retina memungkinkan untuk menyeleksi citra yang akan didiagnosis oleh sistem sehingga dapat meningkatkan akurasi hasil pendeteksian otomatis suatu penyakit pada retina. Pengambilan Penyakit Hasil (a) Pengambilan Penilaian Kualitas Penyakit Hasil (b) Gambar 1.1 Ilustrasi sistem pendeteksian penyakit pada retina, (a) tanpa penilaian kualitas citra retina dan (b) dengan penilaian kualitas citra retina Kualitas citra tidak cukup dinilai secara subyektif karena persepsi setiap individu berbeda-beda tergantung dari aspek psikologis, fisiologis, dan lingkungan. Oleh karena itu, evaluasi kualitas citra secara obyektif sangat diperlukan. Evaluasi kualitas citra secara obyektif berperan penting dalam aplikasi pengolahan citra. Pertama, dapat digunakan untuk memantau dan menyesuaikan kualitas citra secara dinamis. Kedua, untuk mengoptimalkan algoritme dan pengaturan parameter sistem pengolahan citra. Dan yang ketiga sebagai acuan sistem dan algoritme pengolahan citra [6]. Terdapat banyak metode-metode penilaian kualitas citra secara obyektif yang dikembangkan, tetapi suatu metode dapat menilai dengan baik kualitas suatu citra belum tentu dapat menilai dengan baik kualitas citra yang lain. Hal ini tergantung pada tipe noise dan karakteristik citra tersebut [7, 8]. Metode penilaian kualitas citra dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan ketersediaan citra sebagai referensi yaitu, full-reference (memerlukan citra 2
referensi), reduce-reference (hanya memerlukan beberapa fitur citra referensi), dan no-reference (tanpa memerlukan citra referensi) [6, 9, 10]. Beberapa penelitian telah mengembangkan metode untuk menilai kualitas citra retina [11, 12] yang memerlukan citra retina dengan kualitas yang dianggap paling baik sebagai referensi. Permasalahan di lapangan adalah tidak selalu tersedianya citra retina sebagai referensi. Untuk itu para peneliti mengembangkan metode penilaian kualitas citra tanpa menggunakan citra referensi (no-reference) dalam menilai kualitas citra retina. Metode metode penilaian kualitas citra retina yang ada menilai kualitas citra retina dengan menggunakan keseluruhan area citra retina, sehingga hanya menambah beban komputasi. Padahal tidak semua area pada retina diperlukan untuk mendeteksi suatu penyakit. Misalnya untuk mendeteksi glaucoma, area yang dideteksi adalah optic disc, sedangkan untuk diabetic retinopathy adalah area macula. 1.2 Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, pada penelitian penilaian kualitas citra retina berbasis ekstraksi fitur, penilaian kualitas citra masih diklasifikasi yang artinya dipengaruhi oleh class yang merupakan penilaian oleh oftalmologis atau expert. Selain itu, kebanyakan dari metode penilaian kualitas citra retina khususnya tanpa menggunakan citra referensi melakukan penilaian kualitas citra menggunakan keseluruhan area citra retina. Padahal, tidak semua area pada citra retina harus berkualitas baik dan digunakan untuk pendeteksian karena tergantung pada penyakit yang akan dideteksi. Hal ini juga berdampak pada beban komputasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan pengembangan metode penilaian kualitas citra retina berdasarkan penyakit yang akan dideteksi. Kemudian mengelompokkan kualitas citra retina dengan berdasarkan karakteristik dari fitur citra itu sendiri. 1.3 Keaslian penelitian Penilaian kualitas citra retina merupakan isu penting karena merupakan 3
salah satu faktor yang mempengaruhi hasil pendeteksian penyakit pada retina. Beberapa penelitian telah mengembangkan metode penilaian kualitas citra retina dengan tidak menggunakan citra referensi dan berbasis ekstraksi fitur. Untuk menentukan level kualitas citra retina, dilakukan klasifikasi fitur-fitur yang telah diekstraksi. Algoritme klasifikasi yang paling sering diterapkan yaitu Support Vector Machine (SVM) [13]. Algoritme SVM, Quadratic Discriminant Classifier (QDC), Linear Discriminant Classifier (LDC), k-nearest Neighbor (knn) diterapkan untuk klasifikasi, hasil evaluasi performa menunjukkan bahwa Algoritme klasifikasi SVM paling unggul dibandingkan tiga algoritme lainnya [5], Metode klasifikasi lainnya yaitu Partial Least Square (PLS) [14, 15], dan k-nearest Neighbor (knn) [5, 16, 17]. Dalam proses klasifikasi, sebuah class dilibatkan secara langsung sebagai dasar penentuan level kualitas citra. Class yang dimaksudkan adalah penilaian kualitas citra retina oleh oftalmologis atau expert. Hal ini berarti bahwa masih adanya subyektivitas penilaian (campur tangan manusia). Metode penilaian kualitas citra retina yang telah dikembangkan tersebut juga menggunakan hampir seluruh area citra retina. Dari studi literatur, beberapa penelitian [5, 14, 16, 18] mengembangkan penilaian kualitas citra retina untuk kasus diabetic retinopathy, namun belum ada penelitian metode penilaian kualitas citra retina pada kasus glaucoma. Pada penelitian ini, kualitas citra retina dikelompokkan dengan menggunakan teknik clustering yang dalam prosesnya tidak menggunakan class penilaian oleh oftalmologis atau expert. Penilaian kualitas citra retina dibedakan untuk kasus diabetic retinopathy dan glaucoma. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode penilaian kualitas citra retina tanpa menggunakan citra referensi dengan mengimplementasikan teknik ekstraksi fitur. 4
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi tenaga medis dalam menilai kualitas citra retina tanpa menggunakan citra referensi sehingga membantu dalam menentukan perlunya pengambilan ulang citra retina. Selain itu, bermanfaat juga untuk menentukan proses perbaikan citra yang akan dilakukan sebelum pendeteksian penyakit dalam sistem otomatis pendeteksian penyakit diabetic retinopathy dan glaucoma. Dalam bidang keilmuan, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian pengembangan metode penilaian kualitas citra retina tanpa menggunakan citra referensi. Baik dari sisi pengolahan citra maupun dari sisi data mining. 5