METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

III. BAHAN DAN METODE

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAN POTENSI EKONOMI DAERAH Oleh: Dr. H. Ardito Bhinadi, M.Si

BAB III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder rangkai waktu (Time

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap, mental dan kelembagaan, ketimpangan, dan mengatasi kemiskinan (Todaro, 2000).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Perkapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Di Provinsi Riau. Vol. II, No. 02, (Oktober, 2015), 1-2.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data).

PENDAHULUAN. hidup yang layak dibutuhkan pendidikan. Pendidikan dan kesehatan secara. dan merupakan jantung dari pembangunan. Negara-negara berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PDRB sektoral Kabupaten Tulang Bawang

BAB III METODE PENELITIAN

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah.

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

BAB III METODE PENELITIAN. di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan data laporan keuangan

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB III. Metode Penelitian

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun Pokok- pokok yang

BAB III METODE PENELITIAN. B. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output

ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR. Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

III. METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan hidup. Secara ekonomi

Gambar 3.1 Bagan Hubungan Pengeluaran Publik Kesehatan Terhadap Angka Kematian Bayi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berkembang, memiliki jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH BERBASIS SEKTOR UNGGULAN KASUS : KABUPATEN PASAMAN PASCA OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian mengalami dua kali revisi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan ekonomi secara langsung berhubungan dengan pemerataan dan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan ekonomi nasional dan penurunan jumlah penduduk

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

Transkripsi:

32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon, dan Kota Tangerang. Provinsi Banten merupakan provinsi yang dibentuk bersamaan dengan berlakunya kebijakan desentralisasi fiskal, sehingga awal kebijakan di bidang keuangan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah telah berpijak kepada ketentuan Undang-Undang 25/1999. Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2006 sampai dengan September 2006. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang bersumber dari Departemen Keuangan, Badan Pusat Statistik (BPS), Pemerintah Daerah Provinsi Banten dan instansi-instansi lain yang terkait. Jenis data yang digunakan berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kependudukan, ketenagakerjaan, pendapatan penduduk, data luas wilayah, dan peta administrasi. Secara umum data-data yang disajikan berupa data time series tahunan dengan rentang waktu dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005, kecuali data IPM hanya tahun 2002 dan tahun 2004. Unit pengukuran dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Banten. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Evaluasi Formula DAU Secara global formula DAU diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 dan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 104 tahun 2000 yang kemudian diubah menjadi PP Nomor 84 Tahun 2001. Penjabaran secara rinci mengenai variabel-variabel yang akan digunakan pada formula DAU dirumuskan oleh Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah selanjutnya dibahas dan setujui oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dan DPR RI. Dalam analisis evaluasi formula

33 DAU akan dilakukan kajian secara deskriptif mengenai kebijakan yang menjadi dasar perumusan formula serta variabel-variabel dipergunakan dalam penghitungan DAU tahun 2001 sampai 2005. Indeks Williamson (WI) Indeks Williamson merupakan formulasi yang dipergunakan untuk menghitung ketimpangan (disparitas) sumber-sumber penerimaan APBD antardaerah dalam suatu wilayah. Nilai WI antara 0 sampai dengan 1, bila nilai WI sama dengan 0 maka di wilayah tersebut tidak terdapat ketimpangan penerimaan antardaerah, atau dengan kata lain pemerataan pendapatan antardaerah di wilayah tersebut sangat baik. Sebaliknya bila nilai WI sama dengan 1 maka di wilayah yang bersangkutan terdapat ketimpangan penerimaan antardaerah yang sangat tinggi, atau pemerataan pendapatan antardaerah di wilayah tersebut sangat buruk. Penulis mengelompokkan rentang nilai Indeks Williamson yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.Distribusi penerimaan antar daerah merata sangat baik jika nilai WI antar 0 0,25 2.Distribusi penerimaan antar daerah merata moderat jika nilai WI antar 0,26 0,50 3.Distribusi penerimaan antar daerah timpang jika nilai WI antara 0,51 0,75 4. Distribusi penerimaan antar daerah sangat timpang jika nilai WI antara 0,76 1,0 Formulasi Indeks Williamson adalah sebagai berikut: WI = n i= 1 ( yi y) y 2 x fi p atau WI = n yi y y i= 1 2 x fi p Keterangan: WI = Indeks Williamson yi = Pendapatan Daerah Perkapita pada Kabupaten/Kota ke i di Provinsi Banten

34 y = Penerimaan Daerah Perkapita pada kumulatif Kabupaten/Kota di Provinsi Banten fi = Jumlah penduduk pada Kabupaten/Kota di Provinsi Banten p = Jumlah penduduk pada kumulatif Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Location Quotient (LQ) Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis suatu aktivitas. Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah (Rustiadi & Panuju 2005). Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) polapola aktivitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Persamaan dari LQ ini adalah : LQ ij = X ij /X X. /X.. j i. Keterangan: X ij X i. X.j X.. : derajat aktivitas (PDRB) ke-j di kabupaten/kota ke-i : total aktivitas (PDRB) di kabupaten/kota ke-i : total aktivitas (PDRB) ke-j di semua kabupaten/kota : derajat aktivitas (PDRB) total kabupaten/kota Jika nilai LQ ij < 1, maka kabupaten/kota ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan diseluruh wilayah dan sebaliknya jika LQ ij > 1, maka kabupaten/kota ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih besar dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan diseluruh wilayah.

35 Indeks Entropy Metode ini digunakan untuk mengukur tingkat perkembangan suatu wilayah, misalnya aktivitas suatu sektor. Dengan demikian, dapat diketahui sektor/aktivitas apa yang berkembang pada suatu wilayah. Prinsip pengertian indeks entropy ini adalah semakin beragam aktivitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropy wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang. Persamaan umum entropy ini adalah sebagai berikut: S = n n P ij i= 1 j= 1 LogP ij Pij adalah proporsi kegiatan i (misal sektor, komoditas) di wilayah j. Analisis ini digunakan untuk mengetahui perkembangan sektor-sektor perekonomian kabupaten/kota ke-i di Provinsi Banten. Jika S semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin meningkat, dimana nilai S akan selalu 0. Shift-Share Analysis (SSA) Shift-share analysis merupakan salah satu teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan cakupan wilayah yang lebih luas dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis shift-share juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas (Saefulhakim 2004). Hasil analisis shift-share menjelaskan kinerja (performance) suatu aktifitas di suatu sub wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah total. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis, yaitu : 1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (Komponen share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah. 2. Komponen Pergeseran Proporsional (Komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktifitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan

36 pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktifitas total dalam wilayah. 3. Komponen Pergeseran Diferensial (Komponen differential shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktifitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktifitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ketakunggulan) suatu sektor/aktifitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktifitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan dari Shift Share Analysis (SSA) adalah sebagai berikut SSA = X.. X.. X X.. X (t1) i(t1) (t1) + ij(t1) 1 + (t0) Xi(t0) X.. (t0) Xij(t0) a b c X X i(t1) i(t0) Keterangan : a = komponen agregrat pertumbuhan wilayah b = komponen pergeseran sektoral c = komponen pergeseran diferensial X.. = nilai total sektor-sektor ekonomi (PDRB) dalam total kab/kota X. i = nilai total sektor-sektor ekonomi (PDRB) tertentu dalam total kab/kota X ij = nilai sektor-sektor ekonomi (PDRB) tertentu dalam unit kab/kota tertentu t (1) = titik tahun akhir (tahun 2005) t (0) = titik tahun awal (tahun 2001) Gini Rasio Gini Rasio merupakan salah satu teknik analisis untuk memahami tingkat pemerataan distribusi pendapatan masyarakat di suatu wilayah. Gini Rasio ini disusun dengan bantuan kurva Lorentz yang disusun dalam suatu skala absis dan ordinat yang sama. Absis menggambarkan persentase atau persentil populasi dan ordinat menggambarkan persentase atau persentil pendapatan. Selanjutnya ditarik diagonal bersudut 45 derajat sebagai batas. Dan besarnya tingkat kemerataan dan ketidakmerataan ini dihitung dari luasan wilayah yang dibentuk oleh suatu fungsi yang menggambarkan tingkat pendapatan masyarakat dan garis diagonal 45 derajat.

37 Gambaran grafis dari penghitungan Gini Rasio (Todaro, 2000) adalah sebagai berikut: 100 (B) (kumulatif pendapatan) y (%) y= x f (x) (O) 0 x (% kumulatif penduduk) 100 (A) Dari gambar tersebut yang disebut dengan Gini Rasio adalah rasio antara luas daerah yang diarsir atau integral dari f(x) dengan luas segitiga OAB. n p i i= 1 Gini Rasio dihitung dengan rumus G = 1 ( φ φ ) dimana : G = Gini Rasio p i = proporsi populasi kategori ke-i φ i = proporsi kumulatif pendapatan sampai dengan kategori pendapatan ke-i p i = k i /k n = banyaknya kategori pendapatan k i = banyaknya populasi untuk kategori pendapatan ke-i k = total populasi Nilai Gini Rasio (G) antara 0 sampai dengan 1, bila nilai G sama dengan 0 maka distribusi pendapatan penduduk di wilayah tersebut tidak terdapat ketimpangan atau dengan kata lain distribusi pendapatan penduduk di wilayah tersebut merata sangat baik. Sebaliknya bila nilai G sama dengan 1 maka distribusi pendapatan penduduk di wilayah tersebut sangat timpang. Rentang nilai yang dipergunakan dalam Gini Rasio adalah: 1. Distribusi pendapatan penduduk merata sangat baik jika nilai G antar 0 0,25 2. Distribusi pendapatan penduduk merata moderat jika nilai G antar 0,26 0,50 3. Distribusi pendapatan penduduk timpang jika nilai G antara 0,51 0,75 4. Distribusi pendapatan penduduk sangat timpang jika nilai G antara 0,76 1,0 i i 1

38 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) IPM merupakan indikator yang bertujuan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat suatu negara atau wilayah. IPM merupakan produk UNDP (United Nations Development Program) yang dipublikasikan sejak tahun 1990. Angka IPM berkisar antara 0 100. Angka IPM suatu daerah memperlihatkan jarak yang harus ditempuh (shortfall) untuk mencapai nilai maksimum, yaitu 100. Angka ini diperbandingkan antar daerah. Dengan demikian, tantangan bagi semua daerah adalah untuk menemukan cara mengurangi nilai shortfall mereka. UNDP mengelompokkan IPM dengan kategori sebagai berikut (Todaro, 2000): Kategori tinggi : IPM lebih dari 80 IPM menengah atas : IPM antara 66,00 79,99 IPM menengah bawah : IPM antara 50,00 65,99 IPM bawah : IPM kurang dari 50,00 Dalam menghitung IPM dipergunakan 3 indikator, yaitu: 1. Indikator Kesehatan: perwujudannya adalah umur panjang dan sehat, dengan indikator angka harapan hidup saat lahir. 2. Indikator Pendidikan: perwujudannya adalah tingkat pengetahuan, dengan indikator: (a) angka melek huruf orang dewasa (bobot 2/3), dan (b) rata-rata lama sekolah (bobot 1/3). 3. Indikator Daya Beli: perwujudannya adalah kehidupan yang layak, diukur dengan indikator pengeluaran per kapita riil yang telah disesuaikan dengan paritas daya beli. Metode Penghitungan IPM IPM = 1 / 3 (Indeks X 1 + Indeks X 2 + Indeks X 3 ) Keterangan: IPM : Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) X 1 : Harapan Hidup X 2 : Pendidikan X 3 : Daya Beli

39 Metode Penghitungan Indeks X i,j Indeks X i,j = (X ij X i min ) / (X i max X i min ) X i,j : indikator ke-i dari daerah ke-j X i min : nilai minimum dari X i X i max : nilai maksimum dari X i Nilai Maksimum dan Minimum dari Setiap Komponen IPM Komponen IPM Satuan Nilai Nilai Keterangan Maksimal Minimal Angka Harapan Hidup Tahun 85 25 Standar UNDP Angka Melek Huruf % 100 0 Standar UNDP Rata-rata Lama Sekolah Tahun 15 0 Standar UNDP Daya Beli Rp pada PPP Model Ekonometrika : Estimasi dengan Metode Panel Data 737.720 360.000 Modifikasi Kasus Indonesia Untuk mempelajari pengaruh desentralisasi fiskal terhadap perkembangan perekonomian, dan distribusi pendapatan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Banten selama tahun 2001-2005 dipergunakan model ekonometrika dengan estimasi melalui metode Panel Data. Estimasi ini dilakukan dengan cara menyusun data dalam bentuk pooled, yaitu data yang mengkombinasikan data time series dan data cross section. Mengingat pelaksanaan desentralisasi fiskal yang diteliti hanya 5 tahun (2001-2005) dan jumlah objek penelitian 6 daerah, maka untuk mengurangi kekurangan derajat bebas, model panel data ini sangat sesuai dengan penelitian ini. Persamaan regresi untuk panel data (Baltagi, 1995): Y it = β 0 + β 1 X it,1 + β 2 X it,2 +... + β k X it,k + e it X it,1 = 1, untuk i = 1,2,3...N dan t = 1,2,3...T i = unit cross section t = unit waktu Y it = variabel respon pada unit cross section ke-i dan waktu ke-t X it,k = variabel bebas ke-k pada unit cross section ke-i dan waktu ke-t β 0 = intersep = variabel galat pada unit cross section ke-i dan waktu ke-t e it

40 Secara umum bentuk panel data dapat dijelaskan seperti pada Tabel 6 berikut. Tabel 6 Bentuk Panel Data Kab./Kota Tahun Y X1... Xp I 1 2001 2002... 2005 I 2 2001 2002... 2005...... I 6 2001 2002... 2005 Sumber: Manurung, disesuaikan Adapun model pengaruh desentralisasi fiskal terhadap perkembangan perekonomian dan distribusi pendapatan dituliskan sebagai berikut: Pengaruh desentralisasi fiskal terhadap perkembangan perekonomian ln(entropy it ) = β 0 + β 1 ln(dau it) + β 2 ln(bagi Hasil it) + β 3 ln (PAD it) + e it Pengaruh desentralisasi fiskal terhadap distribusi pendapatan ln(gini Rasio it ) = β 0 + β 1 ln(dau it) + β 2 ln(bagi Hasil it) + β 3 ln (PAD it) + e it

41 Matriks masalah, tujuan, dan kerangka analisis penelitian Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dan kerangka analisis penelitian, maka disusun matriks sebagai berikut. Tabel 7 Matriks masalah, tujuan dan metode analisis No. Masalah Tujuan Metode Analisis Data yang dibutuhkan Sumber Data 1 Apakah formula DAU yang dipergunakan selama tahun 2001-2005 telah sejalan dengan amanat UU 25/1999? Melakukan evaluasi terhadap formula DAU tahun 2001-2005 Deskriptif, Wawancara Formula dan variabel DAU tahun 2001-2005 UU 25/1999, PP104/2000, PP 84/2001, Dep. Keuangan 2 Bagaimana pemerataan kemampuan keuangan antar kabupaten/kota di Provinsi Banten setelah desentralisasai fiskal? Menganalisis pemerataan DAU dan pendapatan APBD per kapita antar kabupaten/ kota di Provinsi Banten Indeks Williamson APBD, jumlah penduduk Pemda, BPS, Dep. Keuangan 3 Bagaimana kinerja pembangunan daerah Banten setelah desentralisasi fiskal Menganalisis perekonomian, keuangan daerah, dan kesejahteraan penduduk Banten setelah desentralisasi fiskal Location Quotient (LQ), Indeks Entropy, Shift-Share Analysis (SSA), Gini Rasio, IPM, Model Ekonometrika (Panel Data) PDRB, APBD, Pendapatan Penduduk, Jumlah Penduduk Pemda, BPS, Dep. Keuangan

42 Metode Analisis Analisis Pemerataan Kemampuan Keuangan Antar Daerah Analisis Kinerja Pembangunan Daerah Evaluasi Deskriptif Formula DAU Indeks Williamson Aktivitas Perekonomian Keuangan Daerah Kesejahteraan Penduduk 1. LQ 2. Entropy 3. SSA 4. Panel Data 1. Derajat desentralisasi fiskal 2. Derajat Kemandirian 1. Pengangguran 2. Gini Rasio 3. IPM 4. Panel Data Kesimpulan dan Rekomendasi Mengenai Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Gambar 8 Diagram alir kerangka analisis penelitian