TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut ;Divisio : Mycota;

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Stadium ini ditemukan pada daun daun tua yang sedang membusuk. Jamur ini

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

HUBUNGAN ANTARA ANATOMI DAUN DENGAN KETAHANAN PENYAKIT GUGUR DAUN PADA TANAMAN KARET SKRIPSI OLEH : RINI JUNITA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

UJI RESISTENSI KLON IRR SERI 400 TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Getas, 2 Juni 2009 No : Kepada Yth. Hal : Laporan Hasil Kunjungan Kebun Getas PTP Nusantara IX

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UJI KETAHANAN BEBERAPA GENOTIPE TANAMAN KARET TERHADAP PENYAKIT Corynespora cassiicola DAN Colletotrichum gloeosporioides DI KEBUN ENTRES SEI PUTIH

JAP PADA TANAMAN KARET

PENYAKIT BIDANG SADAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.

KETAHANAN LAPANGAN TANAMAN KARET KLON IRR SERI 100 TERHADAP TIGA PATOGEN PENTING PENYAKIT GUGUR DAUN

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BLAS (BLAST) Blas pada tulang daun: luka pada tulang daun berwarna coklat kemerahan hingga coklat yang dapat merusak seluruh daun yang berdekatan.

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis(zea mays var saccarata) merupakan tanaman pangan yang. bahan baku industri gula jagung (Bakhri, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR PERLINDUNGAN HUTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

KETAHANAN ENAM KLON KARET TERHADAP INFEKSI CORYNESPORA CASSIICOLA PENYEBAB PENYAKIT GUGUR DAUN

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit gugur daun Collectotricum yang menyerang tanaman karet (Hevea

Akibat Patik Setitik, Rusaklah Penghasilan Petani

TINJAUAN PUSTAKA. Thrips termasuk ke dalam ordo Thysanoptera yang memiliki ciri khusus, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Jamur penyebab penyakit pada tanaman krisan

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Steenis, et. al, (1967) sistematika tanaman karet adalah


CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum annum L.) berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 lebih

PENGARUH POLA HARI HUJAN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT GUGUR DAUN CORYNESPORA PADA TANAMAN KARET MENGHASILKAN

KETAHANAN ENAM KLON KARET TERHADAP INFEKSI Corynespora cassiicola PENYEBAB PENYAKIT GUGUR DAUN ABSTRACT

PENYAKIT TANAMAN KOPI DAN PENGENDALIANNYA Oleh : Abd. Muis, SP

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Jumlah Konidia di Udara 362 (Nurhayati, Nirwati Anwar, Abdul Mazid dan Masayu Elsa Lina

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar. Karat Daun Kopi (H. vastatrix)

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.14 No.4 Tahun 2014

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

Penyakit Busuk Daun Kentang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 314/Kpts/SR.120/8/2005 TENTANG PELEPASAN KARET VARIETAS/KLON IRR.104 SEBAGAI VARIETAS/KLON UNGGUL

Transkripsi:

15 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Colletotrichum gleosporioides Penz. Sacc Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut ;Divisio : Mycota; Subdivisio : Eumycotyna; Kelas : Deuteromyces; Ordo : Melanconiales; Family : Melanconiaceae; Genus : Colletotrichum; Spesies : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. Miselium terdiri dari beberapa septa, inter dan intraseluler hifa. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran 70-120μm. Septa menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, serta terdiri dari beberapa septa dan ukuran ± 150μm. Massa konidia nampak berwarna kemerahmerahan atau seperti ikan salmon. Konidia berada pada ujung konidiofor.konidia berentuk lilin, uniseluler, ukuran 17-28 x 3-4 μm (Singh, 2001). Gambar 1. Mikroskopis C. gloeosporiodes Sumber : Foto langsung

16 C. gloeosporioides umumnya mempunyai konidia hialin, berbentuk silinder dengan ujung-ujung tumpul, kadang-kadang berbentuk agak jorong dengan ujung yang membulat dan pangkal yang sempit terpancung, tidak bersekat, berinti satu, 9-24 x 3-6 µm, terbentuk pada konidiofor seperti fialid, berbentuk silinder, hialin atau agak kecokelatan. Berbeda dengan C. gloesosporioides, C. acutatum mempunyai konidium hialin yang ukurannya lebih kecil, panjangnya sangat bervariasi, 8,3-14,4 x 2,5-4 µm (11,1 x 3,1µm), dengan ujung yang runcing (Semangun, 2008). Konidia yang diproduksi adalah sebagai hasil dari pembelahan sel secara mitosis dan hasil pembelahan tersebut identik dengan sel induknya. Konidia biasanya diproduksi dalam jumlah besar dan merupakan suatu bentukan dari jamur untuk mempertahankan diri dari keadaan luar atau kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Keberadaan konidia ini pada suatu tempat atau area, pada umumnya dapat merupakan suatu indikator adanya perkembangan penyakit pada tanaman budidaya dan konidia ini dapat diproduksi secara terus menerus dalam waktu yang relatif panjang (Yudiarti, 2007). Corynespora cassiicola (Berk.& Curt.) Wei Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut ; Divisi : Eumycophyta; Sub Divisi : Eumycotina; Kelas : Deutromycetes; Ordo : Coryneales; Famili: Hipomycetes; Genus : Corynespora; Spesies: Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.)Wei Konidiofor berwarna coklat, keluar dari permukaan bawah daun, dengan ujung membengkak.konidium berwarna coklat, seperti gada atau silindris,

17 ujungnya agak runcing, berepta 2-14, dengan ukuran 40-120 x 8-18 µm (Semangun, 2008). Jamur ini mempunyai benang-benang hifa berwarna hitam pucat, menghasilkan spora pada bagian bercak atau bagian yang hijau.benang-benang hifa jamur dan sporanya kurang jelas terlihat pada permukaan daun tanpa alat pembesaran. Jamur tersebut mempunyai banyak tumbuhan inang seperti ketela pohon, akasia, angsana, beberapa rumputan pepaya dan lain-lain (Situmorang et al., 2009 dalam Gurning, 2011). Gambar 2. Mikroskopis Corynespora cassiicola (Berk.& Curt.) Wei Sumber : Foto langsung Suspensi konidia yang disemprotkan ke daun-daun segar akan menimbulkan bercak dalam waktu 3-4 hari. Pada daun-daun yang agak tua, waktu inkubasi dapat mencapai 9 hari. Infeksi akan terjadi bila inokulum disemprotkan pada permukaan daun bagian atas maupun bawah (Rajalakmy and Kothandaraman, 1996 dalam Siregar, 2009). Oidium heveae Stein.

18 Embun tepung disebabkan oleh jamur Oidium heveae Stein. Jamur mempunyai miselium tidak berwarna, yang menjalar pada permukaan epidermis, membentuk haustorium yang menembus epidermis dan menghisap makanan dari sel-sek jaringan di bawahnya. Miselium membentuk konidiofor (pendukung konidium), yang berbeda dengan pada kebanyakan Oidium, O. heveae hanya mempunyai satu konidium pada tiap konidiofor (jarang 2) (Semangun, 2008). Jamur tampak putih dan bertepung pada daun tetapi agak sulit diamati, karena miselium agak sedikit dan produksi spora terbatas.hifa yang hialinberwarna putih, bercabang, septate, dan menghasilkan haustoria dalam sel-sel epidermis. Konidiofor yang hialin tegak, bersel 1, dan berbentuk silindris memanjang. Konidia yang diproduksi, sering dalam rantai spora, setiap spora berukuran 35-82 x 12-28 µ (Weber,1973). Gambar 3. Mikroskopis Oidium heveae Sumber: Foto langsung Penyakit ini disebabkan oleh jamur Oidium heveae yang merupakan anggota dari kelompok jamur yang dikenal sebagai embun tepung. Miselium dari jamur terdiri dari septate hifa yang bercabang, yang merupakan radiasi yang luas

19 di atas permukaan jaringan inang dan memperoleh kebutuhan pangan mereka dengan mengisap organ, yang dikenal sebagai haustoria, ke dalam jaringan inang (Fernando, 1971). Gejala Serangan Colletotrichum gleosporioides Penz. Sacc Daun-daun muda hanya rentan selama kurang lebih 5 hari pada waktu kuncup membuka (bud break) dan selama 10 hari yang pertama pada waktu daun berkembang.setelah itu daun membuka penuh, warnanya berubah dari warna perunggu menjadi hijau pucat.pada waktu ini kutikula sudah terbentuk dan daun menjadi cukup tahan (Semangun, 2008). Penyakit gugur daun yang disebabkan oleh Colletotrichun gloeosporioides, pada daun muda yang terserang terlihat bercakbercak berwarna coklat kehitaman, keriput, bagian ujungnya mati dan menggulung yang akhirnya gugur. Pada daun yang berumur lebih dari 10 hari serangan Colletotrichum gloeosporioides, menyebabkan bercak-bercak daun berwarna coklat dengan halo berwarna kuning dan permukaan daun menjadi kasar. Serangan lebih lanjut bercak tersebut menjadi berlubang. Disamping menyerang daun, C. gloeosporioides dapat pula menyerang ranting muda yang masih berwarna hijau dengan menimbulkan gejala busuk, kering dan akhirnya mati pucuk (die back) (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2003).

20 Gambar 4. Bercak daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc Sumber :Foto Langsung Jika infeksi terjadi pada bagian awal dari masa 15 hari tersebut, daun akan segera layu dan rontok. Tetapi jika infeksi terjadi pada tingkat yang lebih kemudian, daun sudah mempunyai ketahanan dalam yang mencegah terjadinya kerusakan yang meluas, sehingga meskipun sebagian daun berubah bentuknya dan sangat berbercak-bercak, daun tidak gugur (Semangun, 2008). Corynespora cassiicola (Berk.& Curt.) Wei Jamur terutama menyerang daun, baik pada tanaman muda di pesemaian maupun tanaman tua. Infeksi terutama terjadi pada daun muda yang umurnya kurang dari 4 minggu (Situmorang et al., 1996). Mula-mula pada daun terjadi bercak hitam, terutama pada tulang-tulang daun. Karena jamur menghasilkan toksin yang mudah terangkut, bercak berkembang mengikuti tulang-tulang daun dan meluas ke tulang-tulang yang lebih halus, sehingga bercak tampak menyirip seperti tulang atau duri ikan. Pada tingkat yang lebih lanjut bercak makin meluas, berbentuk bundar atau tidak teratur.bagian tepi bercak berwarna coklat, dengan sirip-sirip berwarna cokelat atau hitam.bagian pusatnya mengering atau dapat berlubang. Disekitar bercak biasanya terdapat daerah yang berwarna kuning (halo) yang agak lebar.daun yang sakit menguning, menjadi coklat dan gugur. Jamur juga dapat menginfeksi tunas muda dan tangkai daun yang menyebabkan matinya tunas dan terjadinya bercak cokelat memanjang pada tangkai daun dengan kulit yang pecah (Semangun, 2008). Jamur penyebab penyakit C. cassiicola dapat menyerang daun karet pada berbagai tingkatan umur. Pada klon-klon karet yang rentan, serangan

21 C. cassicola menyebabkan terjadinya gugur daun sepanjang tahun, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Apabila serangan penyakit tersebut terus berlanjut, maka tanaman karet akan mati. pada tanaman karet dewasa, serangan cendawan tersebut dapat menyebabkan kerugian sampai 30% (Pawirosoemardjo, 2007). Gambar 5.Bercak daun C. cassiicola (Berk & Curt.) Wei. Sumber :Foto Langsung Penyakit Corynespora menyebabkan pengguguran daun yang terus menerus terutama jika patogen menyerang pada periode pembentukan daun muda setelah gugur daun alami. Pembentukan daun baru yang berulang-ulang menyebabkan mati pucuk terutama pada tanaman muda.pada tanaman dewasa (telah disadap), pembentukan daun muda yang jelek yang disebabkan oleh penyakit gugur daun sering kali menyebabkan stress fisiologi, menyebabkan kehilangan hasil lateks sampai kematian (Achuo et al., 2001). Oidium heveae Stein. Daun-daun muda yang baru saja berkembang (warnanya masih cokelat) tampak suram. Umumnya daun-daun ini menjadi lemas dan tepi-tepinya agak mengeriting. Dalam waktu beberapa hari anak-anak daun menjadi hitam dan gugur satu per satu, sehingga tinggal tangkainya saja, yang akhirnya akan gugur juga. Di bawah tanaman yang sakit terdapat banyak daun muda di atas tanah.

22 Kalau tanaman sakit diguncang, daun-daun muda akan berguguran (Semangun, 2008). Daun-daun yang berumur 1-9 hari apabila terserang permukaannya mengeriput, ujung daun mengering dan akhirnya gugur sehingga tanaman menjadi gundul. Daun-daun yang berumur 10-15 hari apabila terserang, pada jaringan daun tampak adanya bercak yang tembus cahaya/translucens, tetapi daun tidak gugur. Di bawah permukaan daun terdapat koloni bundar berwarna putih seperti tepung halus yang terdiri dari benang-benang dan spora jamur (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2003). Gambar 6. Bercak daun Oidium heveae Stein. Sumber : Foto Langsung Pada daun yang lebih tua, gejala serangan ditandai adanya bercak kekuningan atau coklat, kemudian berkembang membentuk bintik-bintik nekrotik yang dapat mengurangi efisiensi fotosintesis. Pada daun tua ini juga terdapat tepung halus berwarna putih dipermukaan, namun daun-daun tersebut tidak banyak yang gugur hanya beberapa saja. Embun tepung termasuk penyakit yang merugikan karena mengakibatkan daun-daun yang masih muda berguguran, akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat dan produktifitas menurun, sehingga produksi latek juga menurun. Selain itu jamur ini dapat juga menyerang bunga, sehingga produksi biji (Balai Penelitian Tanaman Industri dan penyegar, 2012).

23 Mekanisme ketahanan tanaman karet terhadap penyakit gugur daun Corynespora belum diketahui secara pasti, tetapi kerapatan stomata daun menentukan ketananan tanaman karet walaupun pengaruhnya kecil, akan tetapi tebal kutikula, epidermis, dan mesofil daun tidak menentukan tingkat ketahanan tanaman karet (Hadi, 2003). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Menurut Soepena (1990), perkembangan penyakit tanaman ditentukan oleh faktor utama yang saling berkaitan yaitu sumber penyakt, iklim dan tanaman inang. Apabila sumber penyakit dan tanaman inang telah tersedia dalam wilayah maka iklim menjadi faktor tertentu untuk terjadinya epidemi. Perubahan iklim dapat mendorng atau menghambat perkembangan penyakit. Kondisi lingkungan di sekitar tanaman, baik pada tingkat mikro, meso maupun makro dapat mempenagruhi pertanaman dan perkembangan patogen. Pada tingkat mikro, apabila kelembabannya tinggi, maka menjadi kondusif bagi perkembangan koloni jamur maupun bakteri. Kelembaban yang tinggi pada permukaan daun sehingga menimbulkan apa yang dinamakan kebasahan daun. Pada tingkatan meso, yaitu kondisi di sekitar tanaman dapat mempengaruhi penyebaran patogen. Pertanaman yang terlalu rapat dapat menciptakan kelembaban di seiktar pertanaman meningkat, sehingga dapat memacu terjadinya perkecambahan spora. Di samping itu, mempengaruhi penyebaran spora karena lebih banyak spora yang mendarat ke jaringan tanaman. Patogen yang telah menempel pada jaringan tanman lebih mudah menginfeksi tanaman apabila kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban meningkat. Kondisi lingkungan yang lebih tinggi tingkatannya adalah kondisi makro yang terdapat diatas 2mm

24 dari permukaan daun sampai kelapisan stratosfir. Cuaca merupakan kondisi makro, sperti hujan, intensitas matahari,suhu dan kecepatan angin. Penyakit tanaman banyak berkembang pada musim hujan. Akan tetapi terdapat pula penyakit yang mudah berkembang pada musim kemarau dengan kelembaan tinggi (Nirwanto, 2007). Beberapa jamur tumbuh lebih cepat pada suhu lebih rendah daripada yang lainnya dan dapat sangat jelas berbeda diantara ras dari jamur yang sama. Suhu mempengaruhi jumlah spora yang terbentuk dalam suatu unit area tanaman dan jumlah spora yang dilepaskan dalam waktu periode tertentu. Sebagai hasilnya, beberapa penyakit berkembang terbaik dalam area, musim atau tahun dengan suhu lebih dingin, sementara yang lainnya akan berkembang terbaik dimana dan saat suhu relatif tinggi (Abadi, 2003). Perkecambahan optimal konidia C. gloeosporioides terjadi pada 25 o -28 o C dengan kelembaban udara yang tinggi atau dengan adanya air bebas. Di bawah 5 o C dan di atas 40 o C dengan kelembaban nisbi di bawah 95% konidia tidak berkecambah. Infeksi terjadi pada kelembaban nisbi 96% atau lebih (Wimalajeewa, 1965 dalam Pawirosoemardjo, 2007). Secara umum tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada kisaran curah hujan 1500-3000 mm/tahun. Serangan penyakit gugur daun Colletotrichum yang berat terjadi pada wilayah dengan curah hujan di atas 3000-4000 mm/tahun dan suhu udara antara 25-28 C bersamaan pada waktu tanaman membentuk daun muda merupakan kondisi kritis terjadinya epidemi penyakit gugur daun Colletotrichum (Thomas et al., 2004 dalam Siregar, 2010).

25 Penyakit ini umumnya parah di daerah dengan curah hujan tinggi tanpa periode kering yang berkepanjangan. Penyakit Corynespora muncul pada kondisi iklim yang memadai dan hujan dapat menguntungkan lingkungan bagi perkembangan mereka (Wahounou, 2000, dalam Ogbebor dan Adekunle, 2005). Penyakit Corynespora cassiicola pada umumnya muncul dalam kondisi lembab yaitu dengan curah hujan rata-rata 12,4 mm/hari, hari hujan 27 hari/ bulan dan kelembaban udara nisbi rata-rata 89%/ hari serta suhu udara rata-rata 27 C pada waktu pembentukan daun muda. Kondisi hujan pada waktu pembentkan daun muda dengan suhu tinggi mendorong terjadinya epidemi (Sumarmadji, 2005). Kebun-kebun yang lebih tinggi letaknya mendapat gangguan yang lebih berat. Di tempat yang lebih tinggi dari 300 m seraangan Oidium berlangsung sepanjang tahun (Anon., 1962). Dari penelitian di Malaysia diketahui bahwa pertumbuhan jamur yang optimum terjadi pada suhu 15 o -16 o C (60 o F) dan kelembaban nisbi 75-80%. Demikian pula perkembangan kutikula yang lambat pada daun-daun semai yang berada di tempat teduh menyebabkan tanamantanaman ini lebih rentan terhadap Oidium (Semangun, 2008). Pengendalian Penyakit Kebun-kebun yang terdiri atas klon-klon yang rentan perlu diberi pupuk yang cukup agar dapat mengurangi pengaruh dari pengguguran daun. Untuk keperluan ini pemupukan dengan dosis kecil yang dilakukan beberapa kali lebih baik daripada pemupukan sekaligus dengan yang besar. Pupuk juga mempercepat perkembangan tunas dan daun sehingga memperpendek masa peka (Semangun, 2008).

26 Salah satu pengendalian penyakit tanaman adalah dengan menggunakan varietas tanaman yang tahan. Ketahanan tanaman merupakan komponen pengendalian penyakit penting di perkebunan karet Indonesia. Klon-klon resisten ternyata telah mampu mengurangi kerugian akibat kerusakan oleh penyakit penting karet salah satunya penyakit gugur daun (Situmorang et al., 1998 dalam Purnamasari et al., 2014). Menurut anjuran kon tahun 1992, klon yang tahan terhadap Collettrichum adalah RRIC 100, BPM 1, PR 255, PR 261, dan RRIM 600. Tetapi dengan diketahui bahwa patogen yang terdapat di Jawa dan Sumatera berbeda jenisnya, pengujian ketahanan perlu dilakukan dengan lebih teliti dan terinci.dianjurkan agar tidak menanam satu klon pada satu hamparan yang luass.sebaiknya tiap klon jangan ditanam lebih dari 200 ha (Semangun, 2008). Beberapa tindakan kultur teknik seperti penyiangan gulma, pemupukan, perbaikan saluran drainase dan penyadapan. Eradikasi inang alternatif bagi penyakit Corynespora perlu diarahkan khususnya pada perkebunan rakyat yang membudidayakan tanaman sela. Praktek kultur teknik sebagai komponen pengendalian diyakini dapat meningkatkan toleransi terhadap penyakit melalui perbaikan pertumbuhan tanaman (Sinulingga, 1996 dalam Siregar, 2009). Jika diperlukan, khususnya untuk tanaman yang masih muda, tanaman disemprot dengan fungisida. Penyemprotan pada tanaman dewasa dinilai kurang menguntungkan. Untuk keperluan ini Soepena (1996) menganjurkan pemakaian fungisida yang mengandung maneb, mankozeb, atau tridemorf. Untuk tanaman yang tingginya lebih dari 8 m sebaiknya dilakukan pengabutan dengan tridemorf

27 dengan dosis 500 ml/ha, yang diberikan 3-4 kali pengabutan dengan selang waktu 7 hari (Semangun, 2008). Percobaan pengguguran daun di Sumatera Utara dengan penyemprotan dari udara memakai 1,5-2 kg cacodylic acid dalam 3 liter air tiap hari memberikan hasil yang memuaskan (Basuki et al., 1990). Pemberian pupuk nitrogen dengan dosis tinggi (sampai 2 kali dosis anjuran) tepat pada waktu pohon-pohon mulai membentuk daun baru akan mempercepat pembentukan daun sehingga mengurangi serangan Oidium (Semangun, 2008). Resistensi Klon Karet Penggunaan klon tahan merupakan salah satu cara pengendalian penyakit yang terbukti efektif dan efisien pada tanaman karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.). Pada tanaman yang tahan terdapat gen ketahanan yang mengendalikan biosistensis protein reseptor (Jackson dan Taylor, 1996; Hutcheson, 1998). Gen ketahanan terhadap ras tertentu mengendalikan biosintesis protein reseptor tertentu yang mendenali elisitor ras patogen avirulen tertentu. Hal ini sesuai dengan konsep gen untuk gen (gene-for gene concept) yang dikembangkan oleh Flor (Jackson dan Taylor, 1996 dalam Hadi, 2005). Klon memiliki keunggulan dibandingkan dengan tanaman yang dikembangkan melalui biji. Keungulan yang dimiliki oleh klon antara lain tumbuhnya tanaman lebih seragam, umur produksinya lebih cepat dan produksi lateks yang dihasilkan juga lebih banyak. Adapun klon juga memiliki kekurangan seperti daya tahan masing-masing klon terhadap hama penyakit tidak sama sehingga klon unggul yang diinginkan harus mempunyai sifat yang ideal yaitu produksi lateks yang tinggi, resisten terhadap pengaruh hama, penyakit dan

28 pengaruh angin dan batang yang tumbuh lurus. Setiap klon yang baik yang tergolong anjuran maupun komersial mempunyai sifat ketahanan yang berbedabeda terhadap intensitas serangan (Anonimous, 2008 dalam Siregar, 2010). Mekanisme ketahanan tanaman karet terhadap penyakit gugur daun Corynespora belum diketahui secara pasti, tetapi kerapatan stomata daun menentukan ketananan tanaman karet walaupun pengaruhnya kecil, akan tetapi tebal kutikula, epidermis, dan mesofil daun tidak menentukan tingkat ketahanan tanaman karet (Hadi, 2003). Menurut Semangun (1996), tanaman memiliki ketahanan tanaman mekanis dapat berupa ketahanan aktif dan pasif. Ketahanan aktif adalah ketahanan tanaman yang bekerja setelah inang mengalami invasi patogen. Mekanisme ketahanan aktif merupakan hasil interaksi antara sistem-sistem genetik tanaman inang dengan patogen. Sedangkan, ketahanan mekanis pasif yaitu ketahanan yang dimiliki tanaman karena memiliki suatu struktur-struktur morfologis yang sukar diinfeksi oleh patogen, misalnya tanaman yang memiliki epidermis yang tebal, adanya lapisan lilin dan adanya bulu-bulu dipermukaan daun dan sebagainya. Suatu kultivar yang mempunyai ketahanan sedang menunjukkan kerentanan yang cukup tinggi jika diserang oleh patogen yang virulen, sedangkan cukup tahan jika diserang oleh patogen yang virulensinya rendah. Derajat kerentanan yang tampak pada suatu tanaman ditentukan oleh banyak faktor yang mengadakan interaksi, diantaranya yaitu derajat virulensi patogen, umur tanaman dan kondisi tanaman, serta keadaan disekeliling tanaman yang mempengaruhi tumbuhan inang (Semangun, 2001).

29 Klon anjuran komersial terdiri dari : a.) Klon penghasil lateks adalah : BPM 24, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217 dan PB 260, b.) Klon penghasil lateks-kayu adalah : BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118, c.) Klon penghasil kayu adalah : IRR 70, IRR 71, IRR 72, IRR 78. Dan klon harapan terdiri dari : IRR 24, IRR 33, IRR 41, IRR 54, IRR 64, IRR 105, IRR 107, IRR 111, IRR 119, IRR 141, IRR 144, IRR 208, IRR 211 dan IRR 220 (Sinulingga dkk., 1996 dalam Sophiyani, 2010). Kajian tentang sifat resistensi klon terhadap penyakit utama pada karet khususnya klon yang akan dianjurkan diperlukan untuk merumuskan rekomendasi klon unggul. Dari hasil uji resistensi klon terhadap penyakit Colletotrichum dalam kondisi laboratorium menunjukkan: a) IRR 106, IRR 118, IRR 130 Resisten b) BPM 1, IRR 111, IRR 120, IRR 129 Agak Resisten c) IRR 100, IRR 104, IRR 105, IRR 107, IRR 110, IRR 112, IRR 117, IRR 124, IRR 125, IRR, 126, IRR 128 Moderat d) IRR 101, IRR 102, IRR 103, IRR 108, IRR 109, IRR 113, IRR 114, IRR 115, IRR 127 Agak Rentan dan yang rentan : GT 1, IRR 116, IRR 119, IRR123, RRIM 600 (Fairuzah et al., 2009). Tabel 1. Resistensi Klon Karet Anjuran Periode 2002 2004 terhadap penyakit gugur daun C. cassiicola. No. Klon Resistensi klon terhadap penyakit gugur daun C. cassiicola Penghasil Lateks 1 BPM 24 Moderat

30 2 BPM 107 Resisten 3 BPM 109 Resisten 4 IRR 104 Moderat 5 PB 217 Resisten 6 PB 260 Resisten 7 PR 255 Resisten 8 PR 261 Resisten Penghasil Latekskayu 1 BPM 1 Resisten 2 AVROS 2037 Resisten 3 PB 330 Resisten 4 RRIC 100 Resisten 5 IRR 5 Resisten 6 IRR 21 Resisten 7 IRR 32 Resisten 8 IRR 39 Resisten 9 IRR 42 Resisten 10 IRR 118 Resisten Sumber : Pusat Penelitian Karet, 2001(Situmorang et al., 2004) Tabel 2. Resistenssi klon karet yang diuji terhadap penyakit gugur daun Klon (Clones) Nilai resistensi (Resistance rate) C.gloeosporioides O. heveae C. cassiicola PB 260 MR MR R PB 217 MS MR MR PB 254 MR MR MR PB 312 MR MR MR PB 314 MR MR MR PB 330 M M MR PB 340 MR MS MR PB 350 M MR MR PB 359 M MR M PB 366 MR M MR RRIM 901 M M MR RRIM 908 M MR MR RRIM 911 MR MR M RRIM 921 MR MR MR RRIM 937 MS MR MR RRIC 100 R MR R RRIC 102 MR M MR RRIC 110 M MR MR RRII 105 M MR MR RRII 176 M MR MR R : resisten (resistant) MR : moderat resisten (moderately resistant) M : moderat (moderate)

31 MS : moderat rentan (moderately susceptible) S : rentan (susceptible) (Daslin, 2013). Anatomi Daun Karet Daun merupakan organ yang sangat penting bagi tumbuhan. Scott (1888) telah menyelidiki distribusi jaringan getah yang terdapat pada daun karet. Daun Hevea brasiliensis terdiri atass tiga anak daun. Kedudukan daun tersebut dorsiventral dan permukaan atasnya mengkilat dan lebih gelap dibandngkan dengan permukaan bawah yang kusam dan berwarna lebih terang. Stomata hanya terdapat pada permukaan bawah saja (Gonmez, 1982 dalam Wijayanti, 1995). Pada daun yang telah tua dan berwarna hijau jaringan tanaman telah berkembang dengan jumlah dan kualitas lilin dan kutikula yang menutupi sel epidermis,struktur dinding sel epidermis, ukuran, letak dan bentuk stomata dan lenti sel, dan jaringan dinding sel yang tebal dapat menghambat maju dari patogen (Agrios,1997). Senyawa-senyawa yang dikandung daun untuk mencegah terjadinya infeksi umumnya senyawa fenolik atau senyawa-senyawa hasil oksidasi fenolik dan fitoaleksin (Nurhayati et al., 2006). Ketebalan epidermis, baik ketebalan kutikula dan kekuatan dinding bagian luar sel-sel epidermis adalah salah satu faktor penting dalam ketahanan beberapa jenis tanaman terhadap patogen tertentu. Sel-sel epidermis yang berdinding kuat dan tebal akan membuat penetrasi secara langsung mengalami kesulitan atau bahkan tidak mungkin dilakukan sama sekali oleh patogen. Kutikula yang tebal mungkin dapat meningkatkan ketahanan tumbuhan terhadap infeksi penyakit untuk jenis patogen yang masuk ke tumbuhan inangnya melalui penetrasi secara langsung. Akan tetapi, ketebalan kutikula tidak selalu berhubungan dengan

32 ketahanan, banyak varietas tanaman mempunyai kutikula sangat tebal tetapi mudah diserang oleh patogen yang penetrasi secara langsung (Agrios, 1997).