BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab- bab sebelumnya sudah dibahas mengenai proses implementasi, hasil pelaksanaan dan faktor- faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan imlementasi program HKm di Kalibiru. Pada bab ini penulis akan menyajikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian implementasi program HKm di Kalibiru. A. Kesimpulan Berdasarkan pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil penelitian di Kalibiru ini, terlihat bahwa implementasi yang terjadi mengikuti alur bottom up, dimana pihak lain di luar institusi pemerintah (LSM dan masyarakat) di level akar rumput sudah lebih pro aktif dalam mengawal suatu program/kebijakan. Dalam konsep penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance), di Kalibiru telah terjadi proses perubahan positif ke arah demokratisasi dan kesetaraan peran para pihak melalui pelaksanaan program HKm. Dalam aras yang lebih luas governance juga terjadi pada pengelolaan hutan negara dari single actor yaitu pemerintah sebagai personifikasi negara kepada multi actor yaitu pelibatan masyarakat (civil society). 2. Dari proses implementasi program HKm di Dusun Kalibiru, Kulon Progo yang sangat dinamis, panjang dan kompleks dapat diambil pelajaran bahwa implementasi HKm dapat mencapai keberhasilan bila diawali dengan kegiatan sosialisasi yang baik dan intensif oleh implementing agency. Sosialisasi memberikan masyarakat pengetahuan yang utuh tentang manfaat suatu program, dalam hal ini adalah kesempatan memanfaatkan lahan hutan 121
secara legal. Sosialisasi juga berhasil membuka cara pandang masyarakat terhadap hutan sehingga mampu menggugah kesadaran, menarik minat dan antusiasme masyarakat kelompok sasaran sehingga proses implementasi berlangsung secara partisipatif. Partisipasi dari para pihak akan memperlancar komunikasi dan infromasi, memunculkan kontrol, dan menjadi bagian dari proses pembelajaran, meningkatkan kapasitas, dan mendorong terwujudnya kemandirian dan keberdayaan masyarakat. 3. Penulis mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan HKm di Kalibiru, yaitu lingkungan kebijakan, ketersediaan sumberdaya, dan ketepatan instrument kebijakan. a. Lingkungan kebijakan yang diidentifikasi penulis yaitu : i. Peran LSM pendamping yaitu melakukan inisiasi, penyadaran, pembinaan dan pelatihan, serta melakukan pendampingan dalam proses implementasi program HKm. LSM juga memberikan dukungan dana untuk kegiatan- kegiatan tersebut. ii. Karakteristik dan dukungan kelompok sasaran. Masyarakat Kalibiru sebagian besar sebagai petani mempunyai kepentingan yang sama terhadap sumberdaya lahan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Program HKm ini sejalan dengan kepentingan mereka dan oleh karenanya dukungan terhadap terlaksananya program ini sangat besar. Sehingga segenap daya dan upaya dilakukan masyarakat agar program ini berhasil mencapai tujuannya yaitu mensejahterakan masyarakat. iii. Disposisi Kepala Daerah. Kepala Daerah sebagai pemegang kewenangan tertinggi di level pemerintah daerah mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi kinerja birokrasi di bawahnya 122
untuk segera merealisasikan dan mengimplementasikan program HKm di Kulon Progo. Dukungan positif Kepala Daerah sebagai tokoh kunci pemberi ijin HKm menjadi sangat relevan dalam era otonomi daerah saat ini. b. Sementara untuk ketersediaan sumberdaya, penulis mengidentifikasi dua variable yang bekerja : i. Ketersediaan SDM. SDM yang terlibat dalam implementasi HKm di Kalibiru terdiri dari masyarakat, pemerintah, dan LSM. ii. Ketersediaan Keuangan. Dukungan anggaran sangat penting bagi terlaksananya suatu program di lapangan. Ketersediaan anggaran yang cukup besar memungkinkan untuk melakukan kegiatan dan inovasi pemanfaatan lahan hutan semakin besar. Pada kasus HKm kalibiru dukungan dana dari berbagai bidang dapat digunakan untuk menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat mulai dari simpan pinjam, ternak, sampai pembangunan wisata alam. Dengan bergulirnya roda ekonomi warga maka kesejahteraan masyarakat meningkat, ketergantungan terhadap hasil hutan menjadi berkurang, dan kelestarian hutan terjaga. c. Faktor ketiga adalah ketepatan instrumen kebijakan berupa IUPHKm mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan. IUPHKm mengubah hutan sebagai common goods atau common pool resources menjadi private goods yang berarti keamanan dan kelestarian hutan lebih terjamin. 123
B. Saran Dari hasil penelitian dan pembahasan ini maka disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Perlunya keterlibatan pihak ketiga (CSO, LSM atau perguruan tinggi) dalam pendampingan pelaksanaan program HKm untuk membantu masyarakat atau pemerintah serta menjadi katalisator/mempercepat proses implementasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Demikian juga dengan kebijakan- kebijakan yang sifatnya pemberdayaan masyarakat, diperlukan partisipasi pihak lain selain pemerintah guna menutup keterbatasan- keterbatasan pemerintah dalam pelaksanaan suatu program. 2. Perlu penyederhanaan proses perijinan HKm karena berdasar pengalaman di Kalibiru harus melalui berbagai tingkatan birokrasi sehingga memakan waktu cukup lama (bertahun- tahun). Jika perlu dibentuk satu lembaga pelayanan khusus yang menangani perijinan Social Forestry. Lembaga tersebut merupakan gabungan berbagai unsur perwakilan eselon I yang terkait dengan pelaksanaan HKm, seperti perpetaan dan tata batas (Planologi), rehabilitasi lahan (BPDAS- PS), dan hukum (Biro Hukum) 3. Program- program pembangunan kehutanan sebaiknya lebih diarahkan untuk pemberdayaan dan pelibatan masyarakat menuju kemandirian dalam mengelola sumberdaya yang ada di sekitarnya. Pemberdayaan masyarakat penting dalam membantu masyarakat keluar dari lingkaran kemiskinan dan mengurangi tekanan terhadap hutan. Belajar dari program yang sudah- sudah, dari sisi kegiatan, pelibatan masyarakat perlu diperluas tidak hanya sebagai penyedia tenaga kerja (seperti menjadi tenaga penanam dan pemelihara pada kegiatan rehabilitasi dan reboisasi saja), namun pelibatan masyarakat harus lebih luas seperti pengelolaan, pengamanan dan 124
pemanfaatan hasil hutan. Hal itu berarti akan membawa konsekuensi logis yaitu dari sisi waktu pelaksanaan program, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan harus semakin panjang. Dengan jangka waktu pengelolaan yang panjang seperti pada program HKm ini, masyarakat merasa lebih nyaman dan tenang dalam melakukan aktivitas menjalankan program dan mengelola hutan. 4. Bagi masyarakat yang ingin mengajukan ijin HKm, sebaiknya terlebih dahulu mempersiapkan prakondisi seperti melakukan penataan kelembagaan, penguatan kelompok, dan menyusun aturan internal sehingga kondisi masyarakat sudah siap untuk mengelola areal HKm ketika ijin HKm sudah diberikan. 5. Praktik- praktik pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang ada di seluruh Indonesia sebagaimana keberhasilan masyarakat Kalibiru dalam mengelola hutan negara dan memanfaatkan potensi yang ada di dalamnya sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kesejahteraan patut diapresiasi oleh pemerintah terutama Kementerian Kehutanan. Diperlukan upaya yang nyata, kesungguhan dan kerja keras dari seluruh pihak yang paling utama Kementerian Kehutanan sebagai pemangku terbesar wilayah daratan (70%) negara ini untuk mendorong dan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk berkiprah mengelola dan memanfaatkan hutan guna meningkatkan kesejahteraannya. 125